Startup HRtech Vara Dikabarkan Dijual Rugi Ke Pemain Sejenis asal India, PagarBook

Vara Technologies, startup SaaS pengembang produk Bukugaji, dikabarkan dijual ke pemain sejenis asal India, PagarBook. Menurut pemberitaan Entrackr, startup ini diestimasi dijual dengan valuasi senilai $5,6 juta, lebih rendah dari pasca mendapat pendanaan tahap awal sebesar $15,5 juta.

Rencana korporasi yang dilakukan PagarBook ini telah disampaikan ke regulator setempat, Registrar of Companies (ROC).

Produk awal Vara, Bukugaji, menawarkan sistem manajemen karyawan untuk mengatur jadwal, mencatat absensi, mengelola data absensi, mencetak slip gaji otomatis, hingga merekap reimbursement para pegawai. Diklaim solusi Bukugaji telah digunakan lebih dari 100 ribu UMKM tanpa dikenakan biaya.

Solusi tersebut dilatarbelakangi proses pengelolaan personalia di kalangan UMKM yang sebagian besar dilakukan secara manual. Sementara, perangkat lunak SDM yang adai di pasaran relatif mahal dan lebih kompleks.

Startup ini didirikan Vidush Mahansaria dan Abhinav Karale sejak November 2020. Mereka juga sempat mengikuti program akselerasi Surge cohort kelima. Baik Vara dan PagarBook adalah sama-sama alumni dari Surge. Pada Juli 2021, Vara telah mengantongi sejumlah dana tahap awal sebesar $4,8 juta dari sejumlah pemodal ventura, di antaranya, Go-Ventures, RTP Global, Alpha JWC Ventures, Surge, FEBE Ventures, dan Taurus Ventures.

Akun media sosial Bukugaji dan aplikasi di Google Play tidak ada pembaruan pada tahun ini. Instagram Bukugaji terakhir kali diperbarui pada 1 Desember 2021, sedangkan aplikasinya pada 16 November 2021. Situs Bukugaji hingga kini tidak bisa diakses.

Sulit bersaing

Meskipun sulit memprediksi persaingan ke depannya akan seperti apa, perlu dicatat bahwa sistem manajemen karyawan adalah pasar yang kejam dengan ratusan pemain, besar dan kecil. Karena sifat bisnisnya, sulit bagi pemain baru untuk merebut kue pasar. Bagi perusahaan klien, terlalu sering gonta ganti layanan adalah pilihan yang sangat riskan.

Di India saja, layanan sejenis Vara dan PagarBook, yang bernama OkCredit dan Khatabook, harus rela mundur merealisasikan ambisinya di sektor ini. Salah satu solusi OkCredit, OkStaff menghentikan operasinya, sementara Khatabook telah menutup Pagar Khata karena memilih untuk persempit fokus pada pembukuan dan inisiatif fintech.

Menurut CB Insights, ada 12 alasan umum mengapa startup tutup. Alasan tertingginya adalah karena gagal melakukan penggalangan dana baru (38%), produknya tidak dibutuhkan pasar (35%), kalah bersaing (20%), model bisnis yang cacat (19%), dan sebagainya. Vara kemungkinan dijual rugi karena beberapa alasan di atas.

Sumber: CB Insights

Di Indonesia kondisinya tidak jauh berbeda. Pemain startup dengan inovasi baru harus melawan kebiasaan para UMKM yang terbiasa melakukan seluruh prosesnya secara manual, mencatat di buku, menggunakan program spreadsheet, dan sebagainya. Apa yang ditawarkan Vara bisa jadi tidak sesuatu yang dibutuhkan dengan tingkat urgensi yang tinggi di pasar.

Untuk berbagai skala bisnis, sejauh ini ada berbagai startup yang menggarap layanan SaaS untuk pengelolaan SDM. Di antaranya Pegaw.ai, Catapa, Synergo, KaryaOne, Mekari, dan lain sebagainya.

Apa yang diutarakan Co-founder dan CEO Dagangan Ryan Manafe mungkin bisa memberikan sedikit gambaran tentang bisnis yang menjaring pasar UMKM.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Ryan menjelaskan startup perlu menyesuaikan solusi dengan apa yang benar-benar dibutuhkan pasar yang mereka targetkan. Di Dagangan, karena targetnya adalah warung kelontong di desa, maka yang paling dibutuhkan adalah suplai barang dengan harga murah dan bervariasi. Sementara di kota, karena suplai barangnya besar kemungkinan sudah terpenuhi, makanya masuk ke tahap berikutnya, yakni pembukuan.

“Jadi mungkin ada kebutuhan di situ [pembukuan]. Tapi di desa, bukan soal harga dan logistik, tapi variasi barang karena pilihan mereka [warung] itu itu-itu saja. Nomor dua isunya pendanaan, nomor tiga kita lihat sama-sama [ke depannya seperti apa], kita mau selesaikan masalah yang ada di depan mata,” kata Ryan.

Permudah Akses EWA, GajiGesa Terintegrasi dengan Platform HRIS Gaji.id

Platform fintech earned wage access (EWA) GajiGesa mengumumkan kerja sama dengan platform manajemen karyawan (HRIS) Gaji.id. Kemitraan ini memungkinkan hadirnya solusi akses gaji fleksibel dari GajiGesa di platform Gaji.id untuk seluruh pengguna.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO GajiGesa Vidit Agrawal memastikan bahwa kerja sama antara kedua perusahaan masih sebatas bisnis, belum ada aksi akuisisi yang dilakukan. GajiGesa berencana untuk perbanyak kerja sama serupa agar ambisi perusahaan menjangkau lebih dari 500 ribu perusahaan menengah hingga besar lebih cepat.

“Kami terbuka untuk kemitraan serupa karena kami ingin mengaktifkan ekosistem dengan produk EWA dan menjangkau sebanyak mungkin perusahaan di kawasan ini,” ucapnya.

Dijelaskan lebih jauh, kemitraan ini memberikan akses keuangan yang lebih bertanggung jawab kepada ribuan mitra perusahaan existing dan baru Gaji.id melalui aplikasi Gaji.id. Pada saat yang bersamaan, HR juga bisa langsung mengelola data karyawan di platform yang sama, sehingga efisiensi operasional meningkat.

Platform GajiGesa memungkinkan perusahaan mitra mengelola data karyawan dan arus kas secara efektif dan mudah, baik untuk manfaat keuangan, kesehatan, dan pendidikan holistik kepada karyawan. Karyawan pun dapat menarik gaji yang mereka peroleh sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional pada akhir bulan. Solusi sepert ini dianggap mampu menghapus ketergantungan pada pemberi pinjamna predator.

Pihak GajiGesa telah mengintegrasikan solusi penggajian sesuai permintaan yang terdepan untuk membuat seluruh proses aktivasi, eksekusi, dan rekonsiliasi mulus melalui Gaji.id untuk perusahaan.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Agrawal menuturkan, “Kami sangat gembira bisa berkolaborasi dengan perusahaan seperti Gaji.id [..]. Sekarang setiap perusahaan yang menggunakan Gaji.id sebagai HRIS mereka juga dapat memberikan manfaat GajiGesa kepada semua karyawan mereka dalam satu genggaman. Kemitraan yang menarik ini menciptakan salah satu solusi tunjangan karyawan terbaik di pasar.”

CEO Gaji.id Harry Moeljo menambahkan, “[..[ Kami bercita-cita untuk terus memberikan inovasi terbaik sambil memenuhi kebutuhan mitra kami dalam memperpendek waktu pemrosesan untuk administrasi data karyawan. Kami yakin integrasi ini akan secara efektif menjawab kebutuhan karyawan dalam mengakses dana cepat tanpa biaya tambahan.”

Sejak didirikan pada pertengahan 2020, solusi GajiGesa telah menjadi alat pemberdayaan yang sangat berharga bagi pengusaha dan karyawannya di berbagai sektor termasuk pabrik, perkebunan, manufaktur, ritel, restoran, rumah sakit, dan perusahaan teknologi. Perusahaan mitra telah tumbuh sekitar 500% dalam enam bulan terakhir dan terus bertambah, termasuk perusahaan menengah hingga besar yang mulai memilih pendekatan holistik kesehatan karyawan.

Saat ini, lebih dari 250 perusahaan telah bermitra dengan GajiGesa, melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia. Kemitraan antara GajiGesa dan Gaji.id ini menjadi yang pertama dari banyak kolaborasi serupa untuk GajiGesa yang memiliki rencana agresif untuk melayani lebih dari 1.000 perusahaan baru tahun ini. Permintaan kesehatan holistik ini terus meningkat, mulai dari perusahaan menengah hingga besar, sebagai bagian dari program tunjangan baru untuk karyawan.

“Di bawah kemitraan bersama Gaji.id, kami telah mendapatkan tambahan kemitraan dengan lima perusahaan baru dan memiliki lebih dari 30 perusahaan dalam tahap kontrak,” tutup Agrawal.

Sebelumnya, pada Desember 2021, GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-Seri A sebesaar $6,6 juta (sekitar 94,5 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh MassMutual Ventures, dengan partisipasi dari January Capital, Wagestream, Bunda Group, Smile Group. Kemudian, sejumlah investor individual, seperti Oliver Jung, Patrick Walujo, Nipun Mehram, dan Noah Pepper. Lalu, ada investor lama yang ikut berpartisipasi, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

Solusi EWA di Indonesia

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Survei global yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program EWA memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginspirasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba.

Selain GajiGesa, sudah ada sejumlah perusahaan yang tertarik menggarap konsep serupa di Indonesia. Beberapa namanya, ada wagely, Gigacover, GajiKoin yang diusung KoinWorks, Vinmo, Mekari Flex, Halogaji dari Halofina, GetPaid, dan Gajiku.

Mekari Flex Hadirkan Fitur “Earned Wage Access”, Mudahkan Pencairan Gaji Lebih Awal

Sesuai dengan komitmennya untuk mendukung kesejahteraan karyawan secara holistik, pengembang layanan SaaS untuk bisnis Mekari menghadirkan fitur Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan pegawai untuk mencairkan gajinya lebih awal melalui produk Mekari Flex.

Diluncurkan tahun 2020 lalu, Mekari Flex merupakan platform digital yang terintegrasi dengan Human Resources Information System (HRIS), memungkinkan berbagai jenis perusahaan mengelola benefit karyawan yang lebih fleksibel tanpa mengeluarkan biaya yang besar.

Melalui fitur EWA, pegawai dari perusahaan yang menggunakan teknologi dari Mekari bisa melakukan pencairan gaji sebelum periode payroll. Pegawai juga bisa mengatur finansialnya dengan lebih fleksibel, tanpa dikenai bunga dan prosedur yang rumit. Nantinya gaji yang diakses lebih awal, akan dipotong dari gaji di bulan yang sedang berjalan, sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan budget khusus.

Proses pencairan EWA pun mudah, yakni melalui aplikasi Mekari Flex yang tersedia untuk iOS dan Android. Pegawai dapat mengajukan pencairan gaji sewaktu-waktu secara mandiri tanpa membebani tim HR. Proses pengiriman dana pun hanya memakan waktu hitungan menit. Selain itu, pegawai juga dapat menggunakan porsi EWA-nya untuk membayar pulsa, paket data, tagihan listrik, dsb., langsung dari aplikasi Mekari Flex.

“Menawarkan berbagai manfaat tanpa biaya tambahan apa pun, Earned Wage Access dari Mekari Flex adalah solusi digital bagi perusahaan yang ingin meningkatkan kesejahteraan, produktivitas, serta loyalitas pegawai,” kata Direktur Layanan Finansial Mekari Jansen Jumino.

Melalui fitur baru ini, Mekari berharap tidak hanya membantu perusahaan klien untuk meningkatkan motivasi dan menjauhkan karyawan dari stres, namun juga menunjang pemenuhan kebutuhan darurat mereka tanpa membebani arus kas perusahaan. Dengan melakukan pencairan gaji sebelum periode payroll, pegawai bisa mengatur finansialnya dengan lebih fleksibel, tanpa dikenai bunga dan prosedur yang rumit.

“Sebagai SaaS yang menjembatani perusahaan dan karyawan, fitur EWA dari Mekari menjadi solusi win-win yang diharapkan memberikan fleksibilitas untuk kedua belah pihak,” kata Jansen.

Pertumbuhan bisnis Mekari

Dalam waktu 12 bulan terakhir, Mekari mengklaim telah mencatatkan peningkatan Gross Merchandise Value (GMV) sebesar 12x lipat. Jumlah pengguna yang bertransaksi aktif mencapai angka puluhan ribu, dengan total transaksi sejumlah ratusan ribu. Melalui sistem serba otomatis, Mekari mengklaim mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas berbagai aspek perusahaan, seperti sumber daya manusia, akuntansi, pajak, tunjangan karyawan, komunikasi internal, dan hubungan pelanggan.

Ked epannya, Mekari berkomitmen untuk terus mendukung kesejahteraan karyawan secara holistik – mulai dari kesehatan fisik, mental hingga keuangan – dengan platform benefit yang fleksibel dan fitur yang komprehensif serta sesuai dengan kebutuhan karyawan.

Selama pandemi Mekari juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Mekari mencatat, pengguna dengan jumlah karyawan di atas 500 orang tumbuh signifikan. Mereka menggunakan produk cloud HR yang sangat membantu saat adaptasi dengan situasi Covid-19 dan compliance dengan aturan-aturan baru seperti PPh 21 yang ditanggung pemerintah (DTP).

Tercatat dalam waktu 3 tahun terakhir Mekari telah mengakuisisi penuh tiga startup SaaS, yakni Talenta, Jurnal, dan KlikPajak pada April 2019. Lalu masing-masing layanan dikonsolidasikan ke dalam satu platform, menjadikan Mekari dapat menggaet target pengguna dari berbagai skala usaha.

Konsep EWA di Indonesia

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand payinstant paydaily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Survei global yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program EWA memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginspirasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba. Selain Mekari, beberapa layanan telah menawarkan solusi sejenis termasuk GajiGesa, wagely, Gigacover, dan GajiKoin yang diusung KoinWorks.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Aplikasi Bukugaji Raih Pendanaan 69,5 Miliar Rupiah

Vara selaku pengembang SaaS untuk pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di UMKM hari ini (13/7) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $4,8 juta atau setara 69,5 miliar Rupiah. Investasi diperoleh dari sejumlah pemodal ventura, meliputi Go-Ventures, RTP Global, Alpha JWC Ventures, Surge dari Sequoia Capital India, FEBE Ventures, dan Taurus Ventures.

Bukugaji adalah aplikasi awal yang mereka kembangkan untuk pasar Indonesia. Di dalamnya meliputi layanan digital untuk daftar kehadiran hingga sistem penggajian. Solusi ini dilatar belakangi proses pengelolaan personalia di kalangan UMKM yang sebagian besar masih manual. Perangkat lunak SDM umumnya juga berharga yang relatif mahal bagi UMKM dan juga memiliki kompleksitas yang tinggi.

Kesulitan yang muncul dari pengelolaan SDM yang sporadis dan analog ini tak jarang mempengaruhi karyawan yang umumnya tidak pernah memiliki akses untuk mendapatkan riwayat pekerjaan formal. Salah satu masalah yang sering muncul adalah sulitnya akses bagi karyawan ini mendapatkan layanan finansial dari lembaga keuangan tradisional seperti bank.

Startup ini didirikan oleh Vidush Mahansaria dan Abhinav Karale sejak November 2020. Mereka juga sempat mengikuti program akselerasi Surge kohort kelima. Selanjutnya dana yang diperoleh akan difokuskan untuk mengembangkan produk dan meningkatkan kapabilitas fitur yang dimiliki Bukugaji. Sejauh ini aplikasi tersebut diklaim sudah digunakan untuk mengelola sekitar 100 ribu staf.

Untuk berbagai skala bisnis, sejauh ini ada berbagai startup yang menggarap layanan SaaS untuk pengelolaan SDM. Di antaranya Pegaw.ai, Catapa, Synergo, KaryaOne, Mekari, dan lain sebagainya.

Masuknya Bukugaji menambah panjang pemain digital di ekosistem yang menggarap segmen UMKM. Sebelumnya cukup ramai kehadiran pengembang aplikasi pencatatan arus kas bagi pelaku bisnis kecil oleh startup seperti BukuKas, BukuWarung, dan beberapa pemain lokal lainnya.

Application Information Will Show Up Here

The Performance of Job Listing Players Amid Pandemic

Pandemic “hit” all kinds of businesses. Millions of people in Indonesia have lost their jobs. This risk applied not only to blue-collar workers but also to the white-collars.

It is obvious from several global and local scale companies with massive efficiency in order to have a longer runway. All of the workers are quite affected and ended up exploring various job portals to survive.

Previously, DailySocial mentioned how blue-collar job portal players play a role in keeping the law of supply and demand in place. The conditions are not much different for the white-collar workers.

While many are looking for work, some companies freeze recruitment. The current condition is reflected on JobStreet Indonesia’s post, one of the biggest job vacancies site players in Indonesia, on their social media accounts uploaded on August 3rd. They wrote:

“Before the pandemic there could be 30k more vacancies. During the pandemic, there were only about 15k vacancies. Before the pandemic, one position (job vacancies) was usually 400-600 applicants. During a pandemic, one position can have 2k-3k applicants.”

The number is quite unique and Urbanhire is willing to provide its internal data. Urbanhire’s Founder and CEO, Benson Kawengian explained to DailySocial that generally in the third quarter is the peak time to start recruiting.

However, the company’s internal data as of the second quarter showed the ratio (see graphic) of shifting in the number of job seekers above the number of jobs available.

Data internal Urbanhire / Urbanhire
Urbanhire internal data / Urbanhire

“Five months since the pandemic started, new job vacancies entering the Urbanhire platform are still quite in the past few months. It is very different from earlier this year, where the number of vacancies per month could reach 500,” Benson said.

The opposite condition occurs in the number of job applicants. The number can reach 60 thousand per month. He concluded that the pandemic caused an imbalance in the supply of workers and the demand for jobs circulating in society.

New Recruitment

The employment ratio of workers with the vacancies is becoming more intense. Looking at the SEAcosystem.com spreadsheet document and local versions of similar documents, every day the list of laid-off startup workers continues to grow, although not all of them are displayed voluntarily here. From our observation, the majority of the divisions affected were marketing and engineering/product/IT.

Based on Urbanhire data, Benson showed one of the industries still recruiting and involved in the “green” industry during the pandemic was an e-commerce player.

“The government’s social distancing policy forces companies to apply WHF rules for their employees. As a result, there has been an increase in the use of digital-based technology and services. This results in an increasing need for companies for IT talent, as well as for remote workers. ”

The same condition was explained by Ekrut’s Co-Founder and CEO Steven Suliawan. IT-related talents and digital marketing are the most wanted job vacancies these days. From the type of industry, companies engaged in financial services, telecommunications, FMCG, and healthcare are active in recruiting and are not significantly affected by the pandemic.

“In terms of job roles in general, there has been a significant decrease, especially in some business-related matters. Surprisingly, although there has been a decline, the demand for tech-roles is not significantly dropped, such as the position of software engineering, product development, data analysis, and digital marketing position.”

Sumber: Unsplash
Source: Unsplash

Plays an important role

The role of Urbanhire and Ekrut is quite important in connecting information about job vacancies to prospective candidates. Benson said the pandemic has drastically affected the way companies recruit employees by running the recruitment process virtually remotely.

One of the technologies that can support this process is the Applicant Tracking System (ATS), which is increasingly being used by recruiters. Urbanhire issued a free subscription package and the unlimited resume search feature.

This free subscription package can be used by recruiters to post job vacancies and distribute them to various job vacancy portals and universities in Indonesia. Meanwhile, the next feature allows you to access millions of high-quality candidate profiles at no additional cost.

“We hope that companies in Indonesia will be better prepared to face changes due to the pandemic going forward. This readiness is in the form of a change in the way candidates are recruited, where many companies are already recruiting online ”

The previous graph, Benson continued, also indicates another insight that some companies are focusing on rightsizing, looking for the most appropriate number of headcount points (employees) in the midst of a pandemic.

Urbanhire alone does not position itself as a job portal only, but as HR technology and talent solutions, thanks to its strategic partnership with Mercer.

“We have some features to help companies during assessment and data analysis for rightsizing; and remote hiring to help companies which starting to ramp up activity hiring. ”

“We are sure that recruitment will rebound and return to pre-pandemic times after the vaccine came out. But even before the vaccine, digital talents will remain the hot candidates for at least the next five years regardless of the economic situation, “added Steven.

Ekrut has always been focused on fulfilling talents in the information technology field with job-roles ranging from software engineering, product management, data science/analysis, marketing and communications, and operations. The features they have developed include a talent marketplace and a marketplace curation algorithm (MCA).

Sumber: Unsplash
Source: Unsplash

Increasing opportunities

The initiation of the SEAcosystem.com spreadsheet and local versions of similar documents is another form of a simplified version of the job portal that connects them with companies that still hiring, not only a database of who and how many workers are affected.

Increasing job vacancies information will reduce the gap in the ratio of workers to companies looking for the best candidates. This method can be implemented in collaboration between the government and the private sector. In Indonesia alone, there were more than 20 job vacancy site players attending, both local and global, such as Indeed, JobsDB, and JobStreet.

In Singapore, the local Fintech Association has released a job and grant site that lists more than 500 vacancies in six categories, namely information technology, business development, data analytics, management and business, accounting and finance, and marketing and public relations.

The portal also highlights available grants and relevant training opportunities in the fintech sector.

Next, a collaboration between Indeed’s global job site and local governments in one of the U.S. states, Connecticut. Indeed created a customized job portal so that people or employers can open the portal to find or post job advertisements.

The types of jobs that are in high demand there, according to Indeed, are retail sales associates, pharmacy technicians, logistics couriers, customer service representatives, and jobs in the restaurant industry.

Indeed is also working with its competitor, Glassdoor, to provide Americans with the opportunity to return to work as there are more people there.

Both cross-promote their brands and the job listings available on both sites. Even recruiters who use the Indeed platform can reach their potential candidates through Glassdoor, and vice versa. With this kind of partnership, they claim to be able to reach around 80% of online job seekers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana Pemain “Job Listing” Memainkan Peran di Tengah Pandemi

Pandemi “berhasil” meluluhlantakkan berbagai bisnis. Jutaan orang di Indonesia kehilangan pekerjaan. Risiko tersebut mendera tak hanya pekerja kerah biru saja, tapi juga kerah putih.

Hal ini terlihat dari beberapa perusahaan skala global dan lokal yang melakukan efisiensi besar-besaran agar punya runway yang lebih panjang. Seluruh pekerja yang terdampak ini akhirnya menyerbu beragam portal lowongan kerja (job listing) untuk meneruskan hidup.

Sebelumnya DailySocial pernah membahas bagaimana pemain portal lowongan kerja di kerah biru memainkan peran untuk mempertahankan hukum supply dan demand tetap ada. Kondisi tidak jauh berbeda diambil pemain untuk pekerja kerah putih.

Banyak yang mencari kerja, sementara perusahaan menahan penambahan orang baru. Kondisi tersebut cukup tercermin dari data JobStreet Indonesia, salah satu pemain situs lowongan kerja terbesar di Indonesia, dalam akun media sosialnya yang diunggah pada 3 Agustus kemarin. Mereka menyebut:

“Sebelum pandemi bisa ada 30k lowongan lebih. Saat pandemi, lowongan cuma ada sekitar 15k. Sebelum pandemi, satu loker (lowongan pekerjaan) biasanya 400-600 pelamar. Saat pandemi, satu loker bisa ada 2k-3k pelamar.”

Angka ini menarik didalami lebih jauh dan Urbanhire bersedia memberikan data internal mereka. Kepada DailySocial, Founder dan CEO Urbanhire Benson Kawengian menerangkan umumnya pada kuartal ketiga adalah peak time untuk mulai merekrut.

Akan tetapi, dari data internal perusahaan per kuartal dua kemarin memperlihatkan rasio (lihat grafik) terjadi pergeseran jumlah pencari kerja di atas dari jumlah pekerjaan yang tersedia.

Data internal Urbanhire / Urbanhire
Data internal Urbanhire / Urbanhire

“Lima bulan sejak dimulainya pandemi, lowongan pekerjaan baru yang masuk ke platform Urbanhire setiap bulannya masih berada di angka yang cukup rendah. Berbeda jauh dari awal tahun ini, di mana jumlah lowongan per bulannya bisa mencapai 500,” papar Benson.

Kondisi sebaliknya terjadi di jumlah pelamar kerja yang mendaftar. Angkanya bisa menembus 60 ribu per bulannya. Ia menyimpulkan bahwa pandemi menyebabkan tidak seimbangnya jumlah supply pekerja dan demand pekerjaan yang beredar di masyarakat.

Perekrutan baru

Rasio diterimanya para pekerja dengan pekerjaan yang diincar menjadi lebih sengit. Menengok dokumen spreadsheet SEAcosystem.com dan dokumen sejenis versi lokal, setiap harinya daftar pekerja startup yang di-PHK terus bertambah, meski tidak semuanya ditampilkan secara sukarela di sini. Dari sekian banyak nama-nama di sana, mayoritas divisi yang terdampak adalah pemasaran dan engineering/product/IT.

Menurut data Urbanhire, Benson memperlihatkan salah satu industri yang masih melakukan perekrutan karena masuk industri “hijau” selama pandemi adalah pemain e-commerce.

“Adanya kebijakan social distancing dari pemerintah memaksa perusahaan untuk menerapkan aturan WHF bagi karyawannya. Akibatnya terjadi peningkatan penggunaan teknologi dan servis yang berbasis digital. Hal ini berakibat pada meningkatknya kebutuhan perusahaan akan talenta IT, juga pekerja remote.”

Kondisi yang sama dipaparkan Co-Founder dan CEO Ekrut Steven Suliawan. Talenta digital yang berkaitan dengan IT dan digital marketing adalah lowongan pekerjaan yang paling banyak dicari belakangan ini. Dari jenis industrinya, perusahaan yang bergerak di jasa keuangan, telekomunikasi, FMCG, dan healthcare termasuk aktif merekrut dan tidak begitu terefek oleh pandemi.

“Kalau dari job roles, secara umum ada penurunan yang cukup signifikan khususnya di beberapa yang berkaitan dengan bisnis. Surprisingly, demand untuk tech-roles meski ada penurunan tapi tidak terlalu drastis, seperti posisi software engineering, product development, data analysis, dan posisi digital marketing.”

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Mainkan peran penting

Peran Urbanhire dan Ekrut cukup penting menyambungkan informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada para calon kandidat. Benson menuturkan, pandemi secara drastis memengaruhi cara perusahaan merekrut karyawannya dengan menjalankan proses rekrutmen secara virtual dari jarak jauh.

Teknologi yang dapat mendukung proses tersebut salah satunya adalah Applicant Tracking System (ATS) yang semakin marak digunakan para rekruter. Urbanhire mengeluarkan paket berlangganan gratis dan fitur unlimited resume search.

Paket berlangganan gratis ini dapat dimanfaatkan rekruter untuk memasang lowongan pekerjaan dan mendistribusikannya ke berbagai portal lowongan kerja dan universitas-universitas di Indonesia. Sedangkan fitur berikutnya berguna untuk mengakses jutaan profil kandidat berkualitas tinggi tanpa biaya tambahan.

“Kami berharap perusahaan-perusahaan di Indonesia menjadi lebih siap menghadapi perubahan akibat pandemi ke depannya. Kesiapan tersebut berupa perubahan cara perekrutan kandidat, di mana banyak perusahaan yang sudah melakukan perekrutan secara online.”

Grafik sebelumnya, lanjut Benson, juga mengindikasikan adanya insight lain bahwa banyak perusahaan yang sedang fokus pada rightsizing, yaitu mencari titik jumlah headcount (pegawai) paling tepat di tengah masa pandemi.

Urbanhire sendiri tidak memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan saja, tetapi HR technology dan talent solutions, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

“Kami memiliki sejumlah fitur untuk membantu perusahan saat assessment dan data analysis untuk rightsizing; dan remote hiring untuk bantu perusahaan yang mulai ramp up activity hiring lagi.”

“Kami yakin kalau rekrutmen akan rebound dan kembali ke masa sebelum pandemi setelah vaksin keluar. Tapi bahkan sebelum adanya vaksin, digital talents akan tetap menjadi kandidat-kandidat seksi yang sangat diminati setidaknya hingga lima tahun ke depan bagaimanapun keadaan ekonominya,” tambah Steven.

Ekrut dari awal berfokus pada pemenuhan talenta di bidang teknologi informasi dengan job-roles dari software engineering, product management, data science/analysis, marketing and communications, dan operations. Fitur yang mereka kembangkan di antaranya talent marketplace dan marketplace curation algorithm (MCA).

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Perbanyak jalur informasi

Inisiasi dari spreadsheet SEAcosystem.com dan dokumen sejenis versi lokal adalah bentuk lain dari portal lowongan kerja versi sederhana yang menghubungkan mereka dengan perusahaan yang masih membuka perekrutan, tak hanya mendata siapa saja dan berapa banyak pekerja yang terdampak.

Memperbanyak informasi lowongan pekerjaan akan memperkecil gap rasio para pekerja dengan perusahaan yang mencari kandidat terbaik. Cara tersebut bisa diimplementasikan dengan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta. Di Indonesia sendiri, ada lebih dari 20 pemain situs lowongan pekerjaan yang hadir, baik dari lokal maupun global seperti Indeed, JobsDB, dan JobStreet.

Di Singapura, Asosiasi Fintech setempat merilis situs lowongan dan hibah yang mencantumkan lebih dari 500 lowongan di enam kategori, yaitu teknologi informasi, business development, data analytics, manajemen dan bisnis, akuntansi dan keuangan, serta pemasaran dan hubungan masyarakat.

Portal tersebut juga menyoroti dana hibah yang tersedia dan peluang pelatihan yang relevan di sektor fintech.

Berikutnya, kolaborasi antara situs lowongan kerja global Indeed dengan pemerintah lokal di salah satu negara bagian A.S, yakni Connecticut. Indeed membuat portal pekerjaan yang sudah dikustomisasi, sehingga masyarakat atau pemberi kerja dapat membuka portal untuk menemukan atau memasang iklan kerja.

Jenis pekerjaan yang paling banyak diminati di sana, menurut pihak Indeed, adalah retail sales associates, teknisi apotek, kurir logistik, perwakilan layanan pelanggan, dan pekerjaan di industri restoran.

Indeed juga bekerja sama dengan kompetitornya, Glassdoor, untuk memberikan kesempatan ke orang Amerika Serikat untuk kembali bekerja karena di sana makin banyak penduduk yang menganggur.

Keduanya mempromosikan secara silang merek mereka dan daftar pekerjaan yang tersedia di kedua situs tersebut. Pun para rekruter yang menggunakan platform Indeed dapat menjangkau calon kandidat mereka melalui Glassdoor, begitupun sebaliknya. Dengan kemitraan seperti ini, mereka mengklaim dapat menjangkau sekitar 80% pencari kerja online.

Startup Headhunter Reeracoen Fokus Kembangkan Layanan HRtech “Ultra Tech”

Startup headhunter asal Jepang Reeracoen Indonesia kini fokus ke pengembangan produk HRtech “Ultra Tech” tahun ini seiring ambisinya yang ingin menjadi perusahaan terdepan dengan mengatasi masalah sosial melalui SDM dan teknologi.

Produk ini sebenarnya sudah diluncurkan sejak Januari 2018 dan siap untuk digalakkan kembali mengingat korelasinya yang kuat dengan layanan utama Reeracoen.

“Sejak kami memulai recruiting service di 2013, kami menemukan salah satu alasan masyarakat Indonesia untuk mencari pekerjaan baru adalah risiko keuangan yang diakui oleh pemerintah sebagai permasalahan sosial. Kami memulai ini dengan keinginan untuk meningkatkan inklusi finansial di Indonesia,” ucap Presiden Direktur Reeracoen Indonesia Suryanto Wijaya kepada DailySocial.

Ultra Tech adalah produk yang memungkinkan pembayaran gaji di awal kepada karyawan berdasarkan hari kerja yang dilaluinya dan skala gaji mereka yang sudah diatur terlebih dahulu oleh perusahaan. Jika karyawan mengajukan pada hari ini, mereka akan menerima gaji prabayar paling lambat satu hari berikutnya.

Untuk menikmati fasilitas tersebut, karyawan cukup mengakses aplikasi Ultra Tech dan mengisi permohonannya. Dalam aplikasi tersebut, karyawan juga dapat melihat riwayat pengajuan dan membatal pengajuan yang terlanjut sudah diajukan.

Bagi pemilik perusahaan, mereka tidak diharuskan untuk membuka rekening bank tambahan, mengubah sistem penggajian atau sistem SDM mereka. Lebih dari itu, tidak diperlukan pula beban kerja tambahan.

“Perusahaan dapat memantau secara real time keadaan penggunaan layanan ini melalui dashboard yang disediakan. Sehingga pihak perusahaan juga dapat dengan mudah dan aman menggunakan layanan ini.”

Harapannya dengan layanan ini dapat mengurangi tingkat turnover. Karyawan pun dapat memberi performa yang terbaik sehingga lingkungan kerja bisa lebih sehat.

Pencapaian Ultra Tech

Indonesia menjadi negara pertama di luar Jepang yang menjajal produk tersebut. Berikutnya Ultra Tech digulirkan ke Thailand pada Desember 2018. Di Jepang sendiri, layanan ini sudah beroperasi sejak tiga tahun.

Suryanto mengklaim Ultra Tech telah dimanfaatkan oleh 142 perusahaan dengan total 50 ribu pengguna per 1 Januari 2019. Lokasinya tidak hanya di Jakarta, tetapi sudah tersebar sampai ke Surabaya dan Medan.

Sebanyak 52% di antaranya adalah perusahaan Jepang dan sisanya adalah perusahaan lokal. Mereka bergerak di industri F&B, farmasi, manufaktur, outsource, jasa, dan pendidikan, Dikutip dari Industry, Suryanto menargetkan setidaknya pada tahun ini perusahaan dapat memiliki 100 ribu pengguna.

Untuk monetisasinya, Reeracoen mengutip biaya sistem dari tiap pengajuan gaji prabayar yang dilakukan karyawan. Hanya saja, Suryanto enggan mendetailkan besarannya.

Reeracoen hadir di Indonesia sejak 2013 dengan fokus bisnis utama sebagai rekrutmen agensi atau headhunter. Diklaim ada sejumlah pekerjaan yang hanya dapat ditemukan melalui Reeracoen, juga lebih dari 80% kandidat mendapatkan pekerjaan lewat jasa Reeracoen lewat rekomendasi pekerjaan yang lebih baik untuk peningkatan karier.

Application Information Will Show Up Here