Bantu UKM dan Startup Dapatkan Investasi, OJK Buat Regulasi Khusus di Pasar Modal

OJK mencatat, dari data yang dimiliki saat ini, masih ada sekitar 54 juta UKM yang kesulitan mendapatkan pendanaan dari bank. Regulasi yang ada mengharuskan UKM dan startup untuk memenuhi persyaratan ketat yang dikeluarkan oleh BI dan OJK jika ingin meminjam dana yang besar untuk pengembangan usaha. Hal tersebut cukup memberatkan UKM dan startup, yang pada akhirnya lebih memilih untuk mendapatkan investasi dari angel investor hingga ventura kapital asing.

Menjawab kendala tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Nurhaida menegaskan secara eksplisit, selaku regulator OJK ingin mendorong perkembangan UKM dan juga startup. Dalam 5 tahun terakhir OJK mencatat UKM dan startup merupakan kelompok industri yang turut mendukung ekonomi nasional. Banyak UKM yang berkembang namun masih belum memiliki akses pendanaan dari Bank.

“Kami usahakan bagaimana UKM mendapat jalan keluar, maka kami pertimbangkan masuk ke pasar modal. Akan tetapi tidak gampang untuk masuk bursa karena harus ada syarat modal minimum, underwriter yang merupakan biaya bagi mereka. UKM di satu sisi berpotensi berkembang tetapi terlalu kecil untuk masuk papan reguler,” ujarnya Nurhaida kepada Bareksa.

Nantinya OJK akan melakukan pengkajian UKM dan startup yang ingin mengembangkan usahanya melalui saham perdana (IPO) di lantai bursa. OJK dan pihak terkait juga akan memastikan membuat aturan khusus dan juga memisahkannya dari yang sudah ada saat ini untuk menjamin likuiditas saham bagi investor.

Melibatkan angel investor bantu UKM dan startup

Salah satu kendala yang saat ini tengah dijajaki solusinya oleh OJK adalah terkait dengan papan utama dan papan pengembangan. Papan utama untuk perusahaan yang memiliki minimal aset Rp 100 miliar, sementara itu papan pengembangan untuk para emiten yang belum dapat memenuhi persyaratan utama namun memiliki potensi untuk berkembang, dengan nilai aset minimal Rp 5 miliar.

Yang menjadi kendala saat ini untuk UKM dan startup adalah kedua bidang usaha tersebut belum tentu dapat memenuhi syarat untuk menawarkan saham di bursa dan belum layak tercatat di papan pengembangan. Hal itu juga akan menjadi pertimbangan para investor yang akan melakukan perdagangan di bursa.

Mengakali kendala tersebut OJK bersama BEI berencana untuk memasukan UKM dan startup ke papan pengembangan khusus, dengan memanfaatkan angel investor yang diharapkan dapat mendukungan perkembangan usaha UKM dan startup layak masuk ke pasar modal.

“Kalau perdagangan tidak likuid, saham mereka tidak menarik. Maka, kami harus mempersiapkan selengkap mungkin, termasuk siapa yang akan membantu perdagangan sekunder di bursa. Bila masuk di papan tetapi tidak ada perdagangan kan sayang,” kata Nurhaida.

Akan disiapkan sistem pembentuk pasar (market maker) yang akan memastikan saham lebih mudah diperdagangkan atau likuid. Rencana ini merupakan bagian program OJK tahun 2016.

Kejora Group Siapkan Dana Kelola Sesi Kedua Senilai 1,08 Triliun Rupiah

Venture Capital (VC) Kejora Group baru-baru ini mengumumkan pihaknya tengah menyiapkan dana kelola senilai $80 juta atau sekitar Rp 1,08 triliun. Diungkapkan Co-Founder Kejora Group Sebastian Togelang, saat ini dana tersebut belum benar-benar diluncurkan, masih dalam tahap persiapan. Mereka juga menekankan bahwa investasi tersebut tetap akan difokuskan di berbagai startup teknologi atau investasi digital.

Kejora meyakini bahwa Asia Tenggara, khususnya Indonesia, akan menjadi wilayah berkembang pesatnya industri startup digital, seperti Tiongkok. Dibandingkan Singapura, pihaknya meyakini Indonesia memiliki landasan fundamental untuk menguatkan basis startup tersebut, karena memiliki pangsa pasar, terlebih pemerintah juga sudah mulai memberikan banyak dukungan.

Di bawah naungan Kejora Group di Indonesia sudah ada Mountain Kejora Ventures, Ideabox (JV with Indosat), Mobile Monday Indonesia, Founder Institute, dan NXTCon yang telah mengakomodir startup lokal. Di inkubator yang sudah beroperasi, Slipi Silicon Valley, saat ini juga sudah ada 25 startup.

Kejora berkiprah di Indonesia mulai tahun 2013 membawa pendanaan awal $12 juta. Beberapa startup yang telah menikmati investasi Kejora adalah Cek Aja, Qerja, Dealoka, YDigital, dan Jualo.

Total dana yang dihimpun Kejora tersebut, jika terwujud, adalah salah satu yang terbesar di Indonesia saat ini untuk ukuran VC lokal. Sebelumnya rata-rata dana yang dimiliki VC untuk berinvestasi selama 2-5 tahun adalah $25-50 juta.

Kejora Group juga merekrut Eri Reksoprodjo, seorang bankir yang berpengalaman di bidang investasi. Tatkala tim yang sudah ada terus membangun semangat startup, Eri akan difokuskan untuk membawa bisnis yang telah dikembangkan ke tingkat lanjut dengan pengelolaan dana yang tepat.

“Highlight” Kauffman Global Summit: Memandang dari Sudut Pandang Asia Tenggara

Kauffman Foundation menghadirkan Kauffman Global Summit yang pertama kali diselenggarakan di Asia Tenggara. Sebagai salah satu foundation yang paling ternama di dalam bidang venture capital, tahun ini Kauffman memilih negara Singapura untuk menjadi tuan rumah, yang dikenal memiliki ekosistem startup yang sangat vibrant dan matang di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya. Summit kali ini dilaksanakan di BASH Coworking Space yang terletak di Block 79 — sebuah hub startup terbaru di area One North Launchpad Hub — dan juga kampus INSEAD Business School.

Salah satu panel yang menjadi highlight dari summit ini adalah panel mengenai Corporate Venture Capital, yang dinilai oleh banyak ahli sebagai salah satu model venture investing yang lebih strategis. Panel ini dihadiri oleh John McIntyre (CEO Citrix Accelerator), Dr. Alex Lin (Head of Infocomm Investments/IDA of Singapore), Boon Ping (CEO SPH Media Fund) dan Nicko Widjaja (CEO Telkom MDI) yang dimoderasikan oleh John Fitzpatrick yang merupakan Asia Pacific Director for Venture Capital and Startup Ecosystem dari AWS Activate.

Pembicaraan seputar corporate venture initiatives ini berlangsung selama 50 menit, diawali dengan memperkenalkan masing-masing perusahaan di bawah bendera korporasi dan dilanjutkan dengan sesi interaktif antara moderator dan keempat panelis, serta diakhiri dengan sesi tanya jawab dengan peserta Summit yang terdiri dari wakil-wakil perusahaan modal ventura papan atas seperti Sequoia Capital, Andreessen Horowitz, Intel Capital, Accel Partners, BCG Ventures dan beberapa corporate venture capital regional lainnya seperti Mediacorp, NSI Ventures (North Star Group), Vertex Ventures (Temasek Group), Formation8 dan lainnya.

Moderator melemparkan kesempatan pertama kepada John McIntyre (MD Citrix Accelerator) untuk memberikan perbandingan kondisi ekosistem bagi startup di Amerika Serikat dengan Asia Tenggara.

“Pengalaman saya setelah hampir 20 tahun berkecimpung di dalam corporate ventures and innovation di Amerika Serikat, adalah tren investasi dari corporate ventures di AS semakin lama semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin banyak Venture Capital dan Startup di AS yang melihat pentingnya memiliki exit strategy yang solid di pasar teknologi digital yang sudah cukup matang, sehingga Corporate Venture Initiatives yang biasanya memiliki exit strategy yang lebih solid mulai dilirik oleh para startup dan investor. Hal ini belum terlihat di negara-negara Asia Tenggara dimana ekosistem startup-nya masih pada tahap early stage,” ujar John.

Pengalaman investor Asia Tenggara

Kondisi serupa yang dikatakan oleh Dr. Alex Lin bahwa Singapura dalam formasi awalnya juga berinvestasi dalam membangun ekosistem bagi entrepreneur melakukan eksperimen untuk mengembangkan startup early stage melalui dukungan network dari korporasi.

Alex mengatakan, “Banyak founder dari early-stage startup yang belum memahami bagaimana cara membangun perusahaan, mengembangkan bisnis, merekrut dan mempertahankan talenta, dan sebagainya. Dalam hal ini, korporasi dalam corporate venture initiatives memiliki peran yang krusial di dalam memberikan arahan kepada para founder dari startup, dan juga network korporasi dalam rangka membantu meningkatkan growth dari startup tersebut.”

Indonesia yang merupakan pangsa pasar terbesar di Asia Tenggara menjadi topik pembahasan yang menarik karena melihat trend startup di Singapura, Malaysia, bahkan Thailand, ketika sudah menjadi besar di negaranya masing-masing mereka melakukan ekspansi besar-besaran ke Indonesia (GrabTaxi dari Malaysia, Carousell dari Singapura, dan 2C2P dari Thailand).

“Kondisi pasar di Indonesia unik dan tidak mudah ditaklukkan begitu saja, misalkan GrabBike dengan Go-Jek, dimana Go-Jek memiliki keunggulan dibandingkan GrabBike dalam hal business verticals yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, terutama vertikal Go-Food yang menjadi komponen terbesar dalam traffic yang dimilili oleh Go-Jek,” ungkap Nicko Widjaja (CEO Telkom MDI).

Diskusi panel berlanjut kepada peranan korporasi dalam pembinaan startup. SPH Media Fund dengan SPH Plug and Play (kolaborasi dengan inkubator dari Silicon Valley, Plug and Play), Infocomm Investments yang juga merupakan program startup incubation and acceleration milik Infocomm Development Authority (IDA) of Singapore, Citrix Accelerator yang berbasis di Silicon Valley dan Telkom dengan program Indigo Incubator.

“Telkom yang telah memiliki inisiasi program Indigo Incubator sejak 2012 telah membuktikan bahwa peranan korporasi dalam membimbing digital entrepreneur menjadi hal yang sangat krusial dalam tahapan suatu negara untuk memupuk kesiapan dan kematangan dari ekosistem startup di Indonesia,” tutur Nicko.

“Kami melihat aspirasi yang terus bertumbuh dan yang menarik dari setiap batch terlihat kualitas founder yang semakin baik. Survival rate pun terus meningkat.”

“Indigo telah menjadi platform yang sangat baik dan kondusif untuk perusahaan yang masih berada pada seed stage, maka Telkom MDI dimandatkan menjadi platform untuk perusahaan yang sudah dalam growth stage”, lanjutnya.

Moderator melemparkan pertanyaan kepada keempat panelis, apakah yang menjadi fokus utama bagi sebuah corporate ventures: financial gain atau group synergy (strategic fit).

Boon Ping (CEO SPH Media Fund) mengatakan bahwa yang terpenting bagi sebuah korporasi dalam melakukan aktivitas corporate ventures and innovation adalah membangun kredibilitas melalui co-investment dengan investor atau venture capital lain yang prominent, untuk meningkatkan financial gain dari investasi yang telah dilakukan.

“Tentunya financial return merupakan fundamental dari setiap investasi. Strategic Fit dan Group Synergy dapat berubah seiring berjalannya waktu dan pergantian kepengurusan. Satu-satunya hal yang tidak akan berubah dalam skema investasi adalah fundamentalnya, yakni financial gain. Oleh karena itu, kita akan selalu fight untuk mendapatkan deal yang paling baik dari setiap investasi. Untuk mendapatkan deal yang baik, sangatlah penting bagi kami untuk melakukan co-investment dengan investor yang lain,” papar Boon Ping.

Nicko juga sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Boon Ping, bahkan dalam prakteknya, pada startup yang masih di tahapan Indigo sekalipun telah dilakukan validasi melalui follow-on funding dari investor pihak ketiga, baik oleh angel investor, Venture Capital, ataupun institutional investor yang lain.

Nicko mengungkapkan, “Selain faktor strategi, follow-on funding dari pihak ketiga sangatlah penting bagi startup untuk membuktikan bahwa solusi yang diberikan valid di pasar. Entrepreneurial mindset seperti ini yang selalu kita coba untuk tanamkan pada para startup founder yang mengikuti program Indigo, sehingga mereka memiliki attitude yang benar di dalam mengembangkan sebuah startup.”

Di akhir panel, keempat panelis sepakat mengatakan bahwa semakin banyak korporasi-korporasi besar yang ada di Asia Tenggara menyadari pentingnya untuk melakukan inovasi di dalam tubuh perusahaan untuk dapat tetap relevan di pasar, sehingga kita akan melihat semakin banyak corporate venture initiatives akan muncul di ASEAN. Hal ini dinilai dapat menjadi sebuah avenue baru untuk dieksplorasi lebih lanjut oleh para startup founder sebagai salah satu alternatif strategic pathway dalam mengembangkan perusahaan masing-masing.


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Joshua Agusta. Joshua adalah Associate di Telkom MDI

Berinvestasi di Startup, Antara yang Baru dan Sudah Mapan

Dua bulan yang lalu Bhinneka mengamankan pendanaan dari Ideosource senilai 300 miliar Rupiah. Yang menarik pasca pendanaan ini adalah pernyataan Andi S Boediman, Managing Partner Ideosource, dalam sebuah sesi wawancara yang dimuat Merdeka. Dalam wawancara tersebut Andi mengungkapkan bahwa berinvestasi di startup kecil seperti jackpot. Bisa jadi untung bisa jadi tidak. Ia memilih berinvestasi di startup yang sudah matang meski harus dengan modal yang cukup lumayan. Muncul pertanyaan, ke manakah VC seharusnya berinvestasi? Ke startup baru atau ke startup yang sudah mapan ?

Andi dalam wawancara tersebut mengungkapkan, “Kalau duit tidak bersalah, saya tidak investasi hanya di startup yang kecil-kecil. Karena itu seperti undian, investasi banyak kemudian hanya satu yang berhasil, seperti jackpot, untung besar. Jadi kalau duit tidak ada batasnya, mana lebih baik, beli perusahaan yang sudah jadi atau bangun sendiri. Jadi, saya bilang cari pemenangnya di setiap sektor industri, terus investasi. Risikonya tidak ada, tapi sudah positif. Masalahnya mungkin modalnya saja yang ditambah.”

Di Indonesia sendiri tak sedikit startup baru yang kemudian menjelma menjadi startup yang besar dan menjanjikan. Tokopedia, Bukalapak, dan Go-Jek mungkin beberapa contoh startup yang awalnya “biasa-biasa” saja kemudian melesat menjadi startup top di sektor masing-masing.

Bersama-sama membangun ekosistem startup di Indonesia

Sebagai pemegang dana, investor tentu bebas menentukan ke mana mereka mengucurkan dana yang mereka miliki.

Startup mapan bisa jadi sudah memiliki segalanya. Mereka mencakup basis konsumen atau pengguna, branding yang sudah lekat dengan masyarakat, mengetahui kondisi pasar, dan sejumlah keuntungan lain dari pengalaman mereka. Kucuran dana bisa dikonversikan menjadi improvement yang bisa memantapkan dan mengamankan posisi startup tersebut.

Melihat industri startup di Indonesia yang masih tumbuh, menyuntikkan dana ke startup kecil bisa memberikan dampak positif bagi ekosistem startup secara keseluruhan. Kita bisa melihat bagaimana Tokopedia dan Bukalapak sekarang menjadi layanan e-commerce top di Indonesia. Demikian juga dengan Go-jek, yang bahkan menjadi role model bagi layanan senada yang mulai menjamur.

Semua itu bukan tanpa risiko. Membawa startup baru ke puncak kejayaan adalah salah satu ending bahagia yang tidak mutlak terjadi. Tak jarang pendanaan ke startup baru berujung pahit. Penutupan. Layaknya jackpot, seperti diungkapkan Andi.

Berinvestasi di startup memiliki dua sisi yang saling berseberangan. Satu sisi bisa melejitkan startup, yang berdampak luas pada ekosistem secara umum, di sisi lain sebuah startup bisa gagal memanfaatkan suntikan dana dan akhirnya tutup. Bukankah kegagalan adalah hal yang akrab di dunia startup?

Sekarang pertanyaannya kembali kepada para investor. Ingin membantu menumbuhkan ekosistem startup yang lebih baik atau sekedar mencari untung?

Maskoolin Grabs Funding from One of Blue Bird Group’s Shareholders

Fashion e-commerce platform Maskoolin announced a funding from Indra Djokosoetono, one of Blue Bird Group’s shareholders and family members (16/10). Despite being undisclosed, rumour has it that it came with an amount which nearly reached one million USD. Continue reading Maskoolin Grabs Funding from One of Blue Bird Group’s Shareholders

Maskoolin Dapatkan Pendanaan Dari Shareholder Blue Bird Group

Suasana pertemuan Maskoolin & Indra Djokosoetono / Maskoolin
Layanan e-commerce fashion, Maskoolin, hari ini mengumumkan pendanaan yang didapatkan dari Indra Djokosoetono, salah satu shareholder dan keluarga pemilik Blue Bird Group. Tidak angka resmi mengenai jumlah uang yang disuntikkan ke Maskoolin, namun rumor yang beredar jumlah mendekati angka satu juta dollar AS.

Berbeda dengan platform e-commerce lainnya, Maskoolin sangat serius dalam menggunakan fitur-fitur teknologi seperti kuis online, dan algoritma yang dikembangkan khusus untuk mengetahui produk-produk seperti apa yang populer di kalangan pengguna.

Digawangi oleh Ilham Syafriadi, Mustafa Kemal, Kristian Nalindra dan Errol Widhavian, Maskoolin dimulai dari situs yang menyajikan promosi deals dan diskon untuk produk-produk gaya hidup lelaki, sampai akhirnya berevolusi menjadi situs e-commerce secara penuh. Tidak lama setelah diluncurkan, Maskoolin juga mendapatkan pendanaan seed dari Grupara.

HappyFresh Prepares for Surabaya

Two weeks ago, leading online grocery delivery platform HappyFresh sealed an investment worth $12 million from a number of investors, including Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) and Vertex Venture. DailySocial interviewed HappyFresh’s Co-Founder and CEO Markus Bihler about the funding and its effects to the company’s operations in Indonesia. Continue reading HappyFresh Prepares for Surabaya

India-Based Mobile Analytics Service MoEngage to Enter Indonesian Market

India-based mobile analytic startup MoEngage just announced $4,25 worth Series A funding it received from a group of investors that consists of Helion Venture Partners as the leader, Exfinity Ventures and three angel investors, namely Kunal Bahl, Rohit Bansal, and Raghunandan. Now, MoEngage will soon enter Southeast Asian market, especially Indonesia and the Philippines. Continue reading India-Based Mobile Analytics Service MoEngage to Enter Indonesian Market

Menyusun “Cap Table” untuk Menampilkan Informasi Investasi Bisnis

Ilmu investasi juga sangat disarankan untuk dipelajari pelaku startup / Shutterstock

Selain memahami tentang teknik bisnis secara umum, terkait dengan pemasaran dan pengembangan produk, banyak komponen lain yang tak kalah penting untuk diketahui penggerak bisnis di startup, terutama yang memegang posisi strategis. Salah satunya terkait dengan teknik investasi. Ini berkaitan dengan hal-hal seperti perhitungan valuasi, term sheet hingga pemahaman tentang Cap Table. Dalam artikel ini kita akan bersama-sama memahami tentang Cap Table secara lebih mendetil. Continue reading Menyusun “Cap Table” untuk Menampilkan Informasi Investasi Bisnis

eFishery Announced Pre-Series A Investment from Aqua-Spark and Ideosource

Internet of Things (IoT)-based startup eFishery closed an undisclosed Pre-Series A funding from Holland-based Aqua-Spark and Ideosource. The funding will go to team expansion, enhance software platform, and national-scale distribution. Continue reading eFishery Announced Pre-Series A Investment from Aqua-Spark and Ideosource