Fore Coffee Buka Gerai Pertama di Singapura

Fore Coffee resmi ekspansi regional ditandai dengan pembukaan gerai pertama di Singapura, bertempat di pusat perbelanjaan Bugis Junction. Perusahaan berambisi ingin menjadi brand pelopor dan pemimpin kelezatan kultur kopi Indonesia ke panggung global.

Dalam peresmiannya, Co-founder & CEO Fore Coffee Vico Lomar menyampaikan kehadiran gerai internasional perdana Fore Coffee merupakan wadah untuk merayakan keanekaragaman sembari mengenalkan kultur kopi Indonesia kepada penggemar kopi di Singapura.

“Gerai perdana Fore Coffee mengemban misi untuk tidak hanya menyajikan rangkaian suguhan menu kopi unggulan Fore Coffee yang dicintai oleh Masyarakat Indonesia, tetapi juga memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kopi dan budaya Indonesia,” kata Vico.

Turut hadir dalam peresmian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno menyampaikan bahwa Fore Coffee berkomitmen untuk membawa kopi terbaik Indonesia ke seluruh dunia demi mendorong tingkat ekspor biji kopi.

“Indonesia memiliki potensi untuk memperkuat reputasi global akan hasil biji kopi yang tentunya bersaing dengan biji kopi asal Brasil dan Vietnam. Saya berharap hari ini kita dapat mulai mengoptimalkan gerai ini untuk mengedukasi dan memperkenalkan masyarakat Singapura dengan budaya kopi Indonesia yang kaya dan indah,” imbuhnya.

Fore Coffee menawarkan jajaran menu minuman andalan yang telah menjadi favorit di kalangan penikmat kopi di Indonesia, seperti Gula Aren Latte, Pandan Oat Latte, dan Butterscotch Sea Salt Latte, yang dibanderol mulai dari S$4,5 (sekitar Rp51 ribu).

Menu unggulan ini diramu ulang dengan fresh twist karena telah disesuaikan dengan preferensi rasa dari masyarakat Singapura melalui serangkaian FGD yang turut jadikan nutri-grade level sebagai pedoman pembuatan resep, sehingga cita rasanya semakin kaya.

“[..] Pembukaan gerai internasional kami di Singapura adalah bukti nyata dari komitmen kami untuk menjadikan kopi Indonesia sebagai bagian dari gaya hidup global [..],” pungkas Vico.

Kompetitor terdekatnya, Kopi Kenangan sudah lebih dulu ekspansi regional. Ditandai dengan pembukaan gerai pertama di Malaysia pada Oktober 2022 dengan total gerai saat ini mencapai 22 gerai tersebar di Kuala Lumpur dan Selangor.

Kemudian, ekspansi ke Singapura dilakukan pada Agustus 2023, terhitung ada tiga gerai yang beroperasi, terletak di Raffles City Shopping Centre, Changi Airport T2, Takashimaya Shopping Centre. Harga yang dibanderol mulai dari S$2,9.

Mengutip dari riset yang dilakukan Fore bersama Redseer pada Juni 2023, disampaikan pangsa pasar kopi Singapura diperkirakan tumbuh sebesar 5% per tahun, mencapai $1,3 miliar pada tahun 2027. Data juga menunjukkan bahwa masyarakat Singapura mengonsumsi sekitar enam hingga tujuh cangkir kopi setiap minggunya.

Makanya tak heran menjadi magnet yang kuat bagi banyak perusahaan untuk masuk ke sana, terlebih Singapura merupakan hub bisnis di Asia Tenggara.

Capai EBITDA positif

Di Indonesia, Fore Coffee mengklaim telah mencapai EBITDA positif pada kuartal III 2021. Kunci utama yang dilakukan adalah memangkas anggaran promosi hingga 50%. Tren pemangkasan ini berlanjut di 2022 sebesar 30% dan ditargetkan mencapai 20%-30% di 2023.

Vico memaparkan tiga langkah strategis yang jadi kunci keberhasilan Fore Coffee dalam memperluas jangkauan dan layanan guna capai profitabilitas usaha, yaitu mendorong kualitas produk unggulan dengan inovasi Litbang, mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia bermutu, serta menargetkan pembukaan gerai terbaru.

Hingga saat ini, Fore Coffee telah memiliki 134 gerai di Jabodetabek, wilayah pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Fore akan menambah sekitar 75 gerai dan merambah kota-kota mid-size sehingga bisa mengoperasikan total sekitar 200 gerai hingga akhir 2023.

“Cita-cita kami adalah Fore Coffee bisa menjadi satu brand yang dicintai dan dipercayai oleh konsumen Indonesia. Goal ini tampak sederhana tapi memerlukan komitmen yang luar biasa dari semua elemen perusahaan. Dengan asas keterbukaan dan transparansi serta giat berinovasi demi kepuasan pelanggan, niscaya cita-cita tersebut dapat tercapai,” kata Vico.

Fore juga melakukan reposisi citra brand menjadi minuman trendi yang ramah kantong. Perusahaan menghadirkan produk minuman musiman sembari mendorong produk unggulan mereka.

Tiga menu unggulannya, yakni Aren Latte, Pandan Latte, dan Butterscotch Sea-Salt Latte, diklaim membawa brand Fore masuk ke jajaran TOP 5 Brand dengan top of mind tertinggi di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Fore Coffee Pertajam Strategi Bisnis untuk Capai Profitabilitas

Startup coffee chain Fore Coffee belum lama ini membongkar pencapaian EBITDA positif pada kuartal III 2021. Salah satu faktor kunci kinerja positif ini adalah pemangkasan anggaran promosi hingga 50%. Fore menyebut tren pemangkasan ini berlanjut di 2022 sebesar 30%, dan ditargetkan mencapai 20%-30% di 2023.

Selain itu, pihaknya mengungkap sekitar 50% gerai non-fungsi terhantam badai pandemi pada 2020-2021. Hal ini disebabkan oleh perubahan supply & demand, supply chain, serta proses produksi dan distribusi kopi. Situasi tersebut mendorong para pemain coffee chain untuk mengembangkan berbagai inovasi agar tetap bertahan.

Di bawah kepemimpinan Co-Founder & CEO Fore Coffee Vico Lomar, perusahaan banyak melakukan peninjauan strategi. Ia kembali mengarahkan fokus pada bisnis inti yang menyediakan produk makanan dan minuman berkualitas sesuai selera konsumen.

Memasuki tahun ke-5 beroperasi, Vico memaparkan tiga langkah strategis yang jadi kunci keberhasilan Fore Coffee dalam memperluas jangkauan dan layanan guna capai profitabilitas usaha, yaitu mendorong kualitas produk unggulan dengan inovasi Litbang, mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia bermutu, serta menargetkan pembukaan gerai terbaru.

Hingga saat ini, Fore Coffee telah memiliki 134 gerai di Jabodetabek, wilayah pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Fore akan menambah sekitar 75 gerai dan merambah kota-kota mid-size sehingga bisa mengoperasikan total sekitar 200 gerai hingga akhir 2023.

“Cita-cita kami adalah Fore Coffee bisa menjadi satu brand yang dicintai dan dipercayai oleh konsumen Indonesia. Goal ini tampak sederhana tapi memerlukan komitmen yang luar biasa dari semua elemen perusahaan. Dengan asas keterbukaan dan transparansi serta giat berinovasi demi kepuasan pelanggan, niscaya cita-cita tersebut dapat tercapai,” kata Vico.

Fore juga melakukan reposisi citra brand menjadi minuman trendi yang ramah kantong. Perusahaan menghadirkan produk minuman musiman sembari mendorong produk unggulan mereka.

Matthew Ardian, CMO Fore Coffee, mengungkapkan dalam keterangan resmi, Fore Coffee tampil dengan pendekatan brand yang berbeda dari pemain kopi lainnya. Hal ini mendorong persepsi kebanyakan masyarakat bahwa Fore Coffee adalah brand kopi premium lokal. Persepsi inilah yang ingin diluruskan oleh perusahaan.

“Di awal 2022, kami mempertajam posisi kami bukan untuk dikenal sebagai pemain premium, tetapi sebagai power house brand kopi terkemuka yang menyajikan produk essential, berbeda, berkualitas terbaik, serta disukai masyarakat, karena kami paham konsumen berhak disajikan produk yang lebih baik,” Jelas Matthew.

Beberapa produk unggulan Fore Coffee di sepanjang 2022 termasuk Aren Latte, Pandan Latte, dan Butterscotch Sea-Salt Latte. Produk-produk ini diklaim membawa brand Fore masuk ke jajaran TOP 5 Brand dengan top of mind tertinggi di Indonesia.

“Sepanjang 2022, Fore Coffee banyak melakukan firsts, mulai dari lini minuman untuk anak-anak bernama Fore Junior, lini Fore Deli, hingga kolaborasi dengan brand gaya hidup premium seperti Grab, Laneige, Green Rebel hingga Oma Elly. Semua peluncuran ini dikemas dengan pemasaran digital-centric yang kekinian,” tambah Matthew.

Pemasaran organik

Lebih lanjut, pihaknya memaparkan peran pokok pemasaran dalam mendukung Litbang dan operasional. Selain mengerti aspirasi dan inspirasi konsumen Indonesia, pemasaran berperan dalam menjembatani aspirasi dengan ragam inovasi produk yang diinginkan masyarakat.

Targetnya adalah menjalankan pemasaran secara organik dan berkelanjutan di 2023. Tingginya akuisisi pelanggan baru secara offline atau online adalah bentuk kontribusi penajaman citra brand. Selain itu, perusahaan juga aktif melakukan kampanye tiap bulannya. Hal ini berbuah konsumen yang juga aktif menyebarkan konten melalui jaringan media sosial.

Berdasarkan riset yang dilakukan bersama pihak ketiga, Fore Coffee mengalami lonjakan tingkat kepuasan dan NPS (Net Promoter Score) sebanyak 23% serta menempatkan Fore Coffee sebagai peraih NPS tertinggi diantara brand lainnya di Indonesia.

“Produk minuman unggulan kami adalah instrumen promosi paling efektif. Produk tersebut telah berhasil jadi pembawa pesan kualitas produk yang Fore Coffee sajikan kepada masyarakat Indonesia. Itu sebabnya fokus kami terletak pada Litbang Produk yang intensif dan berkelanjutan sehingga dapat menciptakan tren baru, dan dapat memperkenalkan produk-produk baru yang akan jadi kegemaran masyarakat.”  Tutup Vico.

Fore Coffee Genjot Ekspansi Gerai Baru untuk Jangkau 30 Kota di Indonesia

Fore Coffee akan menggenjot ekspansi gerai baru di Indonesia tahun ini demi mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya. Startup coffee chain ini menargetkan penambahan maksimal sebanyak 100 gerai baru dan melanjutkan pengembangan produk F&B seasonal (musiman).

Dalam keterangan resminya, Fore Coffee menyebut telah menjual 5 juta cup kopi di sepanjang 2021. Salah satu produk musimannya, Almond Cocoa Series yang dirilis akhir November 2021, tercatat menjadi menu terlaris dengan penjualan lebih dari 300 ribu cup.

Adapun, Fore Coffee telah membuka 42 gerai baru di beberapa kota metropolitan, seperti Denpasar, Palembang, Yogyakarta, Malang, hingga Batam. Per Februari 2022, Fore Coffee tercatat memiliki 110 gerai.

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Co-Founder & CEO Fore Coffee Vico Lomar mengaku bahwa industri F&B memang tengah dalam pemulihan di masa pandemi. Kendati demikian, penambahan gerai Fore Coffee meningkat cukup signifikan dari awalnya hanya ada di empat kota di awal 2021, kini sudah berada di 18 kota.

Terlepas dari itu, ujarnya, Fore Coffee mampu mengecap pertumbuhan penjualan yang baik, bahkan ketika varian Delta sedang mengganas di Indonesia pada pertengahan Juni 2021.

“Saya meyakini strategi the right product, price, dan experience menjadi landasan kuat ekspansi kami. Tentu kami selektif dalam membangun gerai baru, kami cek lokasi, visibility agar dapat menjangkau ke 30 kota di Indonesia,” paparnya.

Selain ekspansi gerai, Fore Coffee juga menggenjot program pemasaran kreatif bersama mitra food delivery seperti Go Food, Grab Food, Shopee Food, dan Traveloka Eats. Salah satunya melanjutkan menu-menu musiman terbaru pada Maret-April mendatang dan meluncurkan lini produk makanan terbaru bernama Fore Deli.

“Potensi pasar upper class terus berkembang, terutama segmen pasar yang selalu mencari tahu produk baru dan relevan terhadap kebutuhannya. Kami akan berkolaborasi dengan brand, influencer, yang cocok dengan produk kami, serta melakukan campaign. Artinya, kami tidak sekadar membangun gerai baru saja,” tambahnya.

Seperti diketahui, Vico Lomar merupakan pakar profesional di bidang F&B selama lebih dari 20 tahun. Misinya adalah memperkuat kehadiran Fore Coffee di kalangan masyarakat peminat kopi kekinian. Ia berkomitmen untuk terus mengawal proses dari hulu ke hilir untuk dapat menyajikan kopi bernilai bagi masyarakat.

Selain Vico, Fore Coffee juga diperkuat oleh Umara Ardra yang mengembang posisi sebagai Chief Financial Officer (CFO). Kepemimpinan Vico Lomar dan Umara Ardra diyakini dapat membuka berbagai peluang untuk mendongkrak jangkauan Fore Coffee di Indonesia, baik dari upaya penggalangan dana, pembukaan gerai, hingga pengembangan fitur di aplikasi Fore Coffee untuk mendorong pengguna dan transaksi.

Terkait kebutuhan modal untuk ekspansi ini, Vico enggan berkomentar lebih lanjut. “Saat ini yang bisa kami katakan, kami adalah profitable business and we have a very good numbers in terms of it untuk bisa grow secara eksponensial,” ujarnya.

Dinamika coffee chain Indonesia

Di sepanjang 2021, gerak startup coffee chain di Indonesia terbilang dinamis. Beberapa di antaranya mendapatkan pendanaan baru untuk mendukung ekspansi gerai mereka di Indonesia. Menurut data yang kami himpun per November 2021, ada lebih dari 4.500 jaringan coffee chain di seluruh Indonesia.

Selain Fore Coffee, startup lain yang mengusung konsep “grab and go“, adalah Kopi Kenangan baru-baru ini mengantongi status baru sebagai startup new retail unicorn pertama di Indonesia. 

Kemudian, JIWA Group juga memperoleh mendapatkan pendanaan tahun lalu untuk memperkuat strategi omnichannel dengan memanfaatkan aplikasi JIWA+. Startup portofolio dari Rocket Internet, Flash Coffee juga mulai ekspansi ke pasar Indonesia dengan menargetkan pembangunan 75 gerai baru di 2021.

Application Information Will Show Up Here

Fore Coffee’s Outlet Cutbacks and the Urgency of Fast Business Adapting

Retail business is getting out of breath amid the Covid-19 pandemic. Relying only on offline business will not cover the whole operation, therefore, online innovation is necessary in order to accommodate orders and deliveries.

Even when the situation is getting normal, there will be nothing like the previous normal, or some people prefer to call it “the new normal”. There will be many strategic adjustments by retails to be relevant to the current condition.

“All retail models will change along with this pandemic. It will lead to social distancing until the vaccine is found. Dine-in may need more space that it becomes inefficient, instead, online delivery and pick-up will be the focus. This will change the landscape and cost structure of all F&B outlets, “East Ventures’ Managing Director Willson Cuaca told DailySocial on Tuesday (19/05).

Cuaca’s prediction is more or less in accordance with what is presented by the BCG Henderson Institute, the work from home situation, for a number of businesses are leading quite miserable output yet some players are harvesting profits. Food delivery services will be the most on-demand service, while dine-ins will be significantly affected.

This condition is reflected in the Fore Coffee’s strategy. Fore Coffee’s CEO Elisa Suteja said management was adapting to changing business situations during the pandemic, one of its initiatives was optimizing offline store services.

It is said several shops have temporarily closed, some stores are merged, and the system is upgraded to improve online sales services. Some assets that will no longer be used as a result of the merging of shops are decided to be sold.

As quoted from Tech In Asia, Fore has permanently closed 16 stores, 45 others were temporarily closed during Ramadan. The remaining 72 stores are still in operation today.

It was confirmed, rumors about the termination of Fore operation were untrue. One of the staff, according to Elisa, had spread some of the company’s internal information, it then delivers wrong perceptions in the public.

“Fore will not shut down and still continue to operate. We closed several outlets and are in the process of selling assets related to these locations. Information circulating that Fore closed all locations permanently is not true, “he said in an official statement on Monday (5/18).

DailySocial contacted Elisa to inquire further on which locations were merged or closed and whether there was a reduction in the number of employees. But until this news was revealed there was no response.

Since the large-scale social restrictions (PSBB), the company follows the applicable rules by limiting services through online delivery and pick-up. According to him, online channels make a high contribution to the Fore business. Claimed to be an increase of 12.8% online sales every week.

To keep up with the demand, the company added more options for coffee and non-coffee beverage products in one-liter packaging that can be purchased at the Fore, Tokopedia, Shopee, and Bukalapak applications. There are nine product variations offered to consumers and sales continue to increase by 22% each week.

Not only that, the company offers Do It Yourself products, consumers can make their own drinks or food with the basic ingredients of Fore products and variety of drinks to support the fitness of the consumer’s body.

This week, he continued, the company launched a delivery service from an application order named Barista Delivery. This only applies to orders less than two kilometers from the Fore outlet, which will be delivered directly by Fore’s Barista.

“We believe this can improve the convenience of consumers who receive their products directly from the team that is always in good health as we monitored.”

Tight competition

The new retail competition map such as Fore Coffee, in the midst of the pandemic will be increasingly fierce, especially as its closest competitor Kopi Kenangan just announced the acquisition of funding of more than 1 trillion Rupiah. So far the funding for Fore has not been that big, both in total and in total.

Optimism to do the next raising, according to Willson, remains wide open for Fore. He thinks, the principle of funding is to create value. As long as Fore can provide more value, funding is definitely available.

“And this is not a winner takes all, which is good to drink one type of coffee, Fore has enough capital to survive.” For the record, Fore is under the East Ventures portfolio. Initially Fore was a trial project until it finally became an official startup.

Adjusting the location of outlets, he continued, is part of adaptation and relevance. Stores that should be closed or combined with locations that clearly have much better operations in these conditions, will certainly be chosen rather than imposing irrelevant strategies.

Kopi Kenangan has also temporarily closed some of its stores. Only 47% of the approximately 300 stores are operating normally. The rest experienced a reduction in operating hours and were temporarily closed due to the pandemic and PSBB situation.

“We are still expanding to open around 30 outlets per month, last April we added 30 more outlets, as well as in the following months,” said Coffee Kenangan’s CEO Edward Tirtanata, as quoted by Bisnis.com.

Coffee consumption has become a part of Indonesian culture. Evidently, during the pandemic, the demand remained. In a GDP Venture summary titled “The Impact of Covid-19 Pandemic” added that there were changes in food consumption patterns that occurred during the pandemic, according to Firmenich FAST Survey: Indonesians In Time of Covid-19, W3 Mar20.

It was explained that Indonesians ate healthier foods, marked by the highest increase in purchases of fruit, vegetable, rice and flour products, and fish. Then followed by tea and coffee products, dairy products, and juices to maintain their health. Consumption of carbonated drinks, alcohol, sweets, desserts, processed foods tends to decrease.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengurangan Gerai Fore Coffee dan Urgensi Adaptasi Bisnis dengan Cepat

Nafas bisnis ritel kini tersengal-sengal harus bertahan di tengah gempuran pandemi Covid-19. Mengandalkan bisnis offline saja, tidak akan cukup mampu menopang operasional, maka perlu berinovasi ke ranah online untuk mengakomodasi pemesanan dan pengantaran.

Pun saat kondisi menuju normal, tidak ada kondisi normal yang biasa dulu terbayang, atau kini lebih familiar disebut “the new normal”. Akan ada banyak penyesuaian strategi yang dilakukan peritel agar tetap relevan dengan kondisi.

“Semua model retail akan berubah dengan adanya pandemi ini. Bakal mengarah ke social distancing, sampai vaksin ditemukan. Dine-in mungkin butuh space lebih besar sehingga tidak efisien, jadi online delivery dan pick-up bakal jadi fokus. Ini akan mengubah landscape dan cost structure semua outlet F&B,” ujar Managing Director East Ventures Willson Cuaca kepada DailySocial, Selasa (19/05).

Pendapat Willson memberikan ramalan yang kurang lebih sesuai dengan apa yang dipaparkan BCG Henderson Institute, implikasi karantina di rumah, bagi sejumlah bisnis ada yang merana ada yang panen untung. Jasa pengiriman makanan akan menjadi layanan yang paling diminati, sementara dine-in paling terdampak.

Kondisi ini tercermin dalam strategi yang dipilih oleh Fore Coffee. CEO Fore Coffee Elisa Suteja mengatakan, manajemen beradaptasi dengan perubahan situasi bisnis selama pandemi, salah satu inisiatifnya adalah optimalisasi layanan toko offline.

Disebutkan ada toko yang ditutup sementara, penggabungan sebagian toko, dan peningkatan sistem untuk meningkatkan layanan penjualan online. Beberapa aset yang tidak akan digunakan lagi akibat dari penggabungan toko diputuskan untuk dijual.

Mengutip dari Tech In Asia, Fore menutup 16 toko secara permanen, 45 toko lainnya ditutup sementara selama Ramadan. Sisanya, 72 toko masih beroperasi saat ini.

Ditegaskan pula, rumor tentang penutupan operasi Fore tidak benar. Salah satu staf, menurut Elisa, telah menyebarkan sebagian informasi internal perusahaan sehingga menimbulkan persepsi yang salah di publik.

“Fore tidak akan tutup dan akan terus beroperasi. Kami menutup beberapa outlet dan sedang dalam proses penjualan aset terkait lokasi-lokasi tersebut. Informasi yang beredar bahwa Fore melakukan penutupan semua lokasi secara permanen adalah tidak benar,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (18/5).

DailySocial menghubungi Elisa untuk menanyakan lebih jauh lokasi mana saja yang digabung atau ditutup dan apakah ada pengurangan jumlah karyawan. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada respons.

Semenjak pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perusahaan mengikuti aturan yang berlaku dengan membatas layanan melalui pengantaran online dan pick up. Menurutnya, kanal online memberikan kontribusi tinggi untuk bisnis Fore. Diklaim ada kenaikan sebesar 12,8% penjualan online tiap minggunya.

Untuk menjaga permintaan, perusahaan menambah variasi produk minuman kopi dan non-kopi dalam kemasan satu liter yang dapat dibeli di aplikasi Fore, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Ada sembilan variasi produk yang ditawarkan kepada konsumen dan penjualan terus meningkat hingga 22% tiap minggunya.

Tidak hanya itu, perusahaan menawarkan produk Do It Yourself, konsumen dapat membuat sendiri minuman atau makanan dengan bahan dasar produk Fore dan variasi minuman untuk menunjang kebugaran tubuh konsumen.

Pekan ini, lanjutnya, perusahaan meluncurkan layanan pengantaran dari pesanan aplikasi bertajuk Barista Delivery. Ini hanya berlaku untuk pesanan berjarak kurang dari dua kilometer dari outlet Fore, akan langsung diantarkan oleh Barista Fore.

“Kami percaya ini bisa meningkatkan kenyamanan konsumen yang menerima produknya langsung dari tim yang kami monitor selalu dalam keadaan sehat.”

Persaingan ketat

Peta persaingan new retail seperti Fore Coffee, di tengah pandemi akan semakin sengit, apalagi pesaing terdekatnya Kopi Kenangan baru mengumumkan perolehan pendanaan lebih dari 1 triliun Rupiah. Pendanaan yang diraup Fore sejauh ini belum sebesar itu, baik ditotal secara keseluruhan.

Optimisme untuk melakukan penggalangan berikutnya, menurut Willson, tetap terbuka lebar untuk Fore. Dia beranggapan, prinsip pendanaan adalah menciptakan sebuah nilai. Selama Fore bisa memberikan nilai lebih, pendanaan pasti tersedia.

“Dan ini bukan winner takes all, mana enak sih minum kopi satu jenis doang, Fore punya cukup modal untuk bertahan.” Sebagai catatan, Fore yang berada di bawah portofolio East Ventures. Awalnya Fore merupakan proyek percobaan hingga akhirnya menjadi startup resmi.

Penyesuaian lokasi gerai, sambungnya, adalah bagian dari adaptasi dan relevansi. Toko yang sebaiknya ditutup atau digabungkan dengan lokasi yang jelas punya operasional jauh lebih baik di kondisi seperti ini, tentu akan dipilih daripada memaksakan strategi yang tidak relevan.

Kopi Kenangan pun juga menutup sementara sebagian tokonya. Dari sekitar 300 toko, hanya 47% di antaranya beroperasi normal seperti biasa. Sisanya, mengalami pengurangan jam operasional dan ditutup sementara karena pandemi dan pemberlakuan PSBB.

“Kami tetap ekspansi membuka sekitar 30 gerai per bulan, kemarin April sudah tambah 30 gerai, begitu pun dengan bulan-bulan ke depan,” kata CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata seperti dikutip dari Bisnis.com.

Konsumsi kopi itu sendiri sudah menjadi bagian dari budaya orang Indonesia. Terbukti, selama pandemi, permintaannya tetap ada. Dalam rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic” menambahkan ada perubahan pola konsumsi makanan yang terjadi selama pandemi, menurut Firmenich FAST Survey: Indonesians In Time of Covid-19, W3 Mar20.

Dipaparkan orang Indonesia mengonsumsi makanan lebih sehat, tertanda dari naiknya pembelian tertinggi untuk produk buah-buahan, sayur, nasi dan tepung-tepungan, dan ikan. Lalu disusul produk teh dan kopi, dairy products, dan jus demi menjaga kesehatan mereka. Konsumsi minuman berkarbonasi, alkohol, gula-gula, desserts, makanan olahan cenderung menurun.

[Weekly Updates] Gojek Acquires Moka; Funding Updates From Northstar Group, Modalku, Fore Coffee; and More

Although no official statement yet, it’s reported that Gojek has acquired Moka for around $130 million. Furthermore, Northstar Group has completed first round of its Northstar V fund, Fore Coffee secures additional $1 million investment, and Modalku receives $40 million.

In other news, Bizzy has initiated TokoSmart Agent network to widen its customer base. The company is no longer put its focus on B2B marketplace.

Gojek Wraps Up Acquisition of Moka at 2 Trillion Rupiah Valuation

The acquisition of Moka by Gojek finally comes to an agreement, widely rumoured since Agustus 2019. The company has submitted corporate action to the regulator (KPPU) as of April 9th, 2020.

Bloomberg reported that Moka has been acquired by Gojek at $130 million or around 2 trillion Rupiah.

Northstar Group Secures First Round of Its Fifth Fund, Targeting 12.5 Trillion Rupiah

Northstar Group has just announced the first round of Northstar Equity Partner V Limited Fund (Northstar V). The fifth fund is focused on early-stage to growth-stage startups in Southeast Asia, esp. Indonesia.

The first round has represented one third of Northstar V target at $800 million or equivalent to 12.5 trillion Rupiah. Included into the investor’s list are sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and other high net-worth individuals.

Fore Coffee’s Expansion Plan After Raising 147 Billion Rupiah Funding

After raising a $9.5 million or around 147 billion Rupiah funding, Fore Coffee looks for more opportunity to expand and added more outlets. It has expanded its business to Bandung, Surabaya, and Medan. Fore Coffee claims to have profitable sales with increasing team numbers.

Fore’s Co-Founder, Elisa Suteja, told DailySocial that the company has achieved business growth phase after closing the Series A funding in April 2019 with additional $1 million secured early this year.

Modalku’s Parent Company to Proceed with Series C Funding Worth Over 625 Billion Rupiah

Modalku’s parent company, Funding Societies, raises series C funding worth of $40 million (over 625 billion Rupiah). Modalku’s CEO, Reynold Wijaya, said the fresh money will be distributed to support all aspects of the company’s strategies, including to empower Indonesia’s SMEs.

Internally, the company conducts streamline operations to improve efficiency and simplify the operational process. This process includes a small number of layoffs.

Bizzy Adapts to Consumer’s Behavior, Introducing Tokosmart Agent

Since January 2019, Tokosmart has launched an initiative  to support the digitisation of micro, small and medium enterprises (MSMEs). Tokosmart has acquired 54,600 stores and more than 27,000 distribution companies in Indonesia.

To push Tokosmart’s further effectiveness, Bizzy has developed Tokosmart Agent, a new beta feature that was launched last week. Tokosmart Agent directly targets end-user and community leader segments, like RT or RW leaders in the local area. They can order large quantities of supplies to be distributed to residents in their homes.

Fore Coffee’s Expansion Plan After Raising 147 Billion Rupiah Funding

After raising a US$9.5 million or around 147 billion Rupiah funding, Fore Coffee looks for more opportunity to expand and added more outlets as currently reach 100 units in total. They’ve also expanded business to Bandung, Surabaya, and Medan. Since 2018, Fore Coffee app is claimed to have positive results in sales with increasing team numbers.

The Co-founder, Elisa Suteja told DailySocial that Fore Coffee has achieved business growth after closing the series A funding in April 2019 with an additional US$1 million for the previous US$8.5 million. It was led by East Ventures. Participated also in this round, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, and some angel investors.

“In addition to the expansion, we’ll also increase collaboration with some local brands,” Suteja said.

Previously, Fore Coffee has strategic partnership with Airy, a partnership-based Accommodation Network Operator (ANO) company in Indonesia. The synergy has marked a strong commitment from both companies towards the 1000 locations movement.

This year, Fore has set some targets. One is to ensure the best service for customers, although they found a change in customers’ behavior.

“Customer behavior will develop along with market developments. I think 2019 is an interesting year for Indonesian customers, with many encouragement to use a number of different digital wallets, influencing how comfortable they feel to transact through their cellphones. We see fewer people using cash nowadays,” she added.

In Indonesia, Fore has several competitors. One of them is the startup backed by Alpha JWC Ventures named Kopi Kenangan. They have just closed around US$ 20 million series A funding in December 2019.

In terms of product, it has countless rivals due to the rising popularity if coffeeshop business, especially targeting the productive age group. Another example of a similar business is Janji Jiwa.

Business challenge during pandemic

herbal drinks
Introlducing herbal drinks in time of pandemic

Amid the Covid-19 outbreak, it’s another challenge for Fore Coffee to stay in the game. However, with the existing potential, the company seeks to see and learn from the current conditions, to run ‘business as usual’. The company also seeks to learn from the current crisis to make a better company. Customers can have Fore Coffee as per usual with the delivery service through the Fore, GoFood or GrabFood applications.

Fore has launched a strategic step by introducing a series of Traditional Herbal products to meet the urban demands for local flavored herbal beverages. The two newest menus, Wedang Uwuh and Temulawak Rumbu are available at Fore Coffe outlets and online delivery.

“Through online sales and delivery, Fore’s target is to bring traditional Indonesian native drinks closer to the Indonesian people and easily accessible, therefore, customers can have a taste of it any time, especially during this period. With a simple application, customers can also send drink gifts to family and relatives,” Suteja said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Berhasil Kumpulkan Dana 147 Miliar Rupiah, Fore Coffee Genjot Ekspansi

Setelah mengumpulkan pendanaan sekitar US$9,5 juta atau setara 147 miliar Rupiah, Fore Coffee masih terus genjot ekspansi pasar, untuk terus menambah jumlah outlet yang saat ini sudah sekitar 100 unit. Mereka juga telah memperluas layanan ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Sejak dirilis tahun 2018 lalu, aplikasi Fore Coffee diklaim mengalami pertumbuhan penjualan positif dan telah memiliki jumlah tim yang terus bertambah.

Kepada DailySocial Co-founder Elisa Suteja mengungkapkan, pertumbuhan bisnis banyak terjadi setelah Fore Coffee menutup pendanaan seri A bulan April 2019 lalu, dengan tambahan US$1 juta melengkapi perolehan di putaran sebelumnya US$8,5 juta. Pendanaan tersebut dipimpin oleh East Ventures. Turut bergabung SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, dan beberapa angel investor turut terlibat dalam putaran pendanaan tersebut.

“Selain melakukan ekspansi, kami juga makin giat menjalin kemitraan dengan beberapa brand lokal,” kata Elisa.

Sebelumnya Fore Coffe juga telah menjalin kemitraan strategis dengan Airy, perusahaan Accommodation Network Operator (ANO) di Indonesia yang berbasis kemitraan. Sinergi menandakan komitmen kedua perusahaan dalam gerakan ekspansi di 1000 titik lokasi.

Tahun ini ada beberapa target yang ingin dicapai oleh Fore. Salah satunya memastikan untuk bisa memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, meskipun adanya perubahan kebiasaan dari target pelanggan.

“Perilaku pelanggan akan berkembang seiring dengan perkembangan pasar. Saya pikir tahun 2019 adalah tahun yang menarik bagi pelanggan Indonesia, dengan banyaknya dorongan untuk menggunakan sejumlah dompet digital yang berbeda, memengaruhi bagaimana mereka merasa nyaman bertransaksi melalui ponsel mereka. Kami melihat semakin sedikit orang menggunakan uang tunai saat ini,” kata Elisa.

Di Indonesia, Fore memiliki beberapa pesaing. Salah satunya startup yang mendapat dukungan awal dari Alpha JWC Ventures, yakni Kopi Kenangan. Mereka baru saja menutup pendanaan seri A pada Desember 2019 lalu berkisar US$20 juta.

Dari sisi produk, rivalnya lebih banyak lagi, karena bisnis minuman kopi memang tengah naik daun, khususnya menargetkan kalangan usia produktif. Salah satu pemain yang turut mendapatkan peruntungan adalah Janji Jiwa.

Tantangan jalankan bisnis saat pandemik

Luncurkan produk jamu saat pandemik
Luncurkan produk jamu saat pandemik

Di tengah persebaran Covid-19 ini, menjadi tantangan tersendiri bagi Fore Coffee untuk tetap bisa menjalankan bisnis. Namun melihat potensi yang ada, perusahaan berupaya untuk melihat dan belajar dari kondisi saat ini agar ‘business as usual’ tetap bisa berjalan. Perusahaan juga berupaya untuk memastikan bisa belajar dari krisis saat ini untuk menjadikan perusahaan yang lebih baik. Fore Coffee tetap dapat dinikmati langsung dengan layanan delivery melalui aplikasi Fore, GoFood, atau GrabFood.

Salah satu langkah strategis yang dilakukan Fore Coffee adalah meluncurkan seri produk Jamu Tradisional untuk memenuhi kebutuhan konsumen urban atas produk minuman herbal bercita rasa lokal. Dua menu terbaru tersebut, yaitu Wedang Uwuh dan Temulawak Rempah tersedia di store Fore Coffe dan dipesan secara online.

“Melalui penjualan online dan delivery, target Fore ingin membawa minuman tradisional asli Indonesia lebih dekat dengan masyarakat Indonesia dan mudah dijangkau sehingga dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, terutama di waktu seperti ini. Dengan pengaturan aplikasi yang mudah, customer juga dapat mengirimkan minuman ini kepada keluarga dan kerabatnya” ujar Elisa.

Application Information Will Show Up Here

Validating “New Retail” Startups in Indonesia

New retail has been trying to connect traders with technology. The objective is to facilitate business in leveraging benefits and consumer coverage. In terms of concept, the approach is to empower some previous features with mature implementation in the e-commerce platform to conventional retail. It’s not digitizing the whole business process, but aiming for certain aspects that weren’t optimized.

Concept Details
Payment Integrating payment applications, such as digital wallets or pay later feature, for payment options to customers.
Supply Chain Providing digital access to traders to connect with FMCG product distributors for more variant products at affordable prices.
Customer Experience Improving customer experience by providing purchasing apps. Some in the form of loyalty programs giving point credits for every transaction
Digital Product Allowing traders to serve purchasing or payment activities of various digital products, such as PPOB tax payment, train ticket, e-money top-up, and many more.

Those four models are getting adopted by local startups with various lines of products or retail segments. The public, either traders or buyers, are adjusting to the transformation. It was proven by the well-developed new retail startups.

The beginning of new retail in Indonesia

In 2014, Kudo (an acronym for Kios untuk Dagang) or kiosk for trading was launched. The service is to allow everyone, especially kiosk owners, to be able to sell any kinds of e-commerce products. The buyers allowed to choose any kinds of products and make payments through the kiosk. The concept was proven successful, as Kudo has been used by 2.6 million partners and become the biggest agent-based service in Indonesia.

Post Grab acquisition in 2019, they rebranded into GrabKios. The business model gets adjusted, from an e-commerce digital arm to focus more on the partner’s side to facilitate various kinds of payments, such as electricity bills, PDAM, and many more.

“Through technology, GrabKios expands the types of services offered by stalls such as credit and various bill payments, reduces the cost of stalls by providing convenience for traditional stalls to order merchandise (wholesale), and provides access to additional business capital and financial services through money transfer services (domestic remittance) and micro insurance and cash loans will be provided,” Head of GrabKios, Agung Nugroho said.

Furthermore, some e-commerce platforms are following the trend, such as Mitra Tokopedia and Bukalapak. It’s the same concept, allowing partners to become a digital arm to facilitate consumers for purchasing goods. The online-to-offline approach becoming the best extension among broadband expansion and digital literacy in the community.

Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products
Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products

Entering the year 2018, Kopi Kenangan has debuted with 121 billion Rupiah funding from Alpha JWC Ventures. The investment is said to be focused on business development through technology, one is to launch an app for store locator, ordering, payment support and loyalty program.

The well-received business model in the market providing a well-poured investment. After a few months, Kopi Kenangan announced follow-on funding worth of 282 billion Rupiah from Sequoia. In late 2019, they had secured Series A funding from several investors, including Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, and Jonathan Neman. They have managed to sell 3 million cups of coffee per month.

There is also Fore Coffee, a startup founded by East Ventures with similar products and approaches. The latest news, they’ve announced follow-on funding worth of 118 billion Rupiah from East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, and several angel investors.

“We also use various technologies, from our own mobile app to the existing technologies, such as Moka to monitor payments, Member.id for loyalty platforms, and Go-Food, GrabFood, and TravelokaEats as distribution platforms,” Fore Coffee’s Co-Founder & CEO Robin Boe explained the technology role in his startup.

Wahyoo also offers a new retail approach, targeting warteg (small restaurants) by providing digital access to the supply chain. The Founder & CEO, Peter Shearer said they have partnered with at least 7000 merchants from various regions. They’ve also received seed funding from Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter 1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

There are also some other startups offering new retail concepts with various business approaches.

The momentum

Kopi kenangan product, beverage at affordable price
Kopi kenangan product, beverage at affordable price

Numbers of partners, transaction value and capital flows received imply that new retail has been quite successful to validate the concept for the past few years. On further observation, they are prudent in placing their products to the most suitable customer segment.

Take the example of previously mentioned coffee products startup, they see a trend of “daily coffee” among millennials. To the existing coffee shop, as well-known Starbucks, the standard price is quite high. They offer beverages at relatively cheaper prices, but with improved customer experience.

It is very likely what startups like Kudo did, that is targeting partners from the countryside.

The large investment stream will allow players to perform the “growth hacking” strategy which has been successfully applied by startups in other verticals, such as ride-hailing or fintech. They could increase traction with a series of promo or massive expansion at many locations – and indeed, all the players are heading that way.

With a broader market share, more mature players and enthusiast investors; will new retail be the next big thing in the following years?


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memvalidasi Startup “New Retail” di Indonesia (UPDATED)

New retail mencoba menghubungkan pedagang dengan teknologi. Tujuannya memudahkan bisnis meningkatkan keuntungan dan menjangkau konsumen yang lebih luas. Secara konsep, pendekatan ini mencoba memberdayakan beberapa fitur yang sebelumnya telah matang diaplikasikan pada sistem e-commerce ke ritel konvensional. Tidak mendigitalkan seluruh proses bisnis, namun menyasar aspek-aspek tertentu yang dinilai belum optimal.

Konsep Keterangan
Pembayaran Membaurkan aplikasi pembayaran, misalnya digital wallet atau layanan pay later, untuk memberikan opsi pembayaran kepada pelanggan.
Rantai Pasokan Memberikan akses digital ke pedagang untuk terhubung dengan distributor produk FMCG, sehingga mendapatkan varian produk yang lebih beragam dan harga yang lebih terjangkau.
Pengalaman Pelanggan Meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menyediakan aplikasi pemesanan. Beberapa dalam bentuk program loyalitas untuk memberikan kredit poin di tiap transaksi yang dilakukan.
Produk Digital Memungkinkan pedagang untuk melayani pembelian atau pembayaran berbagai jenis produk digital, misalnya pembayaran PPOB, pembelian tiket kereta, pengisian e-money dan lain sebagainya,

Empat model di atas kini banyak diadopsi startup lokal dengan lini produk atau menyasar segmen ritel yang cukup beragam. Masyarakat pun, baik dari sisi pedagang maupun pembeli, menerima pembaruan itu dengan cukup baik. Terbukti dengan pertumbuhan bisnis banyak startup new retail yang mengagumkan.

Awal perkembangan new retail di Indonesia

Tahun 2014 Kudo (akronim dari Kios untuk Dagang Online) diluncurkan. Layanannya saat itu memungkinkan siapa saja, terutama pemilik warung untuk menjadi agen Kudo dan dapat menjual berbagai produk yang ada di e-commerce. Pembeli bisa memilih produk yang diinginkan dan membayar pesanan ke agen tersebut.

Namun seiring perkembangan bisnisnya, Kudo berfokus untuk memajukan warung tradisional di Indonesia agar menjadi serba bisa melayani berbagai produk dan layanan. Konsep tersebut cukup berhasil diaplikasikan, menjadikan Kudo dimanfaatkan 2,8 juta mitra usaha dan menjadi layanan keagenan terbesar di Indonesia. Pasca diakuisisi Grab, tahun 2019 mereka berubah nama jadi GrabKios dan semakin mempertegas komitmen untuk memberdayakan warung tradisional.

“Melalui teknologi, GrabKios memperluas jenis layanan yang ditawarkan warung seperti pulsa dan berbagai pembayaran tagihan, mengurangi biaya usaha warung dengan memberikan kemudahan kepada warung tradisional untuk memesan barang dagangan (grosir), serta menyediakan akses terhadap tambahan modal usaha dan layanan keuangan melalui layanan pengiriman uang (domestic remittance) dan akan disediakannya asuransi mikro dan pinjaman tunai,” jelas Head of GrabKios Agung Nugroho.

Setelah itu beberapa e-commerce menyusul, misalnya Mitra Tokopedia dan Bukalapak. Pendekatan online-to-offline menjadi jembatan terbaik di tengah perluasan pitalebar dan peningkatan literasi digital masyarakat.

Mitra Tokopedia
Program Mitra Tokopedia yang menyasar warung-warung di berbagai daerah untuk menjualkan produknya

Memasuki tahun 2018, Kopi Kenangan debut umumkan pendanaan 121 miliar Rupiah dari Alpha JWC Ventures. Investasi tersebut akan difokuskan perusahaan untuk peningkatan bisnis melalui teknologi, salah satunya meluncurkan aplikasi untuk pencarian toko, pemesanan, dukungan pembayaran dan program loyalitas.

Model bisnis yang diterima baik oleh pasar melancarkan kucuran investasi. Selang beberapa bulan, Kopi Kenangan umumkan pendanaan lanjutan 282 miliar Rupiah dari Sequoia dan akhir tahun 2019 kemarin mereka bukukan pendanaan seri A dari sejumlah investor, termasuk Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert dan Jonathan Neman. Mereka telah berhasil menjual 3 juta gelas kopi per bulan.

Dengan produk dan pendekatan yang hampir serupa ada juga Fore Coffee, startup binaan East Ventures. Terakhir mereka umumkan pendanaan lanjutan 118 miliar Rupiah dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, dan beberapa angel investor.

“Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti Moka untuk memantau pembayaran, Member.id untuk loyalty platform, serta Go-Food, GrabFood dan TravelokaEats sebagai platform distribusi,” terang Co-Founder & CEO Fore Coffee Robin Boe menerangkan pemanfaatan teknologi dalam startupnya.

Wahyoo juga tawarkan pendekatan new retail, menyasar warteg dengan memberikan akses digital untuk rantai pasokan. Dari pernyataan Founder & CEO Peter Shearer, saat ini mereka telah merangkul sekurangnya 7000 mitra dari berbagai wilayah. Mereka juga telah membukukan pendanaan awal dari Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Masih ada beberapa startup yang tawarkan konsep new retail dengan berbagai pendekatan bisnis.

Berkesempatan dapat momentum

Kopi Kenangan
Produk Kopi Kenangan, minuman kopi dengan harga yang relatif terjangkau

Capaian jumlah mitra, nilai transaksi dan arus modal yang diterima menyiratkan bahwa new retail cukup berhasil memvalidasi konsepnya selama beberapa tahun terakhir. Jika dianalisis lebih mendalam, mereka cukup cermat dalam menempatkan produknya ke segmentasi pelanggan yang tepat.

Ambil contoh untuk startup dengan produk kopi di atas, mereka melihat adanya tren “ngopi kekinian” di kalangan milenial. Ke kedai kopi yang ada, sebut saja Starbucks, standar harganya cukup tinggi. Lantas mereka hadir dengan produk kopi dengan harga yang relatif lebih murah, namun dengan pengalaman pelanggan yang juga ditingkatkan.

Pun demikian yang dilakukan oleh startup seperti Kudo yang lebih fokus menyasar mitra dari pedesaan.

Kucuran investasi besar yang didapat juga memungkinkan para pemain melakukan strategi “growth hacking” yang selama ini sukses diterapkan startup di vertikal lain, seperti ride-hailing atau fintech. Bisa saja mereka meningkatkan traksi dengan rangkaian program promo atau ekspansi besar-besaran di banyak titik – dan memang kini semua pemain tengah menuju arah sana.

Dengan pangsa pasar yang luas, pemain yang semakin matang dan investor yang makin terpikat; apakah new retail akan menjadi the next big thing di tahun-tahun berikutnya?

Update : Tambahan informasi dan komentar dari Head of GrabKios Agung Nugroho.