Simak Pendapat Para Reviewer Mengenai Sony PlayStation VR

Bulan Oktober ini menandai langkah resmi Sony masuk ke kancah persaingan headset virtual reality yang sudah dimulai oleh Rift dan Vive berbulan-bulan lalu. Keduanya memang didukung teknologi canggih, tapi PlayStation VR menyimpan setidaknya dua senjata andalan: 40 juta lebih playerbase PlayStation 4 serta harga terjangkau dibanding rival-rivalnya itu.

PlayStation VR baru benar-benar dilepas ke publik pada tanggal 13 Oktober nanti, namun beberapa media ternama sudah lebih dulu menjajal headset virtual reality eksklusif console PS4 tersebut. Dan lewat Artikel ini, Anda bisa menyimak apa pendapat para reviewer mengenainya. Sedikit bocoran: beberapa dari mereka terlihat sangat puas.

PlayStation VR

Brett Phipps dari TrustedReviews memberi PSVR skor sempurna, lima dari lima bintang. Ia menjelaskan bahwa headset Sony sudah didukung banyak game, mudah dipasang, nyaman dikenakan oleh user berkacamata, superior dalam menyajikan film, dan walaupun jadi produk VR termurah di kelasnya, tidak ada kompromi terhadap performa dan kualitas. Meski demikian, TrustedReview mengaku level detail dan immersion belum mampu menyamai Vive.

The Verge sendiri bilang, performa PSVR yang tergolong ‘cukup baik’ membuatnya istimewa. Device tidak memberikan terobosan besar, kurang ambisius, bahkan Sony tidak menawarkan alasan kuat untuk membelinya. Walau begitu, ia menghidangkan keseimbangan, kenyamanan, dan ditopang koleksi konten yang menarik. Dibanding kompetitor, PSVR memang jauh lebih murah, tapi tetap saja harganya berada di atas bundel console.

PlayStation VR 1

Diklaim mempunyai mutu mendekati PC serta memuji banyaknya pilihan game, Nick Pino dari TechRadar menyampaikan bahwa PSVR adalah sebuah perkenalan ke konten VR berkualitas yang terjangkau. Level ketajaman dan immersion tidak sebaik Rift atau Vive, tapi untuk sebuah sistem bertenaga console PlayStation 4, tak ada banyak hal yang dapat dikeluhkan. Setelah mencobanya, Anda akan penasaran buat mencicipi BioShock Infinite atau GTA V di mode VR.

Salah satu penilaian terendah diungkapkan oleh Stuff, hanya menyodorkan tiga dari lima bintang. Terlepas dari harga ekonomis dan kapabilitas menangani konten dengan baik, reviewer Tom Parsons berargumen bahwa teknologi-teknologi pendukung PlayStation VR-lah yang menghambat headset. Menurutnya, akan lebih baik jika Sony turut menyediakan kamera serta motion controller baru. Harganya sudah tepat, namun PSVR belum bisa menyuguhkan pengalaman terbaik.

PlayStation VR 2

Gamespot melihat sebuah kendala teknis yang bisa berbuntut panjang: banyak game-game PSVR belum berjalan optimal dan menyebabkan pengguna jadi pusing. Jika hal ini tidak buru-buru ditangani, ia akan memberi kesan bahwa virtual reality dapat memicu rasa mual. Selain itu, reviewer Jimmy Thang berpendapat, tidak ada alasan kuat untuk memiliki PSVR. Gamespot malah menyarankan Anda menabung buat membeli headset VR yang lebih canggih.

Dengan Field of View Terluas, Headset EyeForce Dongkrak Kualitas Konten VR

Perjalanan virtual reality baru saja dimulai, dan para inventor serta developer masih mempunyai banyak pekerjaan demi meningkatkan kualitasnya. Di sisi hardware, mereka harus menyeimbangkan antara aspek kinerja, kenyamanan, serta kepraktisan pemakaian. Dan dalam menggarap produknya, tim asal Shanghai ini fokus pada menyuguhkan field of view terluas.

Field of view ialah ukuran luas yang bisa disajikan oleh sebuah instrumen optik, menjadi salah satu faktor penting dalam headset VR. Produk-produk high-end seperti Rift atau Vive mengusung FoV seluas 110 derajat, namun angka ini tampaknya belum cukup memuaskan bagi startup Tiongkok itu. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan EyeForce, head-mounted display dengan FoV hampir dua kali lipat dari Rift, yaitu 210 derajat.

EyeForce 1

Menurut developer, kendala pada headset VR saat ini adalah pengguna masih bisa melihat area gelap di bagian pinggir – seperti melihat lewat teropong. Penggunaan FoV 210 derajat diklaim dapat menyingkirkan masalah tersebut, dan pada akhirnya mendongkrak level immersion dan keberadaan Anda di dunia virtual. Dalam permainan, kita jadi lebih mudah melihat lawan yang berada di depan, juga meningkatkan kewaspadaan ketika sedang menikmati game simulator.

Tim EyeForce VR menjelaskan bahwa satu mata manusia memiliki FoV horisontal maksimal 150 derajat, dan jika keduanya dibuka, 210 derajat merupakan batasan terluas. Angka tersebut mereka yakini sebagai kriteria paling ideal, dipadu FoV vertikal seluas 100 derajat. Tentu saja developer tidak melupakan hal-hal krusial lain. EyeForce menghidangkan layar AMOLED 3840×1080 (1920×1080 per mata), dibekali sensor motion sembilan-poros 1.000Hz dan displacement tracking.

EyeForce 3

Untuk koneksinya, terdapat port HDMI 2.0 dan USB, beserta output audio 3,5mm. Developer memanfaatkan SDK OSVR yang diprakarsai Razer, kompatibel ke platform Windows. EyeForce memang sengaja dirancang buat menandingi Rift serta Vive, dan daftar kebutuhan hardware-nya cukup serupa dengan kompetitornya itu: minimal memerlukan GPU Nvidia GeForce GTX 970 atau AMD Radeon R9 290, serta membutuhkan dua interface display untuk mengirim sinyal video HD.

Melihat desain prototype-nya, FoV 210 derajat tampaknya menyebabkan penampilan EyeForce jadi melebar, dengan bobot sekitar 600-gram. Ada tombol di atas device dan kenop di kedua sisinya. Developer turut membubuhkan bantalan wajah dipadu strap karet, serta membundel produk bersama gamepad.

Saat ini developer sedang melangsungkan kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Di sana, versi ‘starter pack‘ ditawarkan di harga US$ 400, akan dikirimkan ke backer bulan April 2017.

Developer Lebih Memilih HTC Vive Ketimbang Oculus Rift?

Menakar dari tingginya harga produk, saat ini headset VR sekelas Rift dan Vive memang masih di luar jangkauan kebanyakan konsumen di Indonesia. Mereka yang punya modal pun dihadapkan pada satu pertanyaan: device mana yang akan mendapatkan konten lebih banyak? Oculus VR memang merupakan pionir, tapi beberapa raksasa teknologi tak ragu mendukung Vive.

Untuk mencari tahu, tentu semuanya kembali ke keputusan developer, dan laporan dari UBM Game Network siap memandu Anda. Tim pelaksana Virtual Reality Developers Conference itu merilis VR/AR Innovation Report, berisi respons dari para profesional di bidang virtual serta augmented  reality mengenai platform favorit mereka.

Tahun ini adalah momen penting bagi VR dan AR: Vive dan Rift dilepas di saat yang tidak begitu berjauhan, Samsung merilis versi up-to-date dari Gear VR, Microsoft lagi sibuk menggodok HoloLens, lalu kabarnya Google juga sedang menggarap headset VR baru. Di kuesioner, UBM Game Network bertanya pada developer, saat ini platform apa yang mereka pilih buat mengembangkan konten?

HTC Vive vs Oculus Rift 1

Sebanyak 48,6 persen developer menjawab HTC Vive, sedangkan Oculus Rift hanya menghimpun 43,2 persen. Di kelas mobile VR, Samsung Gear VR mengungguli Google Cardboard dengan 33,8 versus 29,2 persen. Peminat PlayStation VR dan HoloLens juga cukup kecil, masing-masing 12,9 dan 8,8 persen, sedikit di bawah Google Daydream (14,6 persen). Meski persentasenya terlihat kecil, Google sendiri punya satu proyek VR lagi, yaitu Tango.

HTC Vive vs Oculus Rift 2

Menjawab pertanyaan ‘di mana Anda akan mengembangkan konten VR/AR selanjutnya?’, jarak antara Vive dan Rift kian melebar. 34,6 persen developer percaya diri  pada headset besutan HTC dan Valve itu, dan cuma 23,4 persen dari mereka yang memilih Vive. Untuk pertanyaan ini, Google Cardboard berhasil menghimpun lebih banyak pendukung dari Gear VR, angkanya di 14 persen dan 10,3 persen. Namun tak seperti pertanyaan pertama, ada lebih banyak responden tidak menjawabnya, boleh jadi menandai ketidakyakinan mereka.

Anda mungkin sempat mendengar langkah kontroversial Oculus VR buat menyajikan konten eksklusif dengan cara mem-block pemilik Vive sehingga mereka tidak dapat membeli dan memainkan game khusus Rift. Tenang saja, 78,1 persen developer memilih untuk melepas karya digital mereka di lebih dari satu platform.

Tidak sedikit orang merasa ragu, apakah VR merupakan lompatan besar di bidang hiburan, ataukah hype-nya pelan-pelan akan memudar? Anda tidak perlu khawatir, 95 persen developer yakin virtual reality mampu terus tumbuh. Dalam mengembangkan ekosistemnya, 49,7 persen responden memanfaatkan modal sendiri dan 33,4 persen menggunakan dana perusahaan.

Sumber: Gamasutra.

Razer Umumkan Headset OSVR Hacker Dev Kit Generasi Kedua

Tingginya harga Rift dan Vive membuat kedua headset itu berada di luar jangkauan ekonomi banyak orang, dan di sanalah OSVR mempunyai keunggulan. Diprakarasi oleh Razer dan Sensics, device alternatif ini menawarkan pengalaman VR di harga yang lebih terjangkau, ditambah lagi premis dari ekosistem open-source, dan potensi kompatibilitas ke periferal lain.

Belum lama, CEO Razer Min-Liang Tan mengungkap agenda untuk mendorong OSVR sebagai platform virtual reality standar di Tiongkok. Di negeri itulah headset dikabarkan akan pertama kali mendarat. Namun meski jendela rilis mulai tampak, upaya pengembangannya tidak melambat. Di momen E3 2016, Razer mengumumkan generasi kedua versi developer dari Open Source Virtual Reality, alias Hacker Development Kit 2.

Via PC Gamer, Christopher Mitchel dari Razer menjelaskan bahwa OSVR HDK 2 memungkinkan developer memenuhi kebutuhan fans dan gamer, serta menyediakan developer hardware open-source inovatif yang terjangkau. Kinerjanya diklaim tidak kalah dari pemain besar di industri itu, disiapkan untuk segmen konsumen yang lebih luas dan kontennya tidak tersekat-sekat.

Pendekatan desain OSVR sedikit berbeda dibanding headset high-end kompetitor. Teorinya, konsumen dibebaskan mengonfigurasi modul sesuai kebutuhan serta spesifikasi komputer mereka. Tapi sebelum versi retail-nya tersedia, satu-satunya varian OSVR paling canggih adalah HDK 2 ini. Menariknya lagi, Anda bisa memiliki device dengan mengeluarkan uang separuh dari bundel HTC Vive.

OSVR HDK 2

OSVR HDK 2 menyajikan resolusi 2160×1200-pixel, artinya tiap mata mendapatkan display full-HD, menghidangkan refresh rate 90Hz dan field of view 110-derajat. Melihat sisi teknis ini, device tampak setara dengan Rift serta Vive. Bedanya, area tracking OSVR sedikit lebih sempit, yaitu 243,8×274,3-meter (Vive: 457x457cm). Developer membubuhkan accelerometer, gyroscope, magnetometer, dan tracker 360 derajat – mirip Rift.

Di versi ini, OSVR kompatibel ke segala macam hardware serta gamepad PC, mendukung penuh Unreal Engine, Cry Engine, serta platform SteamVR. Agar bisa beroperasi, perangkat harus tersambung ke PC lewat kabel. Wujudnya memang belum secantik Vive, mempunyai bobot 650-gram. Selain itu, Anda perlu melengkapinya dengan headset ber-microphone.

Daftar kebutuhan sistem OSVR HDK 2 hampir identik dengan headset rival: kartu grafis Nvidia GeForce GTX 970 atau AMD Radeon R9 280, prosesior Intel Core i5-4590, RAM minimal 8GB, port HDMI 1.3 serta dua buah port USB 2.0.

OSVR HDK 2 akan mulai didistribusikan bulan Juli 2016, dijual seharga US$ 400. HDK 1.4 sendiri juga masih dijajakan, harganya US$ 300.

Sumber: OSVR.org.

Mulai Tersedia, LG Umumkan Harga Deretan Aksesori Friends Untuk LG G5

Perbedaan utama antara G5 dan smartphone flagship LG generasi terdahulu terletak pada konsep modular yang diusungnya. Pengguna dipersilakan menggonta-ganti modul serta menambahkan fitur sesuai keinginan. Namun modifikasi tak hanya terkait dengan device, di MWC 2016, LG turut menyingkap deretan aksesori pelengkap smartphone, dinamai LG Friends.

Setelah kita tahu berapa harga LG G5 di Indonesia, di awal minggu ini LG turut mengumumkan informasi harga Friends secara lebih terperinci di kawasan Amerika. Mereka meliputi: LG Cam Plus, headset LG 360 VR, LG 360 Cam, dan headset LG Tone Premium. Rolling Bot mungkin merupakan jenis aksesori Friends paling unik, sayang sekali LG belum menyingkap harganya.

LG Cam Plus

LG Friends Pricelist 4

Lewat modul ini, LG menjanjikan sensasi memegang kamera sungguhan. Cam Plus diposisikan di area punggung bawah smartphone, dilengkapi tombol shutter, dial zoom, serta grip buat tangan kanan. Wujudnya cukup kecil, hanya 7,4×6,1×1,6cm dan berat 55-gram. Di situs LG, Cam Plus terbagi jadi dua tipe, CBG-700.AVRZSV dan CBG-720.AATTSV.

Keduanya dipatok di harga US$ 70.

LG 360 VR

LG Friends Pricelist 3

Samsung Gear VR memang tampak memimpin persaingan di kelas headset virtual reality mobile, namun LG tidak mau kalah. 360 VR diramu sebagai alternatif lebih ringkas dan portable, karena Anda tidak perlu mencantelkan smartphone tepat di depan mata. Device menyuguhkan display LCD IPS 1,88-inci 639ppi beresolusi 920×720-pixel dengan field of view 80 derajat, dilengkapi sensor proximity 6-poros, port USB 2.0, USB type-C dan jack headphone 3,5mm.

LG 360 secara eksklusif kompatibel ke LG G5, dijajakan seharga US$ 200.

LG 360 Cam

LG Friends Pricelist 2

Lewat kamera portable ini, Anda dipersilakan mengambil foto ataupun merekam video 2K (2560×1280) dalam sudut 360 derajat. Sepasang sensor 13-megapixel di sana menjanjikan hasil gambar yang detail. Anda bisa menyambungkan dan mengendalikan kamera dengan smartphone, lalu 360 Cam turut dibekali tiga buah microphone, sensor 9-poros, terkoneksi via Wi-Fi atau Bluetooth. Perlu diketahui, kamera tersebut tak dapat bekerja tanpa kartu memori eksternal.

Harganya US$ 200.

LG Tone Platinum

LG Friends Pricelist 5

Tersedia tiga pilihan warna – hitam, emas, perak – headset Bluetooth ini dibekali teknologi Harman Kardon untuk menyuguhkan audio high-fidelity. Saat disambungkan ke LG G5 (turut dibantu codec Qualcomm apt-X HD), Tone Premium diklaim mampu memberikan output 24-bit kelas audiophile dengan kenyamanan wireless selama kira-kira 10 jam.

Device ditawarkan di harga US$ 200.

 

Samsung Kabarnya Sedang Membuat Headset VR Standalone

Kolaborasi bersama Oculus VR adalah langkah cerdas yang Samsung ambil untuk mengamankan nama mereka di arena VR. Dari sisi teknis, Gear VR masih diakui sebagai headset virtual reality berbasis smartphone terbaik. Penyingkapan Gear 360 Februari silam menandai keinginan sang produsen Korea dalam menyeriusi bidang virtual reality.

Ternyata tak hanya mau mempermudah kreasi konten, ada kemungkinan Samsung berniat bersaing di tingkatan yang lebih tinggi, berkompetisi dengan nama-nama papan atas seperti HTC, Sony dan Oculus. Berdasarkan penuturan head of R&D Software and Services Injong Rhee di acara konferensi developer via Variety, Samsung kabarnya sedang membuat head-mounted display virtual reality standalone sekelas Vive dan Rift.

Rhee menyampaikan, produk baru tersebut merupakan device dedicated berkonektivitas wireless, dan ‘tak harus terhubung ke smartphone Samsung’. Beberapa teknolgi yang lagi Samsung eksplorasi meliputi kemampuan melacak tangan dan gerakan. Upaya ini tidak mengejutkan, mengingat mereka tak ragu mengucurkan banyak uang di bidang riset serta pengembangan, dan VR tampaknya menjadi fokus produsen consumer electronics raksasa itu selanjutnya.

Namun sebelum Anda terlalu bersemangat, Injong Rhee mengingatkan bahwa kita masih perlu menunggu beberapa tahun lagi sampai fitur tersebut hadir di perangkat mereka. Untuk sekarang, Gear VR masih jadi andalan Samsung. Samsung memang mengakui bahwa 2016 merupakan tahunnya virtual reality, tetapi buat sekarang industri masih berada di awal kelahirannya.

Di ranah pembuatan konten, Andrew Dickerson selaku direktur pengembangan software Samsung berencana mempermudah user memublikasikan video yang diambil dari Gear 360 dan kamera VR lain. Secara resmi ia mengumumkan SDK VR Upload, diramu demi mempermudah proses upload rekaman ke layanan Milk VR Samsung, bagi siapapun (kreator konten maupun produsen kamera third-party).

Awalnya diperkenalkan sebagai metode mudah menikmati video lewat headset Gear VR, Samsung memutuskan buat membawa Milk VR ke desktop dan handset Android lain, memungkinkan konsumen menonton video-video itu tanpa mengenakan head-mounted display. Strategi ini memperlihatkan ambisi Samsung mengubah Milk VR menjadi sebuah hub virtual reality serta video 360.

Kembali ke headset VR standalone Samsung, jika nanti device tersebut akhirnya dirilis, saya penasaran bagaimana kelanjutan kerjasama mereka dengan Oculus. Probablitas lain: Facebook/Oculus VR malah berperan sebagai operator platform, dan membiarkan perusahaan lain menggarap device-nya.

Via PCMag.

IDC: Pemasukan Dari Penjualan Hardware VR Diperkirakan Lewati $ 2 Miliar di 2016

Keputusan para produsen untuk melepas perangkat virtual reality high-end di tahun ini membuat VR menjadi pusat perhatian. Di sejumlah negara, konsumen sudah bisa memiliki Rift dan Vive. Beberapa minggu silam mungkin Anda sudah membaca artikel soal perkiraan penjualan hardware VR oleh Strategy Analytics. Menariknya, perhitungan IDC bahkan lebih tinggi lagi.

Via press release, firma analis dan riset pasar Amerika itu memprediksi angka pengapalan hardware VR akan melonjak naik di 2016, mampu mencapai 9,6 juta unit. Penjualan diujungtombaki oleh produk-produk Samsung, Sony, HTC dan Facebook. Berdasarkan estimasi IDC, hal tersebut memberikan pemasukan lebih dari US$ 2 miliar bagi perusahaan-perusahaan ini – tepatnya US$ 2,3 miliar.

Berdasarkan pengamatan IDC, mereka mengidentifikasi tiga kategori utama di pasar head-mounted display: pertama adalah penonton screenless, yaitu mereka yang menggunakan smartphone buat menikmati VR (contohnya melalui Gear VR); lalu user Tethered Head Mounted Display, umumnya memanfaatkan PC dan console untuk menopang device (Rift/PSVR/Vive); serta Standalone HMD, yakni device yang tidak memerlukan sistem pendukung, misalnya Sulon Q atau HoloLens.

Menurut penjelasan Lewis Ward selaku direktur riset gaming, video game merupakan alasan orang membeli Rift, Vive atau PlayStation VR di tahun ini. Meskipun ada jeda di proses distribusi, ia yakin penjualan jadi lebih mulus sebelum musim liburan. Ward menuturkan bahwa judul-judul permainan baru berperan besar dalam mendongkrak minat konsumen – di antara mereka berbelanja buat diri sendiri, dan sebagian lainnya membeli untuk keluarga atau teman.

Virtual reality akan mendominasi persentase volume headset di 2016, sedangkan augmented reality sendiri baru menyusul beberapa tahun kemudian. Ketika VR dan AR dikombinasikan, jumlahnya diestimasi International Data Corporation melampaui 110 juta unit di 2020. Namun adaptasi konsumen terhadap AR memang tidak berjalan sekejap. Vice president Devices & Displays IDC Tom Mainelli menyampaikan, produk memerlukan waktu untuk dibawa ke pasar.

“Walaupun development kit dari Microsoft, Meta dan lain-lain menjaga ketertarikan khalayak akan augmented reality tetap tinggi, perangkat-perangkat itu lebih sulit diproduksi dibanding device VR,” tutur Mainelli. “Bagi produsen, mengeksekusinya dengan jitu lebih penting dari menggarapnya cepat-cepat, dan kami menyarankan mereka buat tetap mengerjakannya secara lambat namun stabil.”

Mengapa begitu? Ketika VR ‘sekedar’ berpotensi mengubah arah perkembangan industri hiburan digital, AR berpeluang merevolusi cara manusia melakukan pekerjaan sehari-hari…

Sumber: IDC.

Cardboard Terlalu Mainstream tapi Oculus Rift Kelewat Mahal? Pockulus Chip Solusinya

Kita sudah sering mendengar bermacam-macam kecanggihan headset virtual reality, namun untuk sekarang, belum ada suatu keharusan bagi konsumen untuk memilikinya. Itu mengapa produk sekelas Google Cardboard mempunyai andil penting dalam membawa pengalaman VR ke kalangan awam, sembari memperkenalkan potensi produk yang lebih high-end.

Cardboard merupakan berita lama. Menariknya, ia mendorong banyak produsen untuk menciptakan alternatif murah perangkat virtual reality. Salah satu jelmaannya adalah Pockulus Chip. Meski namanya terdengar seperti parodi Oculus Rift, produk ini menyimpan kapabilitas unik. Developer Next Thing Co. mendeskripsikannya sebagai console game VR portable, karena ia tidak membutuhkan smartphone supaya bisa bekerja.

Layaknya device sejenis, Pockulus Chip didesain untuk dikenakan di wajah. Dari penampilannya, ia memang tidak seringkas atau sesimpel Cardboard. Itu karena Pockulus memanfaatkan komputer bernama Chip untuk menggantikan peran smartphone. Chip ialah sebuah circuit-board murah yang mudah diutak-utik, dijual seharga US$ 9. Ia menyimpan prosesor ARM v7 1GHz, RAM 512MB, dan penyimpanan 4GB.

Pockulus Chip

Pockulus awalnya dibuat untuk merayakan April Mop. Dave Rauchwerk yang turut bertanggung jawab meramu Chip bilang, akan sangat lucu seandainya orang-orang memasangkan perangkat ini ke wajah, apalagi banyak produsen kini berupaya membuat headset VR mereka sendiri. Tapi pada akhirnya, Next Thing Co. malah menciptakan head-mounted display virtual reality standalone paling murah.

Sebelum Anda buru-buru memesan Pockulus Chip, satu hal perlu diketahui: Chip harus dirakit terlebih dulu agar bisa digunakan. Boks packaging hanya berisi perangkat handheld yang wujud dan ukurannya menyerupai Gameboy. Sisanya, Anda perlu mencetak 3D tiap bagian Pockulus. Walaupun sedikit merepotkan, pilihan warna dapat Anda tentukan sendiri, dan Next Thing Co. juga sudah menyiapkan instruksi lengkapnya.

Board Chip menyajikan keyboard QWERTY lengkap, telah dilengkapi modul Wi-Fi, Bluetooth dan baterai build-in. Komputer tersebut berjalan di OS Linux, mempunyai word processor, program-program untuk membuat musik, serta dilengkapi game yang bisa langsung Anda mainkan. Komponen headset dirancang pemasangannya tidak memerlukan lem atau baut.

Buat menghidangkan konten, produsen menggunakan layar sentuh resistif seluas 4,3-inci dengan resolusi 460×272-pixel. Memang tidak istimewa, namun lebih dari cukup untuk menangani game-game kecil yang telah dibundel bersama Pockulus.

Pockulus Chip bisa Anda beli di website resminya, dijajakan hanya seharga US$ 50.

Via Wired. Sumber: GetChip.

Lewat App Virtual Desktop, Windows Bisa Dinikmati Dalam Virtual Reality

Tak bisa disangkal, virtual reality akan merombak dunia hiburan selamanya, dari mulai cara kita bermain game, menonton film, dan setelah Facebook mengakuisisi Oculus VR, kemungkinan juga cara kita berinteraksi dengan sesama pengguna internet. Dan jika sudah menyiapkan headset VR, app baru ini memungkinkan virtual reality dapat dinikmati sejak Anda tiba di desktop.

Melalui Steam, developer bernama Guy Godin meluncurkan sebuah aplikasi utility Virtual Desktop. Terlepas dari namanya itu, Virtual Desktop bukan merupakan penyajian user interface, melainkan sebuah program yang bisa membawa tampilan desktop Windows ke alam virtual reality. Berkatnya, semua hal yang dapat Anda lakukan di PC – menjelajahi internet sampai menyaksikan video – bisa dilakukan dengan Oculus Rift ataupun HTC Vive.

Dengan memanfaatkan Virtual Desktop, virtual reality tersaji sejak Windows dibuka. Anda tidak perlu lagi repot-repot harus mengenakan headset saat menjalankan game, kemudian melepasnya ketika kembali ke desktop. Berkat app unik ini, VR dapat diakses lebih seamless. Untuk input kendali, Anda tetap disuguhkan kombinasi keyboard dan mouse, serta bisa pula memakai motion controller.

Virtual Desktop VR 01

Virtual Desktop membutuhkan PC bersistem operasi Windows 8, 8.1 atau 10. Ia tidak kompatibel dengan Windows 7, dan jika kebetulan menggunakan Windows N Edition, Anda perlu menginstal Media Feature Pack.

Jadi apa saja yang ditawarkan oleh Virtual Desktop? Pertama, ia mampu menghidangkan video 360 ‘hardware accelerated‘, kesanggupan streaming atau memainkan video 360 YouTube, Anda dapat browsing foto 360 derajat, ditopang MilkDrop buat visualisasi musik, dan permainan bisa diluncurkan berbekal voice command. Virtual Desktop turut dibundel bersama Environment Editor, memungkinkan user menciptakan environment dan mengkustomisasi lingkungan virtual.

Virtual Desktop VR 03

Virtual Desktop bisa Anda beli di platform distribusi digital Steam seharga Rp 116 ribu saja. Karena program ini memang belum lama meluncur (tanggal 31 Maret 2016), developer mengingatkan bahwa Virtual Desktop kemungkinan masih menyimpan sejumlah bug, dan berjanji untuk menyempurnakannya via patch. App juga terintegrasi ke Steam Workshop, sehingga Anda bisa membuat environment dan men-sharing-nya ke pengguna lain.

Ada spesifikasi hardware yang harus terpenuhi supaya Virtual Desktop bisa berjalan. Ini dia:

  • CPU Intel i5-2500k
  • Memori RAM 4GB
  • GPU NVidia GTX 640 atau ATI HD 7000/Rx 200 rekomendasi GTX 760 atau ATI Rx 200
  • Versi DirectX 11
  • Ruang penyimpanan 500MB

Via DigitalSpy.

Lewat Vibe K4 Note, Lenovo Ingin Hadirkan Virtual Reality Untuk Semua Kalangan

Sudah sangat lama manusia memimpikan virtual reality. Dan dua tahun silam, Google mengubah pandangan banyak orang dengan menyingkap Cardboard. Namun konsep DIY tak berarti bebas dari masalah. Memiliki Cardboard memang tidak sulit, Anda bisa membeli atau membuatnya sendiri, tapi kita tahu tidak semua smartphone optimal buat menangani VR.

Itulah salah satu kelemahan besar dari virtual reality berbasis smartphone. Opsi lain mungkin ialah dengan memilih headset sekelas Gear VR, namun ia hanya kompatibel ke handset-handset high-end Samsung. Lenovo melihat sebuah celah yang bisa mereka isi, titik keseimbangan antara ide di belakang Cardboard dan Gear VR. Melalui acara Exclusive Sneak Preview, Lenovo mengungkap Vibe K4 Note.

Vibe K4 Note 05

Vibe K4 Note ialah smartphone yang sengaja diramu untuk menghidangkan VR dan teater secara portabel. Karena memang bukan peluncuran resmi, sang produsen masih enggan berbagi sejumlah detail penting. Hal paling menarik di acara ini adalah, kapabilitas virtual reality Vibe K4 Note diperlihatkan dengan memasangkannya di headset ANTVR. Dan kalimat ‘designed for Lenovo’ tertulis jelas di bawah logo.

Vibe K4 Note 08

Tentu saja Lenovo tidak sekedar mengusung tema VR dan membundel smartphone dengan headset. Sejumlah fitur unik mereka mampatkan di dalamnya. Ketika handset Android baru masuk ke mode VR saat Anda membuka app khusus, Anda bisa langsung mengakses mode stereoscopic 3D Vibe K4 Note bahkan saat di tampilan home – membelah screen jadi dua. Lenovo telah menyiapkan shortcut via menekan tombol power.

Vibe K4 Note 10

Vibe K4 Note 02

4P Lead Lenovo Anvid Erdian menjelaskan pada saya bahwa lewat metode ini, secara teori Anda dapat menikmati konten atau app biasa dalam mode sinematik meski pada dasarnya tidak didesain untuk VR. Dan karena sengaja dioptimalkan buat ANTVR, smartphone mampu menyajikan field of view yang tergolong luas: mencapai 100 derajat, 40 derajat lebih lebar dibanding Cardboard jika dipasangkan ke device berlayar 4,5-inci.

Vibe K4 Note 12

Vibe K4 Note 11

Ada dua elemen penting buat menyuguhkan VR: display utama dan performa hardware. Untuk aspek pertama itu, Vibe K4 Note memanfaatkan panel IPS selebar 5,5-inci dengan resolusi 1920×1080-pixel berkepadatan 401ppi. Layar tersebut mempunyai persentase color gamut 72 persen NTSC dan rasio kontras 1000:1. Di mode stereoscopic, Anda mendapatkan resolusi 960×1080-pixel per mata.

Vibe K4 Note

Sebagai otak utama smartphone (yang pada akhirnya menentukan kualitas VR), Lenovo memilih system-on-chip Mediatek MT6753, berisi prosesor octa-core Cortex-A53 1,3GHz dan chip grafis Mali-T720MP3. Terdapat RAM 3GB, penyimpanan internal eMMC sebesar 32GB (dapat diperluas sampai 128GB via microSD), serta ditenagai unit baterai 3300mAh. Dari sisi konektivitas, Lenovo turut menyiapkan scanner sidik jari, NFC, serta kemampuan membaca gesture untuk mengambil foto.

Vibe K4 Note 03

Fokus terhadap virtual reality juga bisa kita lihat dari beberapa fitur pendukung. Mode stereoscopic di atas tadi dinamai TheaterMax. Lalu untuk menyempurnakan pengalaman sinematik, Vibe K4 Note dibekali pula dengan sepasang speaker Dolby Atmos, ditempatkan di atas dan bawah layar. Jadi ketika smartphone disematkan ke headset ANTVR (dalam posisi horisontal), output mengarah langsung ke kedua telinga Anda.

Vibe K4 Note 04

Vibe K4 Note 06

Setelah diskusi lebih jauh dengan sang Anvid Erdian, K4 Note sebetulnya tidak terhubung ke ANTVR, baik via kabel maupun wireless. Desain hanya di-setting secara optik agar mampu menyuguhkan field of view 100 derajat. Saya juga bertanya, apakah Lenovo sudah mulai berpikir ke arah augmented reality? Tampaknya untuk sekarang, VR merupakan konsentrasi utama mereka.

Vibe K4 Note 07

Di luar kapabilitas sinematik, Lenovo melengkapi K4 Note dengan sistem 3-mic buat meningkatkan kemampuan perekaman suara. Kemudian dukungan codec Wolfson menjaganya dari bunyi-bunyian yang tak diinginkan; meliputi acoustic echo cancellation (AEC), ambient noise cancellation (ANC) stereo, plus fitur speech enhancement and lain-lain.

Vibe K4 Note 09

Untuk fungsi fotografi, K4 Note memiliki kamera utama bersensor ISOCELL 13-megapixel dengan fitur phase detection autofocus dan lensa f/2.2 plus dual flash LED; serta kamera depan 5-megapixel.

Dari undangan yang saya dapatkan, perilisan Lenovo K4 Note di Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2016 nanti, dan di sana tentu akan diungkap pula harga resminya. Saat ini, belum diketahui apakah smartphone dan headset dibundel jadi satu atau tidak.