Sony XB900N Diciptakan untuk Pencinta Bass yang Juga Mementingkan Noise Cancelling

Saya yakin tidak ada yang meragukan reputasi Sony di bidang audio, apalagi dengan portofolio yang mencakup produk sekelas headphone WH-1000XM3. Tidak hanya menawarkan fitur noise cancelling yang efektif, headphone tersebut juga masuk di kriteria kaum audiophile berkat kemampuannya mengolah file audio beresolusi tinggi.

Namun sebagian besar konsumen tidak membutuhkan kapabilitas setinggi itu, dan mereka pun juga bakal keberatan mengucurkan dana sebesar 6 juta rupiah hanya untuk sebuah headphone wireless. Ditambah lagi, beberapa mungkin akan menilai dentuman bass yang dihasilkan WH-1000XM3 masih kurang wow.

Itulah mengapa Sony telah menyiapkan headphone wireless lain bernama XB900N. Label “XB” adalah kuncinya, singkatan dari “eXtra Bass” yang berarti karakter suaranya lebih condong ke frekuensi rendah. Di saat yang sama, label “N” di buntutnya juga berarti noise cancelling telah tersedia sebagai fitur standar di headphone ini.

Sony XB900N

Buat saya pribadi, yang cukup mencuri perhatian adalah desainnya. Saya masih ingat di kisaran tahun 2012-2013, seri headphone Sony XB selalu berpenampilan agak norak. Seperti yang bisa Anda lihat, XB900N tidak demikian. Selain elegan, desainnya juga fungsional; earcup-nya dapat diputar sekaligus dilipat sehingga mudah dibawa bepergian.

Sisi luar earcup-nya dibekali panel sentuh, yang berarti pengoperasiannya mengandalkan gesture seperti WH-1000XM3. Dukungan Google Assistant dan Alexa pun tidak ketinggalan, sedangkan baterainya bisa bertahan sampai 30 jam pemakaian sebelum perlu diisi ulang via USB-C.

Di Amerika Serikat, Sony XB900N sudah dipasarkan seharga $250, selisih $100 dari banderol WH-1000XM3 saat pertama dirilis.

Sumber: The Verge.

Audio-Technica Luncurkan Dua Headphone dan Satu Earphone Noise Cancelling

Sejauh ini setidaknya sudah ada dua brand yang menjadi pihak dominan di segmen headphone noise cancelling, yaitu Sony dan Bose. Sekarang, giliran Audio-Technica yang mencoba mengusik dominasi keduanya lewat dua headphone dan satu earphone noise cancelling yang mereka perkenalkan di ajang CES 2019.

Headphone yang pertama adalah model flagship ATH-ANC900BT. Desainnya minimalis dan mengarah ke elegan, cocok buat para pebisnis yang rutin bepergian via jalur udara. Di balik wujud simpelnya, bernaung driver 40 mm yang mendukung codec aptX maupun AAC, sedangkan konektivitasnya sudah mengandalkan Bluetooth 5.0.

Audio-Technica ATH-ANC900BT

Penggunaan Bluetooth 5.0 memungkinkan daya tahan baterainya untuk mencapai angka 35 jam dalam satu kali pengisian, dan ini dalam posisi wireless beserta noise cancelling aktif. Noise cancelling-nya sendiri tersedia dalam tiga mode yang berbeda, namun pengguna juga bisa mengatur intensitasnya secara manual melalui aplikasi pendamping di ponsel.

Pengoperasiannya mengandalkan kontrol sentuh pada sisi luar earcup. Pengguna juga dapat menutup earcup sebelah kiri dengan telapak tangannya selama dua detik untuk mengaktifkan mode ambient, sehingga mereka dapat mendengar suara dari sekitarnya tanpa perlu melepas headphone.

Audio-Technica ATH-ANC500BT

Headphone yang kedua adalah ATH-ANC500BT. Penampilannya sepintas mirip, akan tetapi ini disiapkan sebagai model entry level. Perbedaan paling utamanya adalah absennya dukungan codec aptX maupun AAC, serta konektivitas Bluetooth 4.2. Otomatis baterainya tidak seawet kakaknya, cuma bisa bertahan selama 20 jam dalam satu kali charge.

Audio-Technica tidak banyak bicara mengenai kinerja noise cancelling-nya, tapi saya menduga pasti lebih inferior ketimbang ANC900BT tadi. Terlepas dari itu, headphone ini masih cocok dibawa bepergian berkat kemampuannya untuk dilipat rata, lagi-lagi sama seperti kakaknya.

Audio-Technica ATH-ANC100BT

Terakhir, ada earphone ATH-ANC100BT bagi yang kurang suka dengan model over-ear. Tubuh ringkasnya mengemas driver 12 mm, sedangkan daya tahan baterainya diklaim mencapai angka 12 jam.

Sayangnya, berhubung ia juga dikategorikan sebagai entry level, tidak ada dukungan codec aptX maupun AAC, dan lagi-lagi konektivitas yang digunakan masih Bluetooth 4.2.

Ketiga perangkat ini bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang. Harganya adalah sebagai berikut:

  • Audio-Technica ATH-ANC900BT $300
  • Audio-Technica ATH-ANC500BT $100
  • Audio-Technica ATH-ANC100BT $100

Sumber: Audio-Technica.

 

Dolby Dimension Ibarat Sistem Audio Bioskop yang Dikemas dalam Headphone Wireless

Dolby adalah dedengkot di bidang audio yang cukup unik. Selama lebih dari 50 tahun, mereka membangun reputasinya tanpa memproduksi hardware sendiri untuk konsumen umum. Jadi ketika Dolby memutuskan untuk menggarap headphone-nya sendiri, kita patut menaruh perhatian ekstra.

Headphone tersebut bernama Dolby Dimension, dan seperti bioskop yang dilengkapi sistem audio bersertifikasi Dolby, ia diciptakan untuk menemani penggunanya menonton film. Suara surround menjadi fitur keunggulannya, dan ini dicapai berkat kombinasi sepasang driver 40 mm, chipset Qualcomm Snapdragon dengan prosesor quad-core, serta teknologi virtualization racikan Dolby sendiri.

Dolby Dimension

Hasilnya adalah efek suara tiga dimensi mirip seperti yang ditawarkan teknologi Dolby Atmos. Levelnya memang belum secanggih Atmos, tapi ini disebabkan oleh batasan konektivitas Bluetooth 4.2 yang ada pada Dimension.

Efek ini akan terasa semakin realistis berkat dukungan head tracking yang ditawarkan Dimension. Jadi ketika Anda sedang menonton dan menoleh ke kiri, suara yang tadinya terdengar dari depan bakal jadi terdengar dari samping kanan.

Dolby Dimension

Selain virtualization, Dimension juga menawarkan fitur bernama LifeMix, yang kalau dari cara kerjanya, mirip seperti fitur noise cancelling adaptif yang ada pada sejumlah headphone wireless premium. Supaya kinerja fitur ini bisa maksimal, lima mikrofon omnidirectional telah Dolby sematkan ke Dimension.

Performa audio yang superior ini turut dibarengi oleh desain fisik yang manis sekaligus ergonomis. Bantalan telinganya yang gemuk kelihatan nyaman, tapi di saat yang sama bobotnya ternyata cuma 330 gram, sehingga semestinya tidak akan membuat gerah setelah dipakai menonton selama berjam-jam.

Dolby Dimension

Dimension mengandalkan kombinasi tombol fisik dan panel sentuh pada earcup sebelah kanan sebagai input kontrolnya. Soal baterai, Dimension diklaim dapat beroperasi sampai 10 jam dengan semua fitur aktif, atau sampai 15 jam dalam mode irit daya. Fast charging pun turut tersedia; charging selama 15 – 20 menit cukup untuk pemakaian selama 2 jam.

Sebagai produk debutan, Dolby Dimension terkesan sangat menarik. Kalau disuruh menyebutkan kekurangannya, saya akan bilang harganya: $599, setara soundbar yang mendukung Dolby Atmos. Pemasarannya sudah berlangsung di Amerika Serikat.

Sumber: Engadget dan Nasdaq.

Microsoft Luncurkan Surface Pro 6, Surface Laptop 2, Surface Studio 2, dan Surface Headphones

Microsoft baru saja meluncurkan empat perangkat Surface baru. Tiga di antaranya adalah generasi baru dari perangkat yang sudah ada – Surface Pro 6, Surface Laptop 2, dan Surface Studio 2 – sedangkan satu sisanya merupakan perangkat yang benar-benar baru, yakni Surface Headphones.

Tanpa berlama-lama, mari kita bahas keunggulan yang ditawarkan masing-masing perangkat.

Surface Pro 6 dan Surface Laptop 2

Surface Pro 6 / Microsoft
Surface Pro 6 / Microsoft

Entah kenapa, Microsoft kembali menyematkan embel-embel angka pada Surface Pro, setelah sebelumnya absen di generasi kelimanya. Terlepas dari itu, Surface Pro 6 masih mempertahankan desain elegan pendahulunya, dan itu semakin kental berkat adanya varian berwarna hitam matte.

Yang berubah banyak adalah dalamannya. Surface Pro 6 mengusung prosesor quad-core Intel generasi ke-8. Pilihannya ada dua: Core i5-8250U atau Core i7-8650U (varian Core m3 yang ‘lemah syahwat’ sudah tidak ditawarkan lagi). Menurut Microsoft, kinerjanya 67% lebih cepat daripada Surface Pro generasi kelima.

Pilihan RAM yang tersedia antara 8 atau 16 GB, sedangkan penyimpanan berbentuk SSD-nya ditawarkan dalam kapasitas 128, 256, 512 GB atau 1 TB. Kombinasi ini diyakini mampu menyuguhkan daya tahan baterai hingga 13,5 jam saat digunakan untuk menonton video.

Layar yang digunakan masih sama: 12,3 inci, dengan resolusi 2736 x 1824 pixel. Sebagai sebuah Surface Pro, ia tentu masih bisa digunakan layaknya tablet biasa tanpa ada keyboard yang menancap.

Surface Laptop 2 / Microsoft
Surface Laptop 2 / Microsoft

Beralih ke Surface Laptop 2, desainnya juga masih sama seperti generasi pertamanya yang dirilis pada bulan Mei tahun lalu. Pilihan warnanya juga masih ada empat, akan tetapi salah satunya kini berwarna hitam matte yang amat elegan seperti Surface Pro 6.

Spesifikasinya nyaris identik dengan Surface Pro 6, baik untuk prosesor, RAM maupun storage-nya. Daya tahan baterainya sedikit lebih awet di angka 14,5 jam, akan tetapi resolusi layar sentuh 13,5 incinya lebih rendah di angka 2256 x 1504 pixel.

Satu hal yang sangat menyebalkan dari kedua perangkat ini adalah tidak adanya port USB-C sama sekali. Seperti di generasi sebelumnya, Microsoft hanya menyematkan satu port USB biasa saja, membuatnya kurang layak disebut future-proof, apalagi untuk standar tahun 2018.

Terlepas dari itu, untuk Surface Pro 6 setidaknya harga awalnya sekarang sedikit lebih terjangkau: $899 (sebelumnya mulai $999). Surface Laptop 2 di sisi lain dibanderol sama persis seperti pendahulunya, yakni mulai $999.

Surface Studio 2

Surface Studio 2

Tidak terasa sudah hampir dua tahun sejak Microsoft mengungkap all-in-one PC perdananya. Selang dua tahun adalah waktu yang tepat untuk penyegaran spesifikasi, dan itulah yang Microsoft lakukan dengan Surface Studio 2.

Desainnya tidak berubah, demikian pula layar sentuh 28 incinya: masih beresolusi 4500 x 3000 pixel, akan tetapi tingkat kecerahannya diklaim naik 38%, dan kontrasnya juga naik 22%. Sama seperti sebelumnya, layar ini duduk di atas engsel unik yang memungkinkan manipulasi posisi yang amat fleksibel, serta kompatibel dengan aksesori Surface Pen maupun Surface Dial.

Surface Studio 2

Soal spesifikasi, Surface Studio 2 mengusung prosesor quad-core Intel Core i7-7820HQ (generasi ke-7, sayang bukan generasi ke-8 yang mengemas 6-core). Prosesor ini ditemani oleh RAM DDR4 berkapasitas 16 atau 32 GB, serta pilihan GPU Nvidia GeForce GTX 1060 6GB atau GTX 1070 8 GB.

Dibandingkan Surface Studio generasi pertama yang menggunakan GPU GTX 965M atau GTX 980M, Microsoft mengklaim kinerja grafis Surface Studio meningkat hingga 50%. Soal penyimpanan, Microsoft tak lagi menggunakan komponen bertipe hybrid, melainkan SSD murni dengan kapasitas 1 atau 2 TB.

Urusan konektivitas, setidaknya Surface Studio 2 masih memiliki satu port USB-C (generasi sebelumnya tidak punya sama sekali), meski ini tidak kompatibel dengan Thunderbolt 3. Sisanya, masih ada empat port USB biasa, slot SD card, gigabit ethernet dan headphone jack.

Microsoft berencana memasarkan Surface Studio 2 pada bulan November mendatang, dengan harga mulai $3.499 (RAM 16 GB, SSD 1 TB), hingga $4.799 (RAM 32 GB, SSD 2 TB).

Surface Headphones

Surface Headphones

Terakhir, ada Surface Headphones yang benar-benar gres – siapa yang menyangka Microsoft yang tadinya cuma membuat software kini juga memproduksi headphone? Perangkat ini masuk kategori headphone Bluetooth bertipe over-ear, dan penampilannya tampak minimalis sekaligus elegan, dengan warna abu-abu khas lini Surface.

Kinerjanya ditunjang oleh sepasang driver 40 mm dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz. Namun yang menjadi nilai jual utama adalah ANC alias active noise cancelling, plus integrasi voice assistant Cortana. Untuk dua fitur ini, Microsoft telah membekali Surface Headphones dengan total 8 mikrofon.

Surface Headphones

Yang unik adalah mekanisme pengoperasiannya. Ketimbang menggunakan panel sentuh pada earcup seperti mayoritas headphone kekinian, Surface Headphones dilengkapi kenop yang bisa diputar pada kedua earcup-nya; sebelah kanan untuk mengatur volume, kiri untuk menyesuaikan intensitas pemblokiran suaranya.

Dalam satu kali pengisian, baterai Surface Headphones bisa bertahan sampai 15 jam dalam posisi ANC menyala terus. Charging-nya mengandalkan kabel USB-C, dan pengguna masih bisa menancapkan kabel audio 3,5 mm jika perlu.

Berdasarkan informasi yang diterima CNET, Microsoft menghabiskan waktu tiga tahun untuk mengembangkan Surface Headphones secara sembunyi-sembunyi. Perangkat rencananya akan dipasarkan menjelang musim liburan mendatang seharga $350.

Sumber: 1, 2, 3.

AKG Luncurkan Trio Headphone Wireless Baru

Salah satu atribut yang dicari dari headphone atau earphone adalah kemampuannya memblokir suara luar, baik secara pasif maupun aktif. Prioritas ini terkadang membuat kita lupa bahwa suara luar sebenarnya dapat membantu menjauhkan kita dari celaka. Itulah sebabnya belakangan banyak produsen headphone yang menerapkan teknologi noise cancelling adaptif.

Salah satunya adalah AKG, dan upaya mereka sudah bisa konsumen nikmati melalui headphone wireless terbarunya, AKG N700NC. Fitur unggulannya, seperti yang saya bilang, adalah noise cancelling adaptif; dengan satu klik tombol, pengguna bisa mengatur seberapa intens kinerja pemblokiran suaranya, atau dengan kata lain seberapa banyak suara luar yang diperbolehkan masuk.

AKG N700NC

Selain membantu menghindarkan kita dari marabahaya, fitur ini juga sangat memudahkan apabila pengguna tiba-tiba diajak bicara oleh seseorang; mengklik tombol jelas lebih praktis daripada harus melepas headphone, apalagi untuk headphone jenis over-ear yang berukuran cukup besar seperti ini.

Dalam satu kali charge, N700NC diyakini bisa beroperasi sampai 20 jam nonstop. Di Amerika Serikat, Samsung (pemilik Harman yang merupakan induk perusahaan AKG) telah memasarkannya seharga $350. Di rentang harga ini, ia bersaing langsung dengan Sony WH–1000XM3 yang juga dirilis belum lama ini.

AKG Y500

Selain N700NC, AKG turut menghadirkan dua headphone wireless lain, yakni Y500 yang bergaya on-ear serta Y100 yang bermodel in-ear. Keduanya tidak dibekali fitur noise cancelling dan hanya bisa mengisolasi suara secara pasif. Kendati demikian, keduanya dilengkapi fitur Ambient Aware untuk memudahkan pengguna mendengar suara luar.

Khusus AKG Y500, ia juga dibekali fitur pause dan play otomatis, yang akan aktif dengan sendirinya ketika headphone dilepas atau dipakai. Pengguna Y500 juga dapat menghubungkan dua perangkat sekaligus via Bluetooth jika perlu.

AKG Y100

Soal baterai, Y500 bisa tahan sampai 33 jam nonstop, sedangkan Y100 hingga 8 jam. Keduanya juga telah dipasarkan, masing-masing seharga $150 (Y500) dan $100 (Y100), dan variasi warnanya juga lebih beragam dibanding N700NC tadi.

Sumber: Samsung.

Plantronics BackBeat Fit 3100 Adalah True Wireless Earphone-nya Para Pencinta Olahraga

Tidak semua true wireless earphone diciptakan sama. Bagi Plantronics, yang menjadi prioritas adalah peran perangkat sebagai teman olahraga. Berangkat dari filosofi tersebut, lahirlah Plantronics BackBeat Fit 3100, atau yang bisa disebut sebagai AirPods-nya para pencinta olahraga.

Berbekal earhook yang fleksibel, BackBeat Fit 3100 dirancang supaya bisa tetap terpasang dengan baik di telinga, tidak peduli seaktif apa penggunanya bergerak. Guyuran hujan maupun keringat sama sekali bukan masalah baginya, mengingat ia masuk ke kategori sport earphone dan telah mengantongi sertifikasi IP57.

Plantronics BackBeat Fit 3100

Juga unik adalah fitur Always Aware, yang diklaim mampu memblokir suara luar secara selektif. Jadi suara-suara yang dianggap penting seperti klakson kendaraan atau gonggongan anjing akan tetap terdengar meski musik tengah diputar, sedangkan sisanya yang kurang penting akan diblokir sebisa mungkin.

Dalam satu kali pengisian, BackBeat Fit 300 bisa beroperasi sampai lima jam pemakaian, dan charging case-nya bisa menyuplai 10 jam daya ekstra. Fitur fast charging pun turut tersedia; charging selama 15 menit bisa memberikan daya yang cukup untuk pemakaian selama 1 jam.

Plantronics BackBeat Fit 2100 / Plantronics
Plantronics BackBeat Fit 2100 / Plantronics

Anda kurang suka true wireless earphone atas alasan tertentu? Jangan khawatir, Plantronics sudah menyiapkan alternatifnya, yaitu BackBeat Fit 2100. Perangkat ini juga menawarkan fitur Always Aware yang sama, akan tetapi desainnya mengadopsi gaya neckband yang fleksibel. Daya tahan baterainya sedikit lebih awet di angka 7 jam.

Plantronics BackBeat Fit 350 / Plantronics
Plantronics BackBeat Fit 350 / Plantronics

Neckband juga bukan selera Anda? Ada BackBeat Fit 350 yang menganut desain earphone wireless tradisional dengan seuntai kabel yang menghubungkan kedua earpiece. Ia tak dilengkapi fitur Always Aware, akan tetapi fisiknya masih tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX5, dan baterainya bisa bertahan sampai 6 jam dalam satu kali pengisian.

Plantronics BackBeat Go 410 / Plantronics
Plantronics BackBeat Go 410 / Plantronics

Di luar kategori sport, ada BackBeat Go 410 yang menekankan fitur active noise cancelling (ANC). Di dalam masing-masing earpiece-nya tertanam driver 10 mm, dan sama seperti BackBeat Fit 3100 maupun 2100, ia sudah menggunakan konektivitas Bluetooth 5.0. Baterainya sendiri bisa bertahan sampai 8 jam (12 jam tanpa ANC) dalam satu kali charge.

Plantronics BackBeat Go 810 / Plantronics
Plantronics BackBeat Go 810 / Plantronics

Terakhir, ada BackBeat Go 810 yang juga menawarkan fitur ANC, tapi dalam wujud headphone dengan earcup berukuran besar (over-ear). Performanya ditunjang oleh driver 40 mm dan Bluetooth 5.0, sedangkan baterainya diklaim dapat bertahan hingga 22 jam (28 jam tanpa ANC).

Kelima earphone dan headphone wireless ini sekarang sudah dipasarkan. Harganya di Amerika Serikat adalah sebagai berikut:

Sumber: SlashGear dan Plantronics.

Beyerdynamic Lagoon ANC Siap Ramaikan Pasar Headphone Wireless Noise Cancelling

Sony WH–1000XM3 bukan satu-satunya calon penantang kuat Bose di segmen headphone wireless berteknologi noise cancelling yang menjalani debutnya di ajang IFA tahun ini. Produsen perangkat audio tertua di dunia, Beyerdynamic, rupanya juga memperkenalkan calon rival yang sepadan, yakni Lagoon ANC.

ANC, seperti yang kita tahu, adalah singkatan dari Active Noise Cancelling, di mana pemblokiran suara dilakukan secara sengaja dengan mengolah suara yang masuk dari mikrofon. Untuk Lagoon ANC, Beyerdynamic rupanya telah menerapkan sistem hybrid, di mana mikrofon yang bertugas menangkap suara untuk dieliminasi tak hanya ditempatkan di bagian luar saja, tapi juga di dalam masing-masing earcup.

Soal performa, Beyerdynamic belum merincikan unit driver yang digunakan headphone tipe over-ear ini seperti apa, tapi yang pasti respon frekuensinya berada di rentang 10 – 30.000 Hz. Dari catatan spesifikasinya pun kita juga bisa menduga kalau dimensi headphone ini masuk kategori cukup ringkas, mengingat bobotnya tercatat hanya 280 gram saja.

Beyerdynamic Lagoon ANC

Desainnya boleh dibilang sederhana, tapi masih kelihatan cukup premium. Pada earcup sebelah kanannya, kita bisa melihat kehadiran panel sentuh yang mendukung beragam gesture untuk mengoperasikan headphone, termasuk gesture untuk memanggil Google Assistant maupun Siri. Lagoon turut dilengkapi sensor yang akan mendeteksi apabila pengguna melepas headphone, lalu menghentikan musik secara otomatis, begitu juga sebaliknya, memutarnya kembali saat headphone dikenakan.

Namun atribut terunik Lagoon adalah sistem pencahayaan di bagian dalam kedua earcup-nya. Lho kok di dalam? Ya, sebab fungsinya sama sekali bukan untuk gaya-gayaan, melainkan untuk menjadi indikator buat pengguna. Contoh, saat headphone dinyalakan, lampu di earcup sebelah kiri akan menyala biru, sedangkan kanan menyala merah, demi memudahkan pengguna membedakan antara keduanya.

Contoh selanjutnya, saat menunggu untuk di-pair, lampunya akan berpenjar dalam warna biru dan berpindah dari satu earcup ke yang lain. Begitu berhasil tersambungkan dan siap digunakan, warnanya pun berganti menjadi oranye. Terakhir, ketika baterainya hampir habis, lampunya bakal menyala merah. Sekali lagi jangan samakan ini dengan sistem pencahayaan RGB, sebab fungsinya benar-benar berbeda.

Beyerdynamic Lagoon ANC

Bicara soal baterai, Lagoon ANC menjanjikan daya tahan sampai 24 jam dalam posisi noise cancelling aktif. Kalau dinonaktifkan, baterainya malah bisa bertahan hingga 46 jam pemakaian – sangat lama untuk ukuran headphone Bluetooth. Untuk charging, Lagoon telah memakai sambungan USB-C, sama seperti Sony WH–1000XM3.

Rencananya, Beyerdynamic Lagoon ANC akan dipasarkan mulai kuartal keempat tahun ini seharga 399 euro (± 6,9 juta). Varian warna yang bakal ditawarkan ada dua: kombinasi hitam dan biru, serta kombinasi abu-abu dan cokelat.

Sumber: Beyerdynamic dan The Verge.

Sony WH-1000XM3 Adalah Pesaing Kuat Bose di Segmen Headphone Wireless Noise Cancelling

Ajang IFA setiap tahunnya selalu dibanjiri oleh produk-produk audio baru, tidak terkecuali tahun ini. Salah satu yang paling getol meluncurkan produk audionya di IFA adalah Sony. Di IFA 2017, mereka menghadirkan tiga headphone wireless berteknologi noise cancelling sekaligus. Tahun ini mereka cuma membawa satu, yakni WH–1000XM3.

Generasi ketiga dari seri Sony 1000X ini boleh dibilang membawa peningkatan yang paling signifikan. Pertama-tama, desainnya telah disempurnakan meskipun masih terlihat mirip, kini diklaim sedikit lebih langsing dan lebih ringan. Kendati demikian, bantalan telinga dan kepalanya malah bertambah tebal guna semakin meningkatkan kenyamanan.

Sony WH-1000XM3

Namun perubahan yang paling besar pengaruhnya adalah sebuah prosesor terpisah berlabel QN1 yang secara khusus menjadi otak dari kinerja noise cancelling-nya. Sony bilang kinerja pemblokiran suaranya ini empat kali lebih baik dari sebelumnya, dan itu turut dibantu oleh sepasang mikrofon yang bertugas menangkap suara dari luar, sebelum akhirnya diteruskan ke prosesor untuk dieliminasi.

Prosesor ini, dipadukan dengan DAC (digital-to-analog converter) dan amplifier terintegrasi, sanggup mengatasi file audio sampai yang beresolusi 32-bit (kabar baik buat kaum audiophile). Unit driver-nya sendiri berdiameter 40 mm, dan dibantu oleh diaphragm berbahan liquid crystal polymer (LCP), mampu menyuguhkan respon frekuensi 4 – 40.000 Hz.

Sony WH-1000XM3

Sony tak lupa menyematkan sejumlah fitur pintar pada 1000XM3. Yang pertama adalah Adaptive Sound Control, di mana headphone diklaim dapat mendeteksi situasi fisik secara otomatis, lalu menyesuaikan kinerjanya. Contoh, selagi pengguna berjalan kaki, headphone akan mendeteksi dan membiarkan suara dari luar masuk, begitu juga ketika ada suara pengumuman di tempat umum. Namun ketika di dalam bus atau kereta yang bergerak, noise cancelling bakal aktif sepenuhnya.

Yang kedua, Quick Attention Mode memungkinkan pengguna untuk mendengarkan suara di sekitarnya tanpa harus melepas headphone. Cukup tutupi earcup sebelah kanan dengan tangan, maka volume akan turun secara instan. Sebagai informasi, 1000XM3 memang mengandalkan pengoperasian berbasis gesture pada earcup-nya.

Terakhir, fitur Customizable Automatic Power Off memungkinkan pengguna untuk mengaktifkan fungsi noise cancelling tanpa harus memutar lagu maupun menyambungkan headphone ke ponsel. Headphone cukup dikenakan saja, maka suara dari luar akan diblokir, dan pengguna bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus ditemani alunan musik.

Sony WH-1000XM3

Semua itu masih kurang? Well, masih ada integrasi NFC untuk memudahkan proses pairing, serta dukungan Google Assistant. Baterainya diyakini mampu bertahan sampai 30 jam pemakaian dengan noise cancelling aktif, dan perangkat juga mendukung fitur fast charging via USB-C (10 menit charging cukup untuk menikmati musik selama 5 jam). Kalaupun charging tak bisa dilakukan, 1000XM3 masih bisa digunakan bersama kabel audio standar.

Jujur saya pribadi sangat tertarik dengan kelengkapan yang ditawarkan Sony WH–1000XM3. Sony akan memasarkannya mulai bulan September seharga $350, cukup kompetitif kalau dibandingkan sang juara di segmen ini, yakni Bose QuietComfort 35 Wireless II.

Sumber: PR Newswire.

Marshall Rilis Headphone Noise Cancelling Pertamanya, Marshall Mid ANC

Sedikit terlambat dibanding pabrikan lainnya, Marshall akhirnya mengungkap headphone noise cancelling perdananya. Dijuluki Marshall Mid ANC, headphone ini pada dasarnya merupakan iterasi lebih lanjut dari Marshall Mid Bluetooth yang dirilis di akhir tahun 2016.

Masih dibuat oleh perusahaan bernama Zound Industries (yang mendapatkan lisensi brand dari Marshall), Mid ANC mengusung gaya desain yang nyaris identik dengan Mid Bluetooth. Perbedaan yang paling mencolok hanyalah kehadiran sebuah tuas baru di earcup sebelah kanan untuk menyala-matikan fitur noise cancelling-nya.

Di samping itu, Marshall bilang bahwa engselnya telah dibenahi agar headphone bisa sedikit lebih nyaman dikenakan. Kendati demikian, perubahan ini sejatinya tidak bisa berdampak besar mengingat Mid ANC masih merupakan headphone bertipe on-ear – buat saya, headphone over-ear masih jauh lebih nyaman untuk dipakai berlama-lama.

Marshall Mid ANC

Noise cancelling-nya sendiri dipastikan jauh lebih efektif ketimbang Mid Bluetooth yang hanya menawarkan isolasi suara secara pasif. Di sini Mid ANC mengandalkan total empat mikrofon untuk memblokir suara dari luar secara aktif, menjadikannya lebih ideal digunakan di dalam kabin pesawat maupun kereta.

Menariknya, meski fitur noise cancelling ini kita nyalakan terus, Mid ANC diyakini masih bisa beroperasi sampai sekitar 20 jam penggunaan – 30 jam tanpa noise cancelling, sama seperti Mid Bluetooth. Kualitas suaranya sendiri semestinya sama seperti Mid Bluetooth, yang dibekali sepasang driver berdiameter 40 mm.

Marshall Mid ANC sekarang sudah dipasarkan seharga $269. Sepertinya kita hanya tinggal menunggu waktu sebelum Marshall merilis penerus Monitor Bluetooth yang juga dibekali fitur active noise cancelling (ANC).

Sumber: The Verge.

Bowers & Wilkins PX Andalkan Noise-Cancelling dan Pengoperasian Serba Otomatis

Semakin ke sini, noise cancelling semakin menjadi fitur standar yang wajib ada pada suatu headphone di samping konektivitas wireless. Hampir semua pabrikan audio kini menawarkan headphone Bluetooth dengan teknologi pemblokir suara tersebut. Namun rupanya masih ada nama besar yang belum menempuh jalur tersebut.

Brand yang saya maksud adalah dedengkot audio asal Inggris, Bowers & Wilkins. Setelah lama dinantikan oleh penggemar setianya, B&W akhirnya memperkenalkan headphone noise-cancelling pertamanya, yaitu Bowers & Wilkins PX.

Bowers & Wilkins PX

Desainnya sangat menunjukkan ciri khas B&W seri P yang sudah ada selama ini, dengan tambahan permukaan nilon bertekstur di masing-masing earcup berwujud elipsnya untuk menambah kesan elegan. Bantalan memory foam berukuran besar (over-ear) beserta headband-nya dibalut lapisan kulit yang kian memantapkan posisinya di segmen premium.

Yang unik dari PX adalah pengoperasiannya yang serba otomatis berkat integrasi sejumlah sensor. Begitu tersambung ke ponsel via Bluetooth dan dipasangkan di telinga, ia akan menyala dan lagu terakhir yang dimainkan akan diputar dengan sendirinya. Lepas dan gantungkan di leher, maka musik akan di-pause secara otomatis.

Lebih lanjut, saat pengguna mengangkat salah satu earcup-nya, musik juga akan berhenti dengan sendirinya. Ini jelas sangat efektif ketika pengguna sedang berada di kantor dan hendak berbicara dengan seseorang misalnya.

Bowers & Wilkins PX

Fitur noise cancelling-nya terdiri dari tiga mode: Flight, City dan Office, yang dapat dipilih melalui aplikasi pendampingnya di smartphone. Masing-masing mode menawarkan karakteristik tersendiri, disesuaikan dengan di mana pengguna berada.

PX mendukung codec aptX HD guna mengakomodasi audio berformat lossless. Baterainya dapat bertahan selama 22 jam meski noise cancelling terus aktif, dan charging dapat dilakukan via USB-C. Saat sedang tidak digunakan, kedua earcup PX dapat diputar sehingga perangkat dapat diletakkan mendatar.

Bowers & Wilkins PX saat ini sudah dipasarkan seharga $399. Pilihan warna yang tersedia ada dua: serba hitam atau biru gelap dengan aksen emas.

Sumber: The Verge.