Indigo Creative Nation Kukuhkan Sembilan Startup Baru yang Akan Dibina

Pada hari Rabu (29/08) lalu, Indigo Creative Nation –program inkubator/akselerator startup milik Telkom—telah menyelenggarakan Indigo Day ke-3. Dalam acara tersebut turut dikukuhkan 9 startup baru yang akan turut serta dalam program Indigo Batch I tahun 2018.

Berikut ini nama 9 startup yang berhasil masuk dalam program inkubasi Telkom kali ini:

  1. Cyber Army
  2. RUN IProbe
  3. Segain
  4. Mountable.id
  5. Sadora
  6. Cazh
  7. Edudok
  8. DNS Bersih
  9. Panenmart

Nama-nama di atas merupakan startup yang berada dalam tahapan beragam. Mulai dari Customer Validation (Problem/Solution Fit) dengan tantangan agar berhasil mengidentifikasi masalah yang dihadapi konsumen dan mengidentifikasi solusi yang dibutuhkannya. Hingga Product Validation (Product/Market Fit) yang  akan memvalidasi kecocokan produk/layanan terhadap pasar sehingga disukai oleh penggunanya.

Direktur Digital & Strategic Portfolio Telkom Group, David Bangun, dalam sambutan pembukaannya mengatakan, “Yang kita lakukan di Indigo itu, bagaimana bisa menginkubasi, me-nurture idea, men-scout talent, untuk nantinya menjadi manusia-manusia yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar istimewa.”

Peran Indigo dalam proses inkubasi adalah memandu startup dari berbagai bidang industri melalui proses pemberian pendanaan, membukakan akses pasar, dan mentoring berkala secara intensif dalam rentang periode waktu tertentu.

Pada acara yang berlangsung di Telkom Landmark Tower tersebut, Indigo Creative Nation mengangkat tema besar “Kolaborasi dalam Bidang Inovasi Teknologi”. Melalui acara ini Telkom berharap bisa mendorong sinergi antara startup binaan mereka dengan anak perusahaan Telkom Group, dengan menjalin kolaborasi mutualisme yang saling menguntungkan, bersama para startup binaan mereka.

Kolaborasi dalam bidang inovasi teknologi ini memang potensial mengakselerasi bisnis seperti yang disebutkan Ongki Kurniawan (Executive Director Grab Indonesia) dalam sesi diskusi panel dengan Albert Lucius (Co-Founder & CEO Kudo).

“Ekosistem dunia startup itu sangat luas, dan kolaborasi bisa membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat, oleh karena itu kolaborasi ekosistem itu sangat penting apabila sebuah perusahaan ingin terus berevolusi dan survive,” tutur Ongki Kurniawan.

Kolaborasi dalam bidang inovasi teknologi ini juga ditegaskan oleh Ery Punta Hendraswara selaku Managing Director Indigo Creative Nation, “Indigo ini ingin membuka kolaborasi dan mempercepat perkembangan dunia digital nasional. Kombinasi antara startup dengan perusahaan-perusahaan besar dapat memberikan nilai lebih ke dalam industri.“

Ajang Indigo Day ke-3 kali ini juga menghadirkan lebih dari dua puluh startup binaan Telkom yang ditampilkan di area eksibisi maupun sesi pitching, baik dari program eksternal (Indigo) maupun program internal Telkom (Amoeba), seperti Qualitiva, Goto Sehat, Wakuliner, Peto, Tripal, Kofera, Amtiss, Sonar, Qontak, Nodeflux, Prime System, Bahaso, Qiscus, Nodeflux, Jasa Connect, Authentic Guards, Paket ID, dan Sonic Boom.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Indigo Day dari Indigo Creative Nation

Payfazz dan Strategi Keagenan untuk Menyasar “Unbanked Society” di Indonesia

Payfazz merupakan sebuah layanan keuangan berbasis keagenan yang ditujukan untuk unbanked society. Saat ini telah diterbitkan dalam paltform Android, untuk merangkum berbagai jenis layanan yang dapat diakses oleh masyarakat melalui agen. Payfazz berkoordinasi dengan bank untuk membangun jaringan distribusi bank melalui para agen Payfazz yang dapat beroperasi di berbagai tempat. Dengan kata lain, para Agen Payfazz atau disebut sebagai “Agen Keuangan Nusantara” ini akan menjadi representatif bank dan Payfazz secara bersamaan.

Untuk produk yang bisa diakses saat ini berupa pembayaran Pulsa, PPOB (Payment Point Online Bank), Game Voucher, Multifinance, Kredit, dan Transfer Dana. Selain itu, Payfazz sedang mengembangkan kerja sama dengan salah satu bank terbesar di Indonesia untuk  menghadirkan layanan Lakupandai di aplikasi Payfazz. Sedangkan untuk fitur, Payfazz menyediakan sistem pencatatan transaksi, fasilitas top-up saldo, fitur Print Bluetooth untuk mencetak bukti transaksi pelanggan, hingga pinjaman modal usaha bagi agen yang membutuhkannya.

“Ide dasar pengembangan Payfazz datang dari fenomena Indonesia, berdasarkan data Bank Dunia hanya 36% masyarakat Indonesia yang mempunyai rekening bank, dan hanya 4% masyarakat Indonesia yang mengenal dan menggunakan kartu kredit. Terdapat lebih dari 170 juta masyarakat Indonesia yang pengetahuannya mengenai teknologi keuangan sangat minim,” ujar Hendra Kwik, Co-Founder & CEO Payfazz.

Dalam keterangannya, Hendra menambahkan minimnya banked-society disebabkan oleh 3 variabel faktor, yaitu (1) kurangnya literasi finansial di kalangan masyarakat Indonesia, (2) Sektor perbankan yang menganggap sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergolong status unbankable, (3) distribusi akses ATM, KC atau KCP Bank yang belum menyeluruh ke seluruh Indonesia.

Payfazz spesifik jangkau unbanked-society / Payfazz
Payfazz spesifik jangkau unbanked-society / Payfazz

Di lain sisi, masyarakat Indonesia mengenal dan sangat akrab dengan teknologi informasi berupa smartphone dan internet. Hasil riset Payfazz menunjukkan bahwa sekitar 132,7 juta masyarakat Indonesia aktif menggunakan internet setiap harinya. Melihat peluang tersebut, Payfazz mencoba mengarahkan fungsi smartphone dan koneksi internet tersebut untuk memfasilitasi transaksi online yang sering dilakukan masyarakat Indonesia dan menjadi kebutuhan rutin mereka seperti pulsa, transaksi PPOB dan transfer uang.

Fase awal diperkuat pendanaan Y Combinator dan MDI Ventures

Untuk operasionalnya, saat ini Payfazz telah menerima dukungan pendanaan dari Y Combinator dan MDI Venture. Y Combinator merupakan inkubator dan venture capital global yang berpusat di Silicon Valley yang turut membesarkan startup yang sudah mendunia seperti Airbnb, Dropbox, Stripe dan Twitch. Sedangkan MDI Venture merupakan venture capital milik Telkom. Payfazz terhubung dengan MDI melalui inkubasi dalam program Indigo Startup Nation.

Dengan proses bisnis yang ada saat ini, Payfazz sangat yakin akan berhasil, melihat beberapa pembuktian dari startup sejenis di berbagai negara berkembang lain seperti M-Pesa di Kenya, paytm di India dan Alipay di Tiongkok. Bisnis model dinilai membawa kebaikan bagi masyarakat luas. Para Agen Keuangan Nusantara dapat menambah penghasilan dan para masyarakat unbanked menjadi teredukasi dan terbantu untuk mengakses layanan keuangan.

“Saat ini Payfazz sudah memiliki puluhan ribu Agen yang berasal dari berbagai latar belakang demografi. Agen Payfazz kebanyakan telah memiliki usaha rumahan seperti toko kelontong dan konter pulsa di pelbagai wilayah di Indonesia. Puluhan ribu Agen Keuangan Nusantara ini melayani ratusan ribu masyarakat unbanked dan memproses jutaan layanan perbankan setiap bulannya,” imbuh Hendra.

Diakui pula saat ini sudah banyak layanan sejenis, mencoba memberdayakan unbanked-society di Indonesia. Dari situ Payfazz mencoba untuk spesifik menyasar masyarakat yang masih awam terhadap layanan bank dan teknologi keuangan. Payfazz menggunakan sistem keagenan dan menitikberatkan pada masyarakat unbanked sebagai end user. Agen Payfazz berperan mengedukasi dan memfasilitasi layanan perbankan bagi para masyarakat unbanked.

Tiga pendiri asal Jambi yang berpengalaman di startup besar

Co-Founder Payfazz: Ricky, Hendra, Jefriyanto / Payfazz
Co-Founder Payfazz: Ricky, Hendra, Jefriyanto / Payfazz

Payfazz didirikan oleh 3 orang yang berasal dari Jambi dan merupakan rekan sejawat sejak kecil. Ketiganya pula memiliki pengalaman bekerja di startup yang telah membuktikan keberhasilannya dan menjadi panutan startup lokal. Pertama ialah Hendra Kwik, lulusan S1 Teknik Kimia ITB, sebelumnya ia bekerja di Kudo. Kemudian Jefriyanto Guang, lulusan S1 Ilmu Komputer Binus, ia sebelumnya bekerja di Tiket.com. Dan yang ketiga ialah Ricky Winata, lulusan S1 Ilmu Komputer Binus, ia sebelumnya pernah bekerja di Traveloka.

Di tahun ini, fokus Payfazz berupaya membenahi fitur-fitur yang sudah ada untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. Selain itu, Payfazz juga menargetkan untuk memperluas jaringan Agen Keuangan Nusantara demi menjangkau lebih banyak unbanked-society di seluruh Indonesia. Dengan semakin banyak Agen Payfazz, pihaknya berharap semakin banyak unbanked society yang terbantu untuk mengakses layanan perbankan seperti pembayaran, pulsa, PPOB, transfer dana dan kredit/pinjaman dengan mudah.

Hasil bimbingan inkubator Indigo

DailySocial juga menghubungi Ery Punta Hendraswara, Managing Director Indigo Creative Nation, yang juga menjadi mentor Payfazz. Tentang Payfazz, Ery berpendapat, “Gerakan digital untuk kemajuan bangsa tidak dapat ditawar, termasuk melakukan transaksi elektronik. Payfazz menjadi salah satu solusi yang efektif untuk mengakomodasi kebutuhan transaksi elektronik bagi seluruh masyarakat khususnya unbanked society.”

“Selain melayani solusi keagenan yang dapat melayani transaksi elektronik yang efisien bagi seluruh masyarakat, Payfazz dapat mengembangkan solusi keuangan yang lebih luas lagi terutama melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perbankan, operator telekomunikasi, koperasi, bahkan perusahaan-perusahaan untuk mengelola investasi masyarakat, seperti investasi reksadana,” lanjut Ery.

Dalam program inkubatornya, Payfazz mendapatkan bimbingan baik mentoring intensif hingga pendanaan untuk tumbuh lebih besar lagi melalui program akselerasi startup, serta channeling kepada pasar yang relevan melalui kanal-kanal pemasaran di Telkom yang telah berkembang. Channeling ini lah yang kemudian menjadi percepatan bagi Payfazz untuk tumbuh dan memberikan sumbangsih lebih banyak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Indigo Demo Day Tahap II dan Pola Pikir Silicon Valley

Kemarin (24/11), program akselerasi dan inkubasi startup milik Telkom menggelar ajang Demo Day tahap II dengan tujuan untuk menjembatani startup yang dibinanya dengan pemodal potensial. Ajang Demo Day tahap II sendiri diikuti oleh delapan startup binaan Indigo yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Telkom sendiri, melalui Indigo dan MDI Ventures, tengah gencar untuk membangun eksositem digital mumpuni dengan pola pikir ala Silicon Valley.

Direktur Digital & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo dalam sambutannya menyampaikan bahwa era industri saat ini sudah bergeser jauh dan lebih mengarah ke konseptual yang lebih mengutamakan peran ide, kreativitas, dan inovasi dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada di sekitar. Di sini, peran para entrepreneur muda menjadi penting karena pada umumnya mereka memiliki dorongan yang kuat untuk memcahkan masalah dengan cara baru dan dekat dengan dunia digital yang saat ini laju perkembangannya sudah tidak bisa dibendung.

“Jadi, di era ini pembicaraan pentingnya adalah entrepreneur […] karena merekalah orang-orang yang punya ide dan hasrat untuk berkontribusi menyelesaikan masalah-masalah yang ada di sekitar. Ada banyak problem, ada sebanyak itu juga peluang kita untuk bisa melakukan inovasi. Inilah [alasan] kenapa kami merasa harus mengembangkan entrepreneur, […] kami melakukan ini [program Indigo incubator] sebagai social investment,” ujar Indra.

Managing Director Indigo Creative Nation Ery Punta Henraswara mangatakan, “Kenapa kami menggelar Demo Day [untuk Indigo]? Demo Day adalah salah satu sarana untuk mempertemukan antara startup, pemerintah, dan investor untuk saling bersinergi, bertemu, dan berkolaborasi untuk memperkuat ekosistem digital yang ada di Indonesia.”

Sebagai informasi, program Indigo dari Telkom sendiri sebenarnya telah bergulir sejak 2008 silam. Pun demikian, evolusi program Indigo yang lebih menitikberatkan pada inkubasi dan pengembangan startup digital baru terlihat sekitar dua tahun lalu. Titik baliknya, Indigo Incubator sebagai inkubasi yang harus diperhitungkan, adalah ketika tiga startup binaan Indigo berhasil mendapat pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai.

[Baca juga: Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan]

Perubahan itu bukan tanpa sebab. Ada spirit yang ingin dibangun oleh Indigo dalam menjalankan program inkubasinya, yaitu Silicon Valley Mindset. Sederhananya, segala pihak yang terkait dalam ekosistem yang dibangun harus bisa merangkul kegagalan. Fail fast, succeed faster.

Indra menjelaskan, “Silicon Valley [SV]is a mindset, bukan lokasi. Di sana [SV], tidak selalu menjadi tempat lahirnya ide-ide terbaik, tetapi di sana ide bisa berkembang lebih cepat dan lebih cerdas karena ada metodologinya dan ada ekosistem kolaborasi. […] Spirit itu yang kami coba bangun di sini [Indigo].”

Telkom sendiri telah membuka pintu kerja sama yang lebih luas dengan ekosistem startup digital di Silicon Valley melalui anak perusahaannya MDI Ventures. Selain menjalin kerja sama dengan Plug n Play, MDI Ventures sendiri mengklaim memiliki hubungan yang cukup dengan berbagai pemilik modal ternama di Silicon Valley seperti YCombinator, Google Ventures, NEA, AME Cloud Ventures, Social Capital, hingga A16Z.

[Baca juga: MDI Ventures dan Rencana Investasi di Perusahaan “Space Tech” Asal Amerika Serikat]

Sementara itu dalam Indigo Demo Day tahap II kali ini, ada delapan startup binaan Indigo yang berpartisipasi. Mereka adalah Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Sebagai informasi, empat di antara delapan startup tersebut sudah berhasil mendapatkan pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai, yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, dan Trax Center.

Kini, setelah melalui tahap Demo Day ini, ke delapan startup tersebut secara umum memiliki target yang tidak jauh berbeda, yaitu fundraising putaran berikutnya. Dana segar tersebut rencananya akan diinvestasikan untuk pengembangan produk, tim atau talent acquisition, dan pemasaran.

Telkom Telah Gelontorkan 80 Miliar Rupiah untuk Pembinaan Startup

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, atau Telkom, sudah beberapa tahun belakangan turut aktif dalam hiruk pikuk industri tanah air. Telkom memainkan peran sebagai perusahaan yang mempunyai program inkubasi, yang dikenal dengan Indigo Incubator, yang membantu startup tumbuh dan berkembang. Hingga saat ini Telkom mengaku telah menggelontorkan dana sebesar 80 miliar Rupiah untuk pembinaan startup.

AVP Business Innovation PT Telkom Ery Punta Hendraswara menjelaskan saat ini banyak startup yang tertarik untuk masuk ke program inkubator milik Telkom tersebut. Hal ini tercermin dari jumlah pendaftar yang mencapai angka ratusan tiap tahunnya, meski hanya beberapa yang akhirnya masuk ke program inkubasi.

Ery juga menjelaskan industri kreatif digital saat ini memiliki prospek yang baik, hanya saja di Indonesia jumlah dan kualitas startup, diferensiasi produk, performansi, SDM, dukungan dan pendanaan masih di bawah standar.

Tahun lalu ada 50 startup terpilih yang mendapatkan pembiayaan melalui program Indigo Incubator ini. Selain membantu startup untuk berkembang, program ini juga merupakan bentuk dukungan Telkom terhadap program Presiden Joko Widodo yang menargetkan 200 startup Indonesia siap berkiprah setiap tahun.

Untuk informasi, Indigo Incubator ini merupakan program perpaduan dari beberapa program Telkom yang merujuk pada sektor digital kreatif lainnya seperti kompetisi Indigo Fellowship, Indigo Venture, dan program inkubator bisnis Bandung Digital Valley.

Selain pendanaan Indigo Incubator ini juga menyediakan beberapa bentuk dukungan seperti fasilitas dan layanan dari Telkom

Saat ini ada sekitar 10 ekosistem utama yang dikembangkan dalam program Indigo Incubator ini, antara lain, bidang pendidikan, kesehatan, pariwisata, pemerintahan, logistic, finansial, perbankan, mobile lifestyle, edutainment, dan smartphone.

Besarnya pembiayaan pun disesuaikan dengan tahapan entitas perusahaan startup. Ery menjelaskan untuk startup pemula atau Innovative Idea  pembiayaannya sebesar Rp 25 juta. Untuk yang sudah masuk kategori Innovative Product, pembiayaannya sebesar Rp 120 juta. Untuk startup yang sudah sampai pada pengembangan bisnis akan dapat pembiayaan senilai Rp 250 juta dan venture capital hingga Rp 2 miliar.

Di Indonesia, selain Telkom, ada beberapa program inkubator atau akselerasi startup lainnya, seperti GEPI, Ideabox, dan Start Surabaya.