Indigo Demo Day Tahap II dan Pola Pikir Silicon Valley

Kemarin (24/11), program akselerasi dan inkubasi startup milik Telkom menggelar ajang Demo Day tahap II dengan tujuan untuk menjembatani startup yang dibinanya dengan pemodal potensial. Ajang Demo Day tahap II sendiri diikuti oleh delapan startup binaan Indigo yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Telkom sendiri, melalui Indigo dan MDI Ventures, tengah gencar untuk membangun eksositem digital mumpuni dengan pola pikir ala Silicon Valley.

Direktur Digital & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo dalam sambutannya menyampaikan bahwa era industri saat ini sudah bergeser jauh dan lebih mengarah ke konseptual yang lebih mengutamakan peran ide, kreativitas, dan inovasi dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada di sekitar. Di sini, peran para entrepreneur muda menjadi penting karena pada umumnya mereka memiliki dorongan yang kuat untuk memcahkan masalah dengan cara baru dan dekat dengan dunia digital yang saat ini laju perkembangannya sudah tidak bisa dibendung.

“Jadi, di era ini pembicaraan pentingnya adalah entrepreneur […] karena merekalah orang-orang yang punya ide dan hasrat untuk berkontribusi menyelesaikan masalah-masalah yang ada di sekitar. Ada banyak problem, ada sebanyak itu juga peluang kita untuk bisa melakukan inovasi. Inilah [alasan] kenapa kami merasa harus mengembangkan entrepreneur, […] kami melakukan ini [program Indigo incubator] sebagai social investment,” ujar Indra.

Managing Director Indigo Creative Nation Ery Punta Henraswara mangatakan, “Kenapa kami menggelar Demo Day [untuk Indigo]? Demo Day adalah salah satu sarana untuk mempertemukan antara startup, pemerintah, dan investor untuk saling bersinergi, bertemu, dan berkolaborasi untuk memperkuat ekosistem digital yang ada di Indonesia.”

Sebagai informasi, program Indigo dari Telkom sendiri sebenarnya telah bergulir sejak 2008 silam. Pun demikian, evolusi program Indigo yang lebih menitikberatkan pada inkubasi dan pengembangan startup digital baru terlihat sekitar dua tahun lalu. Titik baliknya, Indigo Incubator sebagai inkubasi yang harus diperhitungkan, adalah ketika tiga startup binaan Indigo berhasil mendapat pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai.

[Baca juga: Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan]

Perubahan itu bukan tanpa sebab. Ada spirit yang ingin dibangun oleh Indigo dalam menjalankan program inkubasinya, yaitu Silicon Valley Mindset. Sederhananya, segala pihak yang terkait dalam ekosistem yang dibangun harus bisa merangkul kegagalan. Fail fast, succeed faster.

Indra menjelaskan, “Silicon Valley [SV]is a mindset, bukan lokasi. Di sana [SV], tidak selalu menjadi tempat lahirnya ide-ide terbaik, tetapi di sana ide bisa berkembang lebih cepat dan lebih cerdas karena ada metodologinya dan ada ekosistem kolaborasi. […] Spirit itu yang kami coba bangun di sini [Indigo].”

Telkom sendiri telah membuka pintu kerja sama yang lebih luas dengan ekosistem startup digital di Silicon Valley melalui anak perusahaannya MDI Ventures. Selain menjalin kerja sama dengan Plug n Play, MDI Ventures sendiri mengklaim memiliki hubungan yang cukup dengan berbagai pemilik modal ternama di Silicon Valley seperti YCombinator, Google Ventures, NEA, AME Cloud Ventures, Social Capital, hingga A16Z.

[Baca juga: MDI Ventures dan Rencana Investasi di Perusahaan “Space Tech” Asal Amerika Serikat]

Sementara itu dalam Indigo Demo Day tahap II kali ini, ada delapan startup binaan Indigo yang berpartisipasi. Mereka adalah Sonar, Minutes, Kartoo, Trax Center, Kofera, CariJasa, Paket.id, dan Zelos. Sebagai informasi, empat di antara delapan startup tersebut sudah berhasil mendapatkan pendanaan awal sebelum program inkubasi selesai, yaitu Sonar, Minutes, Kartoo, dan Trax Center.

Kini, setelah melalui tahap Demo Day ini, ke delapan startup tersebut secara umum memiliki target yang tidak jauh berbeda, yaitu fundraising putaran berikutnya. Dana segar tersebut rencananya akan diinvestasikan untuk pengembangan produk, tim atau talent acquisition, dan pemasaran.

Mengenal Trax Center, Aplikasi yang Membuat Kendaraan Anda Menjadi Pintar dan “Berbicara”

Minggu lalu, Indigo mengumumkan bahwa ada empat startup binaan program inkubasi batch pertama 2016 mereka yang berhasil membukukan pendanaan awal, bahkan sebelum program inkubasi selesai. Salah satu di antaranya adalah startup bernama Trax Center yang dibangun oleh Hadi Darmanto (CEO & CTO), Ganjar Satyanagara (COO), dan Hendy Wijaya (CMO). Dana segar tersebut akan digunakan untuk penguatan dan pengembangan, untuk server, aplikasi, sumber daya manusia, dan aktivitas marketing dengan menargetkan pertumbuhan , minimal, 20% Month-on-Month.

Pada dasarnya Trax Center adalah sebuah aplikasi mobile berbasis Android yang memiliki kemampuan untuk membuat kendaraan penggunanya menjadi cerdas dan dapat berbicara. Saat ini kemampuan yang ditawarkan adalah monitoring kendaraan, baik itu pribadi atau operasional, secara real time dan memberikan berbagai pemberitahuan kepada pemilik kendaraan bila terjadi sesuatu. Contohnya ketika pintu terbuka, kontak ACC on/off, melebihi batas kecepatan, pengingat waktu untuk perawatan dan bayar pajak, dan lainnya.

Namun, Hadi menyampaikan bahwa goal yang ingin dicapai oleh Trax Center di masa depan adalah menjadi pusat monitoring atau pelacakan semua hal yang bergerak dan terkait kendaraan. Hadi juga menegaskan bahwa Trax Center adalah platform dan pihaknya tidak menjual ataupun menyediakan jasa pemasangan alat. Untuk urusan tersebut, ada mitra bisnis yang bisa dihubungi.

“Konsep yang kami usung adalah Smart Vehicle System, membuat kendaraan menjadi pintar dan bisa bicara. Mobil akan terhubung dengan server dan app milik user, sehingga kendaraan dapat memberitahukan berbagai macam kejadian seperti pintu terbuka, mesin menyala atau mati, melebihi batas kecepata, pengingat waktu perawatan, dan lainnya melalui pemberitahuan email, text, dan suara. […] Kelebihan utama kami adalah user experience dan simplicity,” jelas Hadi.

Agar kendaraan pengguna bisa tehubung, ada satu alat yang perlu terpasang pada kendaraan, yakni GPS tracker. Melalui GPS tracker yang di dalamnya terdapat SIM card dan beberapa input & output digital inilah data terkait kondisi kendaraan akan dikirim ke server yang akan berujung pada pemberitahuan ke pengguna Trax Center.

Hadi mengatakan, “Dalam GPS tracker ini terdapat SIM card untuk mengirim data ke server melalui jaringan internet.[…] Dalam alat tersebut juga terdapat beberapa input & output digital yang melalui rekanan nanti akan dipasang ke kendaraan agar semua itu berfungsi. Tentang pemberitahuan ganti oli atau ban, itu berdasarkan kalkulasi pergerakan kendaraan. Semua sistem backend kami yang proses.”

“[GPS tracker] Bisa didapat pada rekanan-rekanan kami yang lokasi dan sebarannya bisa dilihat melalui situs resmi kami. Harga pemasangan awal itu variatif [1-2 juta Rupiah] sesuai kendaraan dan lainnya. Selanjutnya ada subscription bulanan Rp50 ribu untuk paket data [GPS] dan layanan, yang sudah kami fasilitasi di aplikasi secara online melalui transfer angka unik. Paket data ini sendiri sedang kami usahakan agar turun harganya dan sekarang sedang negosiasi dengan Telkomsel,” tambah Hadi.

Upaya monetisasi layanan Trax Center sendiri saat ini memang baru berjalan melalui subscription model. Biayanya sekitar Rp10 ribu per bulannya. Namun, Hadi mengungkap ke depannya ia ingin mengembangakan model monetisasi seperti marketplace dan juga  business API.

Tantangan dan fokus setelah pendanaan

Dalam perjalananya, Trax Center juga menemui beberapa tantangan yang cukup menantang. Hadi menceritakan bahwa  berdasarakan segmentasi usia pemilik kendaraan, pemilik kendaraan roda empat yang usianya di atas 40 tahun cukup menantang untuk didekati. Di samping itu ia juga menemukan bahwa awareness pemilik kendaraan tentang keamanan kendaraannya saat ini masih belum tinggi.

“Banyak juga yang salah kaprah bahwa kendaraannya aman 100 persen karena sudah di-cover oleh asuransi. Padahal, klaim [asuransi] tidak mungkin diganti 100 persen jika hilang,” ujar Hadi.

Saat ini, Trax Center sendiri telah berhasil membukukan pendaaan awal dalam jumlah yang tidak ungkap. Dana segar tersebut menurut Hadi berasal dari MDI Ventures dan Angel Investor yang tidak diungkapkan lebih jauh.

Hadi menyampaikan bahwa dana yang baru diperolehnya ini akan digunakan untuk penguatan dan pengembangan platform dari sisi, server, aplikasi, sumber daya manusia, dan juga aktivitas marketing. Sementara itu, bila bicara mengenai target, Hadi ingin Trax minimal dapat mengalami pertumbuhan 20 persen Month-on-Month yang saat ini diklaim rata-rata telah tercapai, dua bulan setelah investasi masuk. Rencana lainnya adalah mengembangan added value service lain untuk pemilik kendaraan seperti marketplace dan juga business API untuk klien perusahaan.

“Ke depan, kami sedang kembangkan juga added value services yang memudahkan pemilik kendaraan dalam melakukan maintenance kendaraannya lewat model marketplace. Untuk corporate, kami sedang siapkan business API agar backend mereka dapat terhubung dengan sistem kami sehingga lebih leluasa untuk generate reports, live tracking melalui aplikasi, dan lainnya,” pungkas Hadi.

Application Information Will Show Up Here

Telkom Berangkatkan Startup Terbaik Indigo Incubator ke Silicon Valley

Telkom telah memberangkatkan sejumlah startup binaan Indigo Incubator ke Silicon Valley, Amerika Serikat. Melalui program immersion, Telkom mendayagunakan koneksi yang dibangun Telkom Group melalui MDI Ventures memberangkatkan beberapa perwakilan dari startup terbaik di Indigo untuk terbang ke Amerika Serikat bertemu dengan startup yang sudah mendunia seperti Uber, Facebook, Apple dan Google, dan juga venture capital KPCB.

Programm immersion yang berlangsung tanggal 9 sampai 16 April tersebut memberangkatkan perwakilan dari tiga startup di Indigo Incubator, masing-masing adalah Kakatu (aplikasi parental control), AMTISS (aplikasi asset tracking management), dan Goers (aplikasi event discovery dan management).

Di Amerika Serikat, Niki Tsuraya Yaumi (COO) dan Anselmus Kurniawan (CTO) dari Goers, Muhammad Nur Awaludin (CEO) dari Kakatu, dan Ivan Faizal Gautama (CEO) dari AMTISS akan diajak untuk mengikuti mentorship lebih dalam dari founder startup yang akan memberikan wawasan global kepada startup terbaik.

“Kesuksesan inovasi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan untuk membuat produk. Namun, juga bagaimana Telkom mampu mengelola talenta sebagai insan yang berkreasi dan melahirkan produk yang bermanfaat,” ujar Deputi EGM Coherence dan Innovation Management Digital Service Division Telkom Ery Punta dalam siaran persnya.

Tak hanya mentoring, dalam kunjungan ke Silicon Valley ini perwakilan startup Indigo akan mengikuti F8 Conference, sebuah acara developer tahunan yang diadakan Facebook. Pelatihan product management & growth oleh Uber, bertemu dengan komunitas developer Apple dan Google, dan juga mendapatkan wawasan terkait tren pendanaan startup oleh Kleiner Perkins Caufield & Byers (KPCB), sebagai salah satu venture capital terkenal di Silicon Valley.

Indigo Creative Nation merupakan program inkubasi dan akselerasi startup digital Telkom yang dikelola bersama dengan MDI. Startup peserta program ini akan menerima enam bulan dukungan inkubasi dan membuka akses ke pasar, bisnis, dan konsultan teknis.

Sebelumnya, dalam rangka ingin melahirkan startup terbaik dan turut serta menumbuhkan ekosistem startup Indonesia Telkom telah menyiapkan dana tak kurang dari 300 miliar Rupiah untuk diberikan ke startup terpilih melalui MDI Ventures. Kabarnya tahun ini ada sekitar 10 sampai 15 startup yang ditargetkan akan mendapat pendanaan tersebut.

Telkom Telah Gelontorkan 80 Miliar Rupiah untuk Pembinaan Startup

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, atau Telkom, sudah beberapa tahun belakangan turut aktif dalam hiruk pikuk industri tanah air. Telkom memainkan peran sebagai perusahaan yang mempunyai program inkubasi, yang dikenal dengan Indigo Incubator, yang membantu startup tumbuh dan berkembang. Hingga saat ini Telkom mengaku telah menggelontorkan dana sebesar 80 miliar Rupiah untuk pembinaan startup.

AVP Business Innovation PT Telkom Ery Punta Hendraswara menjelaskan saat ini banyak startup yang tertarik untuk masuk ke program inkubator milik Telkom tersebut. Hal ini tercermin dari jumlah pendaftar yang mencapai angka ratusan tiap tahunnya, meski hanya beberapa yang akhirnya masuk ke program inkubasi.

Ery juga menjelaskan industri kreatif digital saat ini memiliki prospek yang baik, hanya saja di Indonesia jumlah dan kualitas startup, diferensiasi produk, performansi, SDM, dukungan dan pendanaan masih di bawah standar.

Tahun lalu ada 50 startup terpilih yang mendapatkan pembiayaan melalui program Indigo Incubator ini. Selain membantu startup untuk berkembang, program ini juga merupakan bentuk dukungan Telkom terhadap program Presiden Joko Widodo yang menargetkan 200 startup Indonesia siap berkiprah setiap tahun.

Untuk informasi, Indigo Incubator ini merupakan program perpaduan dari beberapa program Telkom yang merujuk pada sektor digital kreatif lainnya seperti kompetisi Indigo Fellowship, Indigo Venture, dan program inkubator bisnis Bandung Digital Valley.

Selain pendanaan Indigo Incubator ini juga menyediakan beberapa bentuk dukungan seperti fasilitas dan layanan dari Telkom

Saat ini ada sekitar 10 ekosistem utama yang dikembangkan dalam program Indigo Incubator ini, antara lain, bidang pendidikan, kesehatan, pariwisata, pemerintahan, logistic, finansial, perbankan, mobile lifestyle, edutainment, dan smartphone.

Besarnya pembiayaan pun disesuaikan dengan tahapan entitas perusahaan startup. Ery menjelaskan untuk startup pemula atau Innovative Idea  pembiayaannya sebesar Rp 25 juta. Untuk yang sudah masuk kategori Innovative Product, pembiayaannya sebesar Rp 120 juta. Untuk startup yang sudah sampai pada pengembangan bisnis akan dapat pembiayaan senilai Rp 250 juta dan venture capital hingga Rp 2 miliar.

Di Indonesia, selain Telkom, ada beberapa program inkubator atau akselerasi startup lainnya, seperti GEPI, Ideabox, dan Start Surabaya.

Zelos Masuki Segmen Pasar Baru dan Siapkan Aplikasi Mobile di Tahun Ini

Zelos, sebuah platform matchmaking pekerjaan yang mempertemukan pelajar dan lulusan dengan para pemilik bisnis atau perusahaan, Januari kemarin baru saja meluncurkan produknya secara penuh. Mereka berniat untuk “jemput bola” atau bekerja sama dengan perguruan tinggi dan universitas, termasuk menyasar pasar lulusan D3 dan SMK. Mereka juga berencana meluncurkan aplikasi mobile pertengahan tahun ini.

Mengawali bulan Maret, Zelos juga mengimplementasikan beberapa fitur baru, seperti video CV dan assessment test.

“Zelos sudah fully product launch bulan Januari kemarin. Di bulan ini kami akan implement feature baru yaitu video CV dan assessment test. Zelos sekarang sudah memiliki 4,000 pelajar dan 250 bisnis [yang terdaftar],” ujar CTO Zelos Alvin Evander.

Alvin lebih jauh menjelaskan tujuan Zelos menghadirkan fitur video CV ini adalah untuk membantu proses verifikasi saat para pemilik bisnis atau perusahaan mencari kandidat. Formatnya berupa video pendek dengan durasi 15-30 detik. Dalam video tersebut nantinya para pencari kerja akan berbicara tentang mengapa perusahaan harus merekrut dirinya. Nantinya pemilik bisnis atau perusahaan dapat menilai penampilan dan gaya bicara dari kandidat.

Hal ini sendiri bukanlah barang baru karena sebelumnya Job Forward juga memperkenalkan fitur serupa.

[Baca juga: Peran Layanan “Matchmaking” Pekerjaan Zelos Mengorbitkan “Fresh Graduate” Handal]

Sedangkan untuk fitur assessment test disediakan untuk membantu membedakan kriteria setiap pelajar / kandidat, karena CV seseorang yang baru lulus tidak jauh berbeda antara satu sama lain.

“Test-nya sangat simple, hanya menjawab yes and no, dan memakan waktu 3-4 menit saja,” lanjut Alvin.

Zelos saat ini juga tergabung dalam program inkubator Indigo milik Telkom. Selain itu, di bulan Maret ini, Alvin mengungkapkan bahwa Zelos akan closing untuk seed funding, namun belum ada informasi lebih lanjut mengenai hal ini.

“Untuk rencana pendanaan sendiri, kami sedang raise seed funding dan berencana untuk closing di bulan Maret ini,” jelas Alvin.

Strategi untuk masuk ke pasar lulusan D3 dan SMK

Di Indonesia segmen lowongan pekerjaan adalah salah satu terbesar. Hampir tiap tahun universitas dan sekolah kejuruan meluluskan mahasiswa atau siswanya untuk siap bekerja. Hal ini yang dibaca dan coba diambil peluangnya oleh Zelos.

Di tahun ini Zelos akan mulai masuk ke pasar D3 dan juga SMK. Selain melebarkan pasar, Zelos juga merencanakan ekspansi ke beberapa kota besar, yakni, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang. Selain itu Alvin juga mengungkapkan Zelos berupaya untuk mencapai target 75.000 pengguna dan 3500 pemilik bisnis atau perusahaan yang menggunakan layanan Zelos pada akhir tahun ini.

Untuk memenuhi target tersebut Zelos sudah menyiapkan beberapa strategi seperti bekerja sama dengan universitas dan sekolah tinggi di Indonesia, merencanakan peluncuran aplikasi mobile di pertengahan tahun ini, melebarkan sayap ke beberapa pasar seperti entery-level dan blue-collar jobs (seperti customer service, admin, data entry, sales, dan lain-lain), dan yang terakhir akan lebih fokus pada industri retail dan F&B yang menurut Alvin memiliki turn over yang tinggi.

Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan

Building Strong Indonesia's Digitalpreneur With Silicon Valley Mindset / Indigo Incubator

Saya akui, saya adalah salah satu orang yang pesimis ketika mendengar bahwa Telkom secara resmi masuk menjadi salah satu investor dan inkubator untuk startup teknologi di Indonesia beberapa tahun silam. Wajar saja, Telkom bukan perusahaan yang terkenal dengan inovasi dan kecepatan, dua hal yang sinonim dengan startup. Benar saja, ketidakpercayaan saya sempat terlihat dari selentingan beberapa pemain industri mengenai ketidakefektifan dan birokrasi yang menjadi hambatan utama bagi Telkom, melalui program Indigo Incubator, untuk memaksimalkan rencananya untuk mendapatkan startup-startup muda yang penuh potensi.

Continue reading Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan

Incubators and Accelerators in Indonesia Would Be Re-Born

Incubators and accelerators are inseparable to the development of startup ecosystem, as both may help startup growing their business, especially during their early phase. However, their roles in Indonesia seems to be decreasing as time goes by. What made them nearly invisible? Will their era be re-emerged in Indonesia? Continue reading Incubators and Accelerators in Indonesia Would Be Re-Born

Telkom Kembali Ajak Insan Startup Ikuti Program Inkubasi Dengan Indigo Incubator 2014

Program inkubasi pengembangan bisnis untuk para penggiat startup Indigo Incubator kembali digelar. Program yang digagas oleh Telkom ini merupakan kelanjutan dari program inkubasi yang telah diadakan di tahun 2013 sebelumnya dan masih tetap menyediakan sejumlah pendanaan yang bernilai besar.
Continue reading Telkom Kembali Ajak Insan Startup Ikuti Program Inkubasi Dengan Indigo Incubator 2014

Bandung Digital Valley Siap Memulai Program 2013 Dengan 20 Startup Baru

Bandung Digital Valley (BDV) yang berdiri sejak 2011 telah menjadi jembatan antara startup dengan pasar. BDV dengan program Indigo Incubator dari Telkom juga menjadi wadah yang bertujuan mendorong ekosistem startup yang dinamis. Tahun lalu BDV telah meluluskan 17 alumni dan akan menerima hingga 20 startup pada tahun ini.
Continue reading Bandung Digital Valley Siap Memulai Program 2013 Dengan 20 Startup Baru