Astro dan Nintendo Berkolaborasi Untuk Garap Headset Khusus Switch

Dalam meramu headphone gaming, lebih banyak produsen kini mengambil pendekatan multi-platform, memungkinkan perangkat kompatibel baik ke PC ataupun console. Namun sayangnya tak semua produk tersebut mendukung Switch karena Nintendo memutuskan untuk menjalankan fungsi chat suara melalui aplikasi mobile. Sejauh ini hanya ada sedikit pilihan buat gamer Switch.

Mengetahui kendala yang dihadapi para pemainnya, Nintendo mengumumkan kolaborasi bersama Astro Gaming buat menggarap headset khusus Switch. Kedua perusahaan juga berjanji untuk memberikan sentuhan istimewa pada elemen estetika headphone, yakni dengan desain yang terinspirasi dari karakter-karakter permainan The Legend of Zelda serta Super Mario Bros.

“Astro Gaming berkomitmen untuk memberikan para gamer kualitas audio yang tidak tertandingi dalam produk-produk premium kami demi meningkatkan pengalaman bermain Anda,” tutur Cris Lee selaku head of licensing and partnerships via Digital Trends. “Astro senang sekali bisa bekerja sama dengan Nintendo buat menciptakan produk inovatif yang turut dapat memicu rasa nostalgia dan hasrat ber-gaming melalui karakter-karakter dari franchise legendaris.”

Nintendo dan Astro Gaming berencana untuk melepas produk baru tersebut di akhir tahun ini, namun mereka belum mengungkapkan secara spesifik tanggal perilisannya. Menariknya, sebelum headphone tersebut meluncur, Astro punya agenda buat menyediakan ‘tag‘ tokoh-tokoh Nintendo khusus model A40 TR. Tak seperti stiker biasa, tag removable tersebut bisa menempel di bagian luar housing speaker via magnet.

Dengan menggunakan magnet, Anda bisa melepas tag jika ingin menggunakan headset ini di tempat umum dan tak mau menarik perhatian, dan memasangnya kembali ketika sedang berkumpul bersama komunitas gaming. Tag Nintendo tersebut kompatibel ke hampir seluruh varian A40 TR, yang dijajakan antara harga US$ 150 sampai US$ 250. Model termahalnya itu dibundel bersama amplifier MixAmp Pro TR.

Saya pribadi berharap agar Astro membanderol headset anyar mereka di harga yang lebih terjangkau dari A40 TR sehingga lebih terlihat atraktif di mata para pemilik Switch. US$ 150 terasa cukup tinggi bagi kalangan gamer non-profesional.

Astro Gaming sendiri kini merupakan brand punya Logitech setelah diakuisisi sang perusahaan aksesori PC asal Swiss itu senilai US$ 85 juta, dibayar secara tunai, di bulan Agustus tahun lalu. Sebelumnya, Astro juga cukup sering menyediakan headset-headset berlisensi film dan game; misalnya Adventure Time, Rick and Morty, Halo, Call of Duty hingga Mirror’s Edge Catalyst.

Via SlashGear.

Oppo Resmi Berhenti dan Tinggalkan Bisnis Audio-Video

Tahukah Anda kalau Oppo mempunyai anak perusahaan bernama Oppo Digital yang beroperasi secara mandiri di Amerika Serikat? Tidak seperti induknya, Oppo Digital secara khusus memproduksi dan memasarkan perangkat audio dan video kelas atas, macam headphone, headphone amplifier, dan Blu-ray player.

Salah satu produk Oppo Digital yang populer adalah headphone over-ear bernama PM-3, yang mengandalkan teknologi planar magnetic dan terbukti menuai respon positif dari banyak kritikus. Di sektor video, ada Blu-ray player UDP-205, yang mendukung resolusi 4K serta dilengkapi DAC (digital-to-analog converter) kelas wahid.

Namun yang agak mengejutkan, Oppo Digital memutuskan untuk berhenti memproduksi semua produknya (baca: tutup) meski telah beroperasi selama 14 tahun lamanya. Alasannya tidak dijelaskan, tapi bisa jadi dikarenakan semakin sedikit konsumen yang tertarik membeli Blu-ray player di era kejayaan layanan streaming ini.

Oppo UDP-205 / Oppo Digital
Oppo UDP-205 / Oppo Digital

Perlu dicatat, berhentinya tidak langsung seketika, melainkan secara perlahan, dimulai dari tanggal 2 April kemarin. Kendati demikian, Oppo menegaskan bahwa mereka masih akan memberikan dukungan atas semua produk yang sudah terlanjur dibeli konsumen, termasuk merilis firmware update ketika ada fitur baru atau perbaikan yang diperlukan.

Ke depannya, Oppo Digital tidak akan lagi mengembangkan dan memproduksi produk baru. Ini berarti nasib konsumen setianya hanya bergantung pada stok yang tersisa di pasaran, dan mungkin ini waktu beserta alasan yang tepat bagi saya untuk membeli headphone Oppo PM-3 yang sudah lama saya incar itu (tapi tidak dibeli-beli karena harganya agak membuat meringis).

Sumber: Oppo Digital.

Marshall Rilis Headphone Noise Cancelling Pertamanya, Marshall Mid ANC

Sedikit terlambat dibanding pabrikan lainnya, Marshall akhirnya mengungkap headphone noise cancelling perdananya. Dijuluki Marshall Mid ANC, headphone ini pada dasarnya merupakan iterasi lebih lanjut dari Marshall Mid Bluetooth yang dirilis di akhir tahun 2016.

Masih dibuat oleh perusahaan bernama Zound Industries (yang mendapatkan lisensi brand dari Marshall), Mid ANC mengusung gaya desain yang nyaris identik dengan Mid Bluetooth. Perbedaan yang paling mencolok hanyalah kehadiran sebuah tuas baru di earcup sebelah kanan untuk menyala-matikan fitur noise cancelling-nya.

Di samping itu, Marshall bilang bahwa engselnya telah dibenahi agar headphone bisa sedikit lebih nyaman dikenakan. Kendati demikian, perubahan ini sejatinya tidak bisa berdampak besar mengingat Mid ANC masih merupakan headphone bertipe on-ear – buat saya, headphone over-ear masih jauh lebih nyaman untuk dipakai berlama-lama.

Marshall Mid ANC

Noise cancelling-nya sendiri dipastikan jauh lebih efektif ketimbang Mid Bluetooth yang hanya menawarkan isolasi suara secara pasif. Di sini Mid ANC mengandalkan total empat mikrofon untuk memblokir suara dari luar secara aktif, menjadikannya lebih ideal digunakan di dalam kabin pesawat maupun kereta.

Menariknya, meski fitur noise cancelling ini kita nyalakan terus, Mid ANC diyakini masih bisa beroperasi sampai sekitar 20 jam penggunaan – 30 jam tanpa noise cancelling, sama seperti Mid Bluetooth. Kualitas suaranya sendiri semestinya sama seperti Mid Bluetooth, yang dibekali sepasang driver berdiameter 40 mm.

Marshall Mid ANC sekarang sudah dipasarkan seharga $269. Sepertinya kita hanya tinggal menunggu waktu sebelum Marshall merilis penerus Monitor Bluetooth yang juga dibekali fitur active noise cancelling (ANC).

Sumber: The Verge.

SteelSeries Arctis Pro dan GameDAC Tawarkan Solusi Lengkap Ber-gaming Dengan Audio Hi-Res

Baik buat sekadar mendengarkan musik atau sebagai alat menikmati konten multimedia hingga gaming, Anda tak akan kekurangan pilihan headphone premium. Tentu saja selain headset, sejumlah aspek lain perlu terpenuhi agar audio terhidang maksimal, misal dukungan format suara beresolusi tinggi hingga DAC mumpuni. Tapi tak semua produk menyediakan satu solusi lengkap.

Inilah alasan mengapa SteelSeries menawarkan Arctis Pro + GameDAC untuk para gamer. Arctis Pro + GameDAC diklaim sebagai sistem audio bersertifikasi high resolution pertama di dunia, merupakan bundel berisi headphone Arctis Pro dan unit digital-to-analog converter kelas audiophile berteknologi ESS Sabre. Kombinasi keduanya menjanjikan output suara murni serta bertenaga, dihantarkan dari PC atau PlayStation 4 ke telinga Anda.

SteelSeries Arctis Pro + GameDAC 1

Arctis Pro merupakan penerus lineup Arctis yang diperkenalkan pada bulan Oktober 2016 silam. Headset mengusung penampilan hampir serupa pendahulunya, dengan ear cup over-ear lonjong plus pencahayaan LED RGB membingkai area ujung housing speaker. Headband-nya mengadopsi konstruksi Siberia V2, terdiri dari dua bagian – struktur keras di luar dan strap lentur buat mencengkeram kepala. Kemudian, lengan microphone lenturnya juga dapat dimasukkan ke dalam housing.

SteelSeries Arctis Pro + GameDAC 3

Arctis Pro juga menjadi headphone pertama bersenjata DTS Headphone:X versi kedua, yakni sebuah teknologi yang memungkinkan tersajinya suara secara tiga dimensi tanpa memerlukan setup home theater multi-speaker. Sebagai jantungnya, SteelSeries memanfaatkan driver neodymium 40mm, kabarnya mampu mereproduksi suara hingga frekuensi 40.000Hz, hampir dua kali lipat kapabilitas headset gaming lain di 22.000Hz.

SteelSeries Arctis Pro + GameDAC 2

GameDAC-nya berada terpisah dari headphone, dengan wujud seperti kaplet raksasa berwarna hitam. Alat ini dibekali kenop pengaturan volume, beberapa port dan tombol, serta layar OLED – memungkinkan pengguna mengintip info terkait output, mengaktifkan mode Hi-Res dan mengutak-atik equalizer. Di dalam, GameDAC menyimpan chip DAC ESS Sabre 9018 Reference untuk menghasilkan audio 96kHz/24-bit dengan dynamic range 121-desibel.

SteelSeries Arctis Pro + GameDAC 4

SteelSeries Arctis Pro + GameDAC siap mendukung dua platform, yaitu PC dan PlayStation 4. Alternatifnya, SteelSeries turut menawarkan headset Arctis Pro tanpa GameDAC yang kompatibel ke sistem game seperti Xbox One, Switch dan Mobile; serta Arctis Pro Wireless yang bisa tersambung tanpa kabel.

Harga ketiga produk anyar SteelSeries ini memang cukup premium:

  • Arctis Pro + GameDAC: US$ 250
  • Arctis Pro: US$ 180
  • Arctis Pro Wireless: US$ 330

Walaupun kita berada di zaman serba nirkabel, saya jelas lebih memfavoritkan bundel Arctis Pro + GameDAC dibanding versi wireless, karena buat saya, kualitas audio jauh lebih krusial dibanding portabilitas.

‘New’ PlayStation Gold Wireless Headset Sempurnakan Pengalaman Menikmati PSVR

Peluncuran headset wireless Gold untuk PlayStation 3 di bulan September 2011 merupakan cara Sony menyempunakan pengalaman gaming di sisi audio. Waktu itu, teknologinya tergolong cukup canggih karena perangkat bisa bekerja secara independen via dongle USB tanpa memerlukan koneksi ke HDMI atau port A/V, sehingga memungkinkannya tesambung ke PC serta Mac.

Aksesori ini akhirnya menjadi bagian penting dari eksosistem PlayStation karena dalam perjalanan industri gaming, kualitas suara semakin jadi elemen krusial yang tak bisa dipisahkan. Ketergantungan game terhadap audio semakin terasa setelah kita memasuki era virtual reality. Gold Wireless Stereo Headset buat PlayStation 4 memang sudah cukup ideal untuk menunjang PSVR, namun sang console-maker Jepang itu masih melihat ada celah yang dapat mereka perbaiki.

Itu sebabnya di awal Februari ini, Sony memperkenalkan versi baru dari PlayStation Gold Wireless Headset. Perangkat ini menyuguhkan segala hal yang gamer sukai terhadap model terdahulu, plus upgrade pada desain: lebih ramping, lalu ear cup over-ear-nya lebih sempurna merangkul telinga sehingga lebih nyaman saat dipakai dalam durasi lama, termasuk ketika Anda juga sedang mengenakan PlayStation VR.

Gold Wireless Headset 1

Sistem audio 7.1 high-fidelity di sana dikalim siap mendukung penyajian konten virtual reality – memudahkan pengguna melacak sumber suara lebih presisi dan optimal mengekspos bunyi-bunyian yang sebelumnya ‘tersembunyi’. Jika kebetulan Anda menyukai game-game horor, Sony sangat menyarankannya buat digunakan saat menikmati The Inpatient, tersedia eksklusif untuk PSVR.

Tentu saja headphone Gold anyar ini juga sangat siap menemani Anda ber-gaming secara tradisional. Tim PlayStation berpartisipasi langsung dalam pengembangannya, dan Anda dipersilakan mengunduh mode audio kustom yang disiapkan khusus buat sejumlah permainan di console. Headset bisa tersambung ke PlayStation 4 (atau PC) secara wireless, atau via kabel audio.

Gold Wireless Headset 2

Lalu untuk menunjang komunikasi, Sony menanamkan microphone noise cancelling. Mic tersebut tersembunyi, tapi tetap dapat memastikan lawan bicara mendengar suara Anda dengan jelas dan jernih.

Sony berencana untuk meluncurkan Gold Wireless Headset baru ini beberapa minggu lagi. Harganya sendiri setara versi lama ketika baru diperkenalkan, yaitu US$ 100. Di dalam packaging, headphone dibundel bersama adaptor wireless, kabel audio 3,5mm dan kabel USB.

Berdasarkan spesifikasinya – termasuk dukungan sistem audio 7.1 – perbedaan terbesar antara New Gold Wireless Stereo Headset dengan versi lawasnya terletak pada desain. Jika kebetulan Anda sudah memilikinya dan tidak berniat menikmati game PSVR, tidak ada alasan kuat untuk membeli model baru ini.

Headset Gaming Roccat Khan Aimo Siap Memanjakan Telinga Dengan Audio Hi-Res 7.1

Brand Roccat merepresentasikan dua aspek berbeda di gaming: rangkaian aksesori komputer berkualitas Jerman dan tim eSport. Kedua elemen ini tentu saja saling melengkapi. Gaming gear Roccat siap membantu para gamer profesional mendominasi pertandingan, lalu sebagai timbal balik, mereka turut membantu mengembangkan produk yang ideal untuk gamer.

Setahun setelah memperkenalkan headset berstandar audio Hi-Res Khan Pro, Roccat menyingkap penerusnya yang lebih canggih dan lebih elok: Khan Aimo. Melalui headphone ini, Roccat mengadopsi standar tinggi tersebut ke sistem audio surround 7.1. Dan selain menitikberatkan mutu suara, Khan Aimo juga dirancang agar tampil stylish dan nyaman ketika dikenakan dalam waktu lama.

Roccat Khan Aimo 3

Seperti Khan Pro, Khan Aimo mengusung arahan desain tradisional. Dua housing speaker tersambung ke sebuah headband, bisa bergerak leluasa dan mengikuti bentuk kepala berkat engsel. Di sebelah kiri, Anda akan menemukan lengan microphone yang mampu mengaktifkan mode mute begitu diangkat ke atas. Yang membuat Aimo terlihat kontras dari Khan Pro ialah kehadiran sistem pencahayaan RGB.

Roccat Khan Aimo 5

Untuk menyajikan suara berkualitas tinggi, Roccat membenamkan driver Neodymium berdiameter 50mm (mampu merespons frekuensi antara 10Hz sampai 40.000Hz) serta sound card DAC ‘high-fidelity‘ 24-bit 96KHz. Kombinasi keduanya menjanjikan output yang akurat, jernih, dan bebas interferensi. Lalu untuk tersambung ke perangkat gaming Anda, Khan Aimo memanfaatkan kabel USB 2.0.

Roccat Khan Aimo 4

Faktor kenyamanan headset juga dijamin oleh sang produsen. Slider stainless steel di sana memastikan Khan Aimo kompatibel dengan berbagai ukuran kepala. Dan Anda juga tak perlu khawatir headphone akan membuat leher jadi cepat lelah. Khan Aimo cuma berbobot 275-gram. Bagian bantalannya sendiri menggunakan bahan memory foam super-empuk, dan juga berfungsi sebagai sistem noise cancelling pasif.

Roccat Khan Aimo 1

Kustomisasi lebih jauh dapat Anda lakukan via software Swarm. Di sana, Anda bisa mengutak-atik equalizer sehingga output-nya pas dengan jenis konten yang sedang dinikmati, atau segera memilih preset yang telah disiapkan: ada MMO, MOBA, RPG, shooter, sampai setting optimal buat mendengarkan lagu rock. Tentu saja Anda juga dapat menyimpan hasil konfigurasi kustom sebagai profile berbeda.

Belum diketahui kapan Khan Aimo akan tersedia, namun saat ini Roccat sudah menyiapkan page khusus produk. Namun saat saya coba masuk ke sana, laman tersebut mengeluarkan notifikasi eror 404. Headphone ini dibanderol seharga US$ 120.

Bagi saya, premis audio surround 7.1 berkualitas high resolution di harga US$ 120 terdengar terlalu manis untuk jadi kenyataan. Saya harus mencobanya langsung buat membuktikan klaim tersebut.

[Review] Mencoba Wireless Headphone dari Sennheiser, PXC 550

Era komputasi bergerak yang semakin canggih dan murah juga menuntut perangkat untuk mendengarkan musik yang bisa dibawa ke mana saja tanpa kendala berarti. Mendengarkan lagu lewat smartphone atau alat pemutar lain dengan dukungan file offline atau layanan pemutar musik streaming kini menjadi kegiatan yang lumrah untuk menemani para komuter.

Wireless headphone adalah salah satu perangkat yang bisa menjadi jawaban, meski memang tidak melulu untuk para komuter saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, perangkat mendengarkan musik jenis ini bisa pula dinikmati sambil duduk di kantor atau di kafe sambil bekerja secara remote. Saya berkesempatan untuk mencoba perangkat headphone wireless dari Sennheiser bernama PXC 550, artikel ini adalah rangkuman singkat dari pengalaman mencoba saya.

Pertama kali bertemu dengan PXC 550 adalah saat saya berkesempatan untuk mencoba headphone (super) premium dari Sennheiser yaitu HE 1. Saat proses menunggu giliran untuk hands-on, Sennheiser menyediakan beberapa headphone terbaru mereka untuk dicoba, salah satunya adalah PXC 550. Kesan pertama yang saya dapatkan memang cukup menggoda, sampai akhirnya kesampaian juga untuk mencoba lebih lama secara lebih intens.

Desain

Sennheiser PXC 550

Dari sisi desain, sebenarnya tampilan dari luar PXC 550 ini cukup minimalis, hanya ada dua elemen warna utama yang dihadirkan, abu-abu (perak) dan hitam. Hitam menjadi warna dominan dengan elemen perak yang cukup tepat ditempatkan di area earcup bagian luar, meski bagi saya agak mengganggu ketika ditempatkan di gagang headphone.

Secara keseluruhan, untuk sebuah headphone wireless dengan harga yang tidak terlalu murah, bagi saya, kesan minimalis adalah langkah yang tepat untuk dihadirkan.

Untuk body sendiri terdiri dari elemen plastik, sedikit elemen metal dan plastik dengan efek mate serta bahan serupa kulit untuk earpad serta gagang penahan di kepala. Kombinasi bahan ini menurut saya cukup baik meski, lagi-lagi desain gagang headphone bagian pinggir, yang terdapat logo Sennheiser, elemen metalnya membuat desain agak jadul dan kurang keren. Namun secara keseluruhan cukup baik tampilan desainnya. Favorit saya adalah bagian earcup luar.

Fitur

Premis headphone nirkabel tentu saja fitur utama PXC 550 adalah kemampuannya terkoneksi secara bluetooth atau NFC sehingga tidak memerlukan kabel. Selain itu, fitur sentuh di bagian kanan luar dari earcup, menurut saya adalah fitur unggulan yang layak untuk dibahas. Satu lagi, adalah noise cancelling yang tersedia dalam beberapa level memungkinkan pengguna untuk menikmati secara penuh lagu atau suara yang didengarkan tanpa terganggu suara dari luar.

Sennheiser PXC 550

Dalam boks, pengguna tidak hanya mendapatkan headphone tetapi berapa fasilitas lain, antara lain aksesoris kabel jika Anda menginginkan PXC 550 menjadi tidak wireless (PXC 550 menyediakan dua pilihan penggunaan, tanpa kabel dan dengan kabel audio), kabel USB, konektor untuk di pesawat, dan aksesoris penting berupa case untuk menyimpan dan membawa headphone saat traveling.

Pengalaman Mendengarkan

Lebih lengkap dengan beberapa fitur unggulan di headphone ini akan saya bahas bersamaan dengan pengalaman penggunaan.

Sennheiser PXC 550

Proses pairing adalah hal pertama yang bisa dibahas. Perangkat ini memungkinkan penggunanya untuk menyimpan beberapa koneksi perangkat. Jadi akan lebih mudah untuk mem-pair-kan perangkat yang sering digunakan untuk memutar musik. Meski demikian, jika ingin mengganti atau menambah perangkat baru maka prosesnya agak sedikit lama karena harus mereset koneksi yang telah Anda miliki. Tapi, pengalamannya relatif mudah, Anda hanya perlu menekan tombol bluetooth agak lebih lama dan mulai menkoneksikan perangkat yang ingin digunakan.

Saya mencona mengkoneksikan (pairing) Sennheiser PXC 550 dengan dua perangkat, smartphone untuk menonton video dan film via Netflix dan iPod Touch untuk mendengarkan Spotify. Cukup menyenangkan ketika saya telah menyimpan koneksi dua perangkat ini, perangkat mana pun yang saya ambil atau gunakan untuk memutar konten, maka PXC 550 sudah bisa mengenali dan bisa langsung digunakan. Tidak perlu lagi pairing, cukup menyalakan perangkat dan koneksi bluetooth-nya. Cukup memudahkan saat ingin segera mendengarkan lagu atau menonton video.

Untuk menyalakan dan mematikan headphone ini juga cukup mudah. Memutar bagian earcup headphone yang terdapat pad sentuh dalam posisi untuk mendengarkan audio berarti menyalakan headphone dan memutarnya dalam posisi ‘tidur’ berarti mematikan headphone.

Sennheiser PXC 550

Untuk pengalaman yang berhubungan dengan suara, saya berpendapat bahwa Sennheiser PXC 550 ini semacam jalan pintas untuk average consumer yang bukan audiophile tapi mulai ingin mendengarkan musik dengan baik dan benar. Kombimasi bass, mid dan high-nya semacam seimbang untuk menghasilkan suara yang bagus. Bass tetap terasa, di beberapa lagu saya malah sempat kaget karena suara drum bass-nya begitu kerasa, sisi vokal juga baik untuk aktivitas mendengarkan lagu saat mobile. Selain itu sound stage-nya juga menyenangkan dan memberikan hasil suara yang nyaman untuk berbagai jenis lagu.

Pengaturan mode setting suara yang ada di headphone ini juga memberi pilihan tambahan, termasuk untuk menonton film di perjalanan. Ada beberapa mode pengaturan suara secara mudah yang bisa digunakan, dua diantaranya adalah untuk movie dan untuk voice. Yang pertama adalah pengaturan yang disediakan bagi pengguna yang ingin menonton film menggunakan PXC 550, sedangkan yang kedua adalah pengaturan headphone untuk melakukan panggilan telepon atau mendengarkan konten yang fokus terhadap suara seperti podcast atau rekaman pidato/seminar.

Satu pengalaman yang sangat menyenangkan saya alami ketika menggunakan mode movie. Saya menggunakan Netflix dan sesekali mengaksesnya saat traveling untuk menonton serial favorit saya. Suara surround dan bass terasa cukup menyenangkan dan menambah seru saat menonton film seri. Saya mencoba untuk menonton film aksi atau yang menghasilkan suara riuh, terasa layaknya menonton bioskop tetapi secara private karena hanya  saya yang mendengar suaranya. Untuk film drama yang lebih banyak menghadirkan percakapan, headphone ini juga cukup baik untuk menawarkan pengalaman menonton yang lengkap.

Sennheiser PXC 550

Untuk menguji kadar kekedapan suara yang ditawarkan oleh PXC 550, saya mencona melakukan uji sederhana dua kali. Sebagai informasi, PXC 550 ini memberikan 3 pilihan pengaturan kekedapan suara yang bisa disesuaikan dengan preferensi.

Untuk uji yang pertama, saya mencoba menggunakan pengaturan yang paling kedap dan memakai headphone di tempat umum, lebih tepatnya cafe di sebuah mall Jakarta. Saat saya mencoba, sedang ada acara semacam bazzar di samping cafe yang saya datangi. Suara acara yang cukup keras ini ternyata bisa teredam cukup baik, saya bisa mendengarkan dan menikmati lagu yang diputar di headphone tanpa terganggu. Meski suara dari acara tetap terdengar tetapi cukup kecil dan tidak mengganggu.

Percobaan kedua saya lakukan saat dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung menggunakan kereta api. Mendengarkan lagu di kereta api terkadang bercampur dengan suara ramai dari penumpang lain, atau lagu/film yang diputar di kereta. Dengan pengaturan kedap paling tinggi, PXC 550 mampu meredam berbagai suara ini sehingga saya bisa menikmati lagu atau konten yang saya inginkan dengan baik. Meski demikian, saya akui bahwa mendengarkan audio dengan mode kedap paling tinggi di headphone ini dalam waktu yang cukup lama, bisa membuat agak tidak nyaman karena setelah Anda melepas headphone, kuping Anda akan terasa tertutup selama beberapa saat, dan butuh penyesuaian sebentar.

Sennheiser PXC 550

Saran saya, jika ingin menggunakan mode paling kedap dalam waktu cukup lama, sesekali lepas headphone sebentar sebelum menggunakannya lagi. Atau Anda bisa menggunakan mode kedap tingkat yang lebih rendah, ada dua mode kedap yang bisa dipilih, meski tidak bisa menutup suara luar secara total, namun cukup untuk mengurangi dan bisa memberikan fasilitas yang baik untuk mendengarkan lagu/audio yang sedang diputar.

Untuk pemakaian yang lama, selain yang berhubungan dengan kedap suara di atas, saya juga menemukan bahwa ketika mendengarkan di udara yang agak panas atau pengap, earpad agak basah oleh keringat, meski masih dalam taraf wajar dan tidak mengganggu.

Untuk urusan navigasi menu, PXC 550 ini juga memiliki beberapa kelebihan. Bagian sentuh di earcup cukup sensitif dan berjalan dengan baik, misalnya ketika rekan sebelah Anda mengajak berbincang, Anda bisa dengan mudah men-tap untuk pause musik. Atau ketika suasana di sekitar cukup ramai, Anda bisa menggeser untuk menaikkan menu volume.

Sennheiser PXC 550 ini menggunakan sistem baterai yang bisa di-charge. Pada spesifikasi kotaknya, disebutkan bahwa dalam kondisi penuh, bisa digunakan dalam jangka waktu 30 jam lebih. Sayangnya, saya tidak sempat menguji secara detail untuk urusan baterai ini. Pengalaman yang bisa diceritakan adalah, sekali charge penuh yang saya lakukan, mampu menemani penggunaan normal saat traveling (pulang pergi ke Jakarta – Bandung dengan kereta api), serta penggunaan singkat di beberapa kesempatan. Headphone masih bisa digunakan serta belum memberikan tanda harus di-charge kembali, namun jika ditotal, waktunya saya kira tidak akan sampai 30 jam non-stop.

Kesimpulan

Sennheiser PXC 550

Sennheiser PXC 550 adalah salah satu headphone ternyaman yang pernah saya coba, bukan hanya dari desain pad-nya saja tetapi dari suara yang dihadirkannya. Bisa jadi headphone ini tidak menghadirkan pengalaman suara sedetail atau sebaik headphone Sennheiser kelas atas yang juga pernah saya coba, namun saya merasakan kenyamanan yang unik saat menikmati audio dari headphone ini. Kombinasinya pas antara berbagai elemen suara, tidak berlebih tetapi tidak kurang. Comfort.

Akses sentuh di salah satu earcup memang terkadang membuat saya agak sedikit merasa aneh, terutama jika mengakses menu ini di tempat umum, tetapi jika sudah terbiasa maka akan cukup membantu. Desain earcup bagian luar cukup minimalis, dipadu dengan pad yang nyaman.

Salah satu hal yang saya ingat dari mencoba headphone ini adalah pengalaman saat menikmati film seri via Netflix. Saya mendapatkan pengalaman yang sangat menyenangkan karena bisa merasakan pengalaman cukup kaya dari sisi audio

Worth to buy? Persaingan di segmen wireless headphone memang semakin sengit dan rata-rata harganya masih bisa dibilang cukup tinggi. Jika Anda memiliki dana yang cukup dan ingin menikmati berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh wireless headphone, Sennheiser PXC 550 bisa jadi salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan.

Update: Harga Sennheiser PXC 550 di salah satu ecommerce lokal adalah 6.839.000 (belum diskon).

Sparks

  • Ada banyak pilihan menu noise cancelling
  • Menyenangkan untuk digunakan menonton film
  • Noise cancelling done well
  • Nyaman, baik suara maupun earpad
  • Fitur sentuh di earcup

Slacks

  • Elemen metal di desain bagian gagang headphone cukup aneh
  • Warna hitam mate menjadi rumah untuk bekas sentuhan jari
  • Harga cukup mahal

Headset Plantronics Voyager 6200 UC Pastikan Produktivitas dan Hiburan Tetap Seimbang

Sulit menerka kapan tepatnya headphone dengan desain neckband jadi begitu populer. Namun mungkin, hal ini didorong oleh rasa bosan pengguna terhadap headset-headset voice chat standar. Meski tawalnya terlihat aneh, headphone neckband memiliki sejumlah keunggulan dibanding varian konvensional: kabelnya tidak mudah kusut, lalu panjangnya bisa disesuaikan.

Rancangan ini turut diadopsi oleh Plantronics di produk terbaru mereka. Perusahaan perangkat telekomunikasi asal Santa Cruz ini memperkenalkan Voyager 6200 UC, headset neckband (atau behind-the-neck) yang menitikberatkan fleksibilitas sehingga pengguna bisa menikmati musik dengan mudah tanpa mengisolasi mereka dari lingkungan di sekitarnya. Selain menyajikan lagu, Voyager 6200 UC siap mendukung penuh proses komunikasi.

Seperti headset sejenis, bagian earpiece Voyager 6200 UC tersambung dengan kabel ke neckband. Di sana, Anda bisa menemukan tombol volume, mute, serta tombol-tombol pengendali fungsi media. Plantronics tak lupa menyediakan tiga ukuran earbud, Anda tinggal memilih mana yang pas di lubang telinga serta memblokir suara secara maksimal. Saat tersambung ke smartphone, headset ini akan bergetar jika ada panggilan masuk.

Mengusung konektivitas Bluetooth, Voyager 6200 UC bisa disambungkan ke PC, tablet, smartphone, dan dapat terkoneksi ke dua unit perangkat secara bersamaan. Uniknya lagi, kita tak perlu khawatir komunikasi jadi terganggu karena pekerjaan menuntut Anda buat selalu bergerak. Bluetooth Class 1 miliknya mampu menjangkau jarak hingga 30 meter dari lokasi device utama.

Voyager 6200 UC 1

Dalam menyajikan musik, Voyager 6200 UC menghidangkan output stereo Hi-Fi, lalu earbud-nya juga berperan jadi sistem noise cancelling pasif. Voyager 6200 UC didukung teknologi SoundGuard Digital, bertugas untuk memproteksi telinga dari bunyi-bunyian di atas 118DB serta mengeliminasi kenaikan sinyal secara tiba-tiba sewaktu panggilan telepon tengah berlangsung.

Voyager 6200 UC 3

Microphone Voyager 6200 UC mendapatkan sentuhan khusus dari Plantronics. Di sana ada empat unit mic, masing-masing ditunjang digital signal processing, mampu merespons frekuensi dari 20Hz sampai 20kHz. Bagian tersebut turut dilengkapi teknologi active noise cancelling, dengan efektif memblokir suara-suara eksternal yang berpotensi mengganggu.

Plantronics Voyager 6200 UC telah mulai dipasarkan, dijajakan seharga US$ 300, dengan pilihan warna hitam dan sand. Paket penjualan sudah termasuk adapter USB, charging stand dan travel case.

Menganalisis lebih jauh penawaran dari Plantronics ini, Voyager 6200 UC memang lebih dispesialisasikan untuk kebutuhan komunikasi ketimbang hiburan. Jika saat ini Anda sedang mencari headphone buat sekedar menikmati musik, Plantronics punya lineup produk BackBeat.

Sumber: Plantronics.

Headset Gaming 7.1 ROG Strix Fusion 500 Suguhkan Tarian RGB yang ‘Tersinkronisasi’

Mulai populer kira-kira empat lima tahun lalu, sistem pencahayaan RGB kini bisa mudah ditemukan di hampir seluruh aksesori dan komponen PC yang dispesialisasikan untuk gaming. RGB memang bukan lagi hal baru, namun para produsen hardware pelan-pelan menemukan pemanfaatan yang lebih esensial, kali ini difokuskan pada atlet eSport.

Selain dukungan hardware berperforma tinggi, kekompakan juga menjadi faktor penting bagi tim gamer profesional. Dua aspek inilah yang Asus coba mampatkan ke gaming gear anyar mereka. Disiapkan sebagai versi lebih canggih dari ROG Strix Fusion 300, sang produsen asal Taiwan memperkenalkan ROG Strix Fusion 500, yaitu headphone gaming 7.1 yang dibekali RGB ‘tersinkronisasi’.

Asus ROG Strix Fusion 500 1

Desain Strix Fusion 500 hampir identik seperti Fusion 300. Penampilannya terlihat futuristis berkat wujud housing speaker yang asimetris serta penggunaan pola ala obelisk alien di area engsel dan headband. Berdasarkan gambar, area luar housing mengusung tekstur glossy, dan menyimpan sensor sentuh sehingga Anda dapat mengendalikan volume serta mengakses fungsi previous/next dengan menyentuhkan jari di sana.

Asus ROG Strix Fusion 500 2

Dan seperti Fusion 300, faktor kenyamanan jadi perhatian utama Asus. Headphone ini memanfaatkan kombinasi bahan kulit ‘protein’ dan kain berongga untuk memastikan sirkulasi udara dan pembuangan panas yang maksimal tanpa mengorbankan kualitas suara. Ear cup ovalnya dipercaya mampu membuat audio lebih terisolasi, dan tetap nyaman bahkan ketika dikenakan dalam waktu lama.

Asus ROG Strix Fusion 500 5

Bagian paling unik di Strix Fusion 500 ialah fitur sinkronisasinya. Tak cuma bisa disamakan dengan hardware dan gaming gear ROG lain, kita dapat menyelaraskan pola dan warna cahaya headphone ke unit yang dikenakan oleh kawan satu tim. Hal ini akan membuat tim Anda terlihat kompak dan seragam saat bertanding di arena eSport. Kustomisasi bisa dilakukan via app Aura.

Asus ROG Strix Fusion 500 4

Driver Asus Essence 50mm di dalam memanfaatkan penutup logam untuk meminimalkan getaran dan distorsi, demi menghidangkan nada detail serta bass yang menendang. Namun sebelum menyentuh driver, suara tersebut diproduksi dan diperkuat oleh DAC ESS Sabre 9018 – kabarnya mendukung audio lossless hingga 24bit dan 96kHz. Sistem surround sound 7.1-nya juga tidak memerlukan software, segera aktif begitu tombol ditekan.

Bagian mic-juga memperoleh upgrade, kini memanfaatkan sistem canggih yang memproses dan menjernihkan input secara on-the-fly demi mengoptimalkan komunikasi.

Asus berencana untuk mulai memasarkan ROG Strix Fusion 500 di bulan Januari ini. Produk dibanderol seharga US$ 180.

Mungkin Anda masih ingat, driver Asus Essence juga merupakan jantung dari Strix Fusion 300. Itu berarti mutu suara kedua headset kemungkinan tidak terlalu berbeda. Yang membuat Fusion 500 istimewa adalah fitur Aura Sync-nya, tapi saya masih belum yakin hal ini akan betul-betul memengaruhi performa gaming penggunanya.

Bang & Olufsen Ramaikan CES 2018 dengan Dua Headphone Bluetooth Baru

Sudah cukup lama sejak Bang & Olufsen terakhir meluncurkan headphone Bluetooth. September lalu, mereka malah ikut meramaikan tren truly wireless earphone. Namun B&O tentunya belum lupa dengan segmen headphone premium berkonektivitas wireless. Pada kenyataannya, mereka merilis dua headphone Bluetooth sekaligus di CES 2018.

Keduanya adalah Beoplay H9i dan Beoplay H8i, masing-masing merupakan suksesor dari Beoplay H9 yang bertipe over-ear dan Beoplay H8 yang bertipe on-ear. Meski sepintas penampilannya tidak berubah, B&O sebenarnya sudah menerapkan sejumlah pembaruan yang pengaruhnya cukup signifikan.

Beoplay H9i

Sama seperti sebelumnya, noise cancelling aktif tetap menjadi sajian utama pada H9i dan H8i, akan tetapi B&O mengklaim bahwa kinerjanya kini bakal lebih efektif dalam memblokir celotehan orang-orang di sekitar pengguna. Saat diperlukan, pengguna bisa langsung menyetop jalannya musik dan mematikan noise cancelling dengan satu gesture saja.

Tidak kalah menarik adalah fitur bernama Proximity Mode. Berkat fitur ini, musik akan otomatis dihentikan ketika pengguna melepas headphone dari kepalanya, demikian pula sebaliknya.

Beoplay H8i / Bang & Olufsen
Beoplay H8i / Bang & Olufsen

Untuk Beoplay H9i, B&O memutuskan untuk sedikit menciutkan ukuran bantalan telinganya, serta menambahkan bass port untuk menyempurnakan kualitas suaranya, terutama di frekuensi rendah. Daya tahan baterainya juga ikut ditingkatkan, kini bisa bertahan selama 18 jam penggunaan.

Beoplay H8i di sisi lain tak lagi mengandalkan pengoperasian berbasis panel sentuh, melainkan deretan tombol fisik pada kedua earcup-nya. Daya tahan baterainya malah lebih dewa lagi, sampai 30 jam meski noise cancelling terus aktif.

Keduanya bakal dipasarkan mulai tanggal 25 Januari mendatang. Beoplay H9i dihargai $499, sedangkan H8i $399. Pilihan warnanya hanya ada dua: hitam atau cokelat muda.

Sumber: Trusted Reviews.