idEA Sampaikan Tiga Fokus Utama untuk Tahun Ini

Sebagai asosiasi yang menaungi industri e-commerce di Indonesia, idEA memiliki sejumlah rencana dan target yang ingin dicapai. Kepada DailySocial, Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengungkapkan, fokus utama idEA tahun ini bakal lebih meluas. Tidak hanya industri e-commerce, tetapi juga elemen pendukung yang dinilai relevan.

Salah satu target tentu saja membina hubungan baik dengan regulator, dalam hal ini pemerintah, terutama mereka yang kerap bersinggungan dengan industri. Hal ini termasuk membahas dan berdiskusi soal “perang harga” yang saat ini masih banyak terjadi di antara layanan e-commerce di Indonesia.

Fokus lain yang menjadi perhatian idEA adalah mencari solusi dan mengatasi masalah tenaga kerja digital serta menjadikan asosiasi sebagai wadah seluruh industri digital Indonesia. Terdapat sejumlah action plan untuk meningkatkan kemampuan talenta digital di Indonesia, termasuk melakukan startup mentoring dan perhitungan ideal gaji para pegawai atau salary benchmark.

Perluasan fokus ini adalah upaya idEA memfasilitasi semua bisnis ekonomi digital, bahkan di luar layanan e-commerce, termasuk sharing economy, on demand service, health technology, agriculture, internet of things, game, dan content.

Perubahan tersebut dianggap relevan dilakukan idEA untuk kebutuhan yang akan datang. Di kepengurusan kali ini, Asosiasi E-Commerce Indonesia memiliki visi mengakselerasi keberpihakan terhadap industri ekonomi digital.

Fokus yang terakhir adalah mengumpulkan data semua layanan e-commerce di Indonesia. Data tersebut nantinya bisa dimanfaatkan tidak hanya pihak asosiasi, tetapi juga pemerintah.

“Untuk rencana tersebut saat ini masih dalam proses. Dalam hal ini kami dari idEA dan dedicated resource dari pemerintah masih dalam tahap pembicaraan,” kata Untung yang baru saja mengundurkan dari posisi Country Manager rumah123.

Gelombang ketiga

Menurut riset yang dilakukan idEA, industri e-commerce di Indonesia saat ini sudah mulai memasuki gelombang ketiga atau third wave. Transisi ini sebelumnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2016. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan sejak gelombang pertama (sekitar tahun 2006-2012) dan gelombang kedua (sekitar tahun 2012-2016).

“Saat gelombang kedua isu e-commerce yang banyak dibicarakan adalah unicorn. Periode ini adalah periode di mana gampang sekali bikin startup. Kasarnya, almost any idea akan dapat pendanaan,” kata Untung.

Gelombang ketiga yang masih berjalan ini, menurut Untung, akan terlihat lebih sulit. Penyebabnya adalah perolehan funding yang lebih sulit, investor yang lebih teliti dalam memilih, hingga munculnya startup baru yang muncul dengan kategori lebih spesifik.

“Untuk itu isu yang harus diperhatikan adalah sustainability, karena mulai ada startup yang tutup, pivot, merger dan diakuisisi,” katanya.

Menteri Perindustrian Berharap Muncul Startup Unicorn Baru di Sektor Pendidikan dan “Virtual Reality”

Pertumbuhan bisnis rintisan teknologi atau startup di Indonesia memang cukup signifikan. Saat ini dari 7 startup di Asia Tenggara yang menyandang predikat unicorn atau yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sebuah kesempatan memprediksi akan ada dua unicorn baru dari Indonesia, masing-masing berasal dari sektor pendidikan dan virtual reality.

Dikutip dari beberapa sumber, Airlangga menyebutkan bahwa dua startup yang diprediksi akan menjadi unicorn tersebut sudah memiliki akses ke Silicon Valley, kiblat industri teknologi dunia. Dua startup ini, meski tidak disebutkan secara gamblang namanya, juga banyak dijadikan tujuan studi banding bagi negara-negara lain.

“Dua-duanya sudah punya akses ke Sillicon Valley dan banyak menteri dari negara-negara lain datang untuk belajar ke dua perusahaan ini,” terang Airlangga.

Airlangga meyakini bahwa unicorn baru di Indonesia akan mampu membawa efek berantai bagi pertumbuhan industri dan berpeluang untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Unicorn juga disebut akan mampu menjadi open platform untuk jutaan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

Menurutnya pemerintah juga tengah memacu pengembangan infraastruktur dan teknologi digital yang mendukung implementasi industri 4.0. Sarana penunjang ini meliputi Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, artificial intelligence (AI), maupun virtual & augmented reality.

Startup pendidikan dan VR di Indonesia

Saat ini ada empat startup asal Indonesia yang masuk kategori unicorn. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek, dan juga Traveloka. Dua dari industri e-commerce (Bukalapak dan Tokopedia), satu dari on demand service (Go-Jek), dan OTA (Traveloka).

Di sektor pendidikan, nama-nama seperti RuangGuru, Zenius, Kelase, dan HarukaEdu tengah menggodok inovasi paling mutakhir dan solutif untuk pendidikan di Indonesia.

Sementara itu di sektor virtual reality, Indonesia memiliki beberapa startup potensial, seperti Octagon Studio, Shinta VR, Slingshot, OmniVR, ARnCO, dan Primetech. Startup-startup ini mencoba menggali lebih dalam pemanfaatan teknologi virtual reality, mulai dari untuk kepentingan game, pendidikan, dan lain-lain.

Terlepas dari prediksi Menperin tersebut, DailySocial mencatat belum ada startup di kedua sektor tersebut yang memiliki valuasi mendekati level unicorn.

Prediksi ketua idEA

Prediksi mirip diungkapkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, meskipun sektor yang diunggulkannya berbeda. Ia mengungkapkan Indonesia akan berpeluang melahirkan unicorn baru, tetapi sektornya adalah e-commerce, dompet digital, dan jasa pembelian tiket atau OTA  yang telah berhasil membuktikan diri memiliki frekuensi transaksi, volume transaksi, dan coverage yang cukup besar.

Marketplace bisa menjadi unicorn, cuma saya melihat yang jadi unicorn itu yang existing player, bukan yang baru. Kalau benar-benar baru dari nol, terus jadi unicorn, itu harus melewati yang 10 [marketplace] ini dulu, yang 10 ini saja baru dua yang jadi unicorn,” terang Untung.

On E-Commerce Tax: The Government Agrees Not To Require TIN for Online Sellers

Finance Minister Sri Mulyani agreed not to require online sellers to have Taxpayer Identification Number (NPWP). It’s a result of an agreement with Indonesian E-Commerce Association (IDEA) held this afternoon (16/1).

Sri Mulyani said this decision was taken after considering many sellers in marketplace platform have income below the Non-Taxable Income (PTKP) or Rp54 million per year. Therefore, TIN is not required in the policy.

“We’ve had a lot of discussion with them on what idEA said most sellers are students or housewives who want to start running business through marketplace platform. They don’t need to be requested for ID or TIN,” she said, quoted Katadata.

Further detail of the regulation will be issued by Directorate General of Taxation, said Sri Mulyani. However, she emphasized, the Financial Ministry Regulation (PMK 210) won’t change. The government’s enthusiasm as outlined in this policy is not merely a desire for a single tax. In fact, they’re encouraging a new industry growth with strict regulations.

“This PMK is not the one that collects online taxes but the procedures are implying that it requires ID or TIN. We announce that there’s no need for ID or TIN number. It’ll be in Directorate General Regulation (Perdirjen).”

The second decision is a commitment to maintain the level of playing field between marketplace platform organizer with social media. Sri Mulyani aware of the fear and committed to make an intensive discussion with all business players to maintain the ecosystem.

Last, is to make it easier to report for the marketplace platform organizers. In t erms of regulation, they’ve informed some data to Kemkominfo, BPS, and BI.

The government will make information distribution from the marketplace as simple as possible. If necessary, it’ll be made seamless or currently attached in the business model that wouldn’t require special effort.

“Therefore, they [marketplace platform] don’t need to feel bothered to go after institutions one by one. No special effort to deliver necessary information for institution because we’ll be the one to coordinate it,” she explained.

On the same occasion, Ignatius Untung is attended as the Chairman of IDEA. He appreciates Sri Mulyani’s response to their opinion.

“We, from idEA, are so glad. We have the same spirit, not to create fear for the business but otherwise. We [e-commerce] are very comply with the regulations and Finance Ministry to support other business model growing the same playing field,” he mentioned.

Previously, idEA showed its objection to the government after the PMK 210 was issued on (1/14).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Soal Pajak E-Commerce, Pemerintah Sepakat Tak Wajibkan Pedagang Online Punya NPWP

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyetujui untuk tidak mewajibkan pedagang online memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Keputusan ini merupakan salah satu hasil kesepakatan dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) yang diadakan siang tadi, (16/1).

Sri Mulyani menjelaskan keputusan ini diambil setelah memperhatikan bahwa banyak pedagang di platform marketplace yang memiliki penghasilan di bawah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau di bawah Rp54 juta per tahunnya. Dengan alasan itu, maka kewajiban NPWP tidak masuk dalam kebijakan tersebut.

“Kami sudah diskusi banyak dengan pelaku bahwa yang disampaikan idEA banyak pedagang dari mahasiswa, ibu rumah tangga yang ingin memulai bisnis lewat platform marketplace. Mereka tidak perlu dihalangi dengan menyerahkan NPWP maupun NIK,” terangnya dikutip dari Katadata.

Sri Mulyani menyebut aturan tersebut lebih detil akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak. Akan tetapi dia menegaskan bahwa PMK 210 tidak ada yang diubah isinya. Semangat pemerintah yang dituangkan dalam beleid ini bukan melulu keinginan untuk menarik pajak saja. Justru pemerintah ingin mendorong industri yang baru tumbuh dengan aturan-aturan agar lebih tertib.

“Bahwa PMK ini bukan PMK yang memungut pajak online, melainkan tata cara di dalamnya yang menimbulkan reaksi seperti adanya keharusan membuat NPWP atau NIK. Kita sampaikan bahwa tidak ada keharusan untuk sampaikan NPWP atau NIK. Nanti diatur dalam Perdirjen.”

Keputusan kedua yang akan ditindaklanjuti adalah komitmen untuk terus menjaga level of playing field antara penyedia platform marketplace dengan media sosial. Sri Mulyani memahami ketakutan tersebut dan memberikan komitmen untuk terus berdiskusi secara intensif dengan para pelaku usaha demi menjaga bentuk ekosistemnya.

Terakhir adalah memberi kemudahan untuk sisi pelaporan buat penyedia platform marketplace. Secara ketentuan, marketplace memang sudah menginformasikan beberapa data kepada Kemkominfo, BPS, dan BI.

Pemerintah tetap mengupayakan skema penyampaian informasi dari marketplace sesederhana mungkin. Bila perlu, skemanya dibuat seamless atau sudah ada di model bisnisnya sehingga tidak memerlukan upaya khusus.

“Sehingga mereka [platform marketplace] tidak perlu merasa direpotkan harus mendatangi kembali satu per satu instansi. Mereka tidak perlu effort khusus untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan tiap instansi karena dari kami yang akan koordinasikan,” pungkas Sri Mulyani.

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Ketua idEA Ignatius Untung. Dia mengapresiasi respons Sri Mulyani atas masukan yang sudah mereka berikan.

“Kami dari idEA mengucapkan terima kasih. Semangatnya sama, ini bukan untuk membuat orang buat usaha jadi takut justru sebaliknya. Kita [e-commerce] paling comply dengan aturan dan Menkeu dukung model bisnis lain agar tumbuh playing field yang sama,” kata Untung.

Sebelumnya, idEA menunjukkan keberatannya kepada pemerintah pasca diterbitkannya PMK 210 pada Senin lalu (14/1).

Kisruh Pajak E-Commerce, idEA Minta Penangguhan

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PML.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Pemerintah menyebut peraturan ini hanya mempertegas tata laksananya saja.

Dalam pasal 2 PMK ini, menjelaskan sistem perpajakan di platform e-commerce meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPn).

“Ini bukan hal baru, tapi yang kami atur adalah tata laksananya,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dikutip dari CNN Indonesia.

Tata caranya juga terbilang serupa dengan badan usaha lain, yakni wajib memiliki NPWP, mau memungut PPN dan PPh terkait penjualan barang, dan penyediaan layanan platform marketplace, dan wajib melakukan rekapitulasi transaksi setiap periodenya.

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa skema pajak yang diterapkan di platform e-commerce ini bertujuan untuk menjaga iklim investasi makanya disusun dengan sangat hati-hati. Meskipun demikian, dia mengaku masalah perpajakan ini memang sesuatu yang masih sensitif.

“Saya selaku Menteri Keuangan juga harus menjaga iklim investasi. Masalah perpajakan itu bukanlah hal mudah.”

Tak hanya mengatur platform e-commerce, beleid ini juga menyentuh pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online ritel, classified ads, daily deals, dan media sosial. Keseluruhannya wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai aturan yang berlaku.

idEA minta penangguhan

Pasca aturan ini terbit, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) langsung meminta kepada pemerintah untuk segera menangguhkan pelaksanaannya yang sudah ditetapkan pada 1 April 2019 mendatang. Keputusan yang diambil asosiasi tentunya secara tidak langsung demi kepentingan anggotanya dan pihak terkait.

Dalam konferensi pers yang diadakan idEA pada hari ini (14/1), Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengkhawatirkan terjadinya perpindahan para pengusaha mikro yang sudah memanfaatkan platform e-commerce ke media sosial.

Pasalnya menurut hasil studi internal idEA, 95% pelaku UKM masih berjualan di platform media sosial dan hanya 19% yang sudah menggunakan marketplace.

“Seharusnya yang dikejar adalah yang 95% [yang berjualan di media sosial,” katanya.

Seperti yang disebutkan, aturan baru memang sudah menyentuh perpajakan di media sosial dan platform sejenis. Akan tetapi, masih sulit untuk pemerintah pungut pajaknya karena belum ada kajian konkret mengenai tata cara memajaki penjual yang memanfaatkan media sosial untuk berjualan. Apalagi, baik individu maupun pelaku usaha belum banyak yang sudah memiliki NPWP.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah infrastruktur penyedia marketplace untuk memungut pajak atau memverifikasi NPWP. Hingga kini belum ada integrasi dengan sistem Ditjen Pajak atau Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

“Kesiapan infrastruktur itu enggak akan kekejar sampai 1 April karena ini butuh koneksi dengan antar bagian pemerintah. Kalau NPWP-nya palsu bagaimana? kan verifikasinya repot.”

Dengan berbagai alasan inilah yang memutuskan untuk meminta penundaan implementasi PMK 210 hingga ada kajian lebih lanjut. Adapun saat ini idEA tengah melakukan kajian mengenai dampak pungutan pajak terhadap penjual, marketplace dan ekonomi negara. Karena studi ini bakal melibatkan lintas institusi, dia memprediksi hitungan kasar yang dibutuhkan sekitar satu tahun.

“Studinya enggak mungkin selesai dalam tiga bulan. Kami meminta untuk ditangguhkan penerapan pada 1 April ini sampai studi selesai. Dugaan kami harusnya tidak [selesai] di 2019 paling cepat di 2020, dengan catatan semua prosesnya lancar.”

“Kami sudah kirim surat untuk audiensi dengan Kemenkeu,” tutup Untung.

Penangguhan kurang beralasan

Pengamat Informasi Teknologi (IT) dan Siber dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Kun Arief Cahyantoro mengatakan pendapat idEA kurang beralasan. Menurutnya, di Pasal 3 Ayat 9 dan 10 telah menjelaskan bagaimana aturan terkait pedagang mikro tersebut (pada PMK-10 disebut sebagai pedagang kecil) bahwa pedagang mikro yang belum melewati batasan pengusaha kecil “dapat tidak dikukuhkan” sebagai PKP.

“Sehingga poin penting dalam PMK ini terkait pajak pedagang mikro bahwa pedagang mikro akan “sangat diuntungkan” karena mereka tidak akan dibebani pajak sama sekali,” terangnya kepada DailySocial.

Di sisi lain, sambungnya, sesuai PMK-10 Pasal 6, seluruh pedagang dan penyedia jasa “wajib memiliki NPWP” menjadi poinpenting yang menguntungkan pedagang mikro. Karena dengan aturan ini para pedagang akan dijamin usahanya terutama menghadapi persaingan usaha dengan pedagang-pedagang yang berasal dari luar negeri.

Lagipula, tujuan utama dari setiap pedagang punya NPWP adalah jaminan keamanan ekonomi bukan hanya lokal bahkan nasional. Ketiadaan data pedagang yang terdaftar, menjadi potensi pencucian uang seperti kejadian beberapa tahun lalu yang terjadi pada bisnis pulsa elektronik seluler. Di mana uang dicuci melalui pelapak-pelapak kecil dari penjual pulsa.

“Masalah shifting ke platform media sosial, PMK-10 pasal 3 ayat 1 (b) menjelaskan bahwa media sosial adalah salah satu platform yang juga menjadi pengawasan pajak,” tandasnya.

idEA Gelar idEA Works, Program Menyeimbangkan Suplai dan Permintaan Talenta Digital

Survei idEA menyebut sebuah startup paling tidak harus mengeluarkan biaya sebesar Rp210 juta sampai Rp1,1 miliar untuk merekrut C-level lewat headhunter. Tingginya biaya ini disebabkan kurangnya suplai SDM talenta digital di Indonesia.

Ketua Umum idEA Ignatius Untung merinci lebih jauh, untuk level junior biaya yang harus dirogoh startup antara Rp13,2 juta sampai Rp29 juta. Level menengah Rp25 juta sampai Rp79 juta dan level senior Rp66 juta sampai Rp264 juta. Biaya ini belum termasuk gaji dan fasilitas lain untuk talenta.

Sudah menghabiskan biaya yang tinggi, rasio pegawai keluar masuk (turnover rate) cukup tinggi mencapai 19,22%. Rasio ini cukup tinggi dibandingkan perusahaan konvensional di bawah 10%.

“Karena suplainya yang kecil, jadinya ada tren bajak membajak talenta. Pastinya kalau pindah perusahaan yang dilihat adalah gajinya pasti naik. Ini yang membuat biaya tinggi,” ujarnya, Kamis (8/11).

Profesi talenta digital dengan gaji termahal di Indonesia adalah di sektor IT, seperti programmer, developer, dan engineer. Kemudian disusul product manager, data (business intelligent), digital marketing, brand manager, dan sales. Kelima profesi tersebut sekaligus dinobatkan memiliki turn over rate tertinggi dibandingkan pekerjaan lainnya.

Survei juga menyebut tahun depan diprediksi kebutuhan talenta digital bakal naik 35,1%. Pada tahun ini pertumbuhan rekrut talenta digital mencapai 76,8%. Perusahaan berpotensi rugi minimal Rp20 juta perbulan untuk setiap posisi yang mengalami kekosongan.

Padahal, setiap kali perusahaan mendapat talenta dan bertahan antara 2 sampai 3 tahun, dia dikategorikan sebagai pegawai yang baik. Sebab setiap talenta memiliki life time value secara rerata lebih dari Rp720 miliar.

Dari hasil survei dilihat, posisi terbesar talenta hanya bertahan di satu perusahaan antara 1 sampai dua tahun. Talenta yang bekerja lebih dari 5 sampai 6 tahun jumlahnya terkecil.

“Karena aset terbesar startup ada SDM. Beda dengan perusahaan besar yang punya aset tetap seperti tanah, gedung, dan sebagainya. SDM juga bukan aset yang susut secara nilainya.”

Untuk menyelesaikan soal ini, idEA akan membuat panduan soal gaji yang bisa menjadi acuan buat para perusahaan startup demi memperbaiki kondisi. Bagaimana sebaiknya gaji yang harus diberikan untuk setiap profesi sebab selama ini tidak ada sumber data yang valid dalam penentuannya.

“Sehingga, meski status sudah unicorn jadi perlu tahu seberapa besar gaji yang pantas diberikan ke pegawainya. Jangan karena sudah unicorn, uangnya banyak jadi bisa seenaknya [menggaji]. Meski ini nantinya hanya bersifat panduan saja, tidak diwajibkan harus dipatuhi.”

Tidak hanya melakukan survei soal rekrutmen saja, idEA juga menyelidiki dari sisi suplai di lapangan. Hasilnya, sebanyak 87% calon mahasiswa memilih jurusan bukan dengan alasan ideal, kemudian sebanyak 50,55% calon mahasiwa memutuskan jurusan karena faktor eksternal.

Lalu, fakta lain memperlihatkan 65,55% calon mahasiswa hampir tidak tahu pekerjaan dari jurusan yang dipilih. Kondisi ini mengakibatkan lulusan yang dihasilkan oleh universitas adalah biasa-biasa saja. Bisa dijadikan sebagai salah satu penyebab angka pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi hingga semester I/2018 mencapai 800 ribu orang.

“Ini merupakan akibat dari contextless learning di Indonesia. Hasilnya kebanyakan lulusan universitas ditempatkan sebagai lulusan yang pas-pasan atau mediocre graduates,” tambah Ketua Bidang Human Capital Development idEA Sofian Lusa.

Survei idEA ini dilakukan terhadap startup, pelajar SMA, dan guru yang berlokasi di tiga kota, Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Masing-masing ketegori responden di tiap kota diambil 500 orang responden.

Gelar idEA Works

Atas hasil survei internal asosiasi, ditambah survei yang disadur dari lembaga lain, memutuskan untuk menggelar program pelatihan SDM “idEA Works.” Program ini bakal digelar pada Februari 2019 dengan menggandeng pelaku industri, kampus, dan sekolah menengah atas, berikutnya akan jadi agenda tahunan rutin idEA untuk kedepannya.

Ada dua turunan program dari IdEA Works ini. Ada idEA Works Edu sebagai expo informasi sekolah dan karir yang menyasar anak sekolah sebelum masuk ke perguruan tinggi dan idEA Works Pro untuk forum pengembangan karier profesional.

“Program yang bakal kami jalankan ini ternyata beriringan dengan pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan pemerintah. Selanjutnya kami membangun dari sisi SDM,” ucap Untung.

Asosiasi akan melakukan canvassing ke berbagai sekolah menengah atas di Jakarta untuk presentasi ke pelajar, orang tua, dan guru memberikan mereka edukasi secara menyeluruh tentang pekerjaan di era digital.

Bakal ada materi soal profil pekerjaan, kisaran gaji yang diterima, bagian dalam bagaimana perusahaan digital bekerja, hingga suasana kantor. Seluruh informasi tersebut akan tersedia dan bisa diakses materinya oleh para orang tua. Sehingga ada gambaran soal minat, bakat, dan jurusan yang tepat dan nantinya bisa memberi profesi yang berdampak.

“Ini bisa memberikan benefit kepada kampus karena mereka bisa dipertemukan dengan bibit mahasiswa yang bagus dan dorong anak-anak untuk tertarik merintis karir di perusahaan digital.”

Sementara itu, untuk idEA Works Pro merupakan jembatan untuk orang-orang yang baru merintis karir atau sudah level profesional dan ingin meningkatkan kemampuan dirinya agar lebih baik. Atau bisa juga mencari kesempatan baru di perusahaan digital.

“Ini [idEA Works Pro] bukan job fair. Bisa buat cari kerja, namun juga dipakai untuk orang-orang yang mau perbagus kariernya dengan insight dari pakar-pakarnya karena juga ada seminar.”

Konsep mencari kerja yang diusung disebut Elevator Pitch. Jadi kandidat melakukan pitching selama dua menit di depan perusahaan apa kemampuan pribadi yang diunggulkan sehingga bisa bermanfaat buat perusahaan. Ada juga Win Job Competition dengan menyelesaikan case study yang ditantang oleh perusahaan, lalu kandidat akan pitching, dan kalau terpilih dialah yang berhak mendapat pekerjaan tersebut.

“Melalui idEA Works kami berkomitmen untuk membantu kampus, dan talenta muda untuk menjadi lulusan berkualitas yang bisa memberikan kontribusi pada ekonomi digital Indonesia,” pungkas Untung.

Mengungkap Layanan E-Commerce Terpopuler di Indonesia

Melati sering berbelanja secara online. Untuk keperluan pribadi, terutama membeli aksesoris smartphone, grocery, dan lainnya ia mempercayai layanan asal Tiongkok, JD.id. Alasannya cukup sederhana, ia percaya dengan tagline #Dijaminori, yaitu hanya menjual produk original. Soal harga atau cepatnya pengiriman ternyata bukan menjadi pilihan pertama.

Di sisi lain, bagi Adel, bebas ongkos kirim justru menjadi pemicu utama. Tak heran jika ia memilih Shopee Indonesia sebagai layanan e-commerce favorit.

Semua alasan tersebut mengerucut pada bagaimana layanan e-commerce menangkap kebutuhan dan keinginan konsumen. Tidak lagi tergoda dengan diskon atau promo, konsumen lebih mencari kepuasan personal, karena dimudahkan untuk membeli produk yang diinginkan.

Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee melesat

iPrice Group, pengusung layanan metasearch engine yang beroperasi di Asia Tenggara, baru-baru ini menghadirkan The Map of E-commerce Indonesia yang mengupas peta layanan e-commerce berdasarkan average quarterly traffic, mobile application ranking, social media followers dan jumlah pegawai. Hasil data terkini berdasarkan data Q2 2018.

Hal menarik yang menjadi highlight adalah melajunya Tokopedia dan Bukalapak sebagai layanan e-commerce dengan traffic tertinggi, di atas Lazada yang selama ini merajai pasar Asia Tenggara. Memang metrik yang digunakan hanya menghitung traffic di browser (desktop dan mobile) dan tidak menghitung penggunaan aplikasi, tetapi data ini menunjukkan pergeseran tentang bagaimana konsumen Indonesia memilih layanan e-commerce favoritnya.

Statistik kunjungan dan ranking aplikasi mobile untuk e-commerce Indonesia
Statistik kunjungan dan ranking aplikasi mobile untuk e-commerce Indonesia

Kepada DailySocial, Head of Corporate Communications Tokopedia Priscilla Anais mengungkapkan, Tokopedia dikunjungi lebih dari 73 juta masyarakat (unique visit) Indonesia per bulannya (situs dan aplikasi), dengan total kunjungan dalam sebulan mencapai 332 juta (total visit), pada bulan Mei 2018.

Hal menarik yang menjadikan Tokopedia mengalami lonjakan pengunjung di kuartal kedua 2018 adalah festival belanja online Ramadhan Ekstra. Program ini menghadirkan ratusan produk eksklusif, flash sale, dan potongan harga yang sangat menarik untuk berbagai kebutuhan Ramadhan.

Disebutkan penggunaan layanan Tokopedia 80% berbasiskan mobile, sejalan dengan perilaku konsumen Indonesia yang mobile first dan harga smartphone yang semakin terjangkau.

Sementara Chief Strategy Officer Bukalapak Teddy Oetomo, kepada DailySocial, mengungkapkan, pihak Bukalapak tidak dapat membenarkan atau menyalahkan hasil perhitungan iPrice tersebut.

Teddy merinci, berdasarkan data yang dimiliki Bukalapak, traffic di Q2 2018 naik hampir 3 kali lipat dibandingkan Q2 2017, sementara jumlah active user meningkat hingga 2 kali lipat. Sepanjang Q2 2018, Bukalapak mencatat jumlah pengguna terbanyak menggunakan platform Android, disusul mobile web dan desktop.

Informasi enam layanan e-commerce terbesar di Indonesia
Informasi enam layanan e-commerce terbesar di Indonesia

Hal yang tak kalah menarik adalah berjayanya Shopee sebagai layanan yang menduduki posisi pertama di ranah aplikasi mobile, baik untuk Android maupun iOS. Angka ini cukup mengejutkan, mengingat Shopee baru tiga tahun hadir bersaing di Indonesia.

Country Brand Manager Shopee Indonesia Rezki Yanuar kepada DailySocial mengatakan, sesuai data yang dikumpulkan iPrice, Shopee selama ini fokus kepada inovasi aplikasi mobile. Menurut data yang dikumpulkan Shopee, saat ini Shopee telah diunduh lebih dari 61 juta kali dengan rata-rata tiap bulannya mencapai 110 juta kunjungan. Lebih dari 95% pengguna Shopee melakukan transaksi melalui smartphone.

Survei ke masyarakat

Untuk mendukung data ini, DailySocial melakukan survei, bekerja sama dengan JakPat, untuk mengetahui layanan e-commerce favorit versi responden. Survei dilakukan terhadap 2026 responden di seluruh Indonesia.

Berdasarkan survei ini, Shopee ternyata menjadi layanan e-commerce yang paling sering digunakan oleh responden (34%). Posisi berikutnya berturut-turut diikuti Tokopedia (28%), Bukalapak (17,5%) dan Lazada (14%). Blibli menduduki posisi juru kunci dalam hal popularitas di masyarakat.

Berdasarkan survei DailySocial dan JakPat, Shopee kini jadi layanan e-commerce terpopuler
Berdasarkan survei DailySocial dan JakPat, Shopee kini jadi layanan e-commerce terpopuler

 

Lebih lanjut, hasil survei ini mengungkapkan bahwa sebuah layanan e-commerce dianggap favorit dengan alasan harga yang lebih terjangkau (31%), promo diskon (26%), variasi pilihan produk (19%), dan pengiriman gratis (15%).

Urusan harga masih jadi faktor penting yang mendorong preferensi layanan e-commerce
Urusan harga masih jadi faktor penting yang mendorong preferensi layanan e-commerce

Potensi masa depan

Studi McKinsey pada tahun 2016 memprediksi bahwa di tahun 2025 dampak ekonomi digital bagi Indonesia bisa meningkatkan GDP hingga $35 miliar dan menambah 3,7 juta lapangan pekerjaan baru.

Menurut Ketua Umum idEA Ignatius Untung, ke depannya persaingan antara layanan e-commerce akan semakin sengit. Dibutuhkan dana yang besar agar bisnis bisa berjalan. Mereka yang tidak memiliki strategi akan terancam merger, diakuisisi atau terpaksa gulung tikar. E-commerce yang masih berusaha mencari dan membangun pembeli yang loyal dengan memberikan harga murah, akan mengalami kesulitan.

Dari enam besar pemain industri ini, tiga layanan e-commerce di Indonesia memiliki investor yang terafiliasi dengan Alibaba, yaitu Lazada (akuisisi penuh), Tokopedia, dan Bukalapak (melalui Ant Financial). Sementara dua layanan lainnya terafiliasi dengan Tencent, yaitu Shopee dan JD.id. Hanya Blibli yang murni dimiliki konglomerasi lokal melalui GDP Venture.

“Karena pada akhirnya produk yang dijual sama, hari ini brand A bisa lebih murah, tapi hari lain bisa gantian. Untuk itu kemungkinan pemain akan mulai fokus ke area yg lebih unik. Tidak cuma sekedar asal lebih murah, karena semua juga bisa murah dengan promo,” kata Untung.

Resmikan Kepengurusan Baru, idEA Fokus ke Pengembangan Ekonomi Digital

Pasca terpilihnya Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung sebagai  Ketua Umum idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) untuk masa bakti 2018-2020, idEA secara resmi memperkenalkan kepengurusan yang baru dan menyampaikan sejumlah rencana yang akan dijalankan.

Salah satu fokus utama idEA saat ini adalah mengubah konsep asosiasi yang dulunya hanya fokus ke layanan e-commerce. Kini mereka memfasilitasi semua bisnis ekonomi digital, bahkan di luar layanan e-commerce. Termasuk yang dicakup adalah sharing economy, on demand service, health technology, agriculture, internet of things, game, content. Istilah yang nantinya akan diterapkan adalah Digital Economy Association.

Perubahan tersebut dianggap relevan dilakukan idEA untuk kebutuhan yang akan datang. Di kepengurusan kali ini, Asosiasi e-commerce Indonesia memiliki visi mengakselerasi keberpihakan terhadap industri ekonomi digital.

“Secara khusus idEA ingin mengajak stakeholder untuk berpihak kepada teknologi digital. Bukan cuma fokus kepada layanan e-commerce, tapi juga semua pihak terkait yang masuk dalam ekonomi digital,” kata Untung.

Kepengurusan periode ini akan lebih comprehensive mendorong kedaulatan ekonomi yang bertumpu pada ekonomi digital, meliputi pendampingan pemerintah dalam penciptaan aturan dan iklim bisnis yang mendukung tumbuh kembang industri ekonomi digital.

Membuat portal komunitas

Fokus lain yang akan dilancarkan idEA adalah membentuk sebuah wadah berbentuk komunitas, agar perusahaan teknologi, termasuk di dalamnya pekerja, bisa bertemu dan melakukan diskusi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kompetisi sengit antar perusahaan. Di sisi lain, startup juga bisa dengan mudah menemukan talenta yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi sesama pekerja.

“Dari pengalaman saya pribadi bekerja di portal properti, banyak sekali benturan dan persaingan bisnis. Melalui komunitas ini harapannya semua bisa didiskusikan, agar persaingan bisa berjalan lebih positif,” kata Untung.

idEA juga secara khusus akan melakukan consumer research, market education, public relation dan market research. Harapannya kegiatan ini bisa membantu regulator mengumpulkan data dan melakukan sosialisasi ke pelaku usaha.

“Tentunya tantangan kami dari idEA adalah mengumpulkan data transaksi yang akurat dan lengkap dari layanan e-commerce. Bersama BPS diharapkan hal tersebut bisa memberikan hasil lebih cepat,” kata Untung.

Mengeluarkan standarisasi layanan e-commerce

Ketua Umum idEA Ignatius Untung
Ketua Umum idEA Ignatius Untung

Meneruskan program yang diusung sejak kepemimpinan Daniel Tumiwa, yaitu standarisasi layanan e-commerce, layanan e-commerce bisa mendapatkan peringkat atau grade berdasarkan rekomendasi dan standarisasi yang dikeluarkan idEA, termasuk soal pembelian dan pengantaran.

Masih dalam tahapan sosialisasi dan diskusi, peringkat atau grade tersebut akan terbagi menjadi grade A, B, C.

“Misalnya ketika pembeli melakukan pembelian hingga pengiriman, seberapa cepat respon dari penjual hingga barang tiba di rumah. Semua proses tersebut bisa masuk dalam standarisasi idEA,” kata Untung.

Layanan e-commerce bisa mengajukan standarisasi tersebut kepada idEA, namun mereka tidak memaksa semua layanan e-commerce untuk comply dengan standarisasi yang nantinya akan serupa konsep ISO (International Organization for Standardization). Targetnya hingga tahun 2020, sosialisasi dan pembagian kategori standarisasi tersebut bisa final.

Hal lain yang menjadi fokus idEA adalah penerapan tarif bawah. idEA akan memonitor adanya pemberian subsidi dari layanan e-commerce terkait penjualan produk impor dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya di pasaran.

Jika terbukti memberikan subsidi, layanan tersebut akan diperiksa, apakah masih memberikan keuntungan atau merugi. Di sisi lain, kegiatan ini bisa meminimalisir kegiatan pemberian subsidi yang makin masif di kalangan layanan e-commerce di Indonesia.

“Pada dasarnya tidak ada layanan e-commerce hingga transportasi online yang ingin memberikan subsidi. Namun semakin ketatnya persaingan menjadikan kegiatan ini tidak bisa dihindari. Untuk itu idEA akan melakukan monitoring dan memastikan semua bisnis tetap mendapatkan keuntungan dan tentunya tidak merugi dengan memberikan subsidi tersebut,” kata Untung.

BPS Masih Berjuang Kumpulkan Data E-Commerce di Indonesia

Bertujuan merangkum data-data e-commerce informal di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) meminta bantuan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dalam waktu dekat. Menurut Kepala BPS Suhariyanto, pendataan ini menjadi krusial untuk dilakukan demi merumuskan kebijakan mengenai potensi ekonomi di masa depan.

Selama ini, selain layanan e-commerce besar yang hadir di Indonesia, banyak juga penjual yang memasarkan produk mereka memanfaatkan media sosial. Menurut BPS, makin bertambahnya penjualan barang melalui media sosial, cukup membuat BPS kesulitan mengumpulkan data yang ada. BPS sendiri sebelumnya memiliki rencana untuk mengumpulkan data layanan e-commerce pada minggu pertama atau minggu kedua bulan Januari 2018 lalu. Data tersebut mencakup transaksi, omzet, teknologi, investasi luar dan dalam negeri, serta metode pembayaran.

Secara khusus BPS menetapkan sembilan kategori layanan e-commerce, termasuk marketplace, transportasi, logistik, pembayaran, dan perusahaan investasi. Sejauh ini data diperoleh dari idEA mencakup 320 pelaku usaha.

Perlu dukungan penuh

BPS menyebutkan masih belum bisa memperoleh data yang akurat dari layanan e-commerce besar di Indonesia. Data yang berhasil dikumpulkan BPS saat ini masih seputar data jumlah pegawai dan jenis komoditas dengan pergantian arus barang (turnover) yang terbilang cepat. Data tersebut masih belum dilengkapi dengan data omzet yang berhasil dikumpulkan layanan e-commerce selama ini.

Meskipun target dirilisnya informasi tersebut sudah lewat (rencananya Februari 2018) namun BPS masih memiliki rencana untuk mengumpulkan data yang lebih lengkap. BPS belum bisa memberikan target penyelesaian proses tersebut, karena kerja sama dengan Kemenko Perekonomian baru pertama kali dilakukan.

Nantinya perhitungan tersebut juga bisa dipakai sebagai referensi roadmap e-commerce nasional, dan rujukan untuk menghitung inflasi. Hal ini akan membantu mengetahui kondisi dan porsi sebenarnya dari industri terkait, serapan tenaga kerja, hingga perilaku konsumen.

Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung Jadi Ketua Umum idEA yang Baru

Country General Manager Indonesia REA Group / Rumah123 Ignatius Untung terpilih menjadi Ketua Umum idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) untuk masa bakti 2018-2020 di Musyarawarah Anggota hari ini. Di pemungutan suara tahap akhir, Untung mengungguli President Bukalapak M. Fajrin Rasyid.

Untung menggantikan Aulia E. Marinto, mantan CEO Blanja yang kini ditarik kembali untuk berkiprah di Telkom Group. Di kepemimpinan idEA sebelumnya, Untung menjadi Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis.

Sesuai dengan kampanyenya, fokus Untung di kepengurusan mendatang adalah meningkatkan manfaat idEA bagi para anggotanya dan meningkatkan kontribusi industri e-commerce secara umum untuk pertumbuhan ekonomi.

Untung memiliki pengalaman kerja di berbagai agensi periklanan sebelum lanjut berkiprah di sejumlah perusahaan teknologi. Ia menjabat sebagai Country General Manager Indonesia untuk REA Group / Rumah123 sejak tahun 2015.