Evermos Announces Over 427 Billion Rupiah Series B Funding, Social Commerce Is in Its Peak

Social commerce startup Evermos has announced its series B funding of $30 million or the equivalent of 427.3 billion Rupiah. This round was led by UOB Venture Management through the Asia Impact Investment Fund II. Several other investors involved include MDI Ventures, Telkomsel Mitra Innovation, Future Shape, and supported by previous investors, including Jungle Ventures and Shunwei Capital.

The fresh funds will be used to strengthen the leadership team, expand and develop technology. We previously reported the Evermos series B round since August 2021, including the participation of 2 Telkom Group’s CVCs.

“Our vision is to empower one million micro-entrepreneurs in the next five years. One of the main factors influencing the way we do business is by measuring the sustainability and social impact of our platform,” Evermos’ Co-Founder & President, Arip Tirta said.

He also said that the company’s income has been mostly supported by individuals and SMEs in tier-2 and 3 cities. In order to strengthen its presence in the area, they are currently running a pilot program “Evermos Village”, involving nearly 100 villages. In this program, less productive local residents are empowered to become reseller partners — including being trained on entrepreneurial principles.

Evermos social commerce concept

Was founded in November 2018 by Arip, Ghufron Mustaqim, Iqbal Muslimin, and Ilham Taufiq; Evermos has acquired around 100 thousand active resellers in 500 cities. They partner with more than 500 brands with 90% of them coming from curated local SMEs.

The products offered are mostly Muslim clothing commodities, halal health/beauty products, food and beverages, and others — most of them prioritize halal products. From a business perspective, they claim to have grown up to 60 times in the last two years.

Evermos facilitates people who want to become resellers. These users can sell the products in the application to their network, via WhatsApp or social media. There is a profit sharing or reward applied. Evermos alone, in addition to providing products, also helps in terms of logistics management, customer support, and technology.

Evermos’ Co-Founder & Deputy CEO, Ghufron Mustaqim said that his business philosophy is based on ‘Economy Gotong Royong‘, prioritizing collaborative economic empowerment. Through the existing reseller network, Evermos wants to be a vehicle for local SMEs to grow their business, on the other hand, it will generate additional income for resellers.

Social commerce potential in Indonesia

The total GMV generated from online trading business continues to grow rapidly in Indonesia – to date, it still has the largest proportion in the region. According to Bain & Co. data, as visualized by Statista, in 2020 the total GMV for online trading businesses in Indonesia has reached $47 billion.

Although the majority come from e-commerce or online marketplaces, social commerce services have quite a big contribution, which is around $12 billion.

Meanwhile, according to McKinsey, the social commerce business is projected to experience rapid growth of up to $25 billion by 2022. Pandemic becomes one of the catalysts, this is related to changes in the way people shop and the job opportunities offered by social commerce.

UOB Venture Management’s Senior Director, Clarissa Loh explained, Evermos’ social commerce model can be a bridge in answering this gap, by enabling its resellers to market the products of local SMEs.

“The Evermos platform also empowers local brands and creates a source of income for the lower middle class people with minimal access and opportunities, but already own and use smartphones (underserved communities),” Clarissa added.

Social commerce players in Indonesia

In Indonesia, there are already several platforms that offer similar services. Throughout 2021, several other social commerce startups also received funding from investors, including:

Startup Funding
RateS Series A
Raena Series A
KitaBeli Series A, 114 billion Rupiah
Super Series B, 405 billion Rupiah
Dagangan Pre-Series A

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Evermos Umumkan Pendanaan Seri B Lebih dari 427 Miliar Rupiah, Bisnis Social Commerce Menggeliat

Startup social commerce Evermos mengumumkan telah menutup pendanaan seri B senilai $30 juta atau setara 427,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh UOB Venture Management melalui Asia Impact Investment Fund II. Beberapa investor lain yang terlibat termasuk MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Future Shape, dan turut didukung investor sebelumnya yakni Jungle Ventures dan Shunwei Capital.

Dana segar yang diperoleh akan digunakan untuk memperkuat tim kepemimpinan, melakukan ekspansi, dan mengembangkan teknologi. Kabar putaran seri B Evermos sebelumnya kami beritakan sejak Agustus 2021 lalu, termasuk adanya keterlibatan 2 CVC milik grup Telkom.

“Visi kami adalah memberdayakan satu juta pengusaha mikro dalam lima tahun ke depan. Salah satu faktor utama yang memengaruhi cara kami menjalankan bisnis adalah dengan mengukur keberlanjutan dan dampak sosial dari platform kami,” ujar Co-Founder & President Evermos Arip Tirta.

Ia juga mengatakan, bahwa selama ini pendapatan perusahaan banyak disokong dari individu dan UKM d kota tier-2 dan 3. Untuk menguatkan keberadaannya di wilayah tersebut, saat ini mereka tengah menjalankan percontohan program “Desa Evermos”, melibatkan hampir 100 desa. Di program itu, warga lokal yang masih kurang produktif diberdayakan menjadi mitra reseller — termasuk dilatih dengan prinsip kewirausahaan.

Konsep social commerce Evermos

Sejak didirikan pada November 2018 lalu oleh Arip, Ghufron Mustaqim, Iqbal Muslimin, dan Ilham Taufiq; saat ini Evermos telah memiliki sekitar 100 ribu reseller aktif di 500 kota. Mereka bermitra dengan lebih dari 500 brand dengan 90% di antaranya datang dari kalangan UKM lokal yang dikurasi.

Produk yang disediakan kebanyakan adalah komoditas busana muslim, produk kesehatan/kecantikan halal, makanan dan minuman, dan lain-lain — sebagian besar mengutamakan produk bernuansa halal. Dari sisi bisnis, dalam dua tahun terakhir mereka mengklaim mendapati pertumbuhan hingga 60 kali.

Aplikasi Evermos memfasilitasi masyarakat yang ingin menjadi reseller. Para pengguna tersebut selanjutnya bisa menjual produk yang ada di aplikasi ke jaringannya, melalui WhatsApp atau media sosial. Ada bagi hasil atau imbalan yang diterapkan. Pihak Evermos sendiri, selain menyediakan produk, juga membantu dari sisi pengelolaan logistik, dukungan konsumen, dan teknologi.

Co-Founder & Deputy CEO Evermos Ghufron Mustaqim menyatakan bahwa dasar filosofi bisnisnya adalah ‘Ekonomi Gotong Royong‘, mengedepankan pemberdayaan ekonomi kolaboratif. Melalui jaringan reseller yang ada, Evermos ingin menjadi sarana bagi UKM lokal untuk mengembangkan bisnis mereka, di sisi lain akan menghasilkan pendapatan tambahan bagi reseller.

Potensi social commerce di Indonesia

Total GMV yang dihasilkan dari bisnis perdagangan online memang terus bertumbuh pesat di Indonesia – sampai saat ini masih memiliki proporsi terbesar di regional. Menurut data Bain & Co., seperti divisualisasikan Statista, pada tahun 2020 total GMV untuk bisnis perdagangan online di Indonesia telah mencapai angka $47 miliar.

Kendati mayoritas datang dari e-commerce atau online marketplace, layanan social commerce memiliki sumbangsih yang tidak kecil, yakni sekitar $12 miliar.

Sementara itu menurut McKinsey, bisnis social commerce diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan pesat hingga $25 miliar pada tahun 2022 mendatang. Kondisi pandemi menjadi salah satu katalisator, hal ini terkait perubahan cara orang berbelanja dan kesempatan kerja yang ditawarkan oleh social commerce.

Senior Director UOB Venture Management Clarissa Loh menjelaskan, model social commerce Evermos dapat menjadi jembatan dalam menjawab kesenjangan ini, dengan memungkinkan para reseller-nya untuk memasarkan produk para UKM lokal.

“Platform Evermos juga memberdayakan brand lokal dan menciptakan sumber pendapatan bagi masyarakat menengah ke bawah yang minim akses dan kesempatan, namun memiliki dan menggunakan smartphone (underserved community),” imbuh Clarissa.

Pemain social commerce di Indonesia

Di Indonesia saat ini sudah ada beberapa platform yang menawarkan layanan serupa. Bahkan sepanjang tahun 2021 ini, beberapa startup social commerce lain turut mendapatkan pendanaan dari investor, meliputi:

Startup Tahapan Pendanaan
RateS Seri A
Raena Seri A
KitaBeli Seri A, 114 miliar Rupiah
Super Seri B, 405 miliar Rupiah
Dagangan Pra-Seri A
Application Information Will Show Up Here

Platform SCF Bizhare Luncurkan Layanan Syariah, Incar Potensi Bisnis Halal

Platform securities crowdfunding (SCF) Bizhare merilis layanan syariah “Bizhare Syariah” untuk menggarap potensi bisnis halal yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Mereka mengklaim jadi perusahaan pertama di industri SCF yang memiliki unit bisnis syariah.

Dalam keterangan resmi, Co-CEO Bizhare Syariah Gatot Adhi Wibowo menjelaskan saat ini pangsa pasar syariah masih di angka 9,03%. Kesempatan tersebut mendorong perusahaan untuk menghadirkan ekosistem investasi syariah yang lebih terintegrasi bagi masyarakat luas.

Tak hanya menjadi platform pembiayaan, Bizhare telah memiliki jaringan edukasi, pelatihan, ekosistem UMKM industri halal, supplier management system, dan pustaka aplikasi digital halal.

“Bizhare Syariah bersama berbagai macam UKM, lembaga pendidikan, dan komunitas muslim di Indonesia akan membangun ekosistem bisnis syariah yang menguntungkan dan bermanfaat bagi para investor,” terangnya.

Bizhare menjalankan bisnis syariahnya dengan membentuk unit bisnis khusus yang dipimpin langsung oleh Gatot. Serta, memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) sendiri yang dikepalai oleh Awang Muda Satria. Di ALUDI, Gatot juga menjabat sebagai Ketua Eksekutif Bidang Syariah.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent menjelaskan perbedaan konsep equity crowdfunding (ECF) syariah dengan konvensional terletak di sisi bisnis penerbit yang harus menerapkan syariat Islam dalam menjalankan bisnisnya. Penerbit tersebut sebelumnya sudah melakukan penelaahan kesyariahan oleh DPS yang sudah direkomendasikan oleh Majelis Ulama Indonesia.

Kemudian memakai empat jenis akad untuk pembagian hasilnya. Akad yang dimaksud ialah Akad Ijarah (sewa menyewa barang/jasa), Akad Mudhorobah (pengelola tidak setor modal uang), Akad Musyarakah (pengelola juga setor modal), dan Akad Murabahah (jual beli barang).

Lalu dari sisi due dilligence juga lebih mendalam karena tidak hanya dari sisi legal, finansial, dan proyeksi bisnis saja, tapi juga menambah unsur syariah di dalamnya. “Proses pengajuan bisnis syariahnya sendiri, prosedurnya kurang lebih sama, tetap akan dilakukan due dilligence mendalam dari sisi legal dan finansial. Namun akan ditambah dengan penelaahan kesyariahannya oleh DPS,” kata Heinrich.

Gatot turut menambahkan, saat ini cakupan layanan syariah mereka baru di ranah ECF, ke depannya Bizhare Syariah akan diperluas hingga ke SCF, mengingat Bizhare sendiri saat ini sudah meng-upgrade lisensinya di OJK. Perusahaan menargetkan pada 2025 mendatang dapat membuka lebih dari 2 ribu bisnis syariah.

Saat ini, Bizhare Syariah membuka dua penawaran saham bisnis syariah, yakni Tihama Klinik Hemodialisa untuk kategori bisnis di bidang kesehatan yang berlokasi di Cirebon dan SALSA untuk kategori bisnis grosir dan ritel di Banyumas.

Selain Bizhare Syariah, sebelumnya perusahaan juga telah merilis layanan Pasar Sekunder pada Februari kemarin. Layanan ini menjadi strategi untuk meningkatkan likuiditas dari saham penerbit yang diterbitkan, serta salah satu exit strategy untuk para investor.

Pada Mei kemarin, Bizhare baru mengumumkan pendanaan pra-Seri A senilai $520 ribu yang dipimpin oleh AngelCentral. Diikuti oleh investor sebelumnya, seperti GK Plug and Play, GDILab, dan Billy Boen. Dana segar ini salah satunya akan dimanfaatkan untuk pengembangan aplikasi mobile.