Gojek Dikabarkan Peroleh Dana Baru Senilai 13 Triliun Rupiah dari Google, Tencent, dan JD.com

Layanan ride sharing Gojek dikabarkan tengah mengumpulkan babak baru pendanaan, total yang ditargetkan mencapai $2 miliar. Modal tambahan tersebut dibutuhkan untuk melancarkan kegiatan ekspansi regional dan peningkatan penetrasi layanan fintech miliknya.

Beberapa investor Gojek sebelumnya akhirnya turut andil dalam putaran awal target pendanaan tersebut –termasuk Google, Tencent, dan JD.com—dengan nilai pendanaan sekitar $920 juta (setara hampir 13 triliun Rupiah)

Kabarnya Gojek akan segera mengumumkan perolehan pendanaan tersebut secara resmi minggu ini. Dengan babak baru pendanaan, valuasi Gojek bisa mencapai $9,5 miliar–mendekati status Decacorn. Sebelumnya banyak pemberitaan yang mengabarkan rencana Telkom untuk turut menyuntik modal ke Gojek, namun sejauh ini belum ada titik terang mengenai kelanjutan kabar tersebut.

Keterlibatan JD.com dalam pendanaan makin mengencangkan kerja sama strategis. Menjelang akhir tahun lalu tersiar kabar keinginan Gojek melakukan akuisisi untuk unit bisnis JD.id di Indonesia dengan nilai $1 miliar. Sampai berita ini diturunkan, tampaknya rencana tersebut belum berhasil terealisasi.

Kendali ke JD.id dapat menjadi langkah emas Gojek untuk turut masuk ke lanskap e-commerce di Indonesia yang saat ini didominasi empat unicorn Bukalapak, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain di ride-sharing, Gojek terus memaksimalkan potensi fintech melalui Go-Pay.

Langkah strategis Gojek memang diperlukan, karena Grab sebagai pesaing terdekatnya juga terus aktif menggalang pendanaan. Tahun 2018 mereka menargetkan total pendanaan hingga $3 miliar. Beberapa investor telah bergabung dalam pendanaan tersebut, termasuk dari tiga perusahaan otomotif ternama yakni Hyundai, Kia dan Yamaha.

Application Information Will Show Up Here

Grab dan GO-JEK Terus Bersaing, Minggu Ini Diisi Berita Investasi

Persaingan raksasa on-demand regional terus berlanjut. Siapa lagi kalau bukan antara Grab dan GO-JEK. Demi melanjutkan rencana perluasan pangsa, keduanya minggu ini dikabarkan memperoleh pendanaan lanjutan. Grab mendapat $200 juta (setara 3 triliun Rupiah) dari Booking Holdings, perusahaan di balik layanan travel seperti Booking.com, Agoda, dan Priceline.

Sementara itu, rivalnya GO-JEK juga dikabarkan mendapatkan suntikan dana tambahan dari para investor terdahulu. Google, Tencent, dan JD.com menggandakan investasinya hingga membuat valuasi perusahaan melebihi $9 miliar (setara dengan 137 triliun Rupiah). Dengan pendanaan ini persaingan bisnis menjadi semakin sengit, dengan masing-masing perusahaan mendapat dukungan dari layanan besar di Amerika Serikat dan Tiongkok.

Grab dengan target pendanaan $3 miliar

Layanan Grab
Grab berambisi menjadi “supper app” / DailySocial

Awal bulan ini, Grab baru saja mengumumkan perolehan investasi dari Microsoft dalam kerja sama strategis pengembangan produk teknologi. Sebelumnya Toyota juga memimpin pendanaan Grab mencapai $2 miliar – menunjukkan beberapa waktu terakhir perusahaan begitu ambisius dalam mengejar target pendanaan. Memang, sejak awal Grab menargetkan bisa membukukan investasi hingga $3 miliar sebelum tahun 2018 berakhir.

Dengan modal besar, Grab ingin menjadikan platformnya sebagai “super apps”. Tidak lagi sekadar sebagai penyedia layanan transportasi, namun juga memberikan manfaat untuk model bisnis lain, salah satunya melalui GrabPay. Di Indonesia, Grab juga terus menjalin mitra strategis, dengan pemain fintech seperti TrueMoney, Paytren dan OVO; dengan perusahaan iklan seperti StickEarn; hingga dengan online grocery untuk menghadirkan GrabFresh.

GO-JEK dalam ekspansi regionalnya

layanan GO-JEK
GO-JEK degan ambisi ekspansinya / DailySocial

Sementara itu GO-JEK tampak terus fokus melebarkan sayap regional. Setelah sukses dengan Go-Viet, kehadirannya di Singapura juga segera dimulai.

Rencana ekspansi yang hendak digalakkan GO-JEK bukan tanpa halangan. Di Filipina, langkah GO-JEK saat ini tidak berjalan mulus, moratorium aturan on-demand membuat otoritas setempat belum bisa memproses izin operasional GO-JEK. Berkaitan dengan ekspansi, GO-JEK juga terus memperluas kerja sama bisnis – hal ini menjadi salah satu poin pokok yang dipaparkan pihak GO-JEK pasca pendanaan lanjutan, yakni pendalaman aliansi dengan mitra strategis.

Grab vs GO-JEK pasca tutupnya Uber di Asia Tenggara

Setelah operasional Uber di Asia Tenggara diakuisisi Grab, polarisasi layanan –khususnya di Indonesia sebagai pangsa pasar terbesar—mengerucut pada Grab vs GO-JEK. Untuk melihat peralihan konsumen, kami sempat melakukan survei terhadap 1192 pengguna layanan Uber di 22 kota di Indonesia. Sejak layanan Uber berhenti beroperasi, sebanyak 55% responden mengaku beralih ke layanan Grab, sedangkan 45% sisanya ke GO-JEK.

Riset On-Demand
Pertimbangan pengguna dalam memilih layanan on-demand / DailySocial

Dalam laporan survei tersebut diungkapkan mengenai pertimbangan konsumen dalam memilih layanan transportasi on-demand. Berdasarkan jawaban responden, pertimbangan harga masih menjadi faktor utama, diikuti dengan sifat aplikasi yang customer friendly.

 

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

JD.ID X Futuristic Retail in Jakarta Offers Online-Offline Shopping Experience

JD.ID officially introduces “JD.ID X” in Jakarta, a retail store with artificial intelligence (AI) that attempts to give the new online-offline shopping experience. The no cashier concept and connection to the app is fairly new here, although it has been familiar out there, particularly in China as JD.ID‘s main base.

The futuristic retail in 270m2 is located on PIK Avenue, Jakarta. It’s using face-scanner technology, Radio Frequency Identification (RFID), and cashless payment method; all goods and visitors will be automatically identified. The store requires its consumers to have JD.ID account and app in their phone.

Visitors will be asked to scan the barcode with JD.ID X option in app as a ticket. The face-scanning will be performed afterwards for verification in mobile app. Users are previously require to upload their close-up picture.

The goods taken to purchase will be detected using RFID technology before the closed gate, billing will be automatically displayed and paid using the app. Currently, credit card payment is the only method (which connected to the JD.ID account)

“This is only the beginning of our effort in using AI power to open doors into the new possibilities in this country. JD.ID X will also be the study center of advanced technology, because we believe that AI has so many potentials to use in every business line, including e-commerce as the core business of JD.ID,” Zhang Li, JD.ID’s President Director, pronounced.

In its debut, JD.ID X offers various products in fashion, cosmetics, accessories and beauty, non-electronic appliances, also groceries. JD.ID X also provides the private labels exclusively on JD.ID.

“Experienced store” like this is quite an intense innovation to present, particularly in China. Presented also by its competitor, Alibaba. Recently, the company has introduced a similar AI-based futuristic store. They partnered up with Guess fashion brand. The concept is similar, using RFID and computer vision based scanner technology.

Eyvette Tung, JD.ID’s Project Manager, said, ” In the future, society will be used to cashless daily shopping activity. We’ve developed a very personal face-scanner technology to improve convenience and user’s comfort.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Toko Ritel Futuristis JD.ID X Hadir di Jakarta, Pamerkan Pengalaman Belanja Online-Offline

JD.ID meresmikan “JD.ID X” di Jakarta, sebuah toko ritel berteknologi kecerdasan buatan (AI) yang mencoba memberikan pengalaman belanja online-offline baru. Konsep toko tanpa kasir dan terhubung dengan aplikasi seperti itu bisa dibilang baru di sini, kendati di luar sana sudah banyak, khususnya di Tiongkok sebagai basis utama JD.ID.

Ritel futuristis berukuran 270 meter2 tersebut terletak di PIK Avenue, Jakarta. Memanfaatkan teknologi pemindai wajah, Radio-Frequency Identification (RFID), dan metode pembayaran non-tunai; setiap barang dan pengunjung akan teridentifikasi secara otomatis. Toko tersebut mewajibkan setiap konsumennya untuk memiliki aplikasi dan akun JD.ID di ponsel.

Pengunjung yang masuk akan diminta memindai barcode pada opsi JD.ID X di aplikasi sebagai tiket. Setelah itu wajah pengguna akan dipindah untuk verifikasi — di aplikasi mobile, sebelumnya pengguna juga terlebih dulu harus mengunggah foto wajahnya.

Barang-barang yang diambil dan akan dibeli dideteksi menggunakan teknologi RFID di depan pintu keluar, tagihannya otomatis ditampilkan dan dibayar melalui aplikasi. Saat ini metode pembayaran baru menggunakan kartu kredit saja (yang dihubungkan dengan akun JD.ID).

“Ini hanya awal mula dari upaya kami menggunakan kekuatan AI untuk membuka pintu menuju berbagai kesempatan baru bagi negeri ini. JD.ID X juga akan kami jadikan sebagai pusat pembelajaran pengembangan teknologi berkelanjutan, karena kami meyakini bahwa AI memiliki banyak potensi yang dapat digunakan di semua lini bisnis, termasuk e-commerce yang menjadi bisnis inti dari JD.ID,” sambut Presiden Direktur JD.ID Zhang Li.

Di debut awalnya, JD.ID X menawarkan produk-produk di kategori fashion, kosmetik, aksesoris dan kecantikan, produk-produk rumah tangga non-elektronik, serta kebutuhan sehari-hari. JD.ID X juga  menawarkan private label yang tersedia eksklusif di JD.ID.

“Experienced store” seperti ini memang menjadi inovasi yang cukup gencar dihadirkan, khususnya di Tiongkok. Termasuk dilakukan oleh rivalnya Alibaba. Belum lama ini pihaknya memamerkan sebuah toko futuristis berbasis AI serupa — mereka bekerja sama dengan brand fashion Guess. Konsepnya mirip, menggunakan teknologi pemindai berbasis computer vision dan RFID.

Project Manager JD.ID X, Eyvette Tung mengatakan, “Di masa depan masyarakat akan sangat terbiasa melakukan aktivitas berbelanja harian secara non-tunai. Kami telah mengembangkan teknologi pemindai wajah yang sangat personal untuk meningkatkan kenyamanan dan membuat pelanggan merasa nyaman.”

Application Information Will Show Up Here

Adding OTA in Its Service, JD Flight is Available for Indonesian Market

In order to cope with other e-commerce services in Indonesia, JD.id provides purchase channels for plane tickets. As JD Flight, the feature available with full support from Traveloka. JD.id’s parent company, JD.com, is Traveloka’s investor.

Moreover, is OTA (Online Travel Agency) addition in e-commerce services will make a big difference, or just disrupting an established business model?

The e-commerce businesses preparing for the OTA

George Hendrata ,Tiket.com’s new CEO, said that for future roadmap, Tiket.com capabilities will be optimized to strengthen Blibli’s travel and accommodation channels. However, it has not been technically submitted, whether Blibli will apply only as a front-end that helps selling tickets through Tiket.com, or they’re going to merger.

Another online trading site that provides and strengthens the OTA is Tokopedia, Elevenia, and Bukalapak.

Market share

Frost & Sullivan’s research in 2011 said the Indonesian expense for travel is worth up to $6.4 billion. By 2030, it’s projected to be increasing 4 times, or worth $23.7 billion. It’s a realistic number, given the current traveling trend is not only for upper economic class, but also medium class – especially millennials.

Early analysis of OTA participants that strenghten e-commerce is the distribution channels. The market share is large, but the niche is similar. The challenge is on the consumer delivery. Another growth strategies, such as discounts, are in fact still effective for user loyalty. Ticketing system can be booked through one channel, but delivered through various channels, as Indonesia Flight did in its debut with Tiket.com.

Basically, OTA business have so much to explore, because there are many new possibilities to be developed. It could be a new chapter implying online travel competition, beside payment, that will be the next round of e-commerce competition.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pacu Kinerja Bisnis, JD.id dan Citilink Resmikan Kemitraan Eksklusif

JD.id, situs e-commerce yang terafiliasi dengan JD.com, meresmikan kemitraan bisnis dengan Citilink, berbentuk co-marketing yang diharapkan dapat memberikan manfaat tambahan untuk pelanggan kedua belah pihak.

“Ini menjadi sebuah langkah inovasi bagi kami karena ini merupakan kali pertama perusahaan e-dagang bermitra dengan maskapai penerbangan bereputasi baik seperti Citilink Indonesia,” kata Presiden Direktur JD.id Zhang Li, Kamis (31/8).

Kemitraan ini memiliki jangka waktu selama satu tahun, terdiri atas tiga fase. Pada fase pertama, layanan pre-flight shopping dengan metode pengiriman yang fleksibel dan voucher belanja JD.id untuk setiap pembelian tiket pesawat Citilink. Fase pertama ini ditargetkan sudah bisa terapkan pada pertengahan September 2017 mendatang.

Kemudian pada fase kedua, JD dan Citilink akan mendirikan digital lounge di terminal II Bandara Soekarno Hatta dan in-flight shopping dengan tawaran eksklusif. Di dalam lounge tersebut akan tersedia demo produk terbaru di JD.id, Wi-Fi, dan in-lounge shopping.

Jangka waktu dalam fase kedua akan mengikuti timeline perpindahan Citilink ke terminal II yang sebelumnya ditempati oleh Garuda Indonesia, induk Citilink. Adapun saat ini prosesnya masih belum final, apakah Citilink akan ditempatkan di terminal II D atau E. Yang pasti, perpindahan terminal akan resmi dilakukan pada awal tahun depan.

“Untuk digital lounge akan disesuaikan dengan time frame Citilink. Tapi yang pasti awal tahun di kuartal pertama kita sudah bisa laksanakan rencana di fase kedua. Kerja sama ini kami harapkan menjadi terobosan bisnis yang bisa memberi pengalaman unik bagi penumpang dan pelanggan kami berdua,” ucap Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo.

Sedangkan untuk fase ketiga, kerja sama akan berbentuk tawaran menukarkan JD Points dengan Supergreen Garuda Miles, program keanggotaan Grup Garuda. Terdapat pula pilihan bundling paket wisata yang dijual di JD.id, serta meluncurkan in-flight platform berisi tayangan hiburan dan berbelanja online.

“Untuk fase kedua dan ketiga masih kami godok lagi [konsepnya]. Sebab tujuan yang ingin kami capai adalah pengguna Citilink dan JD.id tetap mendapatkan layanan premium, kendati maskapai kami adalah low cost carrier,” terang Direktur Operasional Citilink Indonesia Andy Adrian.

Pacu bisnis kedua perusahaan

Dari kemitraan bisnis ini, pihak Citilink mengaku menargetkan pertumbuhan pendapatan di luar penjualan tiket pesawat dapat tumbuh antara 10-15% sampai setahun mendatang. Pendapatan dari sumber kantung ini dinilai terus menunjukkan porsi yang terus menanjak, kontributor utamanya berasal dari kargo, service on board kuliner asli Indonesia, penjualan merchandise, dan lainnya.

“Kami ingin terus mengembangkan berbagai terobosan untuk memacu pendapatan kami di luar penjualan tiket. Contohnya, baru-baru ini kami meluncurkan edisi khusus service on board untuk kuliner nusantara, rupanya animonya sangat baik. Kami akan terus kembangkan inovasi yang dapat meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan,” terang Juliandra.

Sedangkan bagi sisi JD.id, perusahaan tidak menyebut secara spesifik berapa persen kenaikan transaksi yang diharapkan. Akan tetapi, Zhang memastikan pihaknya ingin melayani lebih banyak pelanggan di seluruh Indonesia, serta membuat para penumpang Citilink jadi lebih dekat dengan JD.id dengan adanya beragam pilihan promo dari katalog JD.id.

Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada dua tahun lalu, JD.id memiliki lebih dari 100 ribu SKU per akhir tahun lalu. Perusahaan juga menyediakan jasa pengiriman sendiri yang menjangkau 365 kota di seluruh Indonesia.

Gudang JD.id sendiri tersebar di empat titik, yakni Cimanggis, Surabaya, Pontianak, dan Medan. Perusahaan sedang menambah satu lokasi baru di Makassar yang saat ini masih dalam proses pembangunan.

Application Information Will Show Up Here

Raksasa E-Commerce JD Dikabarkan Investasi di GO-JEK

Perusahaan e-commerce Tiongkok JD dikabarkan terlibat dapat putaran investasi baru di GO-JEK senilai US$1 miliar, investor GO-JEK sebelumnya yakni Tencent juga disebut terlibat di dalamnya.

Dikutip dari The Information, sebenarnya babak investasi Tencent untuk GO-JEK terdiri atas dua ronde. Pertama, pada Juli 2017 senilai lebih dari Rp2 triliun. Rupanya, pada saat itu JD rupanya ikut berpartisipasi namun tidak dilaporkan. Untuk ronde kedua, kali ini JD yang memimpinnya.

Sebelum kabar ini beredar, JD juga santer disebut-sebut tertarik untuk berinvestasi di Tokopedia. Hanya saja, kabar tersebut akhirnya terbantahkan oleh CEO Tokopedia William yang secara pribadi mengumumkan langsung masuknya Alibaba dalam putaran investasi senilai lebih dari Rp14 triliun.

Kiprah investasi JD di Indonesia, sebelumnya terlihat dari partisipasi minornya untuk startup OTA Traveloka. Startup tersebut dalam setahun terakhir mendapatkan investasi hingga lebih dari Rp6,6 triliun dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Group. Traveloka pun baru-baru ini mendapat pendanaan baru dari Expedia dengan nilai lebih dari Rp4,6 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Menyimpulkan Kondisi Bisnis E-Commerce Indonesia di Paruh Pertama 2017

Bisnis e-commerce mulai memuncak di lanskap digital Indonesia setidaknya sejak tahun 2014 lalu. Nama seperti Bhinneka, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak makin santer didengar, senada dengan pemasaran masif melalui berbagai saluran, seperti televisi, untuk menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Faktor eksternal, seperti logistik dan regulasi, juga mendukung terciptanya bisnis e-commerce yang lebih kondusif.

Dinamika antar pemain bisnis terjadi tatkala investasi besar mengucur, akuisisi pelanggan gencar dilakukan dengan beragam cara. Sebut saja Shopee, online marketplace besutan Sea (dulu bernama Garena) yang berambisi menjadi C2C marketplace terbesar di Indonesia. Sebelumnya sudah ada SaleStock yang mengusung konsep sejenis. Gencar melakukan akuisisi pelanggan, insentif seperti gratis ongkos kirim dan publikasi besar-besaran dilakukan Shopee yang dinahkodai Chris Feng, berbekal pengalamannya di Zalora dan Lazada.

[Baca juga: GDP Venture Berpartisipasi dalam Pendanaan Baru untuk Induk Shopee Senilai 7 Triliun Rupiah]

Akuisisi Lazada oleh Alibaba turut menghadirkan tremor untuk pemain lokal. Kendati eksistensi Alibaba sebagai raksasa e-commerce belum tampak hadir di Indonesia, namun secara bisnis Lazada di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berdasarkan data SimilarWeb, Lazada masih menjadi yang tertinggi dalam kaitannya dengan kunjungan web, yakni mencapai 58,3 juta pada kuartal pertama tahun 2017 ini. Masih di atas Tokopedia sebagai pemain lokal yang digadang-gadang sebagai jawara dalam negeri dengan jumlah kunjungan mencapai 50,6 juta.

Akuisisi pengguna menjadi segalanya, ketika kini setiap platform telah menawarkan berbagai keunggulan layanan dan produk yang nyaris sama.

Penguasa bisnis e-commerce dunia

Memboyong penemunya menjadi jajaran orang terkaya di dunia, meski hanya dalam beberapa saat, tak salah jika Amazon ditempatkan di level puncak pemain e-commerce dunia, kendati lini bisnisnya pada akhirnya berkembang ke berbagai arah. Pola yang sama dilakukan raksasa Tiongkok Alibaba, mengawali debutnya dari IPO dengan layanan e-commerce kini penguasaan bisnis dilakukan di beragam lini bisnis, mulai dari logistik hingga penyediaan layanan komputasi awan. Keduanya bersiap hadir dan menguasai pasar di Asia Tenggara.

JD.com tak tinggal diam, dirumorkan “berebut” dengan Alibaba, akhirnya JD.com dikabarkan berhasil memboyong Tokopedia. Tak lain tujuannya adalah pasar Indonesia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan. Indonesia akan menyumbangkan separuh dari total nilai tersebut, menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan yang sangat fantastis.

[Baca juga: Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce]

Kondisi bisnis e-commerce dalam negeri

Di Indonesia sendiri, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah terkait dengan bisnis digital, termasuk aturan tentang pendanaan, perpajakan dan lainnya. Indonesia menargetkan sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar.

Menurut Menkominfo Rudiantara, Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan.

Menurut riset yang dilakukan iPrice tentang perbandingan pemain e-commerce yang ada di Indonesia, Tokopedia selalu berada di posisi jajaran teratas dari berbagai parameter Peta E-Commerce Indonesia, yaitu pengunjung per bulan, instalasi aplikasi, aktivitas Twitter, ativitas Facebook dan juga karyawan.

Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice
Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice

Tren menarik yang ada, pemain e-commerce –khususnya online marketplace—berusaha menghadirkan layanan all-in-one pada layanannya. Model dompet digital juga menjadi salah satu inovasi masif yang banyak dikembangkan. Dapat ditarik sebuah benang merah arah inovasinya, yakni membuat pengguna betah memenuhi seluruh kebutuhan di satu tempat dengan mengakomodasi perputaran uang di platform yang sama.

Pembayaran, logistik dan segmentasi menjadi hal yang coba dioptimalkan penyedia layanan e-commerce di Indonesia untuk menjadi pemenang di negeri sendiri. Konsolidasi dan akuisisi diperkirakan bakal terus santer terdengar hingga akhir tahun. Setelah Alfacart dan Cipika, siapa lagi pemain yang bakal mengibarkan bendera putih tahun ini?

JD.com is Rumoured to Acquire Tokopedia

Chinese e-commerce giant JD.com is rumored to have acquired majority stake in Tokopedia, according to our trusted sources. This news, if true, will put an end to speculation about the possibility of any Chinese e-commerce company investing in one of the largest local marketplace services in Indonesia. It will ensure Tokopedia’s position as Southeast Asia’s unicorn, following Go-Jek and Traveloka’s earlier announcement. For JD.com, the acquisition of Tokopedia is an important ammunition in competition against its closest competitor, Alibaba.

In the last 3 months, rumors about who invested in Tokopedia became a hot topic in the industry. In early May, it was JD.com who was in talk, but then at the end of July there was a shocking news if Alibaba was interested in injecting funds up to $500 million (over 6.6 trillion Rupiah) for the company founded by William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison in 2009. Alibaba previously has acquired Lazada, a leading player in the Indonesia’s e-commerce market.

It would be logical if finally JD.com dare to offer hard-to-reject acquisition preposition. In order to compete with Alibaba, JD.com needs support from large market, Indonesia in this case, and Tokopedia is indeed the most ideal player. It would be a big loss for JD.com if its closest competitor controls the # 1 and # 2 players in Indonesia’s e-commerce scene, the third largest market in Asia, after China and India.

Uniquely, Tokopedia’s business that focuses on the marketplace sector is much closer to Alibaba than JD.com.

We still have not received confirmation about this and will update once there is certainty from related parties.

Tokopedia’s last publicly announced funding was in 2014 when it received $100 million funds from Softbank Japan and Sequoia Capital. Meanwhile, JD.com has already operated its own Jakarta-based JD.id since the end of 2015.

Application Information Will Show Up Here

Rayakan Ulang Tahun Pertama, JD.id Perkuat Infrastruktur dengan Menambah Gudang Baru

Hari ini, Kamis (9/3) PT Jingdong Indonesia Pertama (JD.id), anak perusahaan e-commerce patungan dari JD.com (Tiongkok) dan Provident Capital merayakan ulang tahun pertamanya. Untuk mengukuhkan komitmen JD.id berbisnis di Indonesia, perusahaan berencana untuk memperkuat infrastruktur dengan menambah lima hingga enam gudang penyimpanan.

Salah satu lokasi terbaru yang bakal dipilih adalah Medan. Adapun luasnya diperkirakan berkisar antara 5 ribu hingga 6 ribu meter persegi. Saat ini JD.id sudah memiliki tiga gudang yang berada di Cimanggis, Surabaya dan Pontianak.

“Lokasi gudang yang kami pilih berikutnya adalah Medan. Kota lain akan menyusul perlahan-lahan. Kami pilih Medan karena growth consumer behaviour-nya sangat tinggi, bukan karena mempertimbangkan kota besarnya,” terang Head of Corp Communication & Public Affairs JD.id Teddy Arifianto.

Hanya saja, Teddy enggan membeberkan nilai investasinya untuk pendirian gudang. Dia hanya memastikan bahwa investasi terbesar yang banyak dikucurkan perusahaan untuk ke depannya adalah infrastruktur dan sumber daya manusia.

Teddy berharap keberadaan gudang ini dapat membantu proses bisnis jadi lebih singkat, harga bisa ditekan sehingga pelayanan kepada konsumen bisa lebih optimal.

Hal ini sangat masuk akal mengingat JD.id menerapkan resep sendiri untuk mengatasi harga jual yang kompetitif di tengah persaingan industri e-commerce. Mulai dari memiliki perusahaan logistik sendiri untuk pengiriman barang bernama JX (Jaya Ekspres Transindo), dan menggunakan model bisnis business to consumer (B2C) dengan membeli barang langsung dari pemasok dan memasukkan ke gudang sendiri.

Resep itu dipercaya ampuh untuk menekan harga dan mampu mendorong konsumen untuk terus berkunjung.

“Nantinya setiap gudang dapat menjadi hub-hub yang menghubungkan seluruh konsumen kami di Indonesia. Sehingga semuanya bisa merasakan pelayanan yang sama dengan konsumen yang ada di kota besar.”

Rambah konsep O2O

Tak hanya itu, Teddy juga mengungkapkan tahun ini perusahaan juga mulai rambah strategi pemasaran online to offline (O2O) dengan mendirikan toko sementara (pop up store) di Mall Taman Anggrek, Jakarta. Untuk perhelatan perdana ini, JD.id menghadirkan lebih dari 30 mitra pemilik merek ternama dengan penawaran diskon yang hanya berlaku selama 9-12 Maret 2017.

Untuk kegiatan offline berikutnya, akan terus diadakan oleh JD.id sepanjang tahun ini di berbagai lokasi lainnya. Strategi ini dinilai cocok dengan kultur budaya orang Indonesia yang masih mengutamakan komunikasi tatap muka saat bertransaksi.

“Di Indonesia, bisnis online itu tidak bisa stand alone tanpa kegiatan offline. Strategi ini jadi perpanjangan tangan untuk bertemu langsung dengan konsumen dan akan terus dilakukan secara berkelanjutan,” pungkas dia.

Pencapaian JD.id tahun lalu, total pengunjung rata-rata JD.id per bulannya mencapai 1 juta hingga 3 juta orang, dengan rata-rata basket size mencapai Rp3 juta sampai Rp4 juta per orang.

Adapun jumlah SKU bertambah jadi 100 ribu SKU dari tahun sebelumnya 10 ribu SKU. JD.id memiiki 14 kategori barang dengan 103 sub kategori pilihan. Tiga kategori terlaris di JD.id diantaranya gadget & aksesoris, peralatan bayi,dan perabotan rumah tangga.