Platform B2B FMCG Berada dalam Fase Transisi Menuju Ekosistem Digital Terintegrasi

Transformasi digital telah membawa perubahan besar di industri B2B FMCG. Dalam studi yang dilakukan CELIOS bersama GudangAda, disebutkan sebanyak 60% UMKM di Indonesia sudah merasakan manfaat dari penerapan digitalisasi pada bisnisnya, seperti mempermudah mencari pemasok dan menjangkau pelanggan.

Melalui laporan bertajuk “Studi B2B FMCG Marketplace Indonesia Outlook 2023,” sekaligus mengonfirmasi bahwa ekosistem B2B FMCG telah berkembang semakin lengkap, selaras dengan kesiapan mengadopsi pendekatan digital oleh para pelaku UMKM yang semakin baik. Mulai dari meningkatnya permintaan layanan POS, pembiayaan, serta pertumbuhan UMKM di kalangan menengah, mendemonstrasikan besarnya potensi B2B FMCG Indonesia.

“Sebagai penyedia layanan distribusi produk mulai dari produsen, ke penjual, hingga end user, platform digital B2B akan menjadi tren yang menyebar di berbagai industri tak terkecuali FMCG,” tulis studi tersebut.

Studi ini diharapkan dapat menjadi acuan pelaku bisnis rantai pasok di Indonesia dalam mengkaji lanskap bisnis B2B, serta mengatur strategi bisnis terbaik untuk menghadapi tantangan ekonomi dari sudut pandang inovasi digital di industri B2B FMCG.

Sumber: GudangAda dan CELIOS

Sebagai catatan, B2B FMCG merupakan model bisnis baru dalam pengembangan bisnis B2B. Berbeda dengan B2B marketplace pada umumnya, B2B FMCG ini lebih spesifik aktivitas penjualan yang dilakukan oleh satu bisnis atau perusahaan-perusahaan lainnya khusus untuk produk-produk FMCG. Pemainnya tidak hanya GudangAda, tapi juga ada Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, GoToko, dan Warung Pintar.

Profil pengguna dari B2B marketplace ini mayoritas berada di usia 25-35 tahun (41%). Sekitar setengah pemilik warung telah menjalankan bisnisnya selama lebih dari tiga tahun. Karena populasinya yang besar, Pulau Jawa tetap menjadi lokasi utama sebagian besar warung. Jakarta dan kota satelitnya menyumbang sebesar 26% dari total pemilik warung.

Mayoritas pemilik warung (38%) mengalokasikan Rp1 juta per minggu untuk restock barang. Lalu, sebanyak 27% menghabiskan Rp1 juta-Rp2 juta, dan 12% menghabiskan Rp2 juta-Rp3 juta.

Temuan studi

Sumber: GudangAda dan CELIOS
  1. Riset menemukan tantangan terbesar UMKM dalam mengembangkan usaha pasca-pandemi, yakni kompetisi dengan toko modern (36%), konsumen gagal bayar utang (31%), dan lokasi usaha yang tidak menguntungkan (27%). Hal ini berkolerasi dengan temuan lain, terdapat peningkatan kebutuhan solusi digital sederhana untuk kecepatan dan efisiensi biaya, fleksibilitas pembayaran, dan jangkauan pasar lebih luas.
  2. Peluang eskalasi volume B2C FMCG di Indonesia pada 2023 dinilai masih besar seiring dengan potensi bisnis UMKM Indonesia, pertumbuhan pengguna internet, serta dukungan pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. CELIOS memprediksi potensi pertumbuhan transaksi bisnis B2B akan tumbuh 25% pada tahun ini.
  3. Hasil riset menunjukkan platform B2B digital sebagai sebagai penyedia saluran distribusi dari produsen, penjual hingga ke end-user akan menjadi tren yang menyebar di berbagai industri, tak terkecuali FMCG.
  4. Di tahun ini, riset memperlihatkan berbagai tantangan perkembangan industri B2B dari segi rendahnya literasi keuangan, kesenjangan akses digital, dan pembiayaan bagi UMKM harus diwaspadai oleh para pemain B2B FMCG di Indonesia.
  5. Terdapat prinsip-prinsip panduan (Strategi 4P) di dalam riset yang ditujukan bagi para pemain B2B FMCG untuk membangun ekosistem B2B yang berkelanjutan, di antaranya: pembuatan aplikasi integrasi secara menyeluruh; penguatan saluran distribusi; penjualan terfokus pada penjual strategis di area tertentu; dan penjagaan rasio biaya untuk stabilitas harga pasar.
Sumber: GudangAda dan CELIOS

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, untuk menghasilkan analisis yang lebih mendalam studi ini dibuat menggunakan metode studi literatur dengan berbagai sumber, baik primer maupun sekunder dan studi terdahulu yang relevan. Hasilnya ditemukan, bahwa saat ini pasar B2B marketplace di Indonesia berada di masa transisi dari fase 2 (customer process portal) menuju fase 3 (multi-channel infrastructure).

“Fase transformasi B2B di Indonesia saat ini berada pada transisi Fase 2 menuju ke Fase 3 di mana perusahaan penyedia layanan B2B mulai melakukan pengembangan layanan tambahan yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM dalam ekosistem digital yang terintegrasi,” kata Bhima.

Dia melanjutkan, “Kehadiran platform B2B digital seperti GudangAda dapat berperan aktif dalam mengakselerasi transisi tersebut melalui ragam layanan bisnis digital yang terintegrasi kepada segenap pemain di industri B2B, mulai dari prinsipal hingga pelaku bisnis level UMKM seperti pemilik toko dan warung.”

Sumber: GudangAda dan CELIOS

Prediksi tren di 2023

  1. Kebutuhan sistem one-stop solution untuk mempercepat proses validasi data secara realtime sehingga prinsipal dapat mengikuti perkembangan pasar secara lebih cepat.
  2. Pendekatan multi saluran (omnichannel) sebagai salah satu upaya industri B2B FMCG dapat bertumbuh lebih pesat.
  3. Tuntutan keamanan data pribadi seiring meningkatnya jumlah para pelaku usaha yang menggunakan platform digital B2B.
  4. Permintaan one-stop financing dengan tenor yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan UKM

SVP Marketing & Corporate Affairs GudangAda Yuanita Agata menuturkan, pada tahun ini GudangAda akan memfokuskan pada aspek strategis untuk mencapai posisi terbaik dalam mengarungi persaingan bisnis. Caranya dengan membangun jalur distribusi yang lebih efisien guna dukung perkembangan bisnis principal dan strategic sellers di area strategis, mengutamakan sustainability dengan menciptakan level margin yang sehat antara principal dan mitra bisnis.

“Lalu, fokus pada strategic buyer dan seller dengan meningkatkan literasi digital mitra dalam memaksimalkan fitur layanan di dalam aplikasi GudangAda serta menyediakan akses kredit produktif yang aman bagi mitra bisnis UMKM”, tutup Yuanita.

Cara Belanja Isi Toko di GudangAda

GudangAda sebagai platform yang menyediakan produk dalam jumlah grosir, tidak hanya menjual tetapi juga membeli barang. Anda yang memiliki toko bisa memanfaatkan GudangAda untuk belanja isi toko Anda dengan mudah.

Apalagi untuk Anda yang malas untuk ke banyak tempat untuk mengisi toko Anda. Atau jika toko Anda jauh dari tempat belanja, tentu GudangAda akan memudahkan Anda membeli barang-barang di toko.

Step-step Belanja isi Toko di GudangAda

  • Buka Aplikasi Gudang Ada, lalu pada halaman utama pilih Menu Pencarian.
  • Masukkan nama produk atau toko yang ingin Anda cari untuk berbelanja.
  • Jika produk yang Anda cari sudah ditemukan. Klik produk yang ingin Anda beli. Tampilan yang muncul memang sedikit berbeda dengan marketplace pada umumnya dengan hanya ada satu produk dan harus sering untuk menggulir ke bawah.
  • Anda bisa memilih toko yang akan menjadi supplier pada halaman penawaran dari toko terdekat. Jika sudah menemukan yang cocok Anda bisa langsung klik tombol Beli.
  • Masukkan Jumlah produk yang ingin Anda beli.
  • Jika ingin menambah jenis produk, ulangi langkah sebelumnya hingga seluruh produk yang ingin Anda beli masuk ke daftar Belanjaan Saya.
  • Pastikan produk dan jumlah produk yang ingin Anda beli untuk mengisi toko Anda sudah benar. Jika sudah yakin benar, Anda bisa langsung klik pesan.
  • Pada halaman Pengiriman & Pembayaran, pastikan data alamat penerima, penerima, dan jumlah produk yang akan Anda beli sudah benar semua.
  • Pilih Metode Pengiriman sesuai yang Anda inginkan. Ada beberapa opsi, yaitu GADA Logistik, Ambil Sendiri, atau dikirim penjual.
  • Pilih Metode Pembayaran. Ada beberapa opsi, retail, transfer bank, kartu kredit, OVO, Dana, LinkAja, ShopeePay, dan COD.
  • Jika Anda memiliki Voucher, pilih voucher atau cara voucher dengan memasukkan Kode voucher pada bagian pencarian. Lalu pilih Voucher yang ingin Anda gunakan.
  • Bila sudah semua diisi dan dipastikan benar dan sesuai, Anda bisa langsung klik Bayar.
  • Selesaikan pembayaran pesanan produk yang Anda lakukan dalam waktu 1×24 jam.
  • Klik lihat status pemesanan.
  • Pada halaman pesanan, Anda bisa melihat status pesanan produk yang Anda beli.
  • Jika sudah melakukan pembayaran, klik kirim bukti pembayaran.
  • Pada halaman selesaikan pembayaran, Anda harus mengirim bukti pembayaran denga cara pilih ambil foto. Kemudian klik kirim bukti pembayaran. Setelah itu pilih “Ya, saya yakin”
  • Transaksi pembelian Anda berhasil dan tunggu produk Anda diantar.

 

 

Cara Upload Barang Grosir di GudangAda

Tahapan selanjutnya setelah Anda berhasil mendaftar sebagai penjual di GudangAda, tentu saja menunggah produk yang ingin dijual.

Jenis barang yang bisa Anda jual di GudangAda banyak jenisnya, tetapi ingat Anda harus menjual dalam bentuk grosir atau banyak secara sekaligus. Karena sasaran atau target pembeli yang digunakan oleh GudangAda adalah mereka yang memiliki niat untuk menjual kembali barang yang dibeli dari GudangAda.

Cara Memasukkan Barang di Aplikasi GudangAda

  • Buka aplikasi GudangAda kemudian pilih Menu Jual. Menu tersebut dapat ditemukan di bawah urutan kedua dari kiri.
  • Pilih Produk Anda di halaman menu jual. Tombol tersebut ada pada bagian Kelola Toko Anda. Kemudian pilih alamat toko yang ingin Anda gunakan sebagai Toko Penjual.
  • Pada halaman tambah produk klik cari.
  • Ketikan nama produk yang ingin Anda cari. Nama produk ini bisa langsung Anda tulisan sekaligus dengan merek yang akan Anda jual.
  • Pilih produk dan satuan produk yang Anda inginkan. Satuan produk ini bisa berupa karton, lusin, atau pack. Namun, satuan ini sesuai dengan barangnya dan disediakan oleh GudangAda sehingga satuan ini cukup Anda pilih saja.
  • Isi data produk, seperti harga, jumlah minimum beli dan stok barang. Anda juga akan diberitahu harga jual barang di sekitar daerah Anda, sehingga Anda mempunyai patokan dalam menentukan harga.
  • Jika Anda ingin menambahkan produk klik tanda atau logo tambah yang ada di pojok kanan bawah. Kemudian ulangi langkah sebelumnya hingga seluruh produk yang ingin Anda tambahkan sudah masuk ke halaman atur produk.
  • Jika sudah diisi semua, klik simpan perubahan produk. Jumlah produk yang sudah ditambahkan bisa Anda lihat juga pada tombol simpan dan bisa Anda cek terlebih dahulu untuk mensinkronisasi dan memastikan data produk Anda sudah benar semua.
  • Produk Anda berhasil disimpan dan Anda sudah bisa berjualan di aplikasi GudangAda.

Cara Menjadi Penjual di GudangAda

GudangAda ini berfokus pada jual beli grosir secara online. Hal tersebut menjadikan platform ini cocok untuk Anda yang memiliki usaha dengan barang tangan pertama dan memungkin menjual dalam barang dalam jumlah yang banyak sekaligus.

Penjualan secara grosir tentunya akan lebih cepat mendatangkan keuntungan untuk Anda. GudangAda akan memfasilitasi Anda bertemu dengan calon pembeli secara grosir.

Cara Daftar Sebagai Penjual di GudangAda

  • Buka aplikasi GudangAda, pada halaman utama pilih menu Jual. Menu tersebut ada di bawah kedua dari kiri.
  • Klik Daftar Sebagai Penjual. Sebelum mengklik menu tersebut, Anda bisa membaca tanya jawab dan mengetahui beberapa hal terkait menjadi penjual di GudangAda, seperti persyaratan, lama proses verifikasi, dan biaya yang harus dibayarkan.
  • Isi data Informasi Toko, berupa alamat pengiriman dan email. Selain itu Isi juga Detail Usaha, berupa tipe usaha, perseorangan atau perusahaan dan tipe pajak, apakah Anda kena pajak atau tidak. Pada Detail usaha masukkan juga NPWP milik Anda.
  • Jika sudah diisi semua klik Simpan & Lanjut.
  • Isi data Operasional dan Metode Pengiriman. Dalam data operasional Anda perlu mengisi data jam buka, jam tutup, dan hari libur. Sedangkan untuk Metode Pengiriman Anda bisa memilih beberapa opsi menggunakan GudangAda Logistik dengan beberapa keuntungan yang ditawarkan atau diambil sendiri oleh pembeli dengan mengisi jumlah minimal order. Selain itu juga bisa dikirim oleh penjual, Anda bisa memasukkan jarak maksimal pengiriman dan pesanan minimal, juga info apakah toko Anda memiliki armada logistik atau tidak.
  • Isi data rekening bank. Dengan cara Tambah Rekening Bank. Masukan data Nama Bank, Kantor Cabang, Nomor Rekening, dan Nama Pemilik Rekening. Jika sudah terisi semua klik Tambah.
  • Pilih Rekening Bank yang sudah didaftarkan. Kemudian klik Simpan & Lanjutkan.
  • Unggah dokumen yang diminta, seperti foto KTP, foto toko, foto pemilik toko di depan toko, dan Nomor Pokok Wajib Pajak. Jika sudah klik Upload.
  • Pastikan data diri, informasi toko, detail usaha, operasional toko, metode pengiriman, dokumen, dan rekening bank Anda sudah diisi dengan benar.
  • Centang kolom saya mengetahui akan dikenakan biaya administrasi untuk setiap produk terjual.
  • Centang kolom saya menyetujui Syarat & Ketentuan dan kebijakan privasi GudangAda.
  • Klik Daftar Sekarang
  • Registrasi Anda sebagai penjual di GudangAda berhasil.

GudangAda, Solusi Manajemen Stok Barang untuk Warung Modern

Di antara dari Anda mungkin saat ini sedang menjalankan toko kelontong atau grosir. Pertanyaannya, apa yang menjadi kendala dalam menjalankan bisnis Anda saat ini terutama saat pandemi?

Tidak bisa dipungkiri, meski toko kelontong merupakan model bisnis yang dianggap terus hidup dalam waktu yang lama, bukan berarti jenis bisnis ini tidak menemui masalah. Salah satu masalah yang sering dihadapi misalnya akses ke distributor, kelangkaan stok barang, dan kenaikan harga-harga barang.

Menyiasati masalah itu, saat ini banyak perusahaan teknologi yang bergerak pada B2B e-commerce menjawab permasalahan tersebut, salah satunya GudangAda.

Lantas, apa itu GudangAda? apa solusi yang Mereka berikan untuk memenuhi kebutuhan pedagang warung atau toko kelontong di Indonesia? Simak artikel berikut ini!

Sekilas Tentang Ekosistem Toko Kelontong di Indonesia

Menurut Kadin (Kamar Dagang Indonesia), toko kelontong merupakan jenis usaha yang mampu bertahan bahkan cenderung tumbuh ketika pandemi.

Benar saja, menurut laporan bertajuk Impact of COVID-19 Pandemic on mSME in Indonesia yang dikeluarkan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI bahwa UMKM di Indonesia didominasi oleh pedagang makanan dan minuman yaitu sekitar 40%.

Kondisi tersebut tidak mengejutkan, apalagi jika melihat banyaknya pedagang grosir atau kelontong yang tersebar di berbagai titik. Mulai dari perkampungan, perumahan, bahkan di pinggir jalan. Banyaknya pedagang grosir juga tidak terlepas dari produk kebutuhan sehari-hari yang dijual. Sehingga usaha kelontong hingga kapan pun akan selalu dibutuhkan terutama oleh masyarakat Indonesia.

Tentang GudangAda, Solusi Transaksi B2B Pedagang Grosir di Era Digital

Tidak bisa dipungkiri bahwa era teknologi digital memberikan dampak disrupsi bagi perekonomian di Indonesia, bahkan pada tingkat yang paling bawah seperti pedagang warung atau toko kelontong.

Era industri digital membuat permintaan dapat berubah dengan cepat, kemungkinan adanya anomali pada stok barang pun semakin besar. Dari situlah ide awal GudangAda lahir sebagai B2B e-Commerce di Indonesia.

GudangAda merupakan layanan platform B2B e-commerce yang hadir untuk menjawab kebutuhan rantai pasok seluruh pemain di industri Fast-Moving Consumer Good mulai dari produsen, distributor, grosir, pengecer, hingga pedagang warung di era teknologi digital.

Sehingga proses transaksi antar pelaku usaha jauh lebih cepat, murah, terintegrasi, dan memiliki cakupan yang lebih besar.

Menurut Chief Commercial Officer, Budianto Hariadi, kehadiran GudangAda bukan untuk mendisrupsi pasar, namun memberdayakan para pemain penting dalam ekosistem rantai pasok secara inklusif.

GudangAda sendiri saat ini telah bermitra dengan lebih dari 750.000 pedagang yang tersebar di lebih dari 500 kota di Indonesia dimana pedagang warung dan usaha mikro merupakan mayoritas penggunanya.

Bagi perusahaan yang didirikan pada tahun 2019 ini, pedagang warung merupakan ujung pangkal distribusi barang dan ujung tombak sektor rantai pasok yang memberikan pelayanan langsung kepada konsumen akhir di Indonesia

Layanan yang Ditawarkan oleh GudangAda

Melalui GudangAda, Anda bisa membeli berbagai macam stok barang yang akan Anda jual kembali dari berbagai macam toko yang dapat dijangkau oleh toko Anda melalui satu aplikasi.

Para pemilik toko juga bisa memantau langsung transaksi secara real-time dengan berbagai penawaran pilihan distribusi termasuk pengiriman melalui aplikasi secara langsung.

Fitur unggulan dari GudangAda adalah layanan penyimpanan stok barang dengan durasi sewa yang fleksibel (Pay per Use) dan tanpa perlu mengeluarkan biaya operasional.

Selain itu, GudangAda juga juga memiliki layanan pengiriman yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan barang dan medan transportasi antar toko.

Dengan GudangAda, para pelaku usaha bisa mendapatkan peluang yang sama untuk mengembangkan bisnis dengan perputaran stok yang lebih cepat, harga optimal, dan pilihan mitra yang lebih luas.

Mekanisme Transaksi di GudangAda

Sama seperti marketplace digital saat ini, GudangAda menggunakan aplikasi smartphone sebagai platformnya. Saat ini, GudangAda hanya tersedia dan dapat diunduh melalui Google Playstore secara gratis.

Pada proses registrasi, GudangAda akan meminta beberapa data mulai dari nama usaha, alamat, KTP, NPWP, dan lokasi toko. Setelah terdaftar menjadi pengguna, pedagang bisa langsung bertransaksi jual-beli dengan 750.000 pedagang yang terdaftar dalam marketplace GudangAda tanpa perlu biaya atau komisi.

“Fokus kami adalah untuk memberdayakan dan mengajak lebih banyak pedagang skala usaha mikro terutama dalam menghadapi transformasi digital”, ujar Budianto Hariadi.

 

Kontribusi dan Rencana ke Depan

“Menurut data internal kami menunjukkan bahwa warung yang bergabung dengan GudangAda mengalami peningkatan volume bisnis rata-rata 30-50% hanya dalam beberapa bulan pertama”, tutur Budianto Hariadi, CC GudangAda.

Hal tersebut karena skema bisnis yang ada mampu menghemat pemakaian modal kerja bagi para pelaku usaha warung karena mereka tidak harus membeli stok barang sehingga mereka bisa mengurangi modal dan biaya operasional.

Di tahun 2022 ini, GudangAda juga bekerjasama dengan Pemprov DKI meluncurkan program 1 Juta Warung Melek Digital sebagai upaya penanaman budaya pada ekosistem usaha mikro terutama para pemilik usaha warung.

Salah satu aktivitas program 1 Juta Warung Melek Digital adalah memberikan fasilitas pelatihan terkait transformasi bisnis dalam ranah online.

Ke depannya, GudangAda berencana membangun solusi terintegrasi dengan solusi manajemen toko lainnya seperti sistem transaksi atau Point of Sale, manajemen stok barang, akuntansi, hingga layanan sistem pembayaran.

GudangAda’s Demand to Offer More than B2B E-Commerce

In two and a half years, B2B e-commerce startup GudangAda has closed its $100 million Series B funding round. The announcement comes one year after securing $25.4 million in Series A funding. The total funding raised has crossed the $135 million mark.

This achievement is claimed to be supported by business growth. The net transaction value (NVM) is said to reach $6 billion. NVM is an alternative metric to GMV in e-commerce companies. The way to calculate NVM is GMV minus all costs.

The question that arises is what does GudangAda offer compared to other B2B e-commerce players? You could say GudangAda is not the first player in this vertical.

In an interview with DailySocial, GudangAda CEO Stevensang explained, the first reason the company can grow fast is because it is filled with solid talent with deep experience in the industry that the company is currently focusing on. “When we enter the industry with an understanding of more than 25 years, we already have a very clear roadmap and strategy,” he said.

Stevensang himself has more than 25 years of experience in the retail and FMCG industry in Indonesia and Southeast Asia. Previously, he led a subsidiary of the FMCG conglomerate Orang Tua Group. GudangAda’s core team consists of technology and FMCG professionals with extensive experience.

The ranks of investors also support GudangAda’s business. They are claimed to have validated GudangAda’s business by conducting due diligence and in-depth audits before disbursing funds to potential investees. “There are our investors who have followed our journey since last year, witnessed the number of retailer brands that have partnered with us until now.”

GudangAda’s CEO, Stevensang / GudangAda

Solving middle mile issues

The next factor is the solution that GudangAda offers. Although GudangAda’s main view is as a B2B e-commerce, the backend is designed quite complex because the company wants to solve the middle mile issue that has not been worked out by logistics companies.

According to Stevensang, smart logistics has not yet fully occurred in Indonesia. The process has not occurred end-to-end.

“In Indonesia, there are more last mile and first mile players. So if we look at the last mile, the progress is extraordinary, but there are still challenges when integrating hub-to-hub because it doesn’t exist yet.”

According to Route4me’s explanation, the middle mile involves sending goods from a warehouse or distribution center to a fulfillment center (including retail stores) until the product is finally purchased by consumers. Middle miles connect shippers with drivers by using programmatic algorithms to match deliveries of specific products to the truck driver’s capabilities, schedule, and location.

Middle mile holds an important aspect, as it offers companies cost savings opportunities that last mile delivery does not have. Not only that, companies can be more competitive to maintain prices for healthy margins, even in the brick and mortar retail business.

As a middle mile, GudangAda focuses on being an aggregator to facilitate logistics services from large wholesalers to small wholesalers or to retailers (warung traders). So far, distributors tend to only ship products exclusively for certain principal brands. As a result, the truck capacity has not been fully exploited because there is still capacity that can be utilized.

By applying the asset-light and capital-efficient business concepts, the company cooperates with vehicle and warehouse business owners, including with UMKM members of GudangAda. In addition, the company offers a dynamic transportation and warehouse management service system to make it easier for partners to digitize their business.

GudangAda helps distributors/ wholesalers to utilize their logistics fleet or trucks by transporting products from other brands.

“In principle, the company’s main strength is building a middle mile logistics service infrastructure by collecting and integrating data available at distributors and wholesalers.”

Talking about logistics strategy, GudangAda consolidates transactions into a daily delivery schedule so that shipping costs are much cheaper. The company works closely with wholesaler partners to utilize stock points to reduce end-to-end logistics costs.

Finally, GudangAda empowers local logistics partners to aggregate service providers and facilitates technology that partners can adopt so that the logistics process becomes faster. “If usually one truck only runs once, we can provide them with many shops so that the utility of the truck increases.”

For its e-commerce business process, GudangAda provides a platform for wholesalers and principal brands to sell themselves and sell directly to retailers so that prices are determined directly by them. “So all of these parties can sell and determine the price they want to sell.”

GudangAda monetization scheme is taken from transaction fees charged to sellers and logistics costs.

The GudangAda solution is considered much more “friendly” because it is an enabler that provides added value for distributors to enter the realm of e-commerce, as well as empowering retailers consisting of shop owners to gain access to a variety of product stocks.

“Brand principals take advantage of our platform because the value we offer is transparent, allowing access to more retailers. They can also know the flow. We don’t interrupt, we are more friendly.”

The GudangAda application provides a complete service ecosystem for MSMEs, ranging from product source search features, sales and purchase transaction management, logistics transportation provision, and payment management.

As of now, there are more than 70 principal brands, from local, national, and multinational, who have taken advantage of the GudangAda platform, including Sido Muncul, Sasa, and Reckitt Benckiser. There are additional 100 new brands that are claimed to be waiting in line to join. The brand principal provides more than 30 thousand SKUs.

Currently, GudangAda is not only targeting the FMCG brand, but also expanding to the pharmaceuticals, packaging, household appliances, and stationery segments. This expansion is driven through end-to-end (E2E) partnerships with principals, distributors, wholesalers and retailers in the supply chain.

GudangAda’s app / GudangAda

Building a sustainable business

As an asset-light and capital-efficient company, Stevensang aims for GudangAda to become a healthy and sustainable company. The metrics used by the company include revenue (revenue), number of users, and number of brand principals.

“It’s not just a big turnover, we take care of all these metrics so that GudangAda becomes a sustainable business.”

To support the plan, the company appointed Huan Yang, former chief engineer of Grab, as CTO and JJ Ang as CFO. Ang previously worked at Vietnamese e-commerce company Sendo.

Stevensang has a vision that in the future the company can become a company that empowers more merchants to transform digitally, and develop with a skill set according to market needs. They can understand the inventory system, financial records, and financial support to grow their business even though they are still managing a shop.

“They are not left behind in terms of technology because they can do what they can do through data, they can do digital marketing. So they don’t just invest in physical goods as well as technology.”

Supported by Series B funding, the company will strengthen its ecosystem, such as logistics services, payment systems (POS/SaaS), marketing, data, and financial services. And, plans to strengthen its position by developing artificial intelligence/AI technology in order to offer the best personalization services for MSME traders.

It is said that currently there are more than 500 thousand stall traders in 513 cities throughout Indonesia who have purchased products through GudangAda. It is targeted that this year they can have 750 thousand to 1 million stalls as consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tantangan GudangAda Agar Lebih dari Sekadar Platform E-Commerce B2B

Dalam dua setengah tahun, startup e-commerce B2B GudangAda telah menutup pendanaan Seri B senilai $100 juta. Pengumuman tersebut dilakukan selang setahun setelah memperoleh pendanaan Seri A sejumlah $25,4 juta. Total keseluruhan pendanaan yang diperoleh telah menembus angka $135 juta.

Pencapaian tersebut diklaim disokong dengan pertumbuhan bisnis. Nilai transaksi bersih (net merchandise value/NVM) disebutkan mencapai $6 miliar. NVM adalah alternatif metrik selain GMV di perusahaan e-commerce. Cara menghitung NVM adalah GMV dikurangi semua biaya.

Pertanyaan yang muncul adalah apa yang ditawarkan GudangAda dibandingkan pemain e-commerce B2B lainnya? Bisa dibilang GudangAda bukanlah pemain pertama di vertikal ini.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO GudangAda Stevensang menjelaskan, alasan pertama perusahaan dapat tumbuh cepat karena diisi  talenta yang solid dengan pengalaman yang mendalam di industri yang menjadi fokus perusahaan saat ini. “Ketika masuk ke industri dengan pemahaman lebih dari 25 tahun, kita sudah punya roadmap dan strategi yang sangat jelas,” ucapnya.

Stevensang sendiri memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di industri ritel dan FMCG di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebelumnya, ia memimpin anak usaha dari konglomerat FMCG Orang Tua Group. Tim inti GudangAda terdiri dari kalangan profesional di bidang teknologi dan FMCG dengan pengalaman ekstensif.

Jajaran investor juga turut mendukung bisnis GudangAda. Mereka diklaim memvalidasi bisnis GudangAda dengan melakukan due diligence dan audit secara mendalam sebelum mengucurkan dananya ke calon investee. “Ada investor kita yang sudah mengikuti perjalananan kita sejak tahun lalu, menyaksikan sendiri jumlah retailer brand yang bermitra dengan kita hingga sekarang.”

CEO GudangAda Stevensang / GudangAda

Tangani isu middle mile

Faktor berikutnya adalah solusi yang ditawarkan GudangAda. Meski tampilan utama GudangAda adalah sebagai e-commerce B2B, namun backend-nya didesain cukup kompleks karena perusahaan ingin menyelesaikan isu middle mile yang masih belum tergarap perusahaan logistik.

Menurut Stevensang, smart logistics belum sepenuhnya terjadi di Indonesia. Prosesnya belum terjadi secara end-to-end.

“Di Indonesia lebih banyak pemain last mile dan first mile. Jadi kalau kita lihat di last mile itu perkembangannya luar biasa, tapi masih ada challenge saat integrasi hub-to-hub karena belum ada.”

Menurut penjelasan Route4me, middle mile melibatkan pengiriman barang dari gudang atau pusat distribusi ke pusat pemenuhan (termasuk toko ritel) hingga akhirnya produk dibeli konsumen. Middle mile menghubungkan pengirim dengan pengemudi dengan menggunakan algoritma terprogram untuk mencocokkan pengiriman produk tertentu dengan kemampuan, jadwal, dan lokasi pengemudi truk.

Middle mile memegang aspek penting, sebab menawarkan peluang penghematan biaya kepada perusahaan yang tidak dimiliki pengiriman last mile. Tak hanya itu, perusahaan dapat lebih kompetitif untuk mempertahankan harga demi margin yang sehat, bahkan di bisnis ritel brick and mortar.

Sebagai middle mile, GudangAda fokus sebagai agregator untuk memfasilitasi layanan logistik dari grosir besar ke grosir kecil atau ke retailer (pedagang warung). Selama ini, distributor cenderung hanya mengirimkan produk secara eksklusif untuk brand principal tertentu. Akibatnya, kapasitas truk belum tergarap maksimal karena masih ada kapasitas yang bisa dimanfaatkan.

Dengan menerapkan konsep bisnis asset-light dan capital-efficient, perusahaan bekerja sama dengan para pemilik bisnis kendaraan dan gudang, termasuk dengan UMKM anggota GudangAda. Di luar itu, perusahaan menawarkan sistem layanan manajemen transportasi dan gudang yang dinamis untuk memudahkan mitra mendigitalisasi bisnisnya.

GudangAda membantu distributor/grosir besar untuk mengutilisasi armada logistik atau truk dengan mengangkut produk dari brand lain.

“Pada prinsipnya, kekuatan utama perusahaan membangun infrastruktur layanan logistik middle mile dengan cara collect dan integrate data yang tersedia di distributor dan grosir.”

Bicara soal strategi logistik, GudangAda melakukan konsolidasi transaksi ke dalam jadwal pengiriman harian sehingga ongkos kirim jauh lebih murah. Perusahaan bekerja sama dengan para mitra pedagang grosir untuk memanfaatkan stock point untuk menekan biaya end-to-end logistics.

Terakhir, GudangAda memberdayakan mitra logistik lokal untuk mengagregasi penyedia jasa serta memfasilitasi teknologi yang bisa diadopsi mitra sehingga proses logistik menjadi lebih cepat. “Bila biasanya satu truk hanya jalan satu kali, kita bisa sediakan mereka bisa ke banyak toko jadi utilitas truknya meningkat.”

Untuk proses bisnis e-commerce-nya, GudangAda menyediakan platform untuk para pedagang grosir dan brand prinsipal untuk berjualan sendiri dan menjual langsung kepada pengecer sehingga harga ditentukan langsung oleh mereka. “Jadi semua pihak tersebut bisa berjualan dan menentukan harga yang mau dijual.”

Skema monetisasi GudangAda diambil dari biaya transaksi yang dibebankan ke penjual dan biaya logistik.

Solusi GudangAda dianggap jauh lebih “bersahabat” karena bersifat enabler yang memberikan nilai lebih bagi para distributor untuk masuk ke ranah e-commerce, sekaligus memberdayakan retailer yang terdiri dari pemilik warung dalam mendapatkan akses stok produk yang beragam.

Brand principal memanfaatkan platform kami karena value yang kami tawarkan itu transparan, bisa akses ke lebih banyak retailer. Mereka pun bisa tahu flow-nya. Kami tidak men-disrupt, justru lebih friendly.”

Aplikasi GudangAda menyediakan ekosistem layanan yang lengkap untuk UMKM, mulai dari fitur pencarian sumber produk, pengelolaan transaksi penjualan dan pembelian, penyediaan transportasi logistik, serta pengelolaan pembayaran.

Terhitung saat ini ada lebih dari 70 brand principal, dari lokal, nasional, dan multinasional, yang telah memanfaatkan platform GudangAda, termasuk Sido Muncul, Sasa, dan Reckitt Benckiser. Ada tambahan 100 brand baru yang diklaim sedang mengantre untuk bergabung. Brand principal tersebut menyediakan lebih dari 30 ribu SKU.

Saat ini GudangAda tidak hanya menyasar brand FMCG, tetapi juga memperluas ke segmen obat-obatan atau farmasi, kemasan, peralatan rumah tangga, dan alat tulis. Ekspansi ini didorong melalui kemitraan end-to-end (E2E) dengan prinsipal, distributor, pedagang besar, dan eceran di dalam rantai pasokan.

Aplikasi GudangAda / GudangAda

Menjadi bisnis berkelanjutan

Sebagai perusahaan yang asset-light dan capital-efficient, Stevensang membidik GudangAda agar menjadi perusahaan yang sehat dan berkelanjutan. Metrik-metrik yang digunakan perusahaan, di antaranya pendapatan (revenue), jumlah pengguna, dan jumlah brand principal.

“Bukan sekadar cetak omzet yang besar, kami menjaga seluruh metrik tersebut agar GudangAda menjadi bisnis yang berkelanjutan.”

Untuk mendukung rencana tersebut, perusahaan  mengangkat Huan Yang, mantan kepala engineer Grab, sebagai CTO dan JJ Ang sebagai CFO. Ang sebelumnya bekerja di perusahaan e-commerce Vietnam, Sendo.

Stevensang memiliki visi perusahaan ke depannya dapat menjadi perusahaan yang memberdayakan lebih banyak pedagang untuk bertransformasi digital, serta berkembang dengan skill set sesuai kebutuhan pasar. Mereka dapat mengerti sistem inventaris, pencatatan keuangan, dan dukungan finansial untuk mengembangkan bisnisnya meski masih mengelola warung.

“Mereka tidak ketinggalan dari sisi teknologi karena mereka bisa apa yang dapat mereka lakukan lewat data, bisa melakukan pemasaran secara digital. Jadi mereka tidak hanya investasi ke barang fisik juga teknologi.”

Didukung pendanaan Seri B, perusahaan akan memperkuat ekosistem, seperti layanan logistik, sistem pembayaran (POS/SaaS), pemasaran, data, dan layanan keuangan. Serta, berencana memperkuat posisinya dengan mengembangkan teknologi artificial intelligence/AI agar dapat menawarkan layanan personalisasi terbaik bagi para pedagang UMKM.

Disebutkan saat ini ada lebih dari 500 ribu pedagang warung di 513 kota di seluruh Indonesia yang telah membeli produk lewat GudangAda. Ditargetkan tahun ini mereka dapat memiliki 750 ribu hingga 1 juta warung sebagai konsumen.

Application Information Will Show Up Here

 

GudangAda Closes Series B Round with 1.49 Trillion Rupiah Funding

The B2B marketplace platform for FMCG, GudangAda, has secured another investment of $100 million or around 1.49 trillion rupiah. This is a series B funding round led by Asia Partners and Falcon Edge.

Also, Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures, and Wavemake Partners are participated in this funding. For GudangAda, this investment has exceeded its initial target, which was $75 million. With the additional funding, GudangAda has now raised a total investment of up to $135 million.

Falcon Edge’s Co-Founder, Navroz D. Udwadia said, after years of investing in a number of marketplace, Stevensang seemed to have the ability to execute business in a short time. Therefore, he is optimistic that GudangAda will become the largest marketplace for Indonesian MSMEs

“With our research and discussion with principals, wholesalers and retailers, we are confident in GudangAda’s return on investment (ROI) and the benefits it offers to the entire ecosystem,” he said.

Enhance the supply chain business

GudangAda’s Founder and CEO, Stevensang said the company is now in the right path to empower all players in the Indonesian supply chain ecosystem, from producers, distributors, wholesalers, to retailers. GudangAda said its services have been used by nearly half a million users in more than 500 cities in tier 1 to tier 3 with a comprehensive monetization model and complete ecosystem.

“We will expand GudangAda’s team and enhance our service ecosystem from logistics, payment systems (POS/SaaS), marketing, data, to financial services. We will also strengthen our position by developing artificial intelligence to offer the best personalized services to SME traders,” he said in an official statement.

Meanwhile, GudangAda’s CFO, JJ Ang said that investors’ enthusiasm has proven GudangAda’s success in building a platform with efficient capital while reaping growth. GudangAda is said to start monetizing its business since the first quarter of 2020.

GudangAda claims to be one of the B2B marketplace platforms with the fastest growth and most productive capital in the Southeast Asia region. Based on the records, GudangAda has raised $6 billion Net Merchandise Value (NMV) in less than three years.

Meanwhile, the total investment value is less than $35 million with an efficiency ratio of 170 times. Moreover, the GudangAda Logistik service has been recorded to have doubled every two months since its launching in mid-2020.

Applying the asset-light and capital-efficient business concept, GudangAda has collaborated with vehicle and warehouse business owners, including its MSMEs members. In addition, GudangAda offers a dynamic transportation and warehouse management service system to make it easier for partners to digitize their business.

GudangAda offers a one-stop solution for MSME players to make it easier to access various products. By targeting the FMCG sector, GudangAda has expanded its product categories to medicines, pharmaceuticals, and household appliances. Since the category expansion, GudangAda has experienced an increase in transactions from tens of thousands of MSMEs.

Currently, GudangAda has officially partnered with more than 65 principals, both local, national and multinational. One of these investments is used to expand cooperation with more principals.

MSME as the target market

In a general note, the number of MSME players in Indonesia is estimated to reach more than 65 million as of 2020. With the digital acceleration last year, SIRCLO’s e-commerce enabler report revealed that online retailers are expected to contribute 24% in 2022. In the report, sales on digital channels can be maximized, especially by FMCG brands which market everyday products.

B2B marketplace services such as GudangAda allow these MSME actors to get product stock more efficiently.

Actually, GudangAda is not thesole player in this sector. There are others, including Ula that also working on the existing potential. In addition, with a different approach, the online marketplace giants are promoting O2O strategies to make it easier for small traders to access various products — for example, by Mitra Bukalapak or Mitra Tokopedia.

The digitization, in the long term, also provides MSMEs with potential to gain more benefits, including financially. One of the scenarios started to be promoted is that recorded transaction data can be used as a credit scoring variable to help MSME players gain access to capital financing. Thus, it will support their efforts to increase the capability and size of the business they are starting.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GudangAda Tutup Putaran Pendanaan Seri B 1,49 Triliun Rupiah

Platform B2B marketplace untuk FMCG, GudangAda kembali mengantongi investasi sebesar $100 juta atau sekitar 1,49 triliun rupiah. Investasi ini merupakan putaran pendanaan seri B yang dipimpin oleh Asia Partners dan Falcon Edge.

Adapun Sequoia Capital India, Alpha JWC Ventures, dan Wavemake Partners kembali berpartisipasi pada pendanaan ini. Menurut GudangAda, investasi ini telah melampaui target awal yang ingin dikumpulkan, yakni sebesar $75 juta. Dengan tambahan pendanaan baru, GudangAda kini telah mengumpulkan total keseluruhan investasi hingga $135 juta.

Co-Founder Falcon Edge Navroz D. Udwadia mengatakan, selama bertahun-tahun berinvestasi di sejumlah kategori marketplace, sosok Stevensang dinilai memiliki kemampuan eksekusi bisnis dalam waktu singkat. Maka itu, ia optimistis GudangAda menjadi marketplace terbesar bagi UMKM Indonesia

“Dengan penelitian dan percakapan yang kami lakukan dengan para prinsipal, grosir, dan pengecer, kami yakin dengan return on investment (ROI) GudangAda dan manfaat yang ditawarkan kepada seluruh ekosistem,” ujarnya.

Memperkuat bisnis di rantai pasokan

Founder dan CEO GudangAda Stevensang mengatakan, perusahaan kini berada di posisi tepat untuk memberdayakan seluruh pemain di ekosistem rantai pasokan Indonesia, mulai dari produsen, distributor, grosir, hingga pengecer. GudangAda mengatakan layanannya telah digunakan hampir setengah juta pengguna di lebih dari 500 kota tier 1 hingga tier 3 dengan model monetisasi komprehensif dan ekosistem lengkap.

“Kami akan memperbesar tim GudangAda dan memperkuat ekosistem layanan kami mulai dari logistik, sistem pembayaran (POS/SaaS), pemasaran, data, hingga layanan keuangan. Kami juga akan memperkuat posisi kami dengan mengembangkan kecerdasan buatan untuk menawarkan layanan personalisasi terbaik kepada para pedagang UKM,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sementara CFO GudangAda JJ Ang menilai minat besar investor kali ini menjadi bukti keberhasilan GudangAda dalam membangun platform dengan modal efisien dan meraup pertumbuhan. GudangAda menyebut sudah mulai memonetisasi bisnisnya sejak kuartal pertama 2020.

GudangAda mengklaim sebagai salah satu platform B2B marketplace dengan pertumbuhan tercepat dan modal terproduktif di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan catatannya, GudangAda mengantongi Net Merchandise Value (NMV) sebesar $6 miliar dalam waktu kurang dari tiga tahun.

Sementara, nilai investasi terakumulasi kurang dari $35 juta dengan rasio efisiensi permodalan sebesar 170 kali. Kemudian, layanan GudangAda Logistik tercatat naik dua kali lipat setiap dua bulan sejak meluncur pertama kali di pertengahan 2020.

Menerapkan konsep bisnis asset-light dan capital-efficient, GudangAda telah bekerja sama dengan para pemilik bisnis kendaraan dan gudang, termasuk juga di antaranya dengan UMKM member GudangAda. Di luar kerja sama tersebut, GudangAda juga menawarkan sistem layanan manajemen transportasi dan gudang yang dinamis untuk memudahkan mitra mendigitalisasi bisnisnya.

GudangAda menawarkan one-stop solution kepada pelaku UMKM sehingga memudahkan akses berbagai produk secara efisien. Dengan menyasar sektor FMCG, GudangAda telah memperluas kategori produknya ke produk obat-obatan, farmasi, hingga peralatan rumah tangga. Sejak perluasan kategori ini, GudangAda mengalami peningkatan transaksi dari puluhan ribu UMKM.

Saat ini, GudangAda telah bermitra secara resmi dengan lebih dari 65 prinsipal, baik lokal, nasional, dan multinasional. Investasi ini salah satunya digunakan untuk memperluas kerja sama dengan lebih banyak prinsipal.

UMKM sebagai pangsa pasar

Sebagaimana diketahui, jumlah pelaku UMKM di Indonesia diestimasi mencapai lebih dari 65 juta per 2020. Dengan percepatan akselerasi digital tahun lalu, laporan e-commerce enabler SIRCLO mengungkap bahwa peritel online diperkirakan dapat berkontribusi sebesar 24% di 2022. Dalam laporannya, penjualan di kanal digital dapat dimaksimalkan, terutama oleh brand FMCG yang memasarkan produk sehari-hari.

Layanan marketplace B2B seperti GudangAda memungkinkan para pelaku UMKM tersebut mendapatkan stok produk secara lebih efisien.

Sebenarnya tidak hanya GudangAda yang melakukan hal tersebut. Beberapa pemain lain seperti Ula juga menggarap potensi yang ada. Di samping itu dengan pendekatan berbeda, para raksasa online marketplace menggalakkan strategi O2O untuk memudahkan pedagang kecil mengakses berbagai produk — misalnya yang dilakukan oleh Mitra Bukalapak atau Mitra Tokopedia.

Digitalisasi proses tersebut, untuk jangka panjang, juga memberikan potensi bagi UMKM untuk mendapatkan manfaat lebih banyak, termasuk dalam kaitannya dengan finansial. Salah satu skenario yang mulai digalakkan, data-data transaksi yang dibukukan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu variabel skoring kredit untuk membantu pelaku UMKM mendapatkan akses pembiayaan modal. Sehingga akan mendukung upaya mereka meningkatkan kapabilitas dan ukuran bisnis yang dirintisnya.

Application Information Will Show Up Here

Edward Tirtanata’s New Role: An Angel Investor through Kenangan Kapital

The new retail startup Kopi Kenangan has received a lot of attention, thanks to the Indonesian coffee chain business which has received large funding from a number of well-known VCs, including Sequoia Capital and Facebook Co-Founder Eduardo Saverin.

The success of this business cannot be separated from the efforts of its founders, Edward Tirtanata and James Prananto. Kopi Kenangan has now transformed into one of the top-tier coffee brands, especially among young adults in Indonesia.

DailySocial had the opportunity to interview Edward Tirtanata, not as a business founder, but his new experience as an angel investor through Kenangan Kapital. How does Edward define his new role?

Passion for entrepreneurship

Edward’s role as an angel investor has been going on since last year. Through his angel fund (called the Kenangan Investment Fund), he has invested in some of Indonesian startups, including BukuKas, GudangAda, OtoKlix, and Medigo (Smart Clinic).

From the beginning, he declared his big passion for entrepreneurship. This is visible from his efforts to build Kopi Kenangan. However, his success in building a business does not end there.

For him, entrepreneurship can be said as “good wealth management” which involves asset class in diverse. This means that if he wants to make a distinction, he doesn’t want to invest in just blue chips or deposits.

“A good investor must be able to diversify. Angel investing class assets, to increase ten times in a year is normal. I find it interesting,” Edward said.

Through Kenangan Kapital, he expects to contribute more to the Indonesian startup industry. This also encourages Edward to experience new role by being involved in startup funding.

Interest in the consumer tech

Consumer tech is one of the business verticals that attracts many investors. Consumer products combined with technology are the reasons why this business can be easily scalable.

The most obvious example is the mushrooming startups entering traditional businesses and utilizing technology with a direct-to-consumer (DTC) approach. Either eyewear or beauty products can now be marketed without having to build distribution channels.

Realizing this trend, Edward admits that he is interested to top up in the consumer tech sector through Kenangan Kapital. He said that there is still a missing gap in Indonesian consumer tech.

He said Indonesia needs more disruption, considering that products/services targeting the consumer segment are still underrated in terms of technology. On the other hand, Edward curious to what extent this vertical leads him to new experiences in entrepreneurship.

This is reflected in a number of his portfolios that mostly running in the B2C segment. A somewhat different hypothesis is taken when investing in Medigo.

Medigo’s business model is considered to have an impact on the consumer segment. Clinics are the main pillars of the health ecosystem in Indonesia. Currently, there are many clinics that are yet to be standardized, while being hospitalized costs quite expensive and is yet to reach the grassroots segment.

“We took an early bet when the numbers are still small, but now they are [Medigo] showing promising results even during the pandemic,” Edward said.

Challenges

Apart from his main focus on consumer tech, Edward revealed that he did not set any portfolio targets in 2021. Likewise, the target range of investment for Kenangan Kapital.

In his opinion, angel investors do not have a certain pressure in providing funding. This is in contrast to the way VCs work, which is to follow KPIs. He tends to choose to invest if there’s a sight of opportunities.

“I think being an angel investor doesn’t require an investment target [issued]. It all depends on the deal per deal. In fact, if there are exceptions for certain companies, I can invest as much as I can,” he added.

Without any specific KPI, Edward emphasized that the most important thing in following the growth of his portfolio business is the product-market fit. If a startup is gaining organic traction, the metric is at least customer acquisition cost (CAC).

However, Edward admits that the challenge of becoming an angel investor is not that different from a venture capitalist. The most common issue is selecting portfolios. He tends to choose founders who can run/find the right business.

“There are many good founders, but not many of them pick a good business. Better to invest in a good business even though the founder is quite Mediocre. The most important thing for me is conviction. That is, no matter what happens, they stick around and make the best out of it. The term is determination,” he said.

Become the CEO and investor at a time

How come Edward manages his role as CEO and angel investor as the number of Capital Memories portfolios grows in the future?

“First, I need to emphasize that my main full-time job is the CEO of Kopi Kenangan. I don’t want my passion to help entrepreneurs interfere with my main job at Kopi Kenangan,” he said.

Second, he thinks it is not good for every businessman to be too dependent on their investors for a long time. Ideally, these founders are expected to be independent and focused on their business in three to six months.

“Because Kenangan Kapital is like a family office and there are no outside investors, I have no pressure to deploy capital like private equity or VC. I can invest in a very few but exceptional founders and help 2-3 founders at a time,” he said.

In fact, he admits that he is happy when his portfolio joins a well-known accelerator program. According to Edward, that could mean they won’t need his further involvement in terms of business.

Accommodating the angel investor ecosystem

It can’t be denied that the angel investor ecosystem in Indonesia is quite silent. Even though angel investors play a big role in providing startup funding in the early phase.

Edward said, the existence of angel investors in Indonesia is very different from the one in the United States (US). The country which is the mecca for the startup industry has a database platform that attracts thousands of angel investors. That way, startups can get direct access and find it easier to find funding from angel investors.

“Here, access to angel investors is rather difficult, so they tend to look for funding options from their families. Therefore, this is what makes them unable to provide [relevant] experience to invested startups because the investors are not from a startup background,” Edward said.

He is aware of the situation. He thought the phenomenon is similar to when the new VC industry has emerged and popular in recent years. As the industry develops, he expects the angel investor ecosystem to develop along the way in the future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian