Berharap Gemuruh Pertentangan Taksi Online Berakhir Lewat Revisi PMP Nomor 32/2016

Pemerintah akhirnya menjawab akan segera melakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PMP) Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, pasca aksi demonstrasi yang terjadi baru-baru ini di berbagai daerah.

Revisi ini rencananya akan diketuk palu pada 1 April 2017. Dalam aturan tersebut, nantinya akan ada 11 poin penting yang patut diperhatikan oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi (Grab, Uber dan Go-Car), serta mitra pengemudinya. Mulai dari perubahan definisi, tarif, kuota kendaraan, STNK berbadan hukum, kapasitas mesin kendaraan hingga pemberian sanksi.

Semangat yang ingin disampaikan oleh pemerintah sebenarnya cukup baik, yakni meredakan perselisihan dengan menyediakan aturan yang diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan kedua belah pihak.

Aturan main tersebut kini bisa dibilang jadi lebih jelas untuk perusahaan transportasi berbasis aplikasi, mengingat sudah ada payung hukum yang akan selalu memantau seluruh pergerakan mereka.

Beberapa aturan yang harus dipatuhi misalnya pengemudi taksi online diharuskan memakai stiker khusus berbentuk bulat sebagai simbol dari roda dan di dalamnya terdapat huruf T yang merupakan tanda dari kata Taksi.

Jumlah kendaraan beredar pun juga akan dibatasi sesuai kebutuhan daerah setempat. Kapasitas akan ditentukan dan terbuka kemungkinan untuk evaluasi berkala secara tahunan.

Dari sisi tarif, pemerintah menerapkan batas atas dan batas bawah agar terjadi keseimbangan dengan mode transportasi publik konvensional. Besaran tarif akan bergantung pada masing-masing Pemda setelah menampung aspirasi dari pengusaha angkutan kota dan mitra transportasi online.

Prediksi saya ada beberapa poin yang mungkin akan memberatkan perusahaan transportasi berbasis aplikasi dalam revisi ini. Yang pertama mengenai pajak dengan salah satu persyaratan yang menetapkan bahwa mereka harus mempunyai/menguasai server atau pusat data yang berdomisili di Indonesia.

Yang kedua adalah akses dashboard yang bisa diakses oleh pemerintah untuk memantau operasional pelayanan angkutan dalam pengawasan dan pembinaan operasional. Pemerintah meminta aplikasi dashboard paling sedikit memuat profil perusahaan, data seluruh perusahaan angkutan umum yang bekerja sama, data seluruh kendaraan dan pengemudi, dan layanan pelanggan berupa telepon, email, dan alamat kantor perusahaan.

Kedua aturan ini mungkin kurang cincai bagi perusahaan transportasi online. Pasalnya, perusahaan yang notabenenya berasal dari pemain luar umumnya menempatkan pusat datanya di luar negeri, mungkin yang terdekat di Singapura. Sepengetahuan saya, masih jarang perusahaan teknologi yang menempatkan pusat datanya di lokal mengingat belum terjaminnya keamanan komputasi awan.

Belum lagi aturan mengenai akses dashboard. Mau tak mau perusahaan tersebut harus membuka diri dengan menyerahkan data-data pentingnya kepada pemerintah untuk dipantau terus sistem operasionalnya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dalam revisi ini pemerintah sudah mengajak diskusi dengan seluruh stakeholder dari kedua belah pihak? Apakah seluruh poin dari revisi ini mencerminkan seluruh kebutuhan yang memang benar-benar dibutuhkan? Bila pemerintah tidak melakukan ini, bisa jadi memicu gemuruh lainnya bukannya malah meredakan.

Jawaban pemerintah yang terlambat

Pemerintah lagi-lagi bisa dikatakan terlambat dalam menanggulangi konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Asal tahu saja, konflik ini sudah mencuat sejak aplikasi transportasi online berhamburan di Indonesia pada 2015.

Aksi penolakan terus terjadi hingga kini meski terkadang diwarnai aksi anarkis, mungkin kejadian yang cukup disesalkan adalah memakan korban seperti terjadi di Tangerang.

Pemerintah sudah semestinya untuk lebih cepat tanggap dalam menjawab konflik sosial, apalagi kejadiannya tidak hanya di Jakarta saja tapi sudah merembet ke kota lainnya.

Di satu sisi, inovasi yang dihadirkan perusahaan seperti Uber, Grab, dan Go-Car merupakan jawaban dari pergerakan zaman yang kini sudah mengarah ke digital. Mereka bisa dibilang menjadi “pahlawan” bagi orang-orang Indonesia yang sudah terlampau lelah dengan kemacetan jalanan.

Kehadiran mereka sangat disyukuri, belum lagi tarif yang ditawarkan jauh lebih murah. Toh, strategi “bakar duit” masih dipakai oleh perusahaan demi menarik banyak pengguna.

Tentu saja tidak semua masyarakat memiliki pandangan yang sama. Itu maklum saja. Menjadi pengemudi angkutan umum atau ngojek adalah pekerjaan yang sudah ada dan dilakoni sejak puluhan tahun. Hal inilah yang mungkin jadi penyebab berbedanya pola pikir setiap orang untuk terbuka pada perkembangan zaman.

Saya pribadi berharap semoga revisi ini jadi pengakhir konflik. Semua pihak bisa menunjukkan komitmennya untuk mematuhi aturan main ini dan tidak bertindak culas.

Pemerintah juga harus menunjukkan komitmen untuk tegas dalam praktiknya ketika aturan diresmikan. Siapapun yang melanggar aturan harus ditindak tegas, jangan sampai ada bias.

Toh, ini semua demi kepentingan bersama. Seluruh orang bisa mencari rezeki lebih nyaman dan penumpang pun jadi aman, sebab rezeki tiap orang itu sudah di tangan Tuhan.

Laporan DailySocial: Survei Layanan On-Demand di Indonesia 2017

Layanan On-Demand berbasis Mobile Internet semakin meluas di Indonesia, baik secara cakupan layanan yang disediakan, maupun secara cakupan wilayah geografis yang dilayani. Bukan hanya layanan On-Demand transportasi seperti Go-Jek, Grab, ataupun Uber, tapi juga belanja supermarket seperti HappyFresh, dan kebersihan rumah seperti Seekmi.

DailySocial bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey mengadakan survei singkat mengenai layanan On-Demand Services di Indonesia. Kuesioner diedarkan melalui aplikasi survey mobile JakPat terhadap sejumlah 1027 responden yang ditarik dari cakupan wilayah seluruh Indonesia.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • Sebagian besar responden sudah pernah menyewa jasa ojek (71.08%) dan jasa transportasi mobil (63.10%) melalui layanan On-Demand; dan ini mencakup seluruh Indonesia
  • Sebagian besar transaksi masih melalui transaksi tunai/cash (69.30%)
  • Pembayaran e-money (Go-Pay, Grab Pay dst.) lebih populer daripada pembayaran menggunakan kartu kredit (28.14% dibanding 12.6%)
  • Sebagian besar responden setuju layanan On-Demand berdampak positif membuka lapangan pekerjaan baru (82.08%), dan hanya sebagian kecil responden (17.33%) yang khawatir layanan On-Demand mengganggu mata pencaharian sebagian masyarakat.

Untuk membaca laporan lengkap “On-Demand Services Survey in Indonesia 2017“, Anda dapat mengunduhnya secara gratis dalam bentuk PDF, setelah Anda terdaftar sebagai member DailySocial.

GrabShare Resmi Hadir di Indonesia

Menghadirkan konsep berbagi, Grab yang merupakan platform pemesanan kendaraan melalui aplikasi hari ini meresmikan GrabShare, layanan carpool untuk pengguna di kawasan Jabodetabek. Layanan terbaru ini merupakan pilihan terbaru untuk pengguna yang ingin mendapatkan harga lebih murah, kesempatan untuk berbagi kendaraan dengan pengguna lainnya yang memiliki tujuan yang searah.

Indonesia merupakan negara ke empat yang disambangi Grab untuk layanan GrabShare. Sebelumnya GrabShare diklaim telah memberikan kontribusi untuk Singapura, Malaysia, dan Filipina.

“Belajar dari pengalaman tiga negara sebelumnya, kami pastikan GrabShare Indonesia memiliki algoritma yang tepat dan pastinya mumpuni untuk pengguna Grab di Indonesia,” kata Managing Director Grab Indonesia Ridzky Kramadibrata.

Algoritma GrabShare

Algoritma yang disebutkan Ridzky adalah kemampuan setiap kendaraan untuk memberikan layanan kepada pengguna sesuai dengan jarak terdekat, waktu dan kondisi yang ada, rute perjalanan yang saling berkaitan, suplai mitra pengemudi dan mengurutkan lokasi penjemputan dan pengantaran menyesuaikan dengan kondisi lalu lintas terkini.

Diklaim tidak ada lagi kesalahan jika ada pengguna yang menggunakan layanan GrabShare di pinggir jalan tol atau jalan raya yang sulit untuk disinggahi oleh mitra pengemudi.

“Kita juga pastikan semua pemesanan hanya boleh digunakan untuk dua pemesanan saja dan empat penumpang dalam satu perjalanan tersebut selama tujuan sama,” kata Ridzky.

Hal tersebut diklaim yang membedakan layanan dari GrabShare dengan layanan carpool serupa dari kompetitor. Uber sendiri telah meluncurkan UberPool di Indonesia sejak pertengahan tahun lalu.

Grab Indonesia menegaskan sebelum GrabShare dihadirkan, telah dilakukan riset, survei, dan pengumpulan data dengan memanfaatkan machine learning.

“Sejak bulan Januari kami telah melakukan uji coba kepada pelanggan demi mendapatkan behavior yang tepat untuk semua pengguna di Indonesia,” kata Ridzky.

Selain harga yang lebih murah dari layanan GrabCar, dengan potongan tarif hingga 50%, GrabShare menjamin maksimal dua titik pemberhentian serta pemesanan instant untuk pengguna.

“Jika nantinya GrabShare hanya mendapatkan satu penumpang saja mitra pengemudi pun wajib untuk mengantarkan penumpang tersebut sampai tujuan, karena waktu tunggu yang kami berikan hanya 3 menit untuk semua penumpang,” kata Ridzky.

Untuk meminimalisir kerugian untuk mitra, Grab Indonesia akan memberikan insentif kepada mitra pengemudi.

Edukasi kepada mitra pengemudi dan layanan pelanggan 24 Jam

Untuk memastikan layanan terbaru ini sudah siap di kalangan mitra pengemudi, secara agresif Grab Indonesia telah melakukan sosialiasi dan edukasi kepada mitra pengemudi terpilih. Hal tersebut dipastikan agar mitra pengemudi telah mengetahui dan siap dengan layanan yang ada. Sementara pemilihan mitra pengemudi untuk GrabShare saat ini fokus ke mitra yang memiliki rating dan performa yang baik.

“Kami pastikan proses penyaringan untuk mitra GrabShare adalah yang terbaik berdasarkan rating dan performa dari pengemudi untuk menjamin keamanan dari pengguna,” kata Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar.

Grab Indonesia juga memberikan asuransi kecelakaan pribadi dari Grab Group kepada pengguna yang memanfaatkan layanan GrabShare dan mitra pengemudi. Saat ini GrabShare sudah bisa digunakan dengan pilihan pembayaran yang beragam, mulai dari GrabPay, uang tunai, kartu kredit, kartu debit, dan Mandiri e-cash.

“Pada dasarnya jika ada dua pengguna yang memesan dengan tujuan yang sama bisa dengan mudah menikmati layanan GrabShare dengan harga yang jauh lebih murah dari layanan GrabCar,” kata Mediko.

Untuk memastikan mitra pengemudi, pengguna mendapatkan informasi yang jelas, Grab Indonesia juga menyediakan layanan pelanggan selama 24 jam.

“Dengan teknologi terbaru yang dihadirkan oleh Grab Indonesia, diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan mobil untuk mengatasi kemacetan terutama di kota Jakarta,” tutup Ridzki.

Application Information Will Show Up Here

Karena yang Ditenggelamkan, Tetap Bisa Kembali Mengapung

Bagai sebuah genderang yang ditabuh kencang, penolakan terhadap layanan transportasi berbasis aplikasi kembali mencuat. Tak tanggung-tanggung, di hampir semua basis bisnis utama pemain jasa on-demand tersebut mendapatkan protes keras dari para pelayan transportasi konvensional. Di Bandung, Malang, Yogyakarta, Tangerang bahkan Medan dalam kurun waktu berdekatan semua kembali menentang keberadaan layanan modern tersebut.

Kendati terjadi di waktu berdekatan, jika ditelisik secara detail permasalahan terhadap transportasi berbasis aplikasi ada dua jenis. Pertama yang menentang adanya taksi online berpelat nomor hitam, seperti yang riuh di Bandung dan Yogyakarta. Yang kedua menentang transportasi online secara umum, baik itu berupa ojek online dan taksi online. Ini terjadi di Tangerang, Medan dan Malang.

Hal ini sebenarnya bukan masalah baru. Sejak awal hype kemunculan layanan on-demand, isu tersebut tak pernah absen dipersoalkan, bahkan sempat terjadi demo besar di ibukota.

Di tengah hingar-bingar demonstrasi belakangan ini, kasus di Malang membawakan cerita menarik. Ketika masyarakat justru tampak kurang respect dengan aksi mogok yang dilakukan para sopir angkot, mereka secara sukarela menjadi relawan penyedia jasa transportasi bagi mereka yang terlantar kesulitan mencari transportasi, seperti anak sekolah. Hal ini menjadi sebuah indikasi bahwa masyarakat pun kini lebih memandang manfaat yang diberikan layanan transportasi berbasis aplikasi.

Dijejali “perang inovasi”

Selain pemberitaan penolakan di sana-sini, kabar baik justru sering disajikan para pemain yang bersaing di Indonesia. Setidaknya sejak pertengahan tahun lalu, perusahaan penyedia platform aplikasi terus memacu inovasi produk, baik mematangkan portofolio e-wallet yang dimiliki, meluncurkan program loyalitas pelanggan, ekspansi, hingga peluncuran ragam produk baru.

Tak hanya itu, kerja sama pun secara intensif dilakukan dengan berbagai mitra strategis. Beberapa waktu lalu Go-Jek mengumumkan bahwa kini pemesanan taksi BlueBird dapat dilakukan melalui Go-Car.

Selebaran promosi Go-Jek yang menampilkan keterangan dukungan Pemkot Bandung
Selebaran promosi Go-Jek yang menampilkan keterangan dukungan Pemkot Bandung

Keributan itu hanya terpendam sejenak, karena nyatanya mamang belum ada win-win solution yang dihasilkan dari aksi-aksi pro-kontra yang dilakukan sebelumnya. Pun demikian dari pihak pemerintah, selain arahan “halus” dan janji negosiasi, sejauh ini belum ada kesepakatan tegas yang mampu meregulasi, karena transportasi ojek sendiri tidak masuk dalam poin regulasi jasa angkutan darat, namun membudaya dengan sendirinya.

Lalu apakah ini harus menjadi justifikasi modernisasi secara penuh aturan yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?

“Sama rata” antara dua jenis layanan transportasi tidak menjadi solusi yang pas

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Permen No. 32 Tahun 2016 yang mengatur transportasi berbasis aplikasi online, salah satunya berbenah soal tarif dan kelengkapan pengemudi jasa transportasi berbasis aplikasi. Tampaknya aturan tersebut tidak bisa berjalan beriringan dengan apa yang diteriakkan oleh penentang layanan on-demand.

Akar permasalahannya dapat didefinisikan secara sederhana. Katakan saja tarif diatur dengan plafon tertentu, lantas apakah akan menyamakan derajat antara layanan konvensional dan berbasis aplikasi? Tentu jawabannya tidak, karena ada komponen lain yang senantiasa diunggulkan, baik di sisi produk ataupun layanan, oleh penyedia moda transportasi modern.

Demand layanan transportasi berbasis aplikasi yang terus meningkat diimbangi dengan supply yang tak kalah banyak. Di sisi konsumen, jika mereka berhak memilih, nyatanya banyak yang beralih ke moda transportasi modern. Artinya lebih banyak memberikan kepuasan lebih ketimbang apa yang diberikan oleh moda transportasi konvensional.

Perusahaan penyedia sedemikian rupa menyulap aplikasi yang diterbitkan sebagai sebuah all-in-one platform yang memenuhi berbagai jenis kebutuhan dengan medium berupa alat transportasi, layanan belanja, kebersihan, pesan makanan, cuci mobil dan lainnya yang dikemas dalam skema online.

Pernyataan Walikota Bandung Ridwan Kamil soal isu transportasi berbasis aplikasi belakangan ini cukup menohok:

“Jangan selalu nyalahin sistem, tapi perilaku angkot sendiri banyak mengecewakan masyarakat yang akhirnya berpindah ke opsi online.”

Penyelesaian masalah

Secara kasat mata, permasalahan pro-kontra transportasi online versus transportasi konvensional ini tak akan pernah usai, kecuali adanya perombakan pola pikir. Secara kontinu perkembangan digital akan terus menggerus banyak hal dalam kehidupan. Masyarakat sudah nyaman dengan efektivitas layanan yang diberikan.

Disadari betul, komponen masyarakat saat ini dalam mengadopsi layanan online sangat divergen. Ada digital immigrant dan digital native. Demografi masyarakat yang paling konsumtif didominasi digital native.

Apa yang bisa dilakukan pemerintah, para pemangku bisnis di bidang terkait, dan masyarakat? Semua perlu berperan. Sebagai regulator pemerintah harus selalu jeli menyikapi permasalahan yang ada. Dalam permasalahan transportasi online, keberadaan sistem tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Regulasi yang membendung justru akan sia-sia selama masyarakat justru menikmatinya. Selama ini pemerintah mencoba meregulasi dari sisi penyedia layanan online, mungkin bisa dicoba untuk dibalik? Yang diregulasi justru dari sudut pemain konvensional.

Bentuknya banyak hal, mulai dari penyelenggaraan badan khusus untuk mengedukasi mereka (penyedia jasa konvensional), atau menyediakan sebuah sub-sistem yang lebih terakomodasi sehingga mereka tidak enggan untuk beralih ke sistem modern. Faktanya dari sisi pendapatan pun lebih menjamin dengan sistem online, di sisi lain sistem yang diberikan lebih tertata dan transparan baik bagi para driver ataupun konsumen.

Diperlukan keseriusan dalam menyelesaikan masalah ini. Bagai bola salju yang terus berputar, isu pro-kontra layanan transportasi online akan semakin membesar tanpa penyelesaian, lebih tepatnya capaian kesepakatan antar pihak yang saling berkepentingan. Jika hanya ditenggelamkan seperti yang sudah-sudah, masalah itu akan kembali muncul kapan pun ia mau, karena yang ditenggelamkan, tetap bisa kembali mengapung.

Grab Gandeng Jualo untuk GrabParcel

Meski belum diumumkan secara resmi, Grab meluncurkan layanan jasa antar-kirim paket dengan sistem next day service dan same day service bernama GrabParcel. Rencananya layanan teranyar ini akan diresmikan bulan Maret ini. Untuk mendukung bisnis, Grab menggandeng situs jual beli Jualo sebagai salah satu mitranya.

GrabParcel adalah layanan yang disediakan Grab khusus menyasar segmen korporat sebagai konsumen yang berada di wilayah Jabodetabek. GrabParcel menjadi solusi yang ditawarkan Grab untuk pengiriman paket dengan level volume yang tinggi dan konstan.

Adapun sasaran konsumen yang dituju di antaranya pemain e-commerce, pasar swalayan, dan perbankan. Grab pun membuka pendaftaran mitra pengemudi Grab sebagai kurir yang untuk melayani konsumen GrabParcel. Setiap mitra juga akan menggunakan aplikasi khusus untuk pekerjaan GrabParcel.

“GrabParcel merupakan fitur baru dari Grab. Grab dan Jualo juga akan meluncurkan beberapa program untuk launch fitur tersebut. Nah, untuk detil programnya seperti apa, stay tune terus ya di homepage kami dan Jualo,” ucap Head of GrabParcel Intan Saraswati dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Lewat kerja sama ini, seluruh transaksi Jualo dengan cakupan pengiriman wilayah Jabodetabek akan diakomodir menggunakan GrabParcel. Jualo juga bekerja sama dengan beberapa penyedia jasa logistik untuk mempermudah pengiriman barang, terutama bagi pengguna yang berada di luar Pulau Jawa.

“Dalam kerja sama dengan Grab, Jualo akan menyediakan jasa pengiriman next day service dan same day service berlaku di wilayah Jabodetabek. Sedangkan untuk pengiriman di luar Jabodetabek dan luar Pulau Jawa, kami telah bekerja sama dengan TIKI, JNE, dan perusahaan lainnya,” kata COO Jualo Pedro Principe.

Kehadiran GrabParcel, tentu saja jawaban Grab terhadap layanan Go-Send yang dimiliki Go-Jek. Go-Send tidak hanya melayani jasa pengiriman reguler saja, kini dengan pengembangan terbaru juga menyediakan layanan same day service bekerja sama dengan pemain e-commerce.

Beberapa pemain e-commerce yang sudah bekerja sama di antaranya Lazada, Bukalapak, Blibli, dan Tokopedia. Layanan ini sudah tersedia di 15 kota, meliputi Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, hingga Samarinda.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mantan Kapolri Badrodin Haiti Konfirmasi Tak Jadi Menjabat Komisaris Utama Grab Indonesia

Setelah sebelumnya diumumkan melalui rilis resmi Grab Indonesia, tentang bergabungnya mantan Kapolri Jendral Badrodin Haiti, akhirnya yang bersangkutan memberikan klarifikasi. Ada dua hal yang disampaikan, pertama bahwa belum terjadi kesepakatan antara Badrodin dengan Grab Indonesia secara resmi (hitam di atas putih) untuk penunjukannya sebagai komisaris utama perusahaan dan baru sebatas diskusi. Yang kedua Badrodin mengatakan ia tidak jadi menjabat komisaris utama Grab Indonesia.

Alasan yang disampaikan Badrodin terkait etika. Pasalnya terlebih dulu ia telah dipercaya menjadi komisaris utama di salah satu perusahaan pengembang Waskita Karya. Kendati tidak ada aturan yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menjabat komisaris utama di dua perusahaan, namun bagi Badrodin hal tersebut kurang tepat dilakukan.

Sebelumnya dalam rilis resmi Grab Indonesia, seperti yang diungkapkan Ridzki Kramadibrata selaku Managing Director, hadirnya mantan Kapolri di tubuh perusahaannya akan memantau dan menjaga tata kelola serta kelangsungan jangka panjang perusahaan melalui peran pengawasan terhadap kinerja dewan direksi. Pemilihan Badrodin dilatarbelakangi pengalaman yang luas dalam bekerja bersama pemangku kepentingan, untuk menyelaraskan kepentingan yang beragam.

Perekrutan tokoh berpengaruh untuk mengakselerasi bisnis tidak hanya dilakukan oleh Grab. Uber sebagai pesaingnya juga melakukan pendekatan yang sama sejak awal popularitasnya mencuat. Kala itu salah satu mantan adivsor presiden Obama direkrut menjadi salah satu penanggung jawab perusahaan untuk komunikasi hukum dan politik. Strategi seperti ini dilakukan –sedikit bisa dikorelasikan–untuk menekan gejolak sosial yang terjadi dalam lingkup kerja perusahaan transportasi on-demand tersebut.

Kendati sudah sangat jarang terdengar, isu penolakan terhadap layanan transportasi berbasis aplikasi pernah terdengar. Di Indonesia bahkan pernah menjadi isu yang serius. Melibatkan komponen besar dalam dunia politik bisa jadi memberikan arahan yang tepat untuk meluruskan laju atau koordinasi bisnis sejalan dengan ketentuan (regulasi) yang berlaku.

Kudo Dikabarkan Diakuisisi Grab Senilai 1,3 Triliun Rupiah

Sebagai upaya untuk memperdalam jangkauan pasar di Indonesia, Grab dikabarkan telah melakukan akuisisi terhadap Kudo, startup lokal yang memfokuskan pada pengembangan layanan assistive e-commerce. Nilainya berkisar $100 juta atau setara dengan Rp1.3 triliun.

Berita ini menjadi kabar yang cukup mengagetkan. Pasalnya startup yang didirikan oleh Albert Lucius dan Agung Nugroho di awal tahun 2015 ini (Kudo) menjelang akhir tahun lalu baru mengumumkan putaran pendanaan yang dipimpin oleh EMTEK, dengan nilai sekitar Rp 130 miliar. Menyusul pendanaan sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2015 oleh sejumlah investor, termasuk East Ventures dan GREE Ventures. Dengan pendanaan tersebut visi Kudo dalam memperluas pengadaan agen yang lebih masif di seluruh Indonesia.

Belum lama ini, untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis, Kudo juga “membajak” Sukan Makmuri untuk duduk di jajaran C-Level perusahaan. Menurut pemaparan Albert kepada DailySocial, perekrutan tersebut dilakukan karena Kudo membutuhkan skillset baru untuk mengakselerasi bisnis.

Sebelumnya Grab menyatakan komitmennya untuk menjadi bagian dari akselerasi ekonomi digital di Indonesia. Dihadiri langsung oleh Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan, Grab mengumumkan investasinya senilai $700 juta untuk pengembangan pusat inovasi selama 4 tahun ke depan. Rencana yang bernama “Grab 4 Indonesia” itu didukung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia.

Pembaruan layanan GrabPay sendiri sebagai layanan e-money mulai digencarkan di Indonesia, paling anyar peluncuran GrabPay Credit, dilakukan untuk mengukuhkan posisi GrabPay sebagai e-money yang mudah diisi ulang, melalui ATM atau minimarket. Inovasi berbasis fintech seragam dilakukan oleh para pemain bisnis transportasi berbasis aplikasi. Di Indonesia, lawan paling dominan adalah Go-Jek, yang saat ini juga tengah gencar memaksimalkan penetrasi pemanfaatan Go-Pay.

Dailysocial sudah menghubungi pihak Kudo untuk mencari konfirmasi.

Investasikan $700 Juta, Grab Bangun Pusat R&D di Indonesia

Setelah mengumumkan komisaris baru di jajaran manajemen Grab Indonesia beberapa hari lalu, hari ini secara resmi Grab mengumumkan rencana besarnya untuk Indonesia. Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan di Jakarta mengumumkan akan menggelontorkan dana sebesar $700 juta untuk membangun pusat Research and Development (R&D) di Indonesia dan beberapa inisiatif lainnya dengan masa waktu 4 tahun ke depan. Rencana yang bernama “Grab 4 Indonesia” itu didukung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia.

“Indonesia merupakan negara yang memberikan kontribusi terbesar untuk Grab. Untuk mendukung pertumbuhan yang ada, Grab akan berinvestasi di Indonesia dengan mendirikan R&D Center dan merekrut tenaga muda lokal yang nantinya bisa memberikan kontribusi untuk Grab dan Indonesia,” kata Anthony.

Master Plan 2020 Grab 4 Indonesia dinilai sesuai dengan pertumbuhan bisnis Grab lebih dari 600% pada tahun 2016. Grab 4 Indonesia nantinya akan mencakup kepada beberapa kegiatan, termasuk pembangunan R&D Center Grab di Jakarta yang berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Inovasi Teknologi untuk pasar Indonesia. Untuk melancarkan regulasi dan hal-hal pendukung yang dibutuhkan, BKPM akan mengawal Grab selama proses investasi berjalan.

“Kami dari BKPM akan memastikan bahwa investasi yang diberikan oleh Grab telah berjalan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini BKPM akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk melancarkan proses investasi tersebut,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong.

BKPM sendiri menyambut baik investasi yang diberikan Grab untuk Indonesia. Bukan hanya mendirikan pusat R&D namun juga fokus kepada peningkatan inklusi keuangan serta peningkatan akses terhadap pembayaran mobile dan peluang pembiayaan di seluruh Indonesia.

“BKPM mencatat hanya 30% saja masyarakat Indonesia yang memiliki rekening bank, artinya masih rendah kesadaran masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan fasilitas keuangan. Dengan hadirnya pusat R&D nanti, diharapkan bisa meningkatkan skill tenaga kerja di Indonesia yang terbilang masih kurang,” kata Thomas.

Dengan menggandeng BKPM, Grab ingin menerapkan pelokalan dan tentunya menyesuaikan dengan peraturan serta ketentuan yang ada. Hal tersebut juga ditegaskan Anthony, terutama untuk Indonesia yang memiliki karakter dan perbedaan dalam hal ketertiban lalu lintas hingga kebiasaan lainnya.

Menciptakan lapangan pekerjaan di bidang teknologi informasi

Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan

Dalam waktu dua tahun ke depan, Grab Indonesia akan melakukan perekrutan 150 engineer di Indonesia. Pusat R&D yang akan hadir di Jakarta, akan menjadi pusat pengembangan inovasi yang ditujukan untuk Indonesia disesuaikan dengan pasar Indonesia. Hal tersebut mencakup algoritma baru terkait dengan peraturan lalu lintas yang baru di Jakarta dan GrabHitch (Nebeng), layanan yang tersedia bagi hampir 1,4 juta komuter di Jakarta.

“Sebelumnya kami telah mendirikan pusat R&D di Singapura, Beijing dan Seattle dan Indonesia merupakan negara keempat untuk pusat R&D Grab. Untuk membantu proses mentoring yang ada di pusat R&D Jakarta, kami akan menghadirkan para mentor dari ketiga perwakilan pusat R&D tersebut untuk membantu Indonesia,” kata Anthony.

Dalam acara peresmian Grab 4 Indonesia ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan apresiasi.

“Saya sangat antusias dengan adanya rencana Grab membangun pusat R&D di Indonesia seperti yang nantinya akan dilakukan oleh Apple. Terkait dengan bisnis model dari Grab pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya karena secara langsung akan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia,” kata Rudiantara.

Mendukung pelaku startup dan mitra pengemudi Grab

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata

Selain mendirikan pusat R&D, Grab juga akan berinvestasi dalam technopreneurship dengan membantu startup terpilih untuk mempercepat proses penetrasi produknya ke pasar dengan investasi modal dan bantuan teknis dari Grab. Selanjutnya Grab juga akan terus meluncurkan dan mengembangkan layanan mobile, agar dapat meningkatkan akses masyarakat Indonesia terhadap pembayaran mobile dan peluang pembiayaan di Indonesia.

“Inovasi yang akan kami hadirkan diantaranya melalui GrabPay Credits, opsi pembayaran non-tunai dan kemitraan yang telah dijalin dengan Mandiri serta solusi e-Cash serta terus mengembangkan platform pembayaran e-money bersama dengan Lippo Group dan bank Nobu untuk memungkinkan pengguna menggunakan Grab dalam pembayaran layanan dan barang di berbagai ritel Lippo,” kata Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata.

Saat in Grab Indonesia telah memiliki sekitar 100 ribu mitra pengemudi  dan telah tersedia di 8 kota di Indonesia. Sebagai bentuk apresiasi Grab Indonesia kepada mitra pengemudi, Grab akan memberikan akses berupa pembiayaan untuk membeli dan memiliki smartphone dan kendaraan bermotor. Grab Indonesia mengklaim dari sisi pendapatan, mitra dari Grab lebih banyak mendapatkan keuntungan dibandingkan dengan penyedia layanan transportasi on demand lainnya di Indonesia.

“Sejak awal kami memiliki komitmen terhadap target dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang di Indonesia, di antaranya dengan menciptakan lapangan pekerjaan melalui pengembangan bisnis kami di berbagai kota baru dan mempekerjakan tim lokal serta memberikan kesempatan menarik kepada mitra pengemudi,” kata Ridzki.

Application Information Will Show Up Here

Penunjukan Mantan Kapolri dan Manuver Grab di Industri Transportasi Indonesia

Grab hari ini mengumumkan hadirnya mantan Kapolri Badrodin Haiti sebagai komisaris utama Grab Indonesia. Dengan peran barunya ini, Kapolri periode 2015-2016 tersebut akan memantau dan menjaga tata kelola serta kelangsungan jangka panjang perusahaan melalui peran pengawasan terhadap kinerja dewan direksi. Managing Director Ridzki Kramadibrata menyampaikan, bahwa pemilihan Badrodin dilatarbelakangi pengalaman yang luas dalam bekerja bersama pemangku kepentingan, untuk menyelaraskan kepentingan yang beragam.

“Seiring dengan evolusi yang terjadi di sektor teknologi dalam platform pemesanan kendaraan di Indonesia, Pak Badrodin akan memandu dan memastikan Grab Indonesia berkontribusi secara konstruktif terhadap pelaksanaan dari sejumlah kebijakan transportasi dan aturan keselamatan yang baru,” ujar Ridzki.

Seperti diketahui dalam berbagai pemberitaan populer beberapa waktu belakang, bahwa penolakan terhadap layanan ride-hiling, masalah terkait dengan kontrak mitra kerja, upah dan sebagainya sering muncul ke permukaan. Tak hanya terjadi pada Grab, tapi juga pemain lain seperti Go-Jek atau Uber. Dan masalah tersebut tentu akan selalu dihubungkan kepada regulasi. Seperti layaknya sebuah sistem komputer, “back-end” dalam bisnis diperlukan sebagai salah satu strategi, menjadi konsultan dalam menyelaraskan tujuan bisnis dengan kebijakan yang berlaku.

“Saya sangat senang bergabung dengan Grab Indonesia, sebuah organisasi yang berpegang teguh pada misinya dengan rekam jejak yang telah terbukti dalam meningkatkan taraf hidup di Indonesia dan memberikan solusi atas permasalahan lokal. Nilai-nilai tersebut sejalan dengan nilai-nilai yang juga saya pegang teguh, dan saya akan memastikan bahwa Grab akan terus menjadi panutan sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas dan citizenship. Saya juga akan menggunakan pengalaman saya bekerja di sejumlah daerah di Indonesia untuk memberi masukan sejalan dengan kegiatan ekspansi Grab di Indonesia,” kata Badrodin Haiti.

Tentang manuver Grab di Indonesia

Di Indonesia, dengan brand awalnya GrabTaxi, meluncur pada pertengahan tahun 2014. Sesuai namanya, pada fase awal kehadiran mereka berfokus pada layanan pemesanan taksi (mobil) untuk warga Jakarta. Setahun setelahnya layanan GrabBike meluncur menantang pemain lokal yang waktu itu sudah ada Go-Jek. Persaingan pun mulai memanas, saat terjadi perekrutan besar-besaran pengemudi di ibukota. Kini keduanya fokus melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di Indonesia. Kini Grab memiliki 580.000 mitra pengemudi aktif dalam jaringannya dan telah diunduh di 30 juta perangkat.

Ekosistem pengguna sendiri telah berhasil terbentuk, sehingga perusahaan mulai menggencarkan fokus bisnis lain. Beberapa improvisasi layanan turut dihadirkan, belum lama ini Grab menghadirkan layanan loyalitas pelanggan yang disebut dengan GrabReward, sebuah sistem poin yang akan diberikan kepada setiap transaksi yang dilakukan oleh konsumen. Sebelumnya juga ada layanan “nebeng” GrabHitch dan GrabChat untuk komunikasi antara mitra pengemudi dengan pelanggannya.

Kendati demikian, salah satu yang paling digencarkan tahun ini ialah pemanfaatan GrabPay, sebuah layanan e-money yang didedikasikan untuk melakukan transaksi layanan Grab. Hal serupa turut dilakukan pesaingnya Go-Jek kepada ekosistem pelanggan yang sudah dimiliki.

Inovasi ride hailing di Indonesia, penolakan kian sirna

Permasalahan tentang penolakan nyaris berhasil diselesaikan, walaupun di daerah masih ada beberapa kejadian kecil berbuah dari penolakan layanan, namun sudah tidak semasif dulu. Transportasi adalah kebutuhan setiap orang, sehingga banyak yang berkepentingan untuk menjadi yang terdepan dalam memenuhi kebutuhan ini. Inovasi selalu akan menjadi pemimpin dari segala kemajuan yang ada, akan tetapi ada satu hal yang harus turut diimbangi, yakni kultur.

Pendekatan kultural ini meliputi banyak aspek, mulai dari edukasi masyarakat, penataan regulasi hingga bagaimana bisnis memberikan value kepada bangsa secara keseluruhan. Dengan potensi besar, dibuktikan dengan Grab bervaluasi $1.43 miliar dan Go-Jek menjadi unicorn pertama di Indonesia), bisnis transportasi menjadi ladang sekaligus medan perang yang masih akan terus memanas, seiring dengan makin sadarnya pemain konvensional untuk beralih ke digital.

Informasi Pendanaan dari Honda Pertegas Fokus Grab

Grab mengumumkan bahwa produsen otomotif Honda adalah salah satu investor yang bergabung dalam putaran pendanaan Seri F senilai total 9.8 triliun Rupiah yang dipimpin Softbank Jepang. Setelah investasi dari layanan finansial penyewaan kendaraan Tokyo Century, masuknya Honda adalah langkah strategis perusahaan Jepang lain untuk melengkapi lingkaran kebutuhan mitra pengemudi Grab di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Di Indonesia, Grab masih bersaing dengan perusahaan transportasi on demand lain, yaitu Grab dan Go-Jek. Selain untuk transportasi, ketiga layanan motor tersebut juga bisa diintegrasikan dengan beberapa layanan lain seperti pesan antar makanan, kurir dan lain sebagainya. Masuknya Honda bakal memudahkan mitra pengemudi GrabBike untuk memperoleh kemudahan kepemilikan kendaraan.

“Kami sedang menjajaki bagaimana sepeda motor kita dapat digunakan dalam cara yang lebih dari hanya penjualan langsung kepada pelanggan,” ungkap salah seorang juru bicara perusahaan Honda seperti dikutip dari WSJ.

Untuk pasar Indonesia sendiri, startup dengan mengandalkan moda transportasi sepeda motor memang tengah naik daun. Persebarannya pun mulai merambah ke beberapa kota, tidak hanya kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya tetapi juga kota-kota lain seperti Yogyakarta, Malang, Bali, dan Makassar.

Potensi pasar ride sharing di Indonesia pun juga diprediksikan akan terus tumbuh. Berdasarkan laporan dari Google dan Temasek, pasar ride sharing di Indonesia bisa mencapai $7,5 miliar di tahun 2025. Investasi strategis Honda dan Tokyo Century mempertegas pentingnya pasar Indonesia bagi kelangsungan bisnis Grab.