Traveloka is Reportedly Secured Fresh Funding, Valuation Drops at $2,75 Billion

Traveloka is reportedly secured fresh funding. As quoted from Bloomberg, the company is in the final negotiation with some investors, including Siam Commercial Bank and FWD Group – also the previous investors, GIC and East Ventures.

The agreement is subject to change and secured funding is around $250 million (3.6 trillion Rupiah). DealStreetAsia mentioned a bigger number at $100 million (around 1.4 trillion Rupiah).

Along the process, Traveloka’s valuation is estimated to drop at $2.75 billion (nearly 40 trillion Rupiah). The down round was taken due to the Covid-19 pandemic’s impact on the company’s business.

Last year, some sources reported Traveloka’s valuation to reach $4.5 billion (nearly 65 trillion Rupiah). Still, they targeted to raise new funds worth of $500 million (7.2 trillion Rupiah).

All businesses in the OTA landscape experienced a great storm due to the pandemic. In addition, Expedia (a Traveloka investor), in Q1 2020 experienced a decrease in total orders of up to 39%. Traveloka’s affiliated company in the budget hotel sector, Airy, closed its business due to unbearable business operations.

Traveloka alone has performed layoffs for its employees, although the number is not clearly stated.

Aside from Traveloka, some Indonesian unicorn startups are looking for fresh funding. Gojek is finalizing its Series F funding, while Tokopedia is reportedly in the middle of discussing a follow-on round with Temasek and Google.

Traveloka was founded in 2012 by Ferry Unardi, Albert Zhang, and Derianto Kusuma. The latest one has “exited” since November 2018 and drop the CTO position. Traveloka services are already available in several countries in Southeast Asia and Australia.

Adapting Business

Investors’ only hope is the recovery of the post-pandemic travel business. In fact, new normal is indeed being pursued in many areas, but the fear of the new wave of Covid-19 has caused many people to discourage travel – in addition to various destinations, they are yet to open due to restrictions.

The company alone does not remain silent. They try to clean up. With its assets, Traveloka launches online activity through Xperience. They also try to optimize fintech services through several products, including Paylater, which is managed by its own financial company.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Dikabarkan Finalisasi Pendanaan Baru, Valuasi Turun di Angka $2,75 Miliar

Traveloka dikabarkan kembali mendapatkan pendanaan baru. Menurut sumber yang dikutip Bloomberg, perusahaan dalam negosiasi tahap akhir dengan sejumlah investor, termasuk Siam Commercial Bank dan FWD Group — juga investor terdahulu, seperti GIC dan East Ventures.

Kendati kesepakatan masih bisa berubah, dana yang akan diamankan berada di kisaran $250 juta (3,6 triliun Rupiah). Lebih besar yang dikabarkan DealStreetAsia, yakni $100 juta (sekitar 1,4 triliun Rupiah).

Untuk mendapatkan dana itu, valuasi Traveloka diestimasi turun menjadi $2,75 miliar (hampir 40 triliun Rupiah). Aksi down round ini diambil karena bisnis perusahaan yang terpukul akibat Covid-19.

Tahun lalu, beberapa sumber laporan mengestimasi valuasi Traveloka menyentuh angka $4,5 miliar (hampir 65 triliun Rupiah). Tahun lalu juga mereka menargetkan mendapatkan dana baru di angka $500 juta (7,2 triliun Rupiah).

Semua bisnis di lanskap OTA mengalami gangguan besar akibat pandemi. Selain Traveloka, Expedia (salah satu investor Traveloka), di Q1 2020 mengalami penurunan total pesanan hingga 39%. Perusahaan afiliasi Traveloka di sektor hotel budget, Airy, bahkan menutup bisnisnya karena tidak sanggup lagi menanggung operasional bisnis.

Traveloka sendiri sudah santer melakukan layoff terhadap pegawainya, meskipun tidak diumumkan secara pasti berapa banyak pegawai yang terdampak.

Selain Traveloka, sejumlah startup unicorn Indonesia memang terus mencari pendanaan baru. Gojek sedang menggenapkan pendanaan Seri F-nya, sedangkan Tokopedia dikabarkan tengah membicarakan investasi lanjutan dengan Temasek dan Google.

Traveloka didirikan pada tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Albert Zhang, dan Derianto Kusuma. Yang terakhir, sudah “exit” sejak November 2018 dan melepas jabatannya sebagai CTO. Layanan Traveloka sudah tersedia di beberapa negara di Asia Tenggara dan Australia.

Adaptasi bisnis

Satu-satunya pengharapan investor adalah pulihnya kembali bisnis travel pasca pandemi. Nyatanya new normal memang sedang diupayakan di banyak wilayah, namun kekhawatiran hadirnya gelombang baru Covid-19 membuat banyak masyarakat mengurungkan niat bepergian – di samping berbagai destinasi juga belum membuka diri akibat pembatasan.

Perusahaan sendiri tidak tinggal diam. Mereka mencoba berbenah. Dengan aset yang dimiliki, Traveloka  meluncurkan opsi aktivitas online melalui Xperience. Mereka juga mencoba mengoptimasi layanan fintech melalui beberapa produk, termasuk Paylater yang dikelola perusahaan finansialnya sendiri.

Application Information Will Show Up Here

Serba Serbi di Balik Fungsi CEO

Membangun perusahaan tak lain seperti membangun rumah cluster untuk dijual kembali ke calon konsumen. Prosesnya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari arsitek, kontraktor, desainer interior, dan pemasaran. Semuanya saling bekerja sama untuk satu visi, bagaimana menjual rumah yang bisa menarik dan layak dijual.

Meminjam analogi hacker, hipster dan hustler sebagai tiga jenis co-founder yang harus ada dalam startup, kontraktor adalah hacker, desainer interior adalah hipster, dan pemasaran adalah hustler.

Atau memakai istilah lain: technical founder dan non-technical founder, maka technical founder = hacker, dan non-technical founder = hustler dan hipster.

Keduanya perlu ada dalam sebagai founder startup karena saling melengkapi satu sama lain. Lalu, pertanyaannya siapa yang seharusnya menjadi CEO? Apakah harus dari technical atau non-technical founder?.

Jawabannya relatif karena harus melihat dari kondisi dan bidang startup yang Anda jalani sekarang, baik dari sisi internal maupun ekternal, termasuk target konsumennya itu sendiri.

Ambil contoh untuk startup SaaS dengan target penggunanya adalah pemerintah, lebih baik bila CEO-nya adalah non-techical founder untuk penjelasan produk yang lebih ramah di telinga. Sementara, jika target pengguna adalah korporat TI, lebih baik jika CEO-nya dari technical founder agar satu frekuensi.

Latar pendidikan belakang manapun bisa jadi CEO

Secara umum ada tiga tugas utama CEO, yaitu menetapkan visi dan arah perusahaan, merekrut dan mempertahankan talenta terbaik, dan memastikan dana selalu tersedia di bank. CEO harus selalu fokus pada tiga hal yang bersifat konseptual tersebut, sementara peran dan tanggung jawab CTO lebih luwes.

Buat founder, peran CTO sebagian besar merupakan fungsi dari kepribadian dan kekuatan individu. Sedangkan non founder CTO perannya cenderung ditentukan oleh industri dan punya keahlian khusus untuk mendukung tim eksekutif.

Menurut CTO Amazon Werner Vogels, ada empat jenis CTO yang dia identifikasi: Infrastructure Manager, Technology Visionary & Operations Manager, External Facing Technologist, dan Big Thinker.

Apapun jabatan yang diemban harus dijalani oleh sosok yang mau jadi pendongeng hebat yang menginspirasi orang, lebih menikmati sensasi kesuksesan buat anggota tim lebih dari mereka sendiri, dan selalu introspeksi dengan menyeimbangkan rasa keyakinan dan kerendahan hati.

Resep sukses di balik suatu perusahaan teknologi yang kita kenal sekarang ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh founder yang punya kemampuan technical atau non technical saja. CEO juga dituntut mengembangkan kemampuannya dalam membuat penilaian dan cepat mengambil keputusan dalam berbisnis.

Pemimpin terbaik, pada akhirnya, adalah mereka yang tahu produk perusahaan secara menyeluruh, mengakar luar dalam.

Beberapa contoh perusahaan teknologi tersohor yang didirikan CEO technical adalah CEO Dropbox Drew Houston yang menulis baris pertama kode untuk Dropbox saat berada di stasiun kereta api di Boston.

CEO Instagram Kevin Systrom secara mandiri belajar coding pada malam hari setelah bekerja penuh waktu di bidang pemasaran. Jangan lupakan Mark Zuckerberg (Facebook) dan Bill Gates (Microsoft).

Sementara itu, contoh CEO non-technical yang cukup dikenal di antaranya Brian Chesky (Airbnb), Chad Hurley (YouTube), dan Steve Jobs (Apple).

Jurusan Para Pendiri / iPrice
Jurusan Para Pendiri / iPrice

Bagaimana dengan Indonesia? Dari startup unicorn yang ada, Ferry Unardi (Traveloka), Achmad Zaky (Bukalapak), dan William Tanuwijaya (Tokopedia) berberlatar belakang technical. Hanya Nadiem Makarim dan Kevin Aluwi (Gojek) yang non-technical.

Mengutip laporan iPrice bersama Venturra di 2017, ada 59 dari 102 founder startup sebagai responden yang mengambil jurusan non teknologi. Dari 59 founder, jurusan yang paling populer adalah keuangan (8), teknik industri (6), ekonomi (5), pemasaran (5), dan akuntansi (4).

Sementara, sisanya sebanyak 43 founder di jurusan teknologi, jurusan yang populer adalah ilmu komputer (20), informasi teknologi (6), sistem informasi (4), dan teknik komputer (4).

Founder yang mengambil jurusan keuangan misalnya John Rasyid (Sociolla), untuk Teknik Industri adalah Reynazran Royono (Snapcart) dan Haryanto Tanjo (Moka). Di sisi lain, founder yang mengambil jurusan Ilmu Komputer contohnya Kevin Osmond (Printerous), Arief Widhiyasa (Agate), dan Gaery Undarsa (Tiket.com).

CEO tidak melulu jadi juru bicara perusahaan

Membangun branding perusahaan dan melindungi reputasinya adalah aspek utama dari strategi berkomunikasi dengan publik, tapi bisa gagal jika salah memilih juru bicara. Sosok tersebut tidak harus selalu diisi CEO, bisa diganti direksi di bawahnya.

Yang penting dia harus tahu betul soal bisnis perusahaan dan inti pesan yang ingin disampaikan dengan bahasa yang jelas. Ia juga harus memahami pentingnya media.

Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi / Traveloka
Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi / Traveloka

Coba perhatikan strategi bagaimana perusahaan unicorn di Indonesia dalam pemberitaan di media. Intensitas Ferry Unardi dalam pemberitaan terbilang minim, pun kehadirannya di berbagai undangan.

Pemberitaan soal Traveloka kebanyakan diisi oleh para Head dan VP yang memegang produknya masing-masing. Vertikal produk di Traveloka sendiri tidak hanya sebatas akomodasi, transportasi, dan gaya hidup saja, tapi juga punya produk digital dan fintech.

Lalu sebaiknya kapan seharusnya pucuk pimpinan tampil sebagai juru bicara perusahaan? CEO sebaiknya tampil ke publik saat: (1) untuk menunjukkan kepemimpinan selama situasi krisis yang serius, (2) mengumumkan strategi baru, (3) meluncurkan produk utama, (4) advokasi dalam saat bertemu pemerintah atau menanggapi peraturan baru, (5) mengatur transisi perusahaan, (6) menandai perubahan budaya.

Salah satu penelitian menunjukkan, baik karyawan maupun publik sangat ingin mendengar dari CEO apa yang sedang direncanakan dan dilakukan perusahaannya.

Publik sangat memerhatikan topik mengenai sumber daya manusia, tanggung jawab sosial perusahaan, dan apa pun yang terkait dengan urusan publik, strategi, dan bisnis. Ini juga berlaku buat startup yang menargetkan pengguna korporat, tidak hanya end user saja sebagai targetnya.

Tidak melulu juga berbicara untuk acara publik itu kegiatan sia-sia, selama event yang dipilih sesuai, baik itu dari jumlah dan profil audiens, profil pembicara lain, dan juga pihak pengundang.

President Bukalapak Fajrin Rasyid / Bukalapak
President Bukalapak Fajrin Rasyid / Bukalapak

Menurut Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid, dari berbagai kehadirannya sebagai pembicara ada beberapa hal yang bermanfaat tidak hanya buat perusahaan tapi juga diri sendiri.

Pertama, adalah salah satu cara memasarkan startup dengan biaya yang sangat optimal. Pembicara diberi kesempatan untuk menyampaikan kelebihan startup kepada audiens dengan sejelas-jelasnya dan menjawab hal-hal yang mengganjal atau tidak mereka ketahui.

Kedua, sarana agar startup yang dibangun menjadi pakar yang dituju oleh pihak yang ingin mengetahui tentang industri di mana startup kita beroperasi. Terakhir, memudahkan kita untuk memperoleh inspirasi langsung dari lapangan, khususnya apabila audiens di acara tersebut sesuai dengan target market startup.

Fajrin juga mendorong agar menjadi inspirasi bagi orang lewat tuturan yang kita sampaikan, agar audiens dapat bergerak ke arah yang lebih baik.

Strategi Traveloka Tingkatkan Pengalaman Perjalanan

Traveloka termasuk ke dalam salah satu perusahaan teknologi ndonIesia yang cukup rajin berinovasi. Perusahaan kini menjadi penyedia layanan yang lengkap dalam urusan perjalanan. Perlahan tapi pasti, fitur lain bermunculan.

Munculnya para pemain e-commerce yang juga menawarkan tiket perjalanan dan kamar hotel tak menjadikan Traveloka sebagai saingan. Justru mereka menjawabnya dengan melengkapi sejumlah layanan lain yang mengukuhkan posisi Traveloka sebagai pemimpin layanan perjalanan.

Traveloka saat ini memiliki lebih dari 10 produk travel dan gaya hidup yang meliputi transportasi, gaya hidup, hingga jasa keuangan. Termasuk di dalamnya Traveloka Eats, fitur yang memudahkan pengguna mencari restoran, dan Traveloka Xperience yang menawarkan produk wisata dan aktivitas liburan yang terkurasi.

“Dalam mengembangkan produk dan layanan, kami selalu menjadikan pengguna sebagai fokus utama kami. Kami berusaha untuk menganalisa kebutuhan pengguna dan kemudian menyediakan produk dan layanan yang memudahkan mereka. User centric adalah prinsip yang menjadi dasar utama kami dalam pengembangan produk, pemasaran, serta layanan untuk pengguna,” terang PR Manager Traveloka Aisha Bunsunandya kepada DailySocial.

Saat ini Traveloka kurang lebih telah diunduh lebih dari 40 juta pengguna dan beroperasi di  Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Australia.

Traveloka Xperience

Pada tahun 2018 silam Google dan Temasek merilis laporan bertajuk e-Conomy SEA 2018. Dalam laporan itu online travel menjadi salah satu industri yang diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, bersama dengan industri e-commerce, ride hailing, dan online media. Dalam laporan itu nilai bisnis online travel mencapai $30 miliar dan diprediksi akan terus tumbuh hingga mencapai $78 miliar pada tahun 2025 mendatang.

Sebenarnya untuk industri travel Traveloka tidak sendirian. Ada Tiket.com, Expedia, EzyTravel, Klook, Booking, dan beberapa lainnya. Belum lagi dua “super app” Grab dan Gojek yang berkolaborasi dengan beberapa penyedia menawarkan pembelian tiket melalui aplikasinya.

Pengalaman pengguna adalah kunci

Bagi Traveloka saat ini mengembangkan layanan untuk memperkaya pengalaman menjadi salah satu hal yang menjadi fokus utama. Dalam sebuah wawancara, CEO Ferry Unardi menyampaikan bahwa pihaknya mencari pertumbuhan untuk bisnis gaya hidup dan layanan finansial.

Bisnis Traveloka semakin melebar dalam tiga tahun belakangan. Mereka aktif menjalin kerja sama strategis untuk menghadirkan solusi yang lengkap, bagi mereka yang bepergian, jadi sangat wajar pada akhirnya Traveloka hadir menawarkan asuransi, paylater, dan beberapa inovasi lainnya.

Awal tahun ini Traveloka meresmikan pusat research and development kedua di Bangalore, India setelah sebelumnya lebih dulu menghadirkannya di Singapura. Bukan tidak mungkin sejumlah inovasi akan mengalir dalam beberapa tahun ke depan.

Beberapa layanan yang ada mulai mentransformasikan Traveloka menjadi sebuah platform yang lengkap, setidaknya dalam urusan perjalanan dan pengalaman liburan. Atau mungkin mereka pelan tapi pasti akan menjadi “super app” khususnya di bidang perjalanan. Seperti ciri khas “super app”, banyak layanan dalam satu aplikasi.

Traveloka saat ini punya Traveloka Xperience dan Traveloka Eats untuk memanjakan mereka yang ingin mendapatkan pengalaman lebih selama berwisata atau bepergian, termasuk mendapatkan rekomendasi tempat makan. Dalam hal finansial ada layanan Traveloka Pay yang tentunya memberikan banyak penawaran menarik, kemudian ada layanan paylater hasil kerja sama dengan Danamas.

“Kami akan terus berinovasi dan melakukan pengamatan serta menganalisa behaviour masyarakat saat ini terkait perjalanan dan gaya hidup, sehingga kami dapat menghadirkan layanan dan produk baru yang dapat menjawab kebutuhan mereka dan menjadi travel and lifestyle booking platform terbaik,” tutup Aisha.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka: Fundraising, Optimizing New Verticals, and Planning for IPO

Slowly but surely, Indonesia’s giants start to initiate exit strategy through go-public, including Traveloka. This is shared directly by its Co-Founder & CEO, Ferry Unardi in an interview with Bloomberg. He  said the realistic plan for IPO is to be accomplished in the next 2-3 years.

In order to achieve the goal, the company’s main homework is to maintain a positive financial flow. He also said the business is currently stable and facing the right track. They also have a clear direction to be profitable in the near future.

There’s a chance for dual listing

There has been a discussion about the go-public initiative with some parties, including IDX, Unardi said. However, the company might have to choose to make a listing on the other side of the digital world, in the US.

This has become a common move, like what happened to Alibaba, starting off in the US a few years back then, and in the Hong Kong exchange recently.

Previously in a separate occasion, Traveloka’s President Henry Hendrawan also mentioned the IPO issue. The company is likely to have a dual listing, in Indonesia and another country. The strategy to accelerate the realization is by optimizing digital financial services in the application ecosystem, in order to accelerate profit gain.

Aside from Traveloka, a similar initiative was made by other unicorns, such as Tokopedia and Gojek. Tokopedia is currently in the fundraising mode for 21 trillion Rupiah to prepare the company’s profitability entering the IPO season. Through various pits, the CEO, William Tanuwijaya has brought up the initiative to have pre-IPO first.

Analytical assumptions arose about digital startups flocked to plan for IPO, it is due to the overvaluation issue from other digital companies, like WeWork and Uber, resulting in a decrease of valuation (and investors’ trust) in a significant way. Moreover, there’s a projection of deceleration to the global economy in the next few years that could affect the current business model.

Continue with the fundraising

BRI and Traveloka partnership for PayLater Card / Traveloka
BRI and Traveloka partnership for PayLater Card / Traveloka

Similar to the other unicorns, Traveloka is said to grow with a conservative investment fund. As informed, the mechanism works as investors made an investment in return for stock, obligation, or cash – in another way is convertible notes – with merely lower risk, therefore, adopted by many startups.

The team is to accelerate growth by exploring new vertical that supports OTA business, such as lifestyle and financial technology. Some of the initiatives have started, such as the PayLater feature in partnership with Danamas, also Bank Rakyat Indonesia. – BRI is said to have a discussion regarding investment for Traveloka. In the wellness sector, they’ve optimized the Xperience feature to help their consumer’s recreational experience.

In order to accelerate, the company will continue to make fundraising. In fact, Unardi ensured that they are looking for investors with probability as strategic partners to support the new verticals. Rumor sparks in the mid-2018, that Traveloka has been looking for new funding up to 7 billion Rupiah.

Traveloka has been backed by some investors, including Expedia, JD.com, GIC, and Sequoia Capital.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Traveloka: Penggalangan Dana, Optimasi Vertikal Baru, hingga Rencana IPO

Pelan tapi pasti raksasa digital Indonesia mulai menyusun strategi exit melalui penawaran publik, tak terkecuali Traveloka. Hal ini disampaikan langsung oleh Co-Founder & CEO Ferry Unardi dalam sebuah wawancara bersama Bloomberg. Ia mengatakan rencana realistis IPO akan dilakukan sekitar 2-3 tahun mendatang.

Untuk mencapai hal itu, PR utama perusahaan adalah memastikan arus keuangan perusahaan positif. Ia pun menyampaikan bahwa saat ini kondisi bisnisnya masih stabil dan dalam lajur pertumbuhan yang sesuai. Turut ditegaskan mereka sudah memiliki arah yang jelas untuk menuai profit dalam waktu dekat.

Kemungkinan IPO di dua tempat

Sudah ada perbincangan mengenai rencana go-public dengan beberapa pihak, termasuk IDX, demikian disampaikan Unardi. Namun ada kemungkinan perusahaan akan terlebih dulu memilih listing di tempat perusahaan digital dunia lainnya berada, di Amerika Serikat.

Ini jadi praktik yang lumrah, seperti yang dilakukan Alibaba, mengawali di Amerika Serikat beberapa tahun lalu, dilanjutkan di bursa Hong Kong beberapa hari lalu.

Sebelumnya dalam kesempatan terpisah President Traveloka Henry Hendrawan juga menyampaikan soal IPO. Kemungkinan perusahaan akan melakukan dual listing, di Indonesia dan di negara lain. Strategi yang dilakukan untuk mempercepat realisasinya dengan mengoptimalkan layanan keuangan digital di ekosistem aplikasi, untuk mengakselerasi penciptaan profit.

Tidak hanya Traveloka, rencana serupa juga tengah digalakkan oleh unicorn lain, misalnya Tokopedia dan Gojek. Tokopedia sendiri tengah galang pendanaan baru hingga 21 triliun Rupiah untuk mempersiapkan profitabilitas perusahaan menjelang IPO. Dalam berbagai kesempatan CEO William Tanuwijaya sudah menyinggung keinginan perusahaan melakukan pra-IPO terlebih dulu.

Banyak analisis yang beredar mengenai startup digital yang berbondong menginisiasi IPO, salah satunya ditengarai isu overvaluation dari perusahaan digital lain, seperti WeWork dan Uber, yang justru menurunkan nilai (dan kepercayaan investor) secara signifikan. Terlebih ada proyeksi perlambatan ekonomi global dalam beberapa waktu mendatang yang bisa berdampak pada model bisnis yang sekarang dijalankan.

Masih terus melakukan fundraising

Traveloka BRI
Peresmian kerja sama BRI dan Traveloka untuk PayLater Card / Traveloka

Sama seperti unicron lokal lainnya, disampaikan saat ini Traveloka masih terus melaju dengan conservative invesment fund.  Sebagai informasi, dalam mekanisme tersebut investor memberikan pendanaan dengan imbal balik dapat berupa saham, obligasi, atau uang tunai – bentukan yang lebih riil salah satunya convertible notes – ini cenderung minim risiko, sehingga banyak diadopsi usaha rintisan.

Pihaknya masih akan terus mengejar pertumbuhan dengan mengeksplorasi vertikal baru yang mendukung bisnis OTA, yakni gaya hidup dan teknologi finansial. Beberapa inisiatif sudah digulirkan, termasuk fitur PayLater bekerja sama dengan Danamas sekaligus Bank Rakyat Indonesia – BRI dikabarkan tengah dalam tahap penjajakan untuk turut andil jadi investor Traveloka. Untuk gaya hidup mereka juga sudah mulai optimalkan Xperience untuk mendukung kegiatan rekreasi penggunanya.

Genjot pertumbuhan, perusahaan masih akan terus melakukan penggalangan dana. Akan tetapi Unardi menegaskan, bahwa mereka tengah mencari investor yang sekaligus dapat dijadikan rekanan strategis untuk mengembangkan dua vertikal baru di atas. Pertengahan tahun lalu beredar kabar, Traveloka tengah cari dana hingga 7 triliun Rupiah.

Traveloka telah didukung oleh sejumlah investor, termasuk Expedia, JD.com, GIC, hingga Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Introduces R&D Center in Bangalore, India

Traveloka (1/28) has just launched its new office in Bangalore, India. Legally named Traveloka India Pvt. Ltd., the office will be focused on Research and Development (R&D) activities. It was attended by Ferry Unardi, Traveloka’s Co-Founder and CEO.

The India’s office has marked Traveloka’s 6th expansion after Thailand, Malaysia, Singapore, Vietnam, and the Philippines. It’s the second R&D center after the one in Singapore. It marks the first international expansion outside Southeast Asia.

The launching was attended by Prashant Verma as Traveloka Bangalore VP Engineering. He stated in his speech that the team will work to prepare platforms and products which capable to provide experience and engagement for Traveloka users.

Traveloka office in Bangalore plays an important role to keep making and developing technology innovation capacity. Equipped with facility and infrastructure of the latest and leading technology, it’s expected to support engineer team to collaborate better with local or international,” he added.

The R&D center is located in Embassy Tech Village, known as the heart of “Silicon Valley” in India. While India is currently known as one of the fastest growing tech countries in the world. It encourages Traveloka to build a Research & Development Center in Bangalore.

Traveloka Bangalore has been officially operating since early 2019 and has built a team of more than 60 engineers. Up until now, Traveloka has hired more than 500 engineers from all around the world.

In addition, another Indonesian startup having R&D center in Bangalore is Gojek. In general, unicorns are now focusing on innovation this year. Bukalapak is included, they’re just launching an R&D center in Bandung – product development and innovation will one of this year’s main focus.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Resmikan Kantor R&D di Bangalore, India

Traveloka kemarin (28/1) baru saja meresmikan kantor terbarunya di Bangalore, India. Memiliki nama legal Traveloka India Pvt. Ltd., kantor tersebut akan difokuskan untuk kegiatan Research and Development (R&D). Peresmiannya dihadiri langsung oleh Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi.

Kehadirannya di India turut menandai ekspansi ke-6 Traveloka setelah Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina. Juga merupakan kantor teknologi dan pusat R&D yang kedua setelah Singapura. Ini menandai sebagai ekspansi internasional yang pertama di luar Asia Tenggara.

Dalam acara peresmian turut hadir Prashant Verma selaku Vice President Engineering Traveloka Bangalore. Dalam sambutannya Prashant menyampaikan bahwa tim yang ia pimpin akan bekerja untuk menyiapkan platform dan produk yang dapat terus memberikan pengalaman dan engagement bagi pengguna Traveloka.

“Kantor Traveloka di Bangalore memainkan peranan yang sangat penting untuk terus menciptakan dan mengembangkan kapasitas inovasi teknologi.  Dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur dengan teknologi terkemuka dan terdepan, diharapkan dapat mendukung tim engineer untuk berkolaborasi baik dengan sesama di India maupun internasional,” tambah Prashant.

Pusat R&D Traveloka persisnya berada di Embassy Tech Village, dikenal sebagai jantung pusat “Silicon Valley” di India. Sementara India sendiri saat ini diketahui sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan teknologi tercepat di dunia. Hal ini yang mendorong Traveloka untuk membangun Research & Development Center di Bangalore.

Traveloka Bangalore telah resmi beroperasi sejak awal tahun dan telah membangun tim dengan lebih dari 60 engineer. Hingga saat ini, Traveloka telah mempekerjakan lebih dari 500 engineer dari seluruh dunia.

Tidak hanya Traveloka, startup Indonesia lain yang juga miliki kantor R&D di Bangalore adalah Gojek. Namun secara umum, para unicorn memang tengah memfokuskan pada inovasi di tahun ini. Termasuk Bukalapak, mereka baru saja meresmikan kantor R&D di Bandung –inovasi dan pengembangan produk juga akan jadi salah satu fokus utama di tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Co-Founder & CTO Traveloka Derianto Kusuma Mengundurkan Diri

Hari ini (27/11) Traveloka resmi mengumumkan pengunduran diri salah satu pendirinya yang juga menjabat sebagai CTO, Derianto Kusuma. Ia akan efektif melepas jabatan CTO per 30 November 2018. Sebelumnya kami sudah mendengar kabar pengunduran ini sejak awal bulan lalu. Namun demikian pihak Traveloka saat itu memilih tidak memberikan komentar terkait hal tersebut.

Bersama dengan pendiri lainnya, Deri mendirikan Traveloka pada tahun 2012 dan berhasil membawa perusahaan ini untuk mencapai pertumbuhan yang luar biasa.

“Deri memiliki peran yang tidak tertandingi dalam pertumbuhan dan kesuksesan Traveloka dengan perannya yang tidak hanya membangun dan membesarkan sistem dan kapabilitas teknologi yang sustainable, tapi juga organisasi yang sustainable,” kata Ferry Unardi, Co-Founder & CEO Traveloka.

Ferry menambahkan, “Deri telah mempertimbangkan hal ini selama beberapa bulan dan mengadakan diskusi bersama saya dan para investor. Proses serah terima pekerjaan telah dipersiapkan, dan kami akan meneruskan apa yang telah kami bangun untuk Traveloka. Kami akan terus berkembang dan fokus untuk mencapai tujuan jangka panjang kami, menjadi perusahaan teknologi kelas dunia yang digunakan oleh jutaan orang.”

Sementara itu Deri berkomentar, “Perjalanan saya dengan Traveloka sungguh luar biasa, dari lahirnya Traveloka, mengimplementasikan pola pikir dan kapabilitas kelas dunia di Asia Tenggara di mana kami menawarkan para pelanggan dan mitra kami standar baru dalam kualitas dan akuntabilitas dalam seluruh operasi kami, hingga mengatasi berbagai jenis tantangan dalam berbagai tahapan tumbuhnya Traveloka. Saya senang dapat bekerja dengan semuanya dalam membawa Traveloka ke titik ini.”

“Traveloka kini sedang melalui tahap transisi, pekerjaan transformasi teknologi saya telah selesai dengan terbentuknya tim yang kuat untuk membawa pondasi kokoh kami untuk terus maju dan jalan untuk Traveloka ke depannya telah terjamin dengan pembiayaan atau investasi terbaru. Kini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk melanjutkan bab selanjutnya dari hidup saya.”

Kabarnya Derianto akan fokus untuk mengembangkan usaha baru dalam kategori yang berbeda dengan Traveloka.

Application Information Will Show Up Here

Fitur Easy Reschedule di Traveloka Permudah Pengguna Atur Ulang Jadwal Keberangkatan

Perusahaan teknologi penyedia layanan booking online hotel dan tiket pesawat Traveloka kembali menghadirkan inovasi terbaru bernama Easy Reschedule. Dengan fitur terbaru ini bagi pengguna yang telah melakukan reservasi bisa mengubah jadwal keberangkatan melalui laman Traveloka di website dan aplikasi mobile.

“Kini pelanggan bisa mengubah jadwal penerbangan secara online dan langsung di Traveloka, sehingga lebih menghemat waktu,” ujar CEO Traveloka Ferry Unardi.

Tampilan fitur Easy Reschedule di aplikasi Android

Traveloka mengklaim fitur Easy Reschedule ini merupakan layanan pertama di Indonesia yang memudahkan pengguna untuk mengubah waktu dan tanggal keberangkatan juga mengganti maskapai penerbangan domestik.

Fitur Easy Reschedule ini bisa digunakan untuk pengguna yang telah melakukan pemesanan tiket pesawat pada penerbangan domestik dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, Wings Air, Sriwijaya Air, Nam Air, Kal Star Aviation, Xpress Air, Trigana Air dan Aviastar.

Dengan 4 cara mudah dan cepat pengguna yang ingin memanfaatkan fitur Easy Reschedule ini bisa memilih submenu Pesanan Saya, kemudian pilih tombol Reschedule, pilih jadwal penerbangan baru. Setelah pembayaran telah dilakukan selanjutnya pengguna akan mendapatkan e-tiket baru yang langsung dikirim ke Traveloka App dan email dan dikenakan biaya Reschedule sebesar Rp 15.000 per orangnya.

Fitur Easy Reschedule saat ini baru bisa digunakan di aplikasi mobile platform Android, untuk iOS akan segera dirilis dalam waktu dekat.