Better Bite Ventures Fokus Danai Startup di Segmen Protein Alternatif, Indonesia Masuk Target Pasar Utama

Dalam pembahasan mengenai degradasi lingkungan, ilmuwan PBB menyatakan bahwa memelihara hewan untuk dimakan adalah salah satu penyebab utama masalah lingkungan yang mendesak di dunia. Setara dengan pemanasan global, degradasi lahan, polusi udara dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati.

Analisis dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa produk protein alternatif dapat menghemat hingga 93% emisi gas rumah kaca, 89% air, dan 98% penggunaan lahan, dibandingkan dengan protein hewani konvensional.

Atas dasar isu dan potensi tersebut, perusahaan modal ventura yang fokus mendukung startup tahap awal Asia Pasifik (APAC) di sektor protein alternatif “Better Bite Ventures” mengumumkan peluncuran dana kelolaan senilai $15 juta. Perusahaan memiliki misi untuk mendukung para pendiri tahap awal mengembangkan alternatif penting ramah iklim untuk protein hewani dalam apa yang digambarkan sebagai ‘pasar makanan terbesar di dunia’.

Perusahaan menargetkan investasi terhadap 20-30 perusahaan di Asia Pasifik. Investasi ini akan fokus menjangkau perusahaan tahap pre-seed dan seed dengan rentang nilai $200-$700 ribu. Dana kelolaan tersebut turut didukung oleh investor impact terkemuka, manajer dana kelolaan  untuk perusahaan tahap lanjut, perusahaan konglomerat, serta pengusaha makanan dan teknologi dari Asia, AS, dan Eropa. LP terbesar datang dari Asia Tenggara.

Better Bite Ventures didirikan oleh Michal Klar dan Simon Newstead, keduanya memiliki latar belakang yang kuat dalam industri protein alternatif dengan pengalaman lebih dari 20 tahun termasuk menjalankan media Future Food Now dan podcast Vegan Startup. Selain itu, mereka juga aktif sebagai angel investor di segmen terkait. Berawal dari kesamaan visi dan misi, mereka memutuskan bahwa sudah saatnya untuk mengambil langkah lebih maju dan fokus membangun ekosistem protein alternatif di Asia Pasifik.

“Kami di sini untuk berinvestasi pada pendiri yang berani membangun unicorn teknologi pangan masa depan Asia,” ujar Michal Klar sebagai General Partner. “Sekarang adalah momentum untuk Asia. Kami percaya perusahaan dengan wawasan lokal akan mengambil peran utama di pasar yang berkembang pesat ini”.

Dalam wawancara singkat bersama tim DailySocial.id, Michal juga mengungkapkan bahwa investasi ini sangat terkait dengan dampak secara keseluruhan, namun juga tetap melihat dari sisi potensi profitabilitas dan pertumbuhannya.

Hingga saat ini, Better Bite Ventures telah berinvestasi di 10 startup regional yang mencakup keseluruhan teknologi protein alternatif, dari pertanian berbasis tanaman hingga solusi rantai pasok. Sejauh ini, dana tersebut telah disalurkan pada para pengembang solusi yang memimpin pasar Green Rebel dari Indonesia.

Fokus di pasar Indonesia

Menurut studi Boston Consulting Group baru-baru ini, pasar protein alternatif global diproyeksikan mencapai lebih dari $290 miliar pada tahun 2035, sekitar 11 persen dari total pasar protein secara keseluruhan, yang dua pertiganya disinyalir adalah kontribusi dari wilayah APAC.

Lembaga nirlaba Good Food Institute menerbitkan data yang menunjukkan bahwa lebih dari $3 miliar telah diinvestasikan ke dalam perusahaan rintisan protein alternatif pada tahun 2020, dengan perusahaan rintisan APAC menyumbang lebih dari $230 juta. Angka 2021 diperkirakan menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar lagi.

Melihat angka tersebut, Michal meyakini potensi pertumbuhan di segmen ini ke depannya. Michal juga menyebutkan bahwa jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari total potensi keseluruhan. “Pada dasarnya kami percaya bahwa ini adalah saat yang tepat, momentumnya sudah ada, dan Asia akan tumbuh beriringan dengan seluruh dunia. Hal ini membuat kami sangat bersemangat,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar dan paling menarik di Asia. Selain karena pengalamannya yang pernah lima tahun tinggal di negara ini, co-founder yang lain, Simon, juga merupakan keturunan Indonesia. Maka dari itu, mereka merasa memiliki ikatan personal dengan area ini.

Selain itu, Michal juga mengakui bahwa masyarakat Indonesia, utamanya kaum urban, memiliki pikiran yang sudah sangat terbuka untuk adopsi tren baru. Sepuluh tahun yang lalu, ungkapnya, masih sulit untuk menemukan tempat makan vegetarian di area ini. Sekarang, banyak resto yang sudah menawarkan menu tersebut.

“Saya rasa, perlahan tapi pasti, konsumen semakin berkembang. Menurut saya ada dua hal yang akan jadi penggerak industri di segmen ini. Pertama, konsumen semakin menyadari manfaatnya dari sisi kesehatan personal dan juga potensi sustainability di segmen ini,” ujarnya

Salah satu pionir di segmen protein alternatif di Indonesia adalah Green Rebel. Rintisan karya anak bangsa ini didirikan oleh Max Mandias dan Helga Angelina – pasangan aktivis praktisi pola makan sehat dan ramah lingkungan untuk di Indonesia. Mereka menjadi startup teknologi pangan pertama di Indonesia yang memproduksi daging dan keju nabati “Michal dan Simon percaya pada kami dan potensi kami sejak awal, melalui semua pasang surut” ungkap Helga Angelina, salah satu pendiri Green Rebel.

“Satu hal yang paling penting yang kami lihat pada Green Rebel adalah konsep lokal yang ditawarkan. Di antara sekian banyak restoran yang menawarkan konsep protein alternatif dengan gaya western food, Green Rebel hadir dengan pendekatan yang lebih lokal, menggunakan menu-menu tradisional,” ungkap Michal.

Industri “Cloud Kitchen” di Indonesia, Antara Solusi dan Kompetisi

Konsep cloud kitchen mungkin sama monumentalnya dalam industri makanan seperti penemuan api. Kita menyaksikan sendiri perubahan drastis saat mengonsumsi makanan, yang mengarah ke pesatnya industri jasa makanan. Dari masak di dapur, makan ke restoran, hingga akhirnya memesan makanan tiga kali seminggu lewat sebuah aplikasi. Kenyamanan terus meningkat di setiap tingkat.

Menurut analisis yang disusun Deloitte, kenyamanan menjadi pertimbangan penting bagi kaum milenial karena gaya hidup mereka yang padat. Kurangnya waktu adalah salah satu alasan utama pesatnya pertumbuhan belanja online dan pemesanan online dari restoran.

Milenial lebih sering makan di luar atau memesan makanan dibandingkan generasi sebelumnya. Lebih dari 60% generasi milenial memesan makanan atau makan di luar setidaknya sekali atau lebih dari sebulan sekali. Dengan memanfaatkan daya beli yang meningkat dan permintaan yang tinggi, pasar pengiriman makanan online di Indonesia punya potensi besar untuk tumbuh.

Sebagaimana yang diungkap e-Conomy 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Laporan ini tidak merinci seberapa besar persentase potensi yang diberikan oleh industri pengiriman makanan yang di dalamnya mencakup cloud kitchen. Setidaknya secara umum, angka tersebut mampu menggambarkan betapa gurihnya bisnis pengantaran makanan.

Ambil contoh, di India saja pangsa pasar pengiriman makanan diproyeksikan tumbuh pada CAGR 16% untuk mencapai $17 miliar pada 2023 mendatang, menurut DataLabs by Inc42. Sementara, industri cloud kitchen diproyeksi mencapai $1,05 miliar pada 2023 mendatang. Faktor pendukungnya datang dari meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan dan perubahan pola pikir konsumen.

Rebel Foods salah satu operator cloud kitchen dengan jaringan terbanyak di India, lebih dari 350 lokasi yang tersebar di 35 kota. Mereka mengoperasikan 12 brand F&B, Faasos, Behrouz Biryani, dan Oven Story, adalah top 3 brand yang paling dikenal. Perusahaan juga bekerja sama dengan pemain F&B lainnya untuk ekspansi ke lokasi baru. Wendy’s adalah salah satunya, melalui program Rebel Launcher.

Gojek adalah salah satu pemegang saham Rebel Foods. Mereka berekspansi ke Indonesia dengan membentuk PT. Rebel GoFood Indonesia untuk mengoperasikan cloud kitchen Dapur Bersama GoFood. Terhitung ada 27 outlet Dapur Bersama yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Di sini, mereka mengadopsi konsep rental, bermitra dengan pemain F&B lainnya untuk memanfaatkan dapur, dan meluncurkan brand sendiri, sama seperti di India. Mereka memboyong brand Faasos ke Indonesia. Tak hanya Indonesia, Rebel Foods sudah melebarkan sayap ke UAE dan UK.

Rebel Foods bukanlah pemain tunggal di segmen ini. Perusahaan memiliki persaingan yang kuat dari agregator makanan seperti Zomato dan Swiggy, yang juga memiliki jaringan cloud kitchen sendiri. Pada saat yang sama, pemain sejenis Rebel Foods, di antaranya Ola Foods, FreshMenu, Box8, dan QSR Foods.

Kondisi ini memberikan gambaran serius bahwa dengan pijakan bisnis yang kokoh di bisnis pengiriman makanan, pemain agregator makanan secara agresif bergerak menuju cloud kitchen untuk menggarap bisnis.

Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta.

Mayoritas operator cloud kitchen ini menyasar pada pebisnis F&B yang masih berskala UKM. Sementara, jaringan restoran cenderung memilih gerai tradisional karena banyak dari mereka tidak hanya menjual makanan, tetapi juga suasana dan pengalaman bersantap kepada para pelanggannya.

“Namun, kami melihat mereka yang lebih bereputasi mulai menggunakan cloud kitchen sebagai ‘dapur satelit’ – gerai pelengkap di luar mal untuk menangkap konsumen di daerah yang lebih terpencil. Biasanya, pengiriman dari mal terlihat kurang efektif karena terlalu banyak waktu bagi pengemudi untuk parkir, masuk ke mal, memesan makanan, dan mengantarkan,” tulis laporan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan, “Dapur satelit bertugas hanya untuk menerima pesan-antar demi mengurangi waktu pengiriman dari restoran ke konsumen. Di masa depan, kita dapat melihat lebih banyak kolaborasi antara mal ritel tradisional dan cloud kitchen dalam model bisnis hibrida, sehingga menciptakan peluang besar bagi kedua sektor untuk terus tumbuh.“

DailySocial mencatat setidaknya ada 15 operator cloud kitchen yang beroperasi di Indonesia sejauh ini. Berikut rinciannya:

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Sumber: Savills Research, data diolah

GrabKitchen

Setahun sebelum Gojek debut dengan Dapur Bersama, kompetitor terdekatnya Grab sudah masuk lebih dahulu pada September 2018. Branding cloud kitchen yang Grab gunakan pada waktu itu adalah Kitchen by GrabFood, yang berlokasi di Kedoya, Jakarta Barat. Kemudian, ubah nama hingga kini menjadi GrabKitchen.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Head of GrabKitchen Grab Indonesia Rio Aristo mengatakan dibalik meningkatnya penggunaan layanan pengantaran makanan di Indonesia, cloud kitchen menjadi alasan kuat bagi merchant yang ingin memperluas usaha mereka tanpa perlu menyediakan meja dan kursi untuk makan di tempat.

“Grab tetap yakin dengan ekosistem yang kuat–didukung oleh angka konsumen yang berkembang, fitur aplikasi, serta infrastruktur pengantaran yang sudah matang–menjadikan GrabKitchen lebih unggul karena didukung oleh kepemimpinan GrabFood di kategori pesan-antar makanan. Hal tersebut telah menjadi alasan mengapa berbagai brand, besar atau kecil, memilih untuk bergabung dengan jaringan cloud kitchen kami,” ujarnya.

Sumber: Grab

GrabKitchen kini telah berada di lebih dari 45 outlet, tersebar di Jakarta, Bandung, Bali, Medan, Surabaya, Makassar, dan Malang. Berkat kemitraan dengan pemain cloud kitchen lainnya, Yummykitchen, mitra dapat menempatkan dapur di lokasi dengan permintaan konsumen terbanyak.

Bila digabung dengan wilayah operasional Yummykitchen, cakupan GrabKitchen kini mencapai lebih dari 80 outlet. Kehadiran Yummykitchen, menjadi daya tawar yang kompetitif karena merchant berkesempatan mendapat keahlian dalam pengembangan brand, pemasaran digital, dan strategi bisnis.

“Setiap calon mitra merchant dapat memanfaatkan keahlian ini untuk memutuskan: produk apa yang paling diminati konsumen, di mana lokasi dapur mereka, bagaimana memasarkan merek mereka kepada konsumen, hingga mengevaluasi strategi bisnis mereka bersama GrabKitchen dan Yummy Corp.”

Fasilitas yang disediakan GrabKitchen terdiri dari peralatan dapur dasar. Untuk mitra yang tidak butuh tempat masak disediakan opsi untuk menyimpan produknya di chiller dan siap dikirim setelah dipesan oleh konsumen. Layanan konsinyasi seperti ini cocok untuk kudapan seperti dessert box yang sedang tren, yang biasanya siap dijual langsung ke konsumen.

Jaringan cloud kitchen yang luas otomatis membawa nilai lebih bagi brand lokal dan nasional. Rio menjelaskan, bagi brand lokal dapat beroperasi di lebih banyak lokasi, sementara brand nasional dapat meluncurkan bisnisnya di kota-kota baru. Bagi konsumen, dapat memesan hidangan dari beberapa merchant yang berlokasi di satu GrabKitchen. Ini adalah proposisi pemilihan menu yang menarik untuk kebutuhan keluarga dan kelompok, serta memberikan visibilitas tambahan dan potensi promosi silang kepada setiap merchant.

Akses data dan teknologi juga diberikan untuk merchant yang memanfaatkan GrabKitchen. Grab memberikan data yang telah diolah untuk diberikan ke merchant untuk mengidentifikasi permintaan di wilayah tertentu.

Sumber: Grab

“Inovasi ini adalah solusi yang lebih efisien dan efektif. Pendekatan berbasis data kami memungkinkan kami untuk memberi rekomendasi kepada merchant tentang pemilihan menu, presentasi, promosi, dan branding untuk membantu mereka meningkatkan penjualan dan visibilitas mereka secara online.”

Keuntungan merchant lainnya, tak hanya mendapat akses pengantaran makanan, juga akses untuk belanja bahan masakan dengan harga yang lebih kompetitif. Penggunaan GrabMerchant juga memungkinkan merchant untuk mengelola menu, operasional toko, membuat iklan digital, serta mendapatkan akses ke laporan bisnis komprehensif yang dapat diakses melalui web.

“Kami yakin bahwa nilai tambah yang ditawarkan oleh fitur ini menyederhanakan operasi untuk pedagang kami. GrabKitchen akan terus mengembangkan fitur-fitur yang bermanfaat baik bagi mitra merchant maupun konsumen kami.”

Hangry

Sumber: Hangry

Berbeda dengan Grab dan Gojek, Hangry kurang lebih mengambil pendekatan seperti Rebel Foods pada awal perusahaan tersebut berdiri. Hangry mengoperasikan cloud kitchen untuk brand F&B yang dibentuk sendiri (brand builder).

CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, alasan Hangry mengambil konsep cloud kitchen karena nilai lebih yang ditawarkan, yakni fleksibilitas dan efisiensi infrastruktur dapur, dan selalu hadir di manapun konsumen berada. “Beranjak dari konsep ini, kami berusaha untuk menyediakan suatu pengalaman virtual dining.”

Karena cloud kitchen dioperasikan sendiri, jadi suatu kelebihan buat Hangry karena perusahaan dapat memprioritaskan kualitas produk yang menjadi inti bisnisnya, baik dari kelezatan maupun kebersihan. Ada SOP dan QC yang diterapkan untuk menjaga kualitas dan higienitas produknya.

“Sekarang kami telah mencapai ribuan order per harinya dalam jangka waktu kurang lebih tujuh bulan. Selain itu, salah satu metrics lainnya yang amat penting adalah rating restoran kami di channel delivery yang berada di rata-rata 4,7/5. Inilah salah satu bukti komitmen kami untuk menjaga kualitas produk.”

Dukungan teknologi juga disematkan di dalam aplikasi Hangry. Selain kemudahan pemesanan makanan, selayaknya saat berseluncur di aplikasi delivery pada umumnya, terdapat gamifikasi berupa poin-poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah-hadiah menarik. Poin tersebut dikumpulkan melalui channel pembelian apapun dengan memindai kode QR yang ada di bukti pembelian.

Tak lupa, kemudahan pembayaran digital dengan berbagai opsi juga diberikan. Transaksi dengan e-wallet menurut Hangry masih digemari oleh konsumen yang bertransaksi secara online.

Abraham menuturkan saat ini Hangry tersebar di 40 lokasi di Jabodetabek dan Bandung. Adapun ambisi perusahaan pada tahun ini dapat hadir di lebih dari 120 outlet, masuk ke Bandung, Surabaya, dan Medan.

Terkait rencana membuka cloud kitchen-nya untuk brand di luar Hangry, Abraham masih menampik kemungkinan tersebut. “Untuk fasilitas kitchen, sekarang ini hanya brand Hangry yang bisa menggunakannya, tidak bisa ada brand lain yang menyewa atau menggunakannya.”

Sumber: Hangry

Ambil segmen berbeda

Di balik pesatnya perkembangan cloud kitchen, masih ada ruang besar untuk diseriusi pemain lainnya. DishServe memosisikan dirinya sebagai enabler ghost kitchen dengan memanfaatkan aset fasilitas dapur rumah yang kurang dimanfaatkan. Dapur tersebut nantinya masuk ke dalam jaringan cloud kitchen sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B.

Sebagai enabler, DishServe memudahkan bisnis brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki perusahaan. Perusahaan akan mendistribusikan stok makanan milik brand ke outlet pilihan, melihat dari insight yang berhasil terekam. Pun bagi pemilik dapur rumah, mereka bisa mendapat penghasilan tambahan. Alhasil dengan strategi ini brand tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk ekspansi outlet.

Terhitung saat ini DishServe memiliki 100 jaringan dapur di Jakarta.

Berikutnya ada Lookalkitchen yang menawarkan konsep revitalisasi dapur/restoran untuk para pemilik restoran agar tidak tertinggal tren pengiriman makanan online. Dapur-dapur yang belum dimanfaatkan secara optimal, diubah oleh perusahaan menjadi pusat pengiriman makanan dan minuman.

Pemilik restoran tetap memanfaatkan dapur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi staf yang ada, dan menjadi bagian dari cloud kitchen tanpa harus terbebani oleh biaya-biaya tambahan. Mitra dapat menyajikan hingga 10 merek sekaligus di dapurnya.

Perusahaan bermitra dengan merek-merek makanan dan minuman (mamin) online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan memiliki kehadiran kuat di medai sosial. Pengusaha ini tidak perlu repot lagi mencari lokasi baru untuk lebih dekat dengan para konsumennya. Lookalkitchen memanfaatkan model bisnis bagi hasil antara pengusaha mamin dan restoran mitra.

“Kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur, aktiviasi, sampai akhirnya masuk ke semua platform food delivery,” ucap Co-Founder dan CFO Lookalkitchen Daniel Song.

Adapun beberapa nama mereknya adalah Dapoer Bang Jali by Denny Cagur, Enakdibungkus, dan Mandu Mami, yang memiliki basis pengikut Instagram gabungan hingga 100 ribu follower. Total outlet Lookalkitchen saat ini tersebar di 50 titik di Jakarta. Rencananya akan ekspansi ke kota lainnya pada akhir tahun ini.

Dari sisi bisnis, tentunya kehadiran pemain cloud kitchen adalah strategi diversifikasi pemilik bisnis untuk semakin mendekatkan diri ke konsumen tanpa harus keluar rumah. Lantaran lebih fleksibel dari sisi rental dan investasinya lebih ramah dikantong. Mayoritas para operator cloud kitchen ini menyasar bisnis UKM yang relatif baru beroperasi, maka skema bisnisnya sangat cocok.

Belum lagi dengan penyajian insight data untuk UKM sangat bermanfaat untuk menentukan strategi berikutnya, terlebih statusnya yang masih menjadi startup sehingga perlu minimalisir risiko. Terlepas dari sisi positifnya, ada tantangan yang dihadapi oleh operator cloud kitchen, seperti kurangnya pengalaman bersantap selayaknya di restoran, masalah kontrol kualitas makanan karena tidak semua menu “delivery friendly”. Ditambah, banyaknya pengiriman makanan berarti semakin banyak sampah kemasan yang dihasilkan.

Hangry sadar dengan kelemahan tersebut, makanya mereka membuat outlet khusus dine-in yang dijadikan sebagai flagship store untuk memperkenalkan brand agar lebih dekat kepada konsumen.

Seorang pengusaha kuliner dari India, Rachael Goenka, menuturkan, dalam menjalankan bisnis cloud kitchen yang menguntungkan, operator harus mengumpulkan kapital dalam jumlah yang cukup besar atau memiliki kehadiran merek yang kuat dan penawaran pengiriman yang dapat dimanfaatkan di beberapa lokasi.

“Kami harus mengandalkan yang terakhir dengan mengoperasikan banyak merek dari infrastruktur yang ada. Tidak pernah ada pertanyaan tentang satu opsi menggantikan yang lain. Makan di luar itu untuk perayaan dan pengalaman. Makan di tempat itu nyaman.”


*Foto header: Depositphotos.com