Bagaimana DigiAsia Bios Manfaatkan Embedded Finance untuk Keuangan yang Inklusif

Indonesia memiliki populasi unbanked dan underbanked tertinggi (81%) di Asia Tenggara, menurut laporan e-Conomy 2022 yang disusun Google bersama Temasek, dan Bain & Co.. Kondisi tersebut menempatkan negara ini sebagai tertinggi pertama di ASEAN, yang kemudian disusul oleh Filipina (75%) dan Vietnam (54%).

Bila terjemahkan, angka ini memperlihatkan masih sulitnya masyarakat Indonesia dalam memperoleh akses keuangan. Makanya pekerjaan rumah saat ini bagi seluruh pelaku industri adalah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Dalam konteks fintech, solusi embedded finance bisa menjadi salah satu cara menuju inklusivitas akses keuangan, seperti yang saat ini dilakukan oleh DigiAsia Bios (Digiasia).

Grup perusahaan fintech ini memiliki empat produk keuangan yang sudah berlisensi, ialah uang elektronik (KasPro), p2p lending (KreditPro), remitansi (RemitPro), dan layanan keuangan digital (Digibos). Seluruh layanan tersebut disajikan untuk memenuhi kebutuhan bisnis alias B2B, maka jadi hal yang wajar karena merek-merek di atas tidak familiar di telinga konsumen B2C.

“Kami bukan untuk B2C, melainkan enabler untuk B2B [dengan empat lisensi]. Sementara ini kami melayani enterprise yang sudah punya audiens tapi ada kebutuhan produk keuangan untuk melayani konsumen mereka,” terang Chief of Digital Ecosystem Integration DigiAsia Bios Joseph Lumban Gaol saat ditemui DailySocial.id.

Menurutnya, potensi korporat yang membutuhkan solusi keuangan jauh lebih besar dan tak kalah pentingnya dalam rangka meningkatkan keuangan yang inklusif. Hanya saja bagi korporat tersebut untuk memiliki solusi keuangan, uang elektronik misalnya, harus mengajukan lisensi ke Bank Indonesia dan memenuhi berbagai persyaratan. Tak hanya makan waktu, tapi juga investasi yang dikeluarkan tak kalah besar.

Seluruh solusi ini sudah berbasis API, dapat dihubungkan dengan sistem API di enterprise sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Perusahaan lebih suka menyebut solusinya tersebut sebagai EFaaS (embedded-finance-as-a-service), sebenarnya tidak berbeda dengan istilah embedded finance yang lebih familiar di industri fintech.

Diklaim perusahaan telah bermitra dengan 97 korporasi besar lintas industri sejak beroperasi di 2017. Mereka datang dari jasa keuangan, teknologi, ritel, telekomunikasi, transportasi, dan F&B.

Dicontohkan, salah satu pengguna KasPro, yakni PT KAI membutuhkan kehadiran solusi dompet digital di aplikasi KAI Access. Memanfaatkan lisensi yang dimiliki KasPro, kini hadir KAIPay sebagai alternatif pembayaran untuk pemesanan tiket, pesanan makanan di kereta api, dan jasa lainnya di aplikasi KAI Access.

Contoh lainnya, Kredivo yang membutuhkan kemudahan transfer dana ke rekening debitur untuk setiap pengajuan pinjaman yang telah disetujui perusahaan. “Jadi solusi yang dibutuhkan para enterprise ini tailored untuk mengatasi masalah masing-masing. Karena Indonesia itu banyak yang unbanked, jadi masalahnya sangat beragam,” tambahnya.

Secara konsep embedded finance, apa yang ditawarkan DigiAsia serupa dengan pemain seperti AyoConnect, Brick, dan Brankas. Namun Joe, panggilan akrab dari Joseph, menuturkan keunggulan dari DigiAsia adalah keempat lisensi yang sudah dikantonginya tersebut.

Walau demikian, pihaknya mengaku tetap menjalin kemitraan dengan pemain sejenis apabila ada teknologi yang dirasa lebih unggul daripada yang dimiliki perusahaan. Menurutnya, di era sekarang kolaborasi lebih baik daripada memonopoli pasar, apalagi pasar Indonesia dinilai too specialized (sangat terspesialisasi).

Turut hadir dalam kesempatan tersebut Chief of Exchange and Gaming DigiAsia Bios Jimmy Tjandra. Ia menambahkan, Stripe adalah tolak ukur terbaik sebagai penyedia solusi embedded finance dalam skala global. Perusahaan banyak memperhatikan geliat perusahaan tersebut dan inovasi-inovasi yang dihadirkan.

Hanya saja, karena pasar Indonesia terlalu terspesialisasi, solusi yang begitu canggih dari perusahaan skala global seringkali tidak tepat sasaran. Alhasil tetap dibutuhkan lokalisasi agar diterima masyarakat. “Karena Indonesia itu populasi unbanked-nya masih tinggi, sehingga solusi yang terlalu canggih itu seringkali belum tentu tepat,” ujarnya.

Sumber: DigiAsia Bios

Pengembangan teknologi

Chief of Technology & Operations Officer DigiAsia Bios Hardi Tanuwijaya menambahkan, dari berbagai contoh kasus lintas industri yang sudah ditangani perusahaan, terkumpullah API-API yang dapat langsung di-plug-and-play sesuai kebutuhan yang dicari. Semuanya tersimpan di dalam komputasi awan yang membuat semua prosesnya efisien, hemat, dan cepat.

Proses kerja tim teknologi di DigiAsia menggunakan microservices architecture. Ini adalah framework yang dipakai sebagai model dalam pembuatan aplikasi komputasi awan yang modern. Di dalam microservices, setiap aplikasi dibangun sebagai sekumpulan services dan setiap layanan berjalanan dalam prosesnya sendiri.

Masing-masing dari aplikasi tersebut saling berkomunikasi melalui API. Alhasil, setiap ada perubahan pada program yang dilakukan oleh developer, tidak akan mengganggu keseluruhan aplikasi. “Dengan microservices architecture kita jadi lebih fleksibel, semua berjalan secara modular menggabungkan empat lisensi yang kita punya tanpa terganggu jika kita bangun program baru di dalam cloud.”

Dampak dari pola kerja demikian membuat struktur karyawan di DigiAsia terbilang ramping, dengan total karyawan sekitar 100 orang dan mayoritas terdiri dari tim teknologi.

Kemudian dari sisi korporasi yang ingin “menjahitkan” API dari DigiAsia ke API internal juga lebih ramah. Tapi itu tergantung kesiapan teknologi masing-masing. Hardi memperkirakan, apabila perusahaan sudah matang dengan teknologi mereka, biasanya proses penjaitan API hanya memakan waktu tiga minggu. Akan tetapi, apabila perusahaan tersebut masih memiliki banyak aspirasi pembangunan teknologi, maksimal proses penjaitannya kurang dari tiga bulan.

“Karena sudah banyak use case sejak 2017 dan sudah API-based, makanya proses penjaitan API dapat berjalan lebih cepat.”

Rencana bisnis

Dalam rangka melanjutkan visi ingin meningkatkan keuangan yang inklusif di Indonesia, perusahaan segera meluncurkan solusi baru berbentuk marketplace berbasis Open API untuk menyasar berbagai skala bisnis mulai dari UKM hingga enterprise.

Joe menjelaskan, solusi tersebut diperuntukkan buat para developer yang membutuhkan solusi keuangan sesuai yang dicari, berdasarkan API-API dengan berbagai use case yang sudah tersedia di platform tersebut. Kemudian, mereka dapat langsung menjaitnya dan mencoba apakah berjalan sukses atau tidak di platform masing-masing.

“Rencananya produk ini akan hadir bulan Juni, platform-nya kami buka khusus untuk para engineer yang ada di seluruh Indonesia. Dengan demikian, keuangan digital semakin inklusif karena masuk ke berbagai aspek hidup masyarakat karena masih banyak industri yang membutuhkan solusi keuangan yang tidak mungkin bila kita sendiri yang terjun langsung ke sana.”

Rencana lainnya, seiring mengikuti perkembangan teknologi adalah mulai mempelajari penerapan teknologi blockchain. Di Indonesia, teknologi ini masih dalam tahap adaptasi dan belum banyak contoh kasus yang bisa dikatakan sukses.

Namun secara tren global, teknologi blockchain telah menunjukkan nilai lebihnya dalam berbagai kasus penggunaan perusahaan, seperti pelacakan sumber, logistik, dan pembayaran lintas batas. Solusi blockchain lebih efisien dan hemat biaya, sekaligus menghemat waktu dan tenaga bagi perusahaan.

“Walaupun begitu, kami terus mengamati tren karena kami tetap ingin menyeimbangkan antara bisnis dan perkembangan teknologi blockchain apabila diterapkan di Indonesia.”

Mengenai rencana perusahaan bersama Mastercard dan Bank Index, Joe menuturkan bahwa saat ini sedang mengajukan izin dari Bank Indonesia untuk menerbitkan kartu debit fisik yang ditenagai Mastercard dan Bank Index sebagai bank penerbit kartu. DigiAsia nantinya sebagai penyedia fitur-fitur yang memberikan nilai tambah bagi pengguna.

Apabila tidak ada aral lintang, kartu debit tersebut nantinya akan dihadirkan untuk masyarakat unbanked namun sudah memanfaatkan berbagai platform digital yang mereka pakai sehari-hari. Ambil contoh, Maxim, yang juga sudah bermitra dengan DigiAsia, dapat membuka kesempatan bagi para pengemudinya -dengan memanfaatkan account linkage– untuk memiliki kartu debit dengan berbagai kemudahan, seperti account management dan transaksi luar negeri.

Sebagai catatan, DigiAsia kini menjadi salah satu pemegang saham (sebesar 3,67%) di Bank Index sejak awal tahun ini. Adapun, startup fintech lainnya Modalku sudah resmi masuk ke bank tersebut sejak April 2022 dengan mencaplok 10% saham. Sementara, Mastercard adalah salah satu pemegang saham di DigiAsia sejak putaran Seri B yang berlangsung pada Maret 2020.

Sebelumnya, Mastercard dan DigiAsia sudah berkolaborasi dengan Bank Rakyat Indonesia untuk menerbitkan kartu kredit virtual dan fisik Merchant on Record (MOR). Kegunaannya untuk memudahkan pengusaha distributor untuk melakukan pembayaran kepada prinsipal dengan cepat tanpa mendisrupsi model bisnis yang telah berjalan. Salah satu pengguna kartu tersebut adalah startup GrosirOne.

“Rencananya kartu debit fisik bersama Bank Index ini akan segera hadir dalam tahun ini, sekarang sedang dalam tahap compliance di Bank Indonesia.”

Rencana IPO

Mengenai perkembangan IPO via SPAC di bursa saham Amerika Serikat, diterangkan lebih jauh bahwa sejauh ini masih sesuai dengan rencana perusahaan. Bila proses lancar, diperkirakan akan resmi melantai sekitar kuartal III/IV tahun ini. “Sekarang prosesnya masih berjalan sesuai pipeline, namun saat ini belum ada sesuatu yang pasti sehingga apapun bisa terjadi,” kata Joe.

Sebelumnya, perusahaan merger dengan perusahaan cangkang StoneBridge Acquisition Corporation (StoneBridge). Transaksi tersebut membawa valuasi pra-IPO (pre-money equity) DigiAsia sebesar $500 juta. Sebelum menandatangani perjanjian merger, DigiAsia menutup investasi $14,5 juta dengan valuasi post-money sebesar $450 juta yang dipimpin Reliance Capital Management (RCM).

Bicara mengenai perkembangan bisnis DigiAsia, disebutkan gross merchandise value (GMV) tahunan yang diproses mencapai $3 juta pada tahun lalu, dengan pertumbuhan CAGR lebih dari 200% secara year-on-year. Adapun berdasarkan gross transaction value (GTV) kontributornya terbesar datang dari solusi BaaS (48%), kemudan B2B2M (46%), dan sisanya dari bisnis lainnya.

Joe menuturkan, tahun ini perusahaan menargetkan dapat cetak laba agar dapat tumbuh berkelanjutan ke depannya. “Struktur bisnis kami sudah efisien dan biaya nurture di B2B ini lebih murah dari B2C, makanya kami yakin tahun ini bisa sudah bisa profit,” tutupnya.

Startup Otomotif UMKM “Bengkel Mania” Peroleh Pendanaan Awal

Startup penyedia solusi untuk bengkel UMKM, Bengkel Mania, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasikan. Sejumlah angel investor dan institusi terlibat dalam pendanaan ini di antaranya Alexander Rusli (Eks Dirut Indosat), Ahmad Zaky Amiruddin Kalla (PT Kalla Kakao Industri), Joseph Lumban Gaol, dan PT Reksa Jasa Adika.

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk ekspansi bisnis dan mengembangkan produk, demi mewujudkan visi perusahaan sebagai one stop solution untuk pelaku UMKM otomotif di Indonesia.

Bengkel Mania didirikan pada November 2021, memiliki tujuan ingin mendigitalkan dan penyedia solusi menyeluruh bagi pelaku bengkel yang berada di skala UMKM, sehingga tercipta inklusi ekonomi bagi pemilik bengkel dan keluarganya.

Startup ini hadir dari masalah dan keresahan yang dirasakan oleh Rizky Jonathan Lumban Gaol sebagai seorang anak pemilik bengkel motor. Seiring berjalannya waktu menjalani bisnis tersebut, ia dan pemilik bengkel lainnya menemukan masalah yang belum ada solusi pastinya.

Padahal, jumlah sepeda motor di Indonesia terus membludak, sekitar 140 juta unit. Makanya, tidak heran kalau kemacetan lalu lintas didominasi oleh kendaraan tersebut. Namun pertumbuhan motor ini tidak diimbangi dengan jumlah bengkel. “Itu kenapa mostly kalau ke bengkel pasti antre,” ucap Rizky kepada DailySocial.id.

Ditambah lagi, saat ini berbagai sektor industri di Indonesia mengalami digitalisasi. Hanya saja perbengkelan ini belum terproses dengan maksimal. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya literasi dan juga perhatian dari pemerintah maupun swasta di sektor tersebut.

“Melalui riset permasalahan yang kami pelajari, kami justru melihat peluang dan potensi market yang sangat besar di industri ini, dan itulah mengapa kami optimistis dengan market ini. Di 2021, melalui data yang kami himpun dari Gaikindo, ada Rp325 triliun nilai perdagangan jasa bengkel dan komponen otomotif di Indonesia.”

Khusus bengkel motor sendiri yang menjadi target sasaran Bengkel Mania, dikatakan jumlah bengkel yang terdata oleh BPS ada 400 ribu dan 95% di antaranya adalah UMKM. Angka tersebut masih tertinggal jauh dengan jumlah sepeda motor sebanyak 140 juta unit.

Sumber: Bengkel Mania

Solusi Bengkel Mania

Adapun latar belakang Bengkel mania berdiri dimulai dengan masalah pertama, yaitu rantai pasok. Bagaimana sulitnya bengkel memenuhi kebutuhan stok bengkel dan mencari barang/suku cadang dengan kualitas baik dan harga kompetitif. Bahkan tak jarang bengkel harus tutup hanya sekadar untuk belanja.

Masalah kedua, soal akses finansial yang terbatas. Permodalan sudah pasti menjadi faktor penting untuk para pelaku usaha. Sayangnya, sulit bagi pemilik bengkel mendapatkan akses pembiayaan yang sifatnya modal kerja atau investasi. Ketiga, soal digitalisasi, dan terakhir, minimnya literasi manajemen pemasaran, pembukuan, dan teknologi bagi para pelaku bisnis bengkel.

“Kalau kita ke warteg atau warung kelontong, sudah banyak pelaku bisnis UMKM yang  menikmati proses digitalisasi, entah sifatnya operasional maupun service. Di bengkel UMKM, adopsi teknologi masih sangat minim. Contoh sederhana, pembayaran cashless di bengkel masih sangat jarang ditemui.”

Sumber: Bengkel Mania

Dari masalah tersebut, Bengkel mania menawarkan tiga solusi utama. Pertama, Etalase Bengkel, solusi rantai pasok bagi pelaku bisnis untuk berbelanja kebutuhan stok bengkelnya lewat aplikasi. Para bos bengkel (sebutan untuk mitra bengkel di Bengkel Mania) dapat memesan barang secara online. Setelah pembayaran, pesanan akan diproses oleh Bengkel Mania. Mereka pun tidak perlu tutup bengkel. Barang atau suku cadang akan dikirim ke alamat bos bengkel menggunakan rekanan logistik perusahaan.

Kedua, Modal Bengkel, yakni fasilitas pinjaman untuk modal kerja bagi para bos bengkel sehingga dapat mempermudah mereka memenuhi kebutuhan bengkelnya. Tenor yang ditawarkan biasanya antara 1-2 minggu dan dapat diperpanjang 3-6 bulan. Perusahaan bekerja sama dengan lembaga keuangan yang berizin dan resmi dari OJK.

Terakhir, Bengkel Ekstra, yakni solusi para bos bengkel untuk melakukan pembukuan sederhana, menyediakan pembayaran dengan QRIS. “Saat ini produk Bengkel Ekstra sedang dikembangkan lebih jauh lagi utamanya untuk menunjang operasional bisnis para bos bengkel.”

Perusahaan mengadopsi model bsisni B2B, menjadi jembatan yang menghubungkan suplai (prinsipal, distributor, grosir, dan vendor) dan demand (bengkel UMKM), yang tertarik masuk ke dalam ekosistem.

Sumber: Bengkel Mania

Terhitung, perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 750 bengkel aktif yang sudah bergabung sejak launching pada Desember 2021. Saat ini, lokasinya masih terpusat di area Jabodetabek. Rizky mengklaim, perusahaan telah membantu menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp7 miliar melalui Modal Bengkel.

“Para bos bengkel sudah merasakaan manfaatnya dari Modal Bengkel ini. Para pengguna kami merupakan bengkel UMKM dan seller suku cadang yang bekerja sama dengan Bengkel Mania.”

Ditargetkan pada tahun depan, perusahaan menargetkan pertumbuhan sepuluh kali lipat dari 2022 untuk kemitraan bengkel UMKM. Tak hanya itu, pengembangan produk dan penyempurnaan fitur Bengkel Ekstra untuk mini ERP dan CRM juga akan segera tersedia. Lalu, masuk ke edukasi dan enabling motor listrik (EV) bagi para pelaku bengkel UMKM.

“Saat ini, kami tengah melakukan penjajakan kerja sama dengan pihak swasta maupun pemerintah terkait kendaraan listrik. Bengkel Mania melihat potensi pasar motor listrik di indonesia dalam waktu 2-3 tahun kedepan sangat besar. Sedangkan, untuk jangka panjang, kami memiliki visi sebagai one stop solution service for MSME automotive industry in Indonesia dalam hal supply chain, financing, kendaraan listrik, carbon emission, dan solusi SDM.” Tutupnya.

Boost Indonesia Perluas Segmen Produk Dagang untuk Merchant

Platform keuangan digital Boost Indonesia (PT Axiata Digital Services Indonesia) memperluas kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk melengkapi produk yang dapat dijual oleh para merchant. Kerja sama yang terbaru bersama TaniHub untuk menyediakan produk hasil tani yang dapat dijual kembali oleh merchant.

Tak hanya itu, menurut CEO Axiata Digital Services Indonesia Joseph Lumban Gaol, merchant Boost kini sudah bisa mengajukan fasilitas kredit dari perusahaan fintech yang sudah digaet oleh perusahaan. Hanya saja, Joseph enggan menyebutkan identitas mitra tersebut.

“Para merchant Boost melalui aplikasi Boost Penjual kami sambungkan kepada lender jika ingin mendapatkan fasilitas pembayaran mundur. Dengan mengisi formulir aplikasi dan memberikan izin agar histori data transaksinya dianalisis oleh lender, maka lender secara instan memberikan persetujuan kredit serta limit yang diizinkan,” terang Joseph kepada DailySocial, Kamis (15/10).

Limit kredit ini dapat dimanfaatkan untuk kerja sama perusahaan dengan TaniHub. Dalam kesepakatan ini, Boost menghubungkan merchant-nya dengan TaniHub melalui fitur Pasar Induk di dalam aplikasi Boost Penjual. Di sana merchant bisa memesan barang ke TaniHub dengan harga grosir.

Jika pengajuan merchant disetujui, maka lender akan membayarkan pembelian merchant kepada TaniHub. Lalu sesuai dengan tenor yang disepakati, merchant akan melakukan pelunasan kepada lender melalui aplikasi Boost Penjual dengan mengisi akun virtual BNI (Saldo Boost) sehingga Boost akan melakukan auto debit dari akun tersebut kepada lender.

“Hal ini sejalan dengan misi Boost untuk memberdayakan pedagang UMKM dengan alat bisnis digital untuk mengakses supplier maupun penyedia layanan keuangan, maka kerja sama ini sangat ideal.”

Secara terpisah, mengutip dari keterangan resmi, CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan menerangkan kolaborasi antara kedua perusahaan akan permudah ambisi TaniHub untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi. Juga, melebarkan akses mitra petani TaniHub Group dalam bidang penyerapan hasil tani, juga akses mechant Boost kepada bahan pangan berkualitas.

TaniHub menjadi pemasok hasil tani dan produk pangan kepada merchant Boost yang terdiri dari usaha kecil, mikro, dan menengah. Dengan dukungan pasokan dari TaniHub, merchant dapat menawarkan produk pangan dan hasil tani melalui aplikasi Boost Penjual. Masyarakat pun akan semakin mudah mengakses dan mendapatkan bahan pangan berkualitas dari petani Indonesia.

Perkembangan Boost Indonesia

Sejak berdiri pada Oktober 2017, Boost Indonesia telah merangkul lebih dari 550 ribu merchant dan 200 ribu di antaranya adalah merchant aktif alias pernah bertransaksi melalui Boost.

Merchant tersebut terbagi menjadi tiga jenis usaha, yakni pedagang pulsa, kelontong, dan kuliner. Persebaran merchant ini masih didominasi di sekitar Jawa, dengan kota-kota seperti Denpasar, Surabaya, Malang, Mojokerto, Gresik, Yogyakarta, Solo, Surakarta, Semarang, Cirebon, Bandung, dan Jabodetabek.

Untuk mendongkrak transaksi produk TaniHub, Joseph menuturkan pihaknya akan melakukan edukasi secara intensif. Ditargetkan setidaknya dalam enam bulan ke depan dapat mencapai 100 ribu merchant yang memanfaatkan layanan ini.

Sebelum diresmikan ke publik, selama dua bulan terakhir Boost sudah mulai uji coba layanan bersama TaniHub untuk merchant terpilih. Nominal transaksi yang tercatat ada di kisaran Rp250 ribu-Rp500 ribu per transaksi. “Karena kami percaya layanan ini sangat menguntungkan dan memudahkan pedagang,” tutup Joseph.

Dalam operasionalnya di Indonesia, Boost memiliki tiga layanan yang menyasar segmen pengguna yang berbeda. Selain Boost Penjual, ada Boost Play yang menyediakan banyak pilihan transaksi pembayaran untuk bertransaksi secara digital dengan konsep gamifikasi; dan Boost Preneur berupa agen yang bertugas mengakuisisi merchant Boost, lalu membimbing agar bisnis merchant terus berkembang.

Ketiganya aplikasi ini dibangun untuk mewujudkan misi perusahaan, yakni membuka akses inklusi finansial sebesar-besarnya di segmen mikro yang menjadi penopang krusial piramida ekonomi Indonesia. Akan tetapi, masih belum tersentuh oleh pendanaan yang memadai.

Application Information Will Show Up Here

Sisternet Hadirkan Pelatihan dan Workshop untuk Perempuan Indonesia

Bertujuan untuk ‘Empowering Woman’ Sisternet, web portal yang dibuat khusus untuk perempuan Indonesia yang telah diluncurkan XL Axiata sejak tahun 2015 lalu, hingga kini telah menghadirkan informasi seputar tren fashion, hobi, teknologi, kecantikan dan kesehatan, hiburan, pengembangan diri hingga parenting. Sisternet diiklaim sebagai Rumah Digital XL Axiata yang mencoba untuk memberikan informasi sekaligus platform digital yang lengkap untuk mengembangkan kemampuan perempuan Indonesia.

“Perempuan sangat berpengaruh di segala sisi baik di kehidupan keluarga, bahkan di lingkup usaha. Perempuan memang memiliki banyak keinginan dan kebutuhan yang lebih dari seorang pria. Mereka juga dinilai memiliki kemampuan multi-tasking. Untuk itulah Sisternet kami hadirkan sebagai Rumah Digital dan sekaligus ‘Asisten Pribadi’ kaum perempuan guna mendukung kegiatan sehari-hari,” kata Chief Digital Services Officer XL Axiata Joseph Lumban Gaol.

Dengan visi menggerakan ekonomi digital Indonesia, Sisternet menyasar kalangan perempuan muda usia 21-35 tahun, berpendidikan dan memiliki potensi ekonomi, memiliki kemampuan finansial serta sudah melek internet dan tech savvy.

Dari sisi kemampuan ekonomi, mereka termasuk dalam berbagai macam kategori, memiliki cukup waktu dan terus ingin belajar sehingga dapat memberikan manfaat antar perempuan Indonesia. Selanjutnya Sisternet akan diarahkan menjadi crowdsourcing dan sharing economy platform berbasis digital.

Mengadakan pelatihan, kompetisi dan quiz

Awal tahun 2017 ini, Sisternet memberikan beberapa pelatihan dan kompetisi yang bisa diikuti oleh perempuan Indonesia. Diantaranya adalah Sisternet Academy berupa workshop bersama mitra brand besar untuk memberdayakan para “sister” atau sebutan khusus untuk anggota Sisternet. Workshop yang sudah disiapkan meliputi fotografi, memasak, kecantikan, serta pengembangan diri. Para pembicara dan mentor workshop adalah sejumlah nama besar di bidangnya.

“Sebagai Rumah Digital, Sisternet menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan kaum perempuan. Selain itu, juga menjadi tempat yang bisa meng-empower agar hobi atau minat mereka atas sesuatu hal bisa menghasilkan uang melalui Digital Economy,” kata Joseph.

Penawaran lainnya yang dihadirkan oleh XL untuk perempuan Indonesia adalah berupa kartu SIM yang dilengkapi dengan kuota data, khusus untuk perempuan yang berperan aktif dalam pendidikan. Hal ini sejalan dengan program Sisternet sebagai Rumah Digital bagi perempuan Indonesia.

Dengan konsep seperti itu, diharapkan Sisternet bisa menjadi sarana bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. Untuk saat ini agenda kegiatan Sisternet masih lebih banyak dilancarkan di Jakarta. Secara bertahap akan dikembangkan ke kota-kota di daerah lain.

Application Information Will Show Up Here

XL Gandeng Pengembang Lokal untuk Kembangkan Aplikasi IoT

Penetrasi inovasi Internet of Thing (IoT) di Indonesia mulai tumbuh. Setelah banyak inisiatif IoT bermunculan di tanah air, salah satu operator telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (XL)  juga mencoba mengembangkan produk IoT untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Untuk menghadirkan produk yang inovatif dan sesuai dengan permintaan pasar XL pun merangkul para pengembang lokal melalui kompetisi yang digelar berkat kerja sama XL dengan Dicoding.

Chied Digital Service Officer XL Joseph Lumban Gaol dalam rilisnya mengungkapkan bahwa ia melihat dengan menggandeng para pengembang lokal adalah pilihan terbaik untuk terus mengembangkan layanan IoT. Menurutnya Indonesia memiliki banyak bakat yang bisa menciptakan solusi-solusi digital. Karena itulah XL hadir untuk berkolaborasi untuk meningkatkan produktivitas mereka.

Saat ini menurut Joseph, XL telah memiliki platform IoT yang diberi nama Agnosthing. Sebuah platform pengembangan layanan telekomunikasi yang mencakup layanan pengelolaan perangkat, pengelolaan aplikasi baik itu aplikasi mobile maupun aplikasi web, pengelolaan konektifitas Data Package atau SMS. Selain itu platform ini juga bisa dikembangkan sebagai solusi Solution as a Service (SaaS).

Untuk mengembangkan inisiatif IoT XL bekerja sama dengan Dicoding menggelar kompetisi “Agnosthings IoT Developer Challenge” dengan target untuk menghasilkan lebih dari 100 aplikasi untuk Agnisthings dalam berbagai variasi solusi, terutama yang bisa diterapkan pada layanan Smart City, Smart Home dan Creative City.

Co-Founder Dicoding Narenda Wicaksono  menggungkapkan, “Kami mengapresiasi kerja sama yang terjalin dengan XL Axiata untuk mendorong para developers dan makers di tanah air mengembangkan solusi-solusi IoT yang dapat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.”

Tahun ini kompetisi akan dilaksanakan dua kali. Acara pertama sudah berlangsung di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya beberapa waktu lalu. Pada gelaran pertama kompetisi diikuti tak kurang dari 250 pengembang. Selain kompetisi dalam kesempatan tersebut juga berlangsung coaching clinic tentang platform Agnosthings.

Berbagai solusi yang tercipta dalam kompetisi tersebut, untuk tema Smart Home antara lain berupa remote control untuk lampu, perangkat elektronik, kompor gas, tendon air, dan alat-alat rumah yang membutuhkan kecermatan dalam pemakaiannya. Lalu ada juga solusi inovatif berupa perangkat otomatis untuk lampu dan AC, yang ketika pemilik rumah sudah dekat lampu dan AC bisa menyala sendiri. Solusi menarik lainnya berupa aplikasi untuk menjaga bayi. Aplikasi ini memiliki fitur yang bisa memonitor kondisi bayi, termasuk juga mengatur suhu ruangan yang nyaman untuk si bayi, dan juga bisa mendeteksi suara bayi yang menangis.

Selanjutnya bersama dengan BEKRAF dan Dicoding, XL akan menyelenggarakan event ke dua di akhir tahun 2016 ini.  Pada kompetisi tersebut, XL memberikan tantangan kepada peserta untuk membuat solusi aplikasi digital berbasis mobile atau web dengan dua tema, yaitu Smart Home dan Smart Power. Mereka pun harus membuat konstruksi solusi yang diciptakan, mulai dari problem statement yang mendasari penciptaan solusi, desain inovasi, model solusi yang akan dibangun pada Agnosthings, hingga rencana fase pengembangan.