Tingkatkan Efisiensi Biaya, Garuda Indonesia Adopsi Teknologi Milik Alibaba Cloud

Seperti yang kita tahu, pandemi COVID-19 memicu pembatasan perjalanan secara global. Alhasil, semua maskapai penerbangan, tidak peduli besar ataupun kecil, terkena dampaknya. Situasi seperti ini, kalau menurut Garuda Indonesia, menyebabkan adanya peningkatan permintaan maskapai akan akselerasi transformasi digital.

Tujuannya tidak lain supaya maskapai penerbangan bisa tetap sigap dan sanggup bersaing melalui implementasi teknologi informasi yang disederhanakan, namun di saat yang sama juga telah disempurnakan untuk memberikan efisiensi. Demi mewujudkannya, Garuda Indonesia pun menunjuk Alibaba Cloud untuk menjadi penyedia layanan cloud resmi buat mereka.

Sokongan teknologi dari Alibaba Cloud pada dasarnya dirancang untuk mengurangi latensi jaringan maskapai, serta meningkatkan kinerja sekaligus reliability dari beberapa layanan digital milik Garuda Indonesia, mulai dari situs korporat sampai layanan ticketing-nya. Bukan cuma itu, waktu yang diperlukan untuk merilis aplikasi baru beserta update-nya secara keseluruhan tentu dapat dipersingkat.

Hasil akhir yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan efisiensi biaya, dan kalau menurut Pungky Prasetyawan selaku Head of IT Digital Transformation di Garuda Indonesia, peningkatannya bisa mencapai angka sebesar 60%, dan ini tentu sangat krusial jika melihat kerugian besar yang dialami oleh banyak maskapai selama masa pandemi.

“Di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini, perusahaan harus mampu beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, salah satu caranya dengan memperkuat aset digital guna memberikan pengalaman digital yang mulus bagi pelanggan. Kami harap kerja sama dengan Alibaba Cloud ini dapat mendukung upaya kami dalam mengimplementasikan strategi efisiensi biaya dengan dukungan teknologi informasi, khususnya teknologi cloud,” tambah Pungky dalam siaran persnya.

Gambar header: Depositphotos

Lain Dulu Lain Sekarang, Inovasi Teknologi Kargo dari Maskapai Penerbangan

Perusahaan maskapai kini beradu di ranah logistik kargo dalam upaya menyelamatkan diri dari pengaruh pandemi. Cerahnya potensi bisnis platform e-commerce yang belum menunjukkan tanda penyurutan menambah optimisme untuk terjun ke sana.

Dibukanya ranah bisnis baru ini oleh pemerintah karena okupansi penumpang menurun drastis karena pemberlakuan PSBB dan kompaknya penutupan pintu masuk kedatangan turis oleh berbagai negara. Akhirnya ratusan pesawat harus dikandangkan (grounded) dan merumahkan karyawannya demi efisiensi.

Di sisi lain, pemain “dadakan” menguntungkan para pemain logistik last mile karena semakin banyak pilihan armada yang bisa mereka pilih untuk pengiriman antar pulau. Hanya saja, inovasi teknologi yang dihadirkan maskapai lokal tidak jauh berbeda dengan apa yang kebanyakan ditawarkan perusahaan logistik last mile.

International Air Transport Association (IATA) bersama PwC merekomendasikan pemain maskapai untuk membuat solusi yang bisa mengatasi pain point dari pemain e-commerce. Dalam penelitiannya, mereka mengklasifikasikan 50 pemain e-commerce global teratas berdasarkan empat kategori model logistik yang mereka anut dan pain-point dari kategori tersebut.

Masalah tersebut adalah kurangnya visibilitas; risiko keterlambatan; ketergantungan pada pihak ketiga; kontrol perbatasan dan masalah logistik terbalik. Keseluruhan masalah ini bisa diatas oleh kargo udara. Ada empat model bisnis yang bisa ditawarkan, bisnis yang terdedikasi penuh; pengirim barang lewat udara; hybrid; atau Courier, Express, and Parcel (CEP).

“Rekomendasi kami adalah menentukan model logistik mana yang ingin mereka layani dan bekerja untuk memperbaiki pain-points tersebut bersama-sama, menggunakan pendekatan jaringan transportasi ujung ke ujung. Menghubungkan para pihak melalui berbagi data akan, pada gilirannya, mengoptimalkan proses mereka.”

Inovasi teknologi ini punya andil penting dalam mendukung ekosistem. Punya obyektif yang sama, tapi implementasi yang beda saat masih fokus pada bisnis pengangkutan penumpang. Misalnya penggunaan aplikasi dengan beragam fitur untuk permudah booking pesawat, atau memesan makanan in-flight dengan beragam metode pembayaran.

Menyeriusi bisnis kargo

Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Yosephine Sinaga menerangkan, bisnis kargo kini menjadi salah satu bisnis utama dalam layanan charter yang paling berkontribusi terhadap bisnis grup. Pertumbuhannya diklaim kian meningkat selama pandemi. Sayangnya, ia tidak mencantumkan angka detail lebih dalam.

Sebagai catatan, AirAsia menjalankan bisnis kargo di bawah entitas terpisah bernama Teleport sejak 2018. Di bawah entitas ini, AirAsia memosisikan diri sebagai penyedia jasa kargo udara untuk pasar kargo ritel dalam negeri melayani kebutuhan pengiriman barang dan komoditas dengan jumlah relatif sedikit ke berbagai kota di Indonesia dan Asia Pasifik.

Pengirimannya dengan menggunakan aset AirAsia yang terdiri dari pesawat penumpang (passenger charter) dan pesawat kargo (cargo charter). Jenis Airbus A320-200 yang dapat dioperasikan dalam dua konfigurasi, khusus kargo kapasitasnya berjumlah 17 ton, sementara penerbangan angkut penumpang, ruang kargo yang tersedia sekitar 5-6 ton.

“Dalam periode pemulihan ekonomi saat ini, bisnis kargo menjadi sangat vital untuk menggenjot roda perekonomian. Melalui Teleport Indonesia, kami akan segera melakukan ekspansi di Indonesia dengan tidak hanya berfokus melayani perusahaan pengiriman, tetapi juga bisnis e-commerce yang sangat tinggi permintaannya di Indonesia,” terangnya kepada DailySocial.

Kondisi yang berbeda dimiliki Garuda Indonesia. Perusahaan pelat merah ini tergolong masih baru terjun ke industri logistik. Saat ini hanya Citilink yang sudah memiliki unit pesawat kargo (freight), sedangkan Garuda belum.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, selama ini perusahaan terlalu sibuk di bagian penumpang. Padahal di dalam badan pesawat, kurang lebih terdiri atas 50% bagian atas [penumpang] dan 50% bagian bawah [kargo].

Sebelumnya dalam kondisi normal, bisnis pengangkutan penumpang di Garuda Indonesia menyumbang 80% dari total bisnis. Kini bisnis penumpang anjlok hingga 90%. Bisnis kargo dan carter diproyeksikan bisa berkontribusi antara 40%-60%.

“Kita sangat sibuk mengurus di bagian atas yang tentunya memang penting, namun kita melupakan bagian bawah,” kata Irfan dikutip dari Republika.

Dia melanjutkan, “Moda transportasi pengiriman barang yang paling murah dan cepat adalah pesawat. Oleh sebab itu, sekarang kami sangat fokus untuk diskusi soal kargo, dan tampaknya semua maskapai memikirkan hal yang sama.”

Untuk mengoptimalkan itu, lewat anak usahanya Aerojasa Cargo, perusahaan merilis KirimAja yang merupakan layanan cargo door to door berbasis aplikasi yang dilayani oleh armada Garuda Indonesia dan Citilink.

KirimAja menggunakan konsep bisnis berbasis komunitas, membuka kesempatan masyarakat menjadi agen Sohib KirimAja. Sebagai agen, mereka bertugas menerima paket dari pengirim sebelum diteruskan kepada kurir.

Kurir ini bertugas melakukan penjemputan paket ke lokasi pick up dan drop point dan mengantarkannya ke penerima akhir. Di dalam aplikasi tersebut, pengirim dapat melacak status pengiriman secara real-time.

Strategi Lion Air

Situasi bisnis Lion Air Group tak jauh berbeda dengan maskapai lain pada umumnya. Namun mereka terbantu kinerja anak usahanya yang bergerak di bidang logistik, Lion Parcel, yang dirintis sejak 2013. Lion Parcel bertindak sebagai perusahaan logistik last mile, bertarung dengan pemain sejenisnya di Indonesia.

CEO Lion Parcel Farian Kirana mengklaim kinerja perusahaan terus tumbuh secara eksponensial hingga pandemi berlangsung. Memasuki awal tahun ini, pengiriman paket dan dokumen melonjak di angka 90-100 ton per harinya. Bahkan saat penerapan PSBB, Lion Parcel mencatatkan pertumbuhan jumlah paket sebesar 17%.

Selama periode tersebut, barang yang sering dikirimkan adalah pakaian, masker, dan alat kesehatan. Kota asal dengan pengiriman terbanyak datang dari Jakarta, Medan, dan Tangerang; sementara untuk kota tujuan pengiriman adalah Jakarta, Makassar, dan Medan. Sayangnya, dia enggan membeberkan kontribusi Lion Parcel terhadap bisnis grup.

“Kami pun sudah bekerja sama erat dengan berbagai [pemain] e-commerce di Indonesia seperti Tokopedia dan Bukalapak, sehingga pengiriman kami dapat melayani penjual dan pelanggan yang bertransaksi di [platform] e-commerce,” terang Farian.

Karena Lion Parcel menjadi anak usaha Lion Air Group, maka mereka bisa memanfaatkan aset pesawat sebagai armada pengiriman lewat udara. Dia mengatakan, Lion Air memiliki 283 pesawat dan konektivitas darat yang dikelola oleh mitra perusahaan tersebar di 188 kota. Hal tersebut mencakup 1.000 mitra kurir virtual Point of Sales (POS) dan 7.000 POS.

Inovasi teranyar yang perusahaan kembangkan dengan memanfaatkan aset grup adalah Onepack, layanan next day delivery dengan success rate mencapai 95%. Layanan ini memanfaatkan jaringan penerbangan Lion Air Group dari barat sampai ke timur, termasuk rute-rute perintis yang dioperasikan Wings Air dengna jadwal penerbangan lebih pasti.

“Dalam tahap awal, konsumen bisa menikmati layanan ini untuk pengiriman barang dari Jakarta ke 28 kota dari 18 kota ke Jakarta. Diluncurkannya kembali produk ini merupakan jawaban kami untuk memberikan layanan dan solusi terbaik yang sesuai dengan kondisi di masa pandemi saat ini.”

Perkembangan teknologi yang dihadirkan Lion Parcel berupa aplikasi yang dilengkapi fitur pick up request, drop off, live tracking, dan cek tarif. Dari fitur pick up request, konsumen tidak perlu keluar rumah karena kurir akan mendatangi lokasi pembeli untuk menjemput paketnya.

“Kami menjalankan kemitraan dengan model low asset model sehingga lebih fleksibel memudahkan peningkatan skalabilitas bisnis, seperti penambahan jumlah kurir, mitra POS, dan pembukaan destinasi baru yang dikelola konsolidator. Model ini dapat menciptakan kesempatan baru economy sharing,” tutup Farian.

Tren aviasi global

Langkah yang diambil maskapai di atas mencerminkan kondisi global. Mengutip laporan The Load Star, bisnis pengangkutan penumpang turun hingga 74% secara year-on-year pada April 2020. Di Amerika Serikat saja, pada bulan yang sama, bisnis ini turun hingga 94%.

Maskapai asal Inggris Virgin Atlantic misalnya, menambah penerbangan kargo lebih dari sepertiga menjadi 600 selama Juni, lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Lalu maskapai dari Finlandia, Finnair yang menambah kapasitas kargo dengan mengeluarkan kursi kelas ekonomi dari kabin di dua unit Airbus A330-nya. Hal yang sama juga dilakukan maskapai besar lainnya, seperti British Airways, Lufthansa, Emirates, dan United.

Dampak pivotnya maskapai adalah kebutuhan moderinisasi kargo dengan sistem IT terkini. American Airlines disebutkan menangguhkan sebagian besar proyek IT-nya selama pandemi, kecuali divisi kargo yang direorganisasi. Sistem IT di divisi tersebut dimodernisasi secara maksimal untuk mengurangi hambatan yang awalnya membutuhkan 100 dokumen digital, kini hanya 10 saja.

AirAsia juga mendigitalkan jaringan kargo udara berbasis blockchain, yang disebut Freightchain. Layanan ini menawarkan jaringan digital untuk mengonfirmasi dan melacak kargo udara secara transparan berdasarkan teknologi blockchain ledger yang didistribusikan.

Pengirim dapat menemukan semua koneksi jaringan kargo yang tersedia yang dimiliki oleh maskapai penerbangan. Caranya dengan memberi transparansi mengenai bagaimana kargo mereka berpindah dari titik A ke titik B. Sistem ini juga akan memfasilitasi pemesanan berdasarkan permintaan real time menggunakan proses penawaran yang kemudian divalidasi di blockchain.

Freightchain dapat menyederhanakan proses pemesanan sampai konfirmasi 10 kali lebih cepat daripada metode tradisional. Sebelum diresmikan ke publik pada April lalu, Freightchain telah diujicobakan untuk pengiriman kargo berisi obat-obatan dari India ke Mongolia.

Sistem ini memesan rencana perjalanan instan melalui Kuala Lumpur, Malaysia, dan Seoul, Korea Selatan, secara real time melalui penerbangan dengan tiga operator berbeda menggunakan kontrak pintar pada blockchain.

Karena tidak tersedianya penerbangan langsung dari Bengaluru ke Ulan Bator, pengirim harus menemukan secara manual ketersediaan semua penerbangan yang terhubung dan menghubungi banyak agen untuk menyelesaikan tautan di beberapa maskapai.

Dengan Freightchain, semua data koneksi, kontak, dan kontrak ada di dalam blockchain, membuatnya mudah untuk mengidentifikasi tautan, memesan penerbangan, dan mengonfirmasi rencana perjalanan.

Meski pemain maskapai sedang terlunta-lunta, di sisi lain permintaan pesawat kargo tetap ada, terutama datang dari perusahaan e-commerce raksasa. Mengutip The STAT Trade Times, lini kargo udara milik Amazon, Amazon Air, mengungkapkan akan menyewa tambahan 12 unit pesawat Boeing 767-300 yang akan dikonversi menjadi pesawat kargo untuk menangangi kenaikan permintaan transaksi. Amazon Air akan memiliki 80 unit pesawat secara total.

Unit logistik milik Alibaba, Cainiao Smart Logistics Network, mengumumkan rencananya untuk melipatgandakan jumlah pesawat kargo, dari 260 menjadi 1.260 dalam sembulan bulan mendatang. Durasi pengiriman akan jauh lebih cepat menjadi tiga sampai lima hari untuk pengiriman internasional, dari sebelumnya tujuh sampai 10 hari.

Tantangan di industri

Pengamat logistik sekaligus CEO PowerCommerce.Asia Hadi Kuncoro mengatakan, pergeseran model bisnis di atas terjadi karena perubahan perilaku konsumen yang didorong perkembangan teknologi digital. Kondisi itu telah menggeser area bisnis perdagangan menuju perdagangan direct-to-consumer (e-commerce).

“Maka sangat wajar ketika pemain industri melihat ini sebagai peluang yang mengakibatkan para pelaku maskapai penerbangan pun melakukan ekstensi bisnis ke ranah hilir sebagai penyedia last mile,” kata Hadi.

Kendati demikian, bertambahnya pemain ini tentu semakin memberikan tekanan persaingan yang tinggi diantara pelaku industri. Namun dalam kapasitas peluang, Indonesia ini sangat besar jadi masih sangat wajar.

“Konsumer akan semakin diberikan keuntungan dengan banyaknya pilihan dan harga yang kompetitif. Yang harus dijaga adalah bagi pelaku yang menguasai dari hulu ke hilir seperti para maskapai ini wajib dipantau oleh pemerintah dalam hal penguasaan monopolistis dalam bisnis e-logstics ini.”

Dia melanjutkan, saat ini infrastruktur jalan tol berkembang pesat, menyambung Pulau Jawa dan Sumatera. Oleh karenanya, pergeseran e-logistics kini menjadi sangat optimal di distribusi darat melalui tol untuk kota-kota besar di kedua pulau tersebut.

“Peluang terbesar untuk kargo udara dari para maskapai penerbangan ini adalah berfokus pada distribusi destinasi ke luar Jawa. Bahkan dalam jangka panjang seharusnya pemerintah dan pelaku Industri penerbangan mulai berfikir mengkoneksikan negara-negara ASEAN.”

Dia melanjutkan, “Koneksi ASEAN akan membuka peluang. Tidak hanya menggunakan fasilitas pesawat komersial penumpang, namun juga pengoperasian pesawat kargo (freighter cargo) ke beberapa destinasi gemuk luar jawa dan negara-negara ASEAN.”

Mendukung pernyataan Hadi, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memaparkan, secara umum pemain logistik belum menjadikan pengiriman lewat udara menjadi pilihan utama. Pertimbangan utamanya adalah harga yang berbanding jauh dibandingkan dengan armada laut.

“Pengiriman kargo lewat udara untuk pengiriman keluar Jawa masih sangat sedikit dibandingkan laut. [kisarannya] Hanya 7%-10% dari kargo laut karena memang harga kargo udara kan sangat berbeda jauh,” ucapnya.

Sementara pengiriman antar kota di dalam Jawa yang cenderung lebih banyak menggunakan jalur darat daripada udara sejak kehadiran jalur tol Trans Jawa. Terlebih selama pandemi ini jalur udara belum banyak jadwal yang tersedia.

“Padahal untuk pemain logistik ekspres, kargo udara adalah pilihan utama karena butuh cepat. Tapi untuk tujuan pengiriman di dalam Jawa sudah mulai beralih ke darat selama pandemi ini.”

Kendati begitu, ramainya maskapai yang terjun ke bisnis kargo patut ia apresiasi. Biaya kargo udara bisa saling berkompetisi memberikan harga terbaik. Bagi industri, ketergantungan terhadap kargo udara sangat tinggi terutama saat menjangkau pengiriman ke kota-kota di luar Jawa yang memang pilihan paling efisien hanya lewat udara.

Dari pengamatan Zaldy, selama pandemi ini harga pengiriman yang ditawarkan maskapai penerbangan relatif sama dengan kargo udara [pesawat kargo]. Dengan catatan, ada beberapa rute yang turun tapi penurunannya tidak banyak.

“Kita harapkan dengan makin banyaknya maskapai penerbangan menyediakan kargo udara, seharusnya harga bisa lebih turun lagi.”

Menurutnya, apabila perusahaan maskapai bisa fokus pada layanan kargo udara dengan pelayanan terbaik dan harga yang bersaing, hal itu akan membantu ekosistem secara keseluruhan. Jangan sampai maskapai akhirnya tergiur menjadi perusahaan kurir logistik karena itu bukan bisnis utamanya.

Zaldy yang juga menjabat COO Paxel mengatakan, khusus Paxel sendiri sudah menjadi pengguna setia pesawat kargo untuk melayani pengiriman same day. Namun karena pandemi, layanan ini akhirnya harus diubah menjadi next day.

“Sampai sekarang Paxel masih memanfaatkan air cargo untuk [pengiriman] keluar Jawa, tapi layanan same day belum bisa karena jadwal pesawat yang masih tidak pasti [karena pandemi]. Jadinya enggak bisa same day, jadinya next day,” tutupnya.

Gojek and Garuda Indonesia to Launch Inter-City Logistics

Gojek and Garuda Indonesia is finalizing their partnership for logistics solution. To Reuters, Garuda’s CEO, Ari Ashkara said the team are expecting an agreement in the next few months.

In this scheme, consumers will be able to use Gojek’s app to send package across cities in Indonesia using Garuda’s baggage. It’ll make the inter-island delivery faster where Indonesia’s logistics still pursuing, through over 17 thousand islands. In addition, Lion Air as the competitor has started the initiative, involving marketplace platform, with Lion Parcel.

Gojek has just obtained the first part of Series F funding, it is said to drive the valuation to $ 9 billion (over 120 trillion rupiah). Garuda, as a public company, based on today’s shares closing, has “only” 12.74 trillion rupiah market capitalization.

Logistics is a very captivating market in the current e-commerce era, considering Indonesia is an archipelago within 5000 km reach. When PT Pos Indonesia struggling in maintaining its business and market, more and more new technology-based logistics companies emerged.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek dan Garuda Indonesia Siapkan Platform Logistik Antarkota

Gojek dan Garuda Indonesia saat ini tengah melakukan finalisasi kemitraan antara kedua belah pihak untuk solusi logistik. Kepada Reuters, CEO Garuda Ari Ashkara menyebutkan pihaknya mengharapkan kesepakatan akan terjalin dalam beberapa bulan ke depan.

Melalui skema ini, konsumen nantinya bisa menggunakan aplikasi Gojek untuk mengirim barang antarkota di Indonesia memanfaatkan armada Garuda. Solusi ini akan mempercepat pengantaran barang antar pulau yang selama ini menjadi momok logistik di Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau. Selain Garuda, kompetitornya, Lion Air, juga telah memulai inisiatif ini, termasuk menggandeng platform marketplace, melalui Lion Parcel.

Gojek baru saja memperoleh bagian pertama pendanaan Seri F yang disebut mendorong valuasi perusahaan menjadi $9 miliar (lebih dari 120 triliun Rupiah). Garuda sebagai perusahaan terbuka, berdasarkan penutupan saham hari ini, memiliki kapitalisasi pasar “hanya” 12,74 triliun Rupiah.

Pasar logistik adalah pasar yang sangat menarik di era e-commerce saat ini, apalagi Indonesia adalah negara kepulauan yang bentangannya mencapai lebih dari 5000 km. Di saat PT Pos Indonesia keteteran mempertahankan bisnis dan pasarnya, makin banyak bermunculan perusahaan logistik baru yang berbasiskan teknologi untuk operasionalnya.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng JD.ID, Garuda Indonesia Luncurkan GarudaShop

Hari ini Garuda Indonesia secara resmi mengumumkan kerja sama strategis dengan JD.ID dengan meluncurkan kanal khusus “GarudaShop” di situs dan aplikasi JD.ID. Kerja sama yang nantinya akan berjalan selama dua tahun ini akan memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk membeli semua produk hingga merchandise resmi dari Garuda Indonesia yang selama ini dijual di udara (on board selling).

Kepada media Direktur Marketing dan Teknologi Informasi Nina Sulistyowati mengungkapkan, dipilihnya JD.ID sebagai mitra layanan e-commerce dari Garuda Indonesia didasarkan pada track record yang positif dari kerja sama sebelumnya dengan anak usaha dari Garuda Indonesia, Citilink.

“Kerja sama ini terdiri dari dua tahapan, yaitu satu tahun pertama fokus kepada awareness dan penjualan dan satu tahun terakhir kami dari Garuda Indonesia akan melakukan evaluasi terkait dengan kelanjutan kerja sama dengan JD.ID,” kata Nina.

Dipilihnya JD.ID menjadi mitra dari Garuda Indonesia sebelumnya telah melalui proses seleksi yang panjang dan transparan. Salah satu alasan JD.ID ideal menjadi mitra dari Garuda Indonesia adalah adanya kesamaan lima wilayah yang layanan, channel distribusi yang besar hingga kepemilikan dari toko sendiri.

Memanfaatkan Go Express dari Garuda Indonesia

Untuk proses pengiriman, Garuda Indonesia akan memanfaatkan layanan milik sendiri yaitu Go Express. Layanan logistik tersebut diklaim mampu untuk mengirimkan ke semua wilayah layanan langsung sampai ke rumah pembeli.

“Kami ingin membantu masyarakat yang terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia, yang selama ini kerap kesulitan membawa pulang barang yang dibeli on board. Dengan GarudaShop, semua barang tersebut bisa dibeli sebelum, saat di pesawat atau setelah turun dari pesawat langsung dari situs JD.ID,” kata Nina.

Meskipun untuk tahap awal proses logistik masih dilakukan sendiri oleh Garuda Indonesia, namun demikian pihak JD.ID menyebutkan nantinya melihat kondisi yang ada, akan turut melakukan proses distribusi menggunakan mitra logistik pihak ketiga dari JD.ID.

Target pendapatan dari penjualan dari Garuda Indonesia dan JD.ID

Turut hadir dalam kesempatan tersebut Presiden Direktur JD.ID Zhang Li yang menyambut baik kerja sama dengan penerbangan nasional milik Indonesia ini. Melalui kerja sama ini JD.ID menargetkan penjualan barang hingga 10 ribu produk dalam waktu satu tahun.

“Saya melihat produk yang akan banyak dibeli oleh masyarakat adalah produk resmi milik Garuda Indonesia, barang-barang untuk travelling hingga brand lain yang tersedia di kanal khusus Garuda Indonesia.”

Disinggung tentang target pendapatan dari Garuda Indonesia terkait dengan kanal penjualan di JD.ID, disebutkan selama satu tahun pertama diharapkan Garuda Indonesia bisa memperoleh pendapatan hingga $1 juta.

“Kerja sama dengan JD.ID ini merupakan salah satu upaya Garuda Indonesia untuk mengembangkan bisnis Ancillary Revenue yang terus tumbuh untuk dikembangkan. Garuda Indonesia menargetkan pendapatan dari Ancillary Revenue tahun 2018 sebesar $54 juta,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala Mansury.

Application Information Will Show Up Here

Grab and Garuda Indonesia Form Strategic Partnership

Today, (12/11), Grab and Garuda Indonesia officially signed an agreement to begin strategic partnership. For users, this partnership will connect both loyalty programs. Previously, a similar partnership has been developed between Grab and Singapore Airlines in this early Oktober.

Garuda Indonesia’s customers can now enjoy Grab Gift voucher for purchasing Garuda Indonesia tickets online. In contrast, Grab Indonesia’s customer will get a chance to be Garuda Miles member and exchange Grab Rewards into Garuda Miles points.

Garuda Miles is a service product for Garuda Indonesia’s loyal customers. It is reportedly to have more than 1.6 million members by 6 levels. Grab Rewards on the other hand is Grab’s loyalty program.

“The partnership is Garuda Indonesia’s continuous project to value its customer, particularly in providing more options to exchange Garuda Miles points. However, for Grab customers, by having Garuda Miles, customer can access partnership services and all airports worldwide. Data mileage can be exchanged into travel usage and other available benefits,” Pahala N. Mansury, Garuda Indonesia’s President Director, said.

Besides customers, the strategic partnership will be used in providing added value for Garuda Indonesia’s employees. Through Grab for Business, employees can now enjoy Grab for daily needs. Grab will also be an on-demand transport partner to maximize Cargo Garuda Indonesia’s door-to-door services.

Ridzki Kramadibrata, Grab Indonesia’s Managing Director, in his statement said, “Grab and Garuda Indonesia have a same commitment to constantly innovate and provide the best and safest travel experience to the customers. Through Grab Rewards loyalty program integration with Garuda Miles, we expect our customers to have meaningful and beneficial journey. We are glad to welcome the strategic partnership and will focus on continuously improving user experience by using our extensive service network.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab dan Garuda Indonesia Jalin Kerja Sama Strategis

Hari ini (11/12) Grab dan Garuda Indonesia resmi menandatangani sebuah nota kesepahaman untuk memulai kerja sama strategis antar perusahaan. Secara umum bagi pengguna, kerja sama ini akan menghubungkan program loyalitas dari kedua perusahaan untuk bisa dinikmati secara bersama. Sebelumnya kerja sama serupa juga telah dilakukan Grab bersama Singapore Airlines pada awal Oktober lalu.

Para pengguna maskapai Garuda Indonesia kini dapat menikmati manfaat voucher GrabGift untuk pembelian tiket Garuda Indonesia secara online. Sebaliknya, pelanggan Grab di Indonesia juga akan memiliki kesempatan untuk menjadi anggota GarudaMiles dan menukarkan akumulasi poin GrabRewards yang dimilikinya dengan GarudaMiles.

GarudaMiles merupakan produk layanan yang diperuntukkan bagi pelanggan setia Garuda Indonesia. Dikabarkan kini telah memiliki jumlah lebih dari 1,6 juta anggota dengan 6 tingkatan keanggotaan. Sedangkan GrabRewards merupakan program loyalti Grab.

“Kerja sama ini merupakan upaya terus-menerus Garuda Indonesia untuk memberikan nilai lebih bagi para pengguna jasanya, khususnya dalam memberikan lebih banyak pilihan untuk menukarkan GarudaMiles yang dimiliki. Sementara itu, bagi pengguna Grab, dengan memiliki GarudaMiles, pemegang kartu dapat mengakses layanan dan kemudahan berbagai mitra, dan bandara di seluruh dunia. Data mileage atau jarak tempuh perjalanan dapat juga ditukar dengan manfaat perjalanan dan benefit lain yang tersedia,” sambut Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N. Mansury.

Selain bagi pengguna, kerja sama strategis ini juga akan dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah bagi karyawan Garuda Indonesia. Melalui program Grab for Business, kini para karyawan dapat memanfaatkan layanan transportasi Grab untuk kebutuhan sehari-hari. Grab juga akan menjadi mitra transportasi on-demand guna memaksimalkan jaringan layanan door-to-door Cargo Garuda Indonesia.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata dalam sambutannya mengatakan, “Grab dan Garuda Indonesia memiliki komitmen yang sama untuk senantiasa berinovasi dan memberikan pengalaman berkendara terbaik dan aman kepada para pelanggan. Melalui integrasi program loyalitas GrabRewards dengan GarudaMiles, kami berharap dapat menjadikan perjalanan para pelanggan lebih bermakna dan sarat manfaat. Kami menyambut gembira kerja sama strategis ini dan akan fokus untuk pada peningkatan pengalaman pengguna secara berkesinambungan dengan memanfaatkan jaringan layanan kami yang luas.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Garuda Indonesia Dikabarkan Memang “Boikot” Traveloka (UPDATED)

Sudah beberapa hari ini konsumen mengalami kesulitan untuk mengakses informasi dan membeli tiket Garuda Indonesia dan Citilink melalui Traveloka. Menariknya layanan sejenis justru berpromosi soal ketersediaan dua maskapai nasional ini di sistemnya. Menurut sumber yang terpercaya, memang ada masalah bisnis dan kepercayaan antara Garuda Indonesia dan Traveloka yang menyebabkan “tertutupnya” kanal penjualan antara kedua belah pihak.

Terhadap pertanyaan konsumen, yang tidak cuma 1-2 kali, pihak layanan pelanggan Traveloka menyebutkan ada gangguan antara sistemnya dengan Garuda Indonesia. Sesungguhnya, di balik layar, isunya lebih besar.

Menurut sumber kami, pelaksanaan Traveloka Online Travel Fair yang berbarengan dengan Garuda Indonesia Travel Fair fase 2 awal Oktober ini ternyata tidak berdampak baik bagi hubungan keduanya. Traveloka Online Travel Fair, selain berbarengan waktunya dan mengusung slogan “tak perlu antre”, justru menggandeng sejumlah maskapai asing yang artinya mengambil kue pendapatan Garuda Indonesia secara langsung.

Dampak hilangnya pendapatan karena travel fair yang berbarengan dan isu kepercayaan, karena Traveloka sendiri adalah mitra penjualan Garuda, membuat pihak manajemen Garuda Indonesia memutuskan, setidaknya untuk saat ini, menutup kanal penjualan dengan layanan yang didirikan tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert ini. Belum ada informasi berapa lama “boikot” ini akan berlangsung.

Hilangnya akses ke Garuda Indonesia dan Citilink jelas berdampak besar bagi kedua belah pihak. Traveloka sendiri disebutkan saat ini adalah layanan OTA berbasis online terbesar di Indonesia dan termasuk yang digadang-gadang menjadi startup unicorn berikutnya mengikuti jejak Go-Jek.

Kami belum mendapatkan pernyataan resmi terkait hal ini dan bakal menginformasikan lebih lanjut jika mendapatkan pembaruan dari kedua belah pihak.

Update: Berdasarkan informasi lanjutan, penutupan ini hanya berlangsung selama sampai minggu ini dan minggu depan sudah kembali normal

Application Information Will Show Up Here

Garuda Indonesia Akan Sediakan Fasilitas Wi-Fi Gratis dan Sistem Transaksi Berbasis Elektronik

Bagi sebagian orang, berada di dalam pesawat yang sedang mengudara adalah pengalaman yang kurang mengenakkan. Bukan karena mereka takut ketinggian, melainkan karena mereka tidak bisa membalas mention di Twitter atau mengunggah foto ke Instagram, alias tidak punya akses internet.

Untungnya problem semacam ini akan terselesaikan dalam beberapa tahun ke depan, dengan catatan maskapai penerbangan yang Anda pilih adalah Garuda Indonesia. Yup, maskapai yang lahir dengan nama KLM Interinsulair Bedrijf tersebut berencana menyediakan fasilitas internet atau Wi-Fi gratis di semua armadanya.

Sejauh ini fasilitas Wi-Fi gratis ini baru dipasang di armada berbadan lebar seperti pesawat Boeing 777-300 ER. Akan tetapi selanjutnya fasilitas yang sama juga akan disematkan pada armada berbadan sedang, hingga akhirnya mencakup setiap pesawat penumpang milik Garuda.

Bersamaan dengan pemasangan Wi-Fi gratis, tentu saja Garuda juga berencana melangsungkan peremajaan interior pada kabin pesawat, khususnya di kelas ekonomi, dimana Garuda memang masuk sebagai salah satu maskapai dengan kelas ekonomi terbaik di dunia.

Tidak ketinggalan juga adalah peningkatan kapasitas dan sistem teknologi informasi. Ke depannya, Garuda akan membangun sistem berbasis elektronik, sehingga semua transaksi pun bisa berlangsung secara digital.

Seperti apa contohnya? Salah satunya menurut saya adalah boarding pass digital yang terintegrasi dengan aplikasi seperti Google Now. Paling tidak dalam 1 – 2 tahun mendatang, Garuda akan membangun infrastruktur sistem teknologi informasi yang memadai guna mendukung aktivitas korporasi dan penumpang.

Sumber: Detik Finance. Gambar header: Garuda Indonesia via Shutterstock.

Garuda Indonesia Luncurkan Aplikasi Mobile Terbaru

Garuda Indonesia perbarui UI/UX aplikasi mobile-nya dan perkaya fitur / Shutterstock

Mobile service dalam waktu dekat bakal menjadi senjata utama layanan berbagai bisnis, tak terkecuali bagi Garuda Indonesia sebagai pemimpin di industri penerbangan Tanah Air. Tak ingin tertinggal, pihak Garuda Indonesia secara resmi meluncurkan aplikasi mobile terbaru mereka yang telah disempurnakan hari ini, Rabu (29/4).

Continue reading Garuda Indonesia Luncurkan Aplikasi Mobile Terbaru