Bareksa Officially Launches “BaTaRA” Robo Advisor Licensed by OJK

Bareksa, a mutual fund investment marketplace platform, officially launches BaTaRA robo advisor (Bareksa Tactical Robo Advisor) after obtaining an “Investment Advisor” license from OJK dated April 21, 2021. The trial has been conducted for nine months, since August 2020, attended by 1000 customers .

In an official statement, Robo Advisor Bareksa provides guidance and tactical assistance for investors based on algorithms and artificial intelligence features. This is combined with the investment strategy formulated by Bareksa’s team of analysts with expertise in the subject.

“We are very grateful and appreciate the support of OJK to grant permission for the first investment advisor to robo advisors in Indonesia. God willing, we will protect this mandate as well, therefore, Bareksa’s Robo Advisor will likely to be safe, more reliable, independent, and can provide maximum investment results to the wider community,” Bareksa’s Co-Founder & CEO, Karaniya Dharmasaputra said, Monday (5/24).

During the trial, Bareksa’s analyst team keep testing the real performance and compare it to other robo advisors. It is said that the investment returns based on BaTaRA’s recommendations are more optimal, and can even outperform the Jakarta Composite Index (IHSG).

He ensured that BaTaRA was fully independent and in favor of customers’ interests. The methodology applied is made transparent, independent, and regularly reported to OJK as required by existing regulations. “We ensure that the investment recommendation from Bareksa’s Robo Advisor is not based on any promotional and marketing interests.”

BaTaRA recommendations are personalized based on the customer’s risk profile, formulating investment strategies and recommendations not only statically based on a risk profile, but also providing recommendations on the allocation of mutual funds needed to maximize investment returns.

The recommendations are made dynamic, not static, by incorporating parameters of changing capital market conditions and macroeconomic conditions. In addition, to mitigate risk and maximize investment returns, the recommended products are made very selective, only selected mutual funds from the best 15 investment managers.

In separate interview with DailySocial, Karaniya said that the robo advisor was created due to the rapid growth of retail investors during the pandemic. “Most of them are new investors with zero experience and in need of guidance. Since the numbers is large, it was impossible to use the manual method.  It requires a robo to guide their investment to optimize their investment returns.”

Bareksa currently has 1.8 million customers, selling more than 120 mutual fund products from 33 investment managers in Indonesia.

“We expect Bareksa’s Robo Advisor can provde investors with safer services and maximum investment returns. Customers can also have easy access to Investment Advisory services, which considered quite expensive for most people.”

Aside from Bareksa’s Robo Advisor, there is also Bibit which put robo advisor as its main proposition in capturing new customers.

OJK also stipulates Investment Advisors and Investment Managers as regulated in Law Number 8 of 1995 Concerning Capital Markets (Capital Market Law). In its derivative regulations, a requirement to be fulfilled as an Investment Advisor is to have an employee with an individual license to represent the Investment Manager. Investment Manager representative licensing is regulated in POJK Number 31 of 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Resmikan Robo Advisor “BaTaRA”, Berlisensi dari OJK

Bareksa, platform marketplace investasi reksa dana, meresmikan kehadiran robo advisor BaTaRA (Bareksa Tactical Robo Advisor) kepada publik setelah memperoleh lisensi “Penasihat Investasi” dari OJK tertanggal 21 April 2021. Uji coba telah dilakukan selama sembilan bulan, sejak Agustus 2020 yang diikuti 1000 nasabah.

Dalam keterangan resmi, Robo Advisor Bareksa memberikan panduan dan pendampingan taktikal bagi investor berdasarkan algoritma dan fitur kecerdasan buatan. Lalu dikombinasikan dengan strategi investasi yang dirumuskan oleh tim analis Bareksa yang memiliki pengalaman panjang di area tersebut.

“Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi dukungan OJK yang telah memberikan izin penasihat investasi pertama bagi robo advisor di Indonesia. Insya Allah, amanah ini akan kami jaga sebaik-baiknya sehingga Robo Advisor Bareksa menjadi robo advisor yang lebih aman, terpercaya, independen, dan dapat memberikan hasil investasi yang maksimal bagi masyarakat luas,” tutur Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra, Senin (24/5).

Selama masa uji coba, tim analis Bareksa terus melakukan uji performa secara riil dan membandingkannya dengan performa robo advisor lain. Diklaim imbal hasil investasi berdasarkan rekomendasi BaTaRA lebih maksimal, bahkan dapat mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Ia memastikan, BaTaRA sepenuhnya bergerak secara independen dan berpihak pada kepentingan nasabah. Metodologi yang diterapkan dibuat transparan, independen, dan secara berkala dilaporkan ke OJK sebagaimana disyarakatkan regulasi yang ada. “Kami pastikan bahwa rekomendasi investasi dari Robo Advisor Bareksa tidak didasarkan pada kepentingan promo dan pemasaran apa pun.”

Rekomendasi BaTaRA dipersonalisasi berdasarkan profil risiko nasabah, merumuskan strategi dan rekomendasi investasi tidak secara statis berdasarkan profil risiko, namun juga memberikan rekomendasi tentang alokasi reksa dana yang diperlukan untuk memaksimalkan hasil investasi.

Rekomendasi BaTaRA dibuat dinamis, tidak statis, dengan memasukkan parameter perubahan kondisi pasar modal dan ekonomi makro. Selain itu, untuk memitigasi risiko dan memaksimalkan hasil investasi, produk yang direkomendasikan dibuat sangat selektif, hanya reksadana pilihan dari 15 Manajer Investasi terbaik.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Karaniya menuturkan robo advisor hadir karena salah satu pemicunya adalah bertumbuh pesatnya investor ritel selama pandemi. “Sebagian besar merupakan investor baru yang belum berpengalaman dan membutuhkan guidance. Karena jumlahnya sudah sedemikian besar, ini tidak mungkin dilayani secara manual. Perlu ada robo yang memandu investasi mereka untuk mengoptimalkan hasil investasi mereka.”

Saat ini Bareksa memiliki 1,8 juta nasabah, menjual lebih dari 120 produk reksa dana dari 33 manajer investasi di Indonesia.

“Kami berharap, dengan kehadiran Robo Advisor Bareksa, investor bisa mendapatkan layanan yang lebih aman dan menikmati hasil investasi yang lebih maksimal. Kini nasabah juga dapat memiliki akses yang mudah terhadap layanan Penasihat Investasi yang saat ini masih cukup mahal bagi sebagian besar masyarakat.”

Tak hanya Bareksa yang mengembangkan robo advisor sebagai fitur tambahan kepada penggunanya, ada juga Bibit yang menjadikannya sebagai proposisi utama dalam menangkap nasabah baru.

OJK sendiri menetapkan Penasihat Investasi dan Manajer Investasi diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal). Dalam aturan turunannya, dipersyaratkan salah satu izin yang harus dipenuhi sebagai Penasihat Investasi adalah memiliki pegawai yang memiliki izin perorangan sebagai wakil Manajer Investasi. Perizinan wakil Manajer Investasi diatur dalam POJK Nomor 31 Tahun 2018.

Application Information Will Show Up Here

OVO Gandeng Bareksa dan Manulife Luncurkan Fitur Investasi

Platform pembayaran dan dompet digital OVO hari ini (26/1) meluncurkan fitur terbarunya “Invest” bekerja sama dengan Bareksa dan Manulife. Reksa dana pasar uang menjadi produk pertama dari sinergi ini, menargetkan kaum milennials yang baru mulai menjajaki dunia investasi.

Presiden Direktur OVO sekaligus Co-Founder/CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, “Peluncuran fitur Invest adalah bagian dari komitmen kami untuk membuka akses yang terjangkau, terpercaya, dan nyaman dalam pengelolaan investasi, khususnya bagi investor pemula. Produk yang kami sediakan secara eksklusif di platform OVO adalah reksa dana pasar uang Manulife OVO Bareksa Likuid (MOBLI) yang dikelola oleh Manulife Aset Manajemen Indonesia, salah satu perusahaan manajemen investasi terbesar di dunia.”

Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia saat ini mencapai 76,2 persen. Sementara tingkat literasi keuangan menunjukkan angka yang masih rendah yaitu sebesar 38,0 persen dengan hanya 1,7 persen yang masuk ke area pasar modal. Untuk menjawab tantangan dan permasalahan tersebut, OVO didukung Bareksa sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) menciptakan terobosan baru dengan melakukan integrasi e-money dan e-investment.

Sebelum ini, beberapa platform investasi juga lakukan integrasi dengan berbagai layanan digital konsumer. Misalnya yang dilakukan Pluang dengan masuk ke ekosistem Dana dan Gojek. Bahkan saking tingginya minat pasar terhadap investasi reksa dana, Bukalapak juga telah membentuk unit usaha tersendiri yang fokus ke segmen tersebut.

“Sebagaimana halnya kita lihat pada integrasi Alipay dan Yu’e Bao di China, yang telah mencatatkan sukses besar dalam mengenalkan investasi reksa dana secara masif di kalangan milenial. Dalam mengembangkan terobosan ini, kami telah berkonsultasi dengan Bank Indonesia (BI) dan OJK. Untuk itu, kami berterima kasih atas dukungan BI dan OJK yang pro-inovasi dan visioner dalam pemanfaatan tekfin bagi peningkatan inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan kita,” jelas Karaniya.

Reksa dana pasar uang MOBLI tersedia secara eksklusif di aplikasi OVO. Para pengguna yang sudah memperbarui layanan akan menemukan fitur “Invest” di halaman utama OVO. Setelah masuk ke dalam fitur “Invest”, pengguna hanya perlu mengisi profil resiko serta menunggu proses verifikasi dan bisa langsung mematok nominal yang ingin di-invest mulai dari Rp10 ribu.

Selain menawarkan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi [belanja, membayar tagihan, dll] dan berinvestasi dalam satu platform, keunggulan lainnya adalah proses pencairan instan, yang memungkinkan investor dapat mencairkan investasi mereka langsung ke saldo OVO Cash.

Salah satu Financial coach yang ikut hadir dalam acara peluncuran OVO “Invest”, Philip Mulyana turut menyatakan bahwa investasi reksa dana juga dapat menjadi salah satu opsi tabungan dana darurat yang baik untuk investor pemula. Pertimbangannya adalah reksa dana pasar uang merupakan salah satu instrumen investasi yang paling aman namun memberikan retur yang lumayan.

Application Information Will Show Up Here

Karaniya Dharmasaputra: Kekuatan Digital dalam Demokratisasi Akses Investasi untuk Semua

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Karaniya Dharmasaputra adalah Co-Founder dan CEO dari Bareksa, pasar reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia. Saat ini, beliau juga menjabat sebagai President of OVO, salah satu platform pembayaran yang telah diterima baik di toko retail O2O maupun platform e-commerce.

Sebelum memasuki industri financial technology, Karaniya pernah menduduki berbagai posisi di perusahaan media ternama. Beberapa di antaranya adalah KOMPAS TV, KapanLagi Youniverse. Liputan6.com, The Jakarta Post, VIVA, dan TEMPO.

Dedikasinya pada jurnalisme telah memberinya gelar Master dalam Kebijakan Publik melalui program beasiswa Fullbright di Universitas George Washington, Washington DC, Amerika Serikat. Di sinilah dia memiliki pengalaman yang membuka mata dengan industri digital. Dia percaya kekuatan digital bisa mendemokratisasi akses bagi semua.

Tim DailySocial melakukan diskusi yang cukup mendalam dengannya, dan berikut pemaparannya.

Saat ini, Anda menjabat sebagai Co-founder dan CEO dari Bareksa, juga sebagai Presiden OVO. Bagaimana tantangan yang dihadapi selama mengemban dua posisi?

Saat ini, saya merasa hidup saya disetir oleh kalender, hal ini layaknya kompetisi yang terjadi dalam jadwal saya. Tidak ingin terdengar terlalu sibuk, tapi memang ini merupakan bagian dari pekerjaan. Untungnya, Ovo dan Bareksa memiliki visi yang sejalan dan juga sinergi yang cukup kuat. Oleh karena itu, bisnis ini tidak sepenuhnya terpisah dan kami pun banyak bersinggungan sepanjang perjalanan bisnis. Tahun lalu, Ovo turut berinvestasi di Bareksa dan sejak saat itu, sinergi kami semakin kuat. Baru-baru ini, OVO juga berekspansi ke layanan keuangan dan investasi, dan masih akan ada lebih banyak lagi.

Media gathering OVO 2020
Media gathering OVO 2020

Bagaimana awal mula perjalanan bisnis Anda? Dari perusahaan media hingga teknologi finansial

Sejak SMP, saya memiliki hobi yang cukup berbeda, membaca berita dari koran harian, majalah, dan televisi. Impian saya waktu itu adalah menjadi seorang arsitek atau jurnalis. Saya akhirnya diterima di jurusan komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Beberapa waktu saya menyempatkan untuk hadir dalam gerakan aktivis, hanya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih kritis sebagai mahasiswa.

Saya memulai karir sebagai desainer grafis dan ilustrator. Pada saat yang sama, saya juga menaruh minat pada urusan publik. Tidak bermaksud terlihat sebagai orang yang sangat idealis, tetapi saya selalu berpikir bahwa hidup tidak hanya tentang menghasilkan uang. Memiliki nilai tambah dalam hidup, menimba pengalaman, serta menjadi berguna untuk orang lain juga patut diperjuangkan. Pengalaman pertama saya di perusahaan media adalah ketika saya wawancara dengan Tempo dan menjadi jurnalis bidang politik dan bisnis.

Perjalanan lain dimulai ketika Kedutaan Besar AS menawarkan saya beasiswa Fullbright. Saya tidak pernah terpikir untuk melanjutkan studi, hingga pada akhirnya bisa menyelesaikan gelar master dalam kebijakan publik dari Universitas George Washington. Ini menjadi titik balik hidup saya.

Jika bisa dikategorikan, ada tiga gelombang digital yang terjadi di Indonesia. Pertama, menghantam industri media kita. Lalu, kebangkitan e-commerce. Terakhir, terjadi pada teknologi keuangan. Saya dikirim ke AS pada tahun 2004, gelombang pertama sudah mulai merebak di industri media. Saat itu, belum ada jurnalisme multimedia.

Pengalaman digital pertama saya di AS cukup mencengangkan. Saya tidak berasal dari keluarga bangsawan, beasiswa saya pas-pasan untuk menutupi pengeluaran saya dengan seorang istri dan tiga anak. Setiap hari, saya menonton berita, dan sangat kagum dengan bagaimana dunia digital bisa berubah dan menghilangkan batasan apapun pada media konvensional.

Suatu hari, saya melihat sebuah skandal diceritakan dengan cara yang sangat komprehensif dimana Anda bisa menggali sedalam-dalamnya menggunakan multimedia dan hyperlink. Semuanya terhubung dan sangat interaktif. Inilah kekuatan nyata dunia digital. Belum lagi peran e-bay dan amazon yang sangat membantu saya menghemat uang. Semua adalah pengalaman yang membuka mata saya. Lalu, saya putuskan untuk terjun ke dunia digital.

Kembali ke Indonesia, semuanya berbeda lagi. Saya merekomendasikan solusi digital untuk perusahaan saya saat itu, tetapi mereka menolak tawaran yang meminta saya untuk lebih fokus pada bisnis inti saja. Saat itulah saya menyadari bahwa inilah saatnya untuk mulai membangun bisnis digital. Saya mencari investor dan membuat Viva.co.id. Kami fokus mendidik masyarakat Indonesia dengan layanan digital, e-commerce, dan lain-lain. Saat itu, Bukalapak dan Tokopedia mungkin masih dalam tahap awal.

Bareksa and Ovo's synergy / Bareksa
Co-founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra bersama CEO Ovo Jason Thompson dalam peluncuran sinergi perusahaan / Bareksa

Enam tahun yang lalu, apa yang mendorong Anda untuk membentuk Bareksa dan masuk ke ranah teknologi finansial?

Dari segi akta, Bareksa didirikan pada tahun 2013. Kami memulainya dengan tim yang sangat kecil dalam mengonsep business plan. Platform yang diluncurkan pada 2015 itu lebih seperti ruang informasi dan data. Tahun 2014-2015 lalu, perusahaan teknologi belum diizinkan menjual reksa dana dan produk investasi, kami harus bekerja sama dengan perusahaan sekuritas.

Dalam perjalanan sebagai “orang media”, saya telah meliput beberapa berita bisnis keuangan dan investasi. Saya selalu melihat dunia keuangan [Indonesia] kita sangat elitis. Akses publik tidak tersedia atau cukup sulit. Saya mulai berinvestasi tetapi dengan cara konvensional, hal itu mungkin merupakan pengalaman pengguna yang memakan waktu. Fintech bahkan belum lahir saat itu. Namun, saya sangat percaya dengan gelombang digital yang akan segera tiba di sektor keuangan. Dengan beberapa koneksi di bisnis pembiayaan dan pengalaman membangun perusahaan digital, Bareksa menjadi fintech berlisensi pertama oleh OJK sebagai agen penjualan online pada tahun 2016.

Saya memaparkan masalah dalam industri reksa dana kita, penetrasi yang rendah dalam hal penawaran dan permintaan. Banyak perusahaan pengelola aset lokal yang kesulitan menemukan jalur distribusi karena masih bergantung pada perbankan. Dari segi permintaan, penetrasi cukup rendah. Daripada mengatakan untuk tidak menabung di bank, kami ingin memperkenalkan bahwa ada instrumen investasi lain yang aman dan stabil yang sangat populer di negara lain yang disebut reksa dana. Masalahnya, orang-orang kita belum mengerti dan tidak memiliki akses. Inilah mengapa saya memulai Bareksa.

Dalam situasi sperti ini, banyak startup yang mengalami guncangan hebat bahkan sampai menutup bisnisnya. Bagaimana isu ini berdampak pada industri teknologi finansial?

Berbicara sebagai Presiden OVO, menurut saya pandemi ini menunjukkan bahwa ekonomi digital yang didorong oleh teknologi keuangan akan tumbuh secara eksponensial. Apalagi dengan pergeseran perilaku konsumen ke digital, tidak hanya di e-commerce tapi juga di sektor fintech. Berdasarkan data OVO saja, transaksi di e-commerce melonjak sekitar 110% -120%, pesan-antar makanan 15% -20%. Selain itu, permintaan pinjaman pedagang online meningkat hampir 50%.

Ketika pemerintah mengumumkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional, saya merasa sangat terpukul. Saya pikir, siapa yang mau berinvestasi saat ekonomi sedang turun. Namun, saya menemukan sesuatu yang menarik saat melihat angka-angka itu pergi. Ketika ICI turun 38%, AUM Bareksa hanya turun 12%. Selain itu, jumlah transaksi dan pengguna baru terus meningkat. Hanya dalam waktu 3-4 minggu setelah pengumuman pandemi, kami sudah mencapai rebound. Ini menunjukkan fakta bahwa investasi online yang didorong oleh teknologi keuangan semakin tangguh.

Mengenai tantangan dalam industri ini, apakah ada pengalaman yang bisa Anda bagikan selama menjalani bisnis?

Saya selalu mengagumi anak muda yang gigih, dan berkemauan keras, mereka ada di antara kita, dalam industri teknologi. Tahun pertama hingga ketiga dalam membangun usaha menjadi yang paling menantang. Saya juga frustrasi dalam waktu yang lama, saat-saat seperti ini, penting untuk tidak kehilangan harapan. Selain terkait hal emosional, sangat penting untuk memulai usaha baru dengan menentukan model bisnis yang tepat. Pada akhirnya, kita harus rendah hati untuk melepaskan ego serta membuka peluang kolaborasi.

Anda tercatat sebagai salah satu petinggi asosiasi AFTECH, boleh diceritakan bagaimana peran Anda serta asosiasi dalam kontribusi untuk mengembangkan sektor teknologi finansial di Indonesia?

Fintech merupakan industri yang sarat regulasi dan ekosistem menjadi sangat penting. Sementara, regulasi keuangan kita masih didorong oleh industri keuangan konvensional. Sedangkan regulasi akan mempengaruhi pertumbuhan industri fintech. Oleh karena itu, menurut kami penting untuk membentuk asosiasi ini agar dapat melakukan aksi kolektif untuk bekerjasama dengan pemerintah. Dengan demikian, kita dapat memiliki ekosistem keuangan yang kompatibel untuk permintaan teknologi keuangan kita.

Courtesy by Bareksa
Dokumentasi oleh Bareksa

Apa yang menjadi ambisi terbesar Anda saat ini? Pernahkah terfikir untuk memulai sesuatu yang baru dalam situasi WFH ini?

Untuk saat ini, bejana saya cukup penuh dengan OVO dan Bareksa. Masih banyak yang ada di pipeline kita. Lagipula, kami sedang berada di tengah integrasi. Masih banyak ruang untuk sinergi. Jika ada kesempatan, saya sangat berharap untuk mewujudkan sinergi segitiga besi versi Indonesia di industri teknologi kita.

Bagaimana perspektif Anda terkait era “new normal” serta pengaruhnya pada keseluruhan ekosistem?

Sebenarnya polanya sudah mulai terlihat. Akan ada banyak sektor yang sangat mengandalkan teknologi digital. Saya melihat adopsi digital telah menjadi faktor kunci, tidak hanya untuk bertahan tetapi juga untuk berkembang. Saya pikir inilah mengapa saya sangat bersemangat bekerja di industri digital. Saya melihat kekuatan besar dalam digital yang dapat berguna bagi pemerintah untuk mendemokrasikan ekonomi kita. Saat ini UKM dapat memiliki kesempatan yang sama untuk memasarkan produknya bersama dengan pemain besar lainnya. Mereka bisa bersaing di level yang sama. Ini adalah transformasi yang luar biasa. Bagaimana perusahaan digital memberikan akses yang setara untuk semua orang, tidak hanya para pemain besar. Saya pikir itulah inti dari digitalisasi.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Karaniya Dharmasaputra: The Power of Digital to Democratize Investment Access for All

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

Karaniya Dharmasaputra is the Co-Founder and CEO of Bareksa, the first integrated online mutual fund marketplace in Indonesia. Currently, he also serves as the President of OVO, one of the payment platforms that already accepted in both the O2O retail store and e-commerce platforms.

Before entering the financial technology industry, Karaniya had held various positions in well-known media companies. Some of those are KOMPAS TV, KapanLagi Youniverse. Liputan6.com, The Jakarta Post, VIVA, and TEMPO.

His dedication to journalism has granted him a Master’s degree in Public Policy through a Fullbright scholarship program at George Washington University, Washington DC, United States. This is where he had an eye-opening experience with the digital industry. He believes the digital power to democratize access for all.

DailySocial team had quite an insightful discussion with him, and here is to begin with.

You are currently serving as the Co-founder and CEO of Bareksa, also the President of OVO. How challenging it is to manage more than one position?

Nowadays, I feel like my life is governed by my calendar, it’s like a competition going on in my schedule. Not to sound so busy, but it is still part of the job. Fortunately, Ovo and Bareksa share some similar objectives and we have quite a strong synergy. Therefore, it is not a fully separated business and we’ve crossed some path along the way. Last year, Ovo has invested in Bareksa and since then, our synergy is getting stronger. Recently, OVO also expands to financial services and investment, and probably more to go.

Ovo's media gathering 2020
Ovo’s media gathering 2020

How did the story begin? From media companies to financial technology

Since I was in junior high, I had quite an odd hobby to read news from daily newspapers, magazines, and television. I used to have a dream to be either an architect or a journalist. I finally accepted to study a communication major in Gadjah Mada University (UGM). Sometimes I would go to some kind of activist movement, just to get more critical experience as a college student.

I started my career as a graphic designer and illustrator. At the same time, I also enjoy public affairs. Not to sound very idealist, but I always thought living is not only about making money. Have some added value in life, experience, be more practical for other people too. My first attempt in a media company is when I had an interview with Tempo and become a journalist in politics and business.

Another journey started when the US Embassy offers me a Fullbright scholarship. I wasn’t thinking to continue my study, hence I finished my master’s degree in public policy from George Washington University. That is the turning point of my life.

If I have to divide, there are three degrees of digital waves in Indonesia. First, it hit our media industry. Then, the rise of e-commerce. Finally, it comes to the financial technology. I was sent off to the US in 2004, the first wave is about to arrive in the media industry. Back then, there wasn’t any multimedia journalism.

My first digital experience in the US was quite astonishing. I didn’t come from a silver spoon family, my scholarship barely covered my expenses with a wife and three children. Every day, I watch the news, and really amazed at how the digital world can change and get rid of any limitation in the conventional media.

One day I saw a scandal was told in a very comprehensive way where you can dig as deep, using multimedia and hyperlink. Everything is connected and very interactive. This is the real power of the digital world. Not to mention how e-bay and amazon have really helped me saving money. It was an eye-opening experience for me. Then, I decided to make it into the digital world.

Coming back to Indonesia, everything was different again. I offer to create something digital for my current company back then, but they turn down the offer telling me to focus more on the core. It was when I realize that it is time to start my digital venture. I look for investors and created Viva.co.id. We focus on educating Indonesian people with digital service, e-commerce, and stuff. It was when Bukalapak and Tokopedia were probably still on their seed.

Bareksa and Ovo's synergy / Bareksa
Bareksa’s Co-founder, Karaniya Dharmasaputra and Ovo’s CEO, Jason Thompson at the announcement of a synergy / Bareksa

Six years ago, what encourages you to started Bareksa and enter the financial technology sector?

In terms of the deed, Bareksa was founded in 2013. We started with a very small team in conceptualizing the business plan. The platform was launched in 2015, it was more like a space for information and data. Back in 2014-2015, the tech company was not allowed to sell mutual funds and investment products, we have to collaborate with a security company.

In my “media” life, I have covered some financial business and investment news. I always see our [Indonesia] financial world is very elitist. Public access is not available or simply difficult. I was starting to invest but in a conventional way, it was a very long user experience. Fintech wasn’t even born. However, I really believe in the digital wave that will soon arrive in the financial sector. With some connections in the financing business and experience in building a digital company, Bareksa has become the first licensed fintech by OJK as an online selling agent in 2016.

I present the problems in our mutual fund industry, the low penetration in terms of supply and demand. There are many local asset management companies have difficulty with distribution channel as it still depends on banking. In terms of demand, it’s quite shallow. Instead of saying not to save money at the bank, we want to introduce that there is another secure and stable investment instrument that is very popular in other countries called mutual funds. The thing is, our people weren’t quite aware and have no access. This is why I started Bareksa.

In this current state, many startups experiencing great loss even shut down. How do you see this affecting the fintech industry?

Speaking as the President of OVO, I think this pandemic has shown that the digital economy driven by financial technology will grow exponentially. Especially with consumer behavior shifting to digital, not only in e-commerce but also in the fintech sector. Based on OVO’s data alone, transactions in e-commerce jumped around 110%-120%, food delivery 15%-20%. Also, the demand for online merchant lending increased by almost 50%.

When the government announced the Covid-19 pandemic as a national disaster, I was quite devastated. I thought, who wants to invest when the economy going down. However, I found something interesting while watching the numbers going. When the ICI drop 38%, Bareksa’s AUM only drop 12%. Also, the number of transaction and new users keep increasing. Within only 3-4 weeks after the pandemic announcement, we already hit a rebound. It shows the fact that online investment driven by financial technology is getting more resilient.

In terms of hardships, are you willing to share some challenges along the journey?

I always admire young, persistent, and strong-willed people, they exist among us in the tech industry. The first to the third year of building a venture is the most challenging. I, too, was frustrated for a long time, it is important not to lose hope. Other than the emotional barrier, it is very essential to start a new venture by defining the right business model. Eventually, we must be humble to drop our ego and embrace collaboration opportunities.

You’re also a part of the AFTECH association, would you mind sharing what kind of initiative have you and the association do to contribute to the development of the fintech sector in Indonesia?

Fintech is a very regulated industry and the ecosystem is very important. In fact, our financial regulation was still driven by the conventional financial industry. Meanwhile, the regulation will affect the growth of the fintech industry. That is why we think it’s important to form this association so we can take collective action to collaborate with the government.  Thus, we can have a compatible financial ecosystem for our financial technology demand.

Courtesy by Bareksa
Courtesy by Bareksa

What is your current biggest ambition? Have you thought of something new to do during the WFH situation?

For now, my plate is quite full with OVO and Bareksa. There are still many in our pipelines. Also, we’re in the middle of an integration. There’s also still much space for synergy. Otherwise, I really hope to realize Indonesia’s version of China’s iron triangle in our tech industry.

Do you have anything to say regarding the “new normal” era and how it would affect the whole ecosystem?

Actually the pattern has become clearer. There will be many sectors heavily relied on digital technology. I see the digital adoption has become the key factor, not only to survive but also to grow. I think this is why I am very passionate about working in the digital industry. I see great power in digital that could be of use for the government to democratize our economy.  Nowadays, SMEs can have an equal opportunity to market their products along with other big players. They can compete at the same level of playing field. It is such a great transformation. How digital companies provide equal access for everyone, not only the big players. I think that is the essence of digitization.

Bareksa Uji Coba Fitur “Robo Advisor”, Perbarui Tampilan Aplikasi

Salah satu startup pionir e-investasi Bareksa mengumumkan pembaruan logo dan tampilan aplikasi baru, serta penambahan fitur dalam platformnya. Kini nasabah bisa berinvestasi reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN), emas, dan tabungan reksa dana syariah untuk umrah.

Selain itu, Bareksa juga mengakui sedang dalam tahap beta testing layanan BATARA (BAreksa TActical Robo Advisor) bagi 1000 nasabah pendaftar pertama mereka.

Sejak mendapat lisensi resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan(OJK) di awal tahun 2016, Bareksa terus mencatat pertumbuhan signifikan. Per akhir Juli 2020, total akun investor Bareksa mencapai 1,1 juta di mana jumlah SID (Single Investor Identity) melonjak 590% dibanding April 2018. Pertumbuhan ini diklaim jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan investor di seluruh industri reksa dana sebesar 490%.

Pada periode yang sama, dana masyarakat yang telah diinvestasikan di platform Bareksa pun melonjak hampir delapan kali lipat menjadi Rp8 triliun. Sementara itu dana kelolaan (Asset Under Management, AUM) Bareksa menanjak empat kali lipat sementara AUM keseluruhan industri reksa dana merosot -1%.

BAREKSA GRAFIK

Karaniya Dharmasaputra selaku Co-founder & CEO Bareksa turut mengemukakan hal menarik, ketika wabah Covid-19 yang memukul ekonomi global, jumlah investor semakin meningkat hingga 57 persen. Hal ini membuktikan bahwa peranan teknologi finansial akan menjadi semakin penting dalam memasuki tatanan baru setelah pandemi.

“Dengan memanfaatkan kekuatan tekfin, Bareksa akan terus mendorong demokratisasi dunia keuangan kita supaya tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir orang, tapi membawa manfaat bagi masyarakat luas, dan memerdekakan secara finansial,” ujarnya di acara BareksaLevelUp yang bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan RI ke-75.

Fitur Robo Advisor

Salah satu yang juga disorot dalam sesi relaunch Bareksa ini adalah fitur terbaru yang sedang dalam uji coba yaitu robo advisor. BATARA adalah alat berbasis kecerdasan buatan yang dikombinasikan dengan kebijakan manusia untuk memberikan pendampingan taktis bagi investor dalam mengatur portofolio dan taktik investasi mereka.

“Kami sedang terus berkonsultasi dengan OJK agar BATARA bisa menjadi robo advisor yang memiliki kesesuaian dengan regulasi, terpercaya, kredibel, jujur, transparan, dan tidak malah menjadi alat marketing,” jelas Karaniya.

Seperti diketahui, pemanfaatan teknologi robo advisor sendiri konsepnya adalah untuk menggantikan posisi penasihat finansial yang diklaim memakan biaya besar. Teknologi ini menawarkan solusi sama dengan biaya yang lebih kecil. Namun, belum ada informasi spesifik mengenai ketentuan dalam penggunaan fitur robo advisor Bareksa ini..

“Untuk itu di tahap ini kami melakukan uji beta dulu untuk menjaring masukan dari nasabah secara terbatas, sebelum nanti kami rilis untuk publik,” tambahnya.

Beberapa pemain yang juga sudah mulai mengembangkan fitur robo advisor ini adalah Ajaib dan Halofina.

Application Information Will Show Up Here

Ovo Confirms Series B Investment to Bareksa Last Year

Bareksa mutual fund startup confirmed, Ovo becomes the sole investor in its Series B funding with an undisclosed amount. The round is said to be closed by the end of last year.

“Ovo is the sole investor for Bareksa in the Series B funding. The round was closed at the end of last year. We’re now focusing on synergy,” Bareksa’s Co-founder & CEO Karaniya Dharmasaputra told Dailysocial amidst the event of Ovo & Pegadaian collaboration announcement. (Wed 1/8)

On the same occasion, he emphasized on Ovo is yet to own Bareksa’s major shares. Post the corporate action, Dharmasaputra has elected as Ovo’s President Director through an announcement last September.

Since its debut five years ago, Bareksa only held external fundraising twice with only local players involved.

One of the to-do-list synergies with Ovo is to implant mutual fund products on Ovo’s platform, also to have it as a payment option on Bareksa. Dharmasaputra ensured the product development will soon to be announced.

Aside from that, Bareksa is to add up new innovation outside mutual funds, including online gold purchasing with some partners and entering the secondary market for ORI products. The ORI agents are to support the government with easy access for investment in stock market.

“We’re also developing robo advisor and re-framing the app. It is to be announced altogether around March or April 2020.”

Regarding the sale of corporate obligation, he explained that it’s yet to roll because they have to be registered first as a non-stock corporation. Previously, Bareksa has announced a collaboration with FIF to acquire retail investors.

“We can’t do it right now due to regulations are still in discussion with IFA and also not possible, therefore it’s still on progress. We have to apply for a new license as the non-stock corporation.”

Bareksa has claimed to record up to 400% managed funds growth last year. The total public’s fund invested in Bareksa since 2016 has reached Rp5 trillion. Meanwhile, as seen from the AUM per December 2019, it’s almost Rp2 billion. There are hundreds of mutual fund products provided by some investment managers sold through Bareksa.

Performance and partnership with Ovo and Pegadaian

Ovo becomes Pegadaian's new partner, being announced along with other companies / Ovo
Ovo becomes Pegadaian’s new partner, being announced along with other companies / Ovo

Karaniya, who is also the President Director of Ovo, disclosed that the company has been processing a million transactions in real-time last year, with transaction growth at over 70%.

The transaction value increased by 55% and monthly active users increased by over 40% at 11-12 million. From the total Ovo users, 28% of those are underbanked or having limited access to financial products.

In order to increase penetration to the rural area, the company partnered up with Pegadaian. In the early stage, there will be agents in the Pegadaian outlets to help with submission, registration, and Ovo upgrade. Later, it’ll be needed for disbursement from pledge assets, cash in, and cash out.

The soon-to-be product will be the Online Multi payment (MPO). This is a payment service for various kinds of bills, monthly subscriptions, balance top-up, ticket, health insurance, through Pegadaian outlets. The company has 4,148 outlets and 13.4 million customers throughout Indonesia.

“The partnership with Ovo is to increase Pegadaian customers’ access into the growing digital economy ecosystem. Pegadaian needs to make sure equal access to the integrated, safe, comfortable and accountable modern payment system,” Pegadaian’s President Director, Kuswiyoto said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ovo Konfirmasi Investasi Seri B di Bareksa Tahun Lalu

Startup marketplace reksa dana Bareksa mengungkapkan, Ovo adalah investor tunggal yang masuk dalam putaran Seri B dengan nilai dirahasiakan. Putaran ini disebutkan telah ditutup pada akhir tahun lalu.

“Ovo adalah investor tunggal di Bareksa untuk pendanaan Seri B. Putaran ini sudah ditutup pada akhir tahun lalu. Sekarang kita fokus sinergi,” terang Co-Founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra kepada DailySocial, disela-sela pengumuman kemitraan Ovo dan Pegadaian, Rabu (8/1).

Di kesempatan yang sama, Karaniya menegaskan Ovo belum menjadi pemilik mayoritas Bareksa. Pasca aksi korporasi ini, Karaniya didapuk sebagai Presiden Direktur Ovo yang diumumkan pada September 2019.

Sejak beroperasi lima tahun lalu, Bareksa baru melakukan dua kali pendanaan eksternal dan seluruh investor yang masuk adalah perusahaan lokal.

Salah satu sinergi yang akan dilakukan Bareksa bersama Ovo adalah menyediakan produk reksa dana ke dalam aplikasi Ovo, juga menghadirkan Ovo sebagai salah satu opsi pembayaran transaksi reksa dana di aplikasi Bareksa. Karaniya memastikan pengembangan produk ini akan diumumkan dalam waktu dekat.

Di samping itu, Bareksa akan menambah inovasi baru di luar penjualan reksa dana, termasuk penjualan emas online dengan menggaet mitra dan merambah pasar sekunder untuk penjualan ORI. Agen penjualan ORI ini sebagai bentuk dukungan ke pemerintah terhadap kemudahan berinvestasi di pasar modal.

“Kami juga sedang develop robo advisor dan memperbarui tampilan aplikasi. Harapannya semua akan kami luncurkan secara bersamaan sekitar Maret atau April tahun ini.”

Terkait penjualan obligasi korporasi, Karaniya menjelaskan langkah belum dilaksanakan perusahaan karena mereka harus mendaftar sebagai perusahaan efek non anggota bursa. Sebelumnya, Bareksa mengumumkan kerja sama dengan FIF untuk menjaring investor dari kalangan ritel.

“Belum bisa kita lakukan karena regulasinya soal itu masih dibicarakan di OJK dan belum memungkinkan, sehingga kami masih diskusi. Kita harus apply izin baru sebagai perusahaan efek non anggota bursa.”

Diklaim Bareksa mencatat pertumbuhan dana kelolaan hingga 400% sepanjang tahun lalu. Total dana masyarakat yg diinvestasikan di Bareksa sejak 2016 berkisar Rp5 triliun. Sementara, bila dilihat dari AUM per Desember 2019 saja, mencapai hampir Rp2 triliun. Terdapat ratusan produk reksa dana yang disediakan puluhan manajer investasi dijual melalui Bareksa.

Kinerja dan kerja sama Ovo dan Pegadaian

Ovo menjadi salah satu mitra baru Pegadaian, bersama perusahaan lainnya yang serentak diumumkan / Ovo
Ovo menjadi salah satu mitra baru Pegadaian, bersama perusahaan lainnya yang serentak diumumkan / Ovo

Karaniya, yang juga Presiden Direktur Ovo, menerangkan sepanjang tahun lalu perusahaan telah memroses satu miliar transaksi secara real time, dengan peningkatan jumlah transaksi lebih dari 70%.

Nilai transaksi mengalami kenaikan hingga 55% dan jumlah pengguna aktif bulanan naik lebih dari 40% dengan angka sekitar 11-12 juta pengguna. Dari seluruh pengguna Ovo, sekitar 28% di antaranya adalah nasabah underbanked alias mereka yang sudah mendapat akses produk finansial tapi masih terbatas.

Dalam meningkatkan penetrasinya ke pelosok Indonesia, perusahaan bekerja sama dengan Pegadaian. Untuk tahap awal, di outlet Pegadaian tersedia agen untuk mempermudah proses pendaftaran, registrasi, dan upgrade Ovo. Nantinya dibutuhkan untuk pencairan (disbursement) dari hasil gadai, cash in, dan cash out.

Kerja sama berikutnya yang segera dikembangkan yaitu Multi Payment Online (MPO). Ini adalah layanan pembayaran berbagai tagihan bulanan, pembelian pulsa, tiket, premi BPJS, melalui outlet Pegadaian. Perseroan sendiri memiliki 4.148 outlet dan 13,4 juta nasabah tersebar di seluruh Indonesia.

“Kerja sama dengan Ovo akan meningkatkan akses nasabah Pegadaian ke dalam ekosistem keuangan digital nasional yang terus berkembang. Pegadaian perlu memastikan pemerataan akses terhadap sistem pembayaran modern yang terintegrasi, aman, nyaman, serta akuntabel,” ucap Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto.

Application Information Will Show Up Here

Ovo Perluas Produk Pembiayaan “DanaTara” untuk Merchant Offline

Ovo meresmikan perluasan penggunaan produk pembiayaan DanaTara untuk merchant offline, setelah diperkenalkan ke publik sejak September 2019. Sebelumnya produk ini tersedia untuk merchant online yang bergabung dalam platform e-commerce seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, dan Bukalapak.

Presiden Direktur Ovo Karaniya Dharmasaputra mengatakan, DanaTara adalah solusi pengembangan usaha, pengelolaan arus kas, dan tambahan modal usaha bagi pelaku UKM di Indonesia. Produk ini memberikan akses pembiayaan sampai Rp500 juta dengan status pengajuan yang diproses dalam 2-5 hari kerja dan tenor sampai 12 bulan.

“Solusi ini mendukung kebutuhan UKM untuk memperoleh pembiayaan modal usaha dengan cara yang jauh lebih mudah dan sederhana,” terang Karaniya dalam keterangan resmi.

Karaniya menjelaskan produk DanaTara akan diarahkan untuk menyasar 450 ribu merchant offline yang telah tergabung dalam ekosistem Ovo. Juga potensi usaha offline lainnya yang belum dijamah perusahaan.

Mengutip dari data BPS, kontribusi UKM terhadap PDB Indonesia mencapai 60%, serta menyerap 97,22% tenaga kerja nasional. Namun, kurang dari 15% dari mereka memiliki akses terhadap produk pembiayaan. Rendahnya penetrasi pembiayaan dipengaruhi oleh keterbatasan akses terhadap layanan keuangan serta literasi keuangan yang belum merata.

Meningkatnya adopsi pembayaran digital menjadi prospek pasar yang sepatutnya dapat menjadi momentum pendorong tumbuhnya UKM nasional. Menurut data Bank Indonesia, transaksi uang elektronik hingga September 2019 meningkat hingga 268%.

“Saat ini Ovo sedang melaksanakan implementasi QRIS sesuai arahan Bank Indonesia dan kami percaya bahwa inovasi sistem pembayaran merupakan langkah awal pemanfaatan teknologi bagi perkembangan UKM.”

Sebagai catatan, DanaTara adalah produk turunan yang dirilis Ovo bersama Taralite. Selain itu, terdapat produk Ovo Talangan Siaga yang merupakan pinjaman jangka pendek khusus untuk mitra pengemudi GrabCar apabila ada keperluan mendadak operasional sehari-harinya.

Nominal pinjamannya mulai dari Rp500 ribu sampai Rp1 juta dengan pilihan tenor 15 atau 30 hari. Biaya keterlambatan per harinya dikenakan Rp2.500.

Application Information Will Show Up Here

Ovo Segera Hadirkan Produk Reksa Dana, Tunjuk CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra Jadi Presdir

Bareksa dan Ovo mengumumkan kolaborasi bisnis terbaru, memungkinkan hadirnya produk reksa dana di dalam aplikasi Ovo. Inisiasi tersebut diharapkan dapat mendongkrak jumlah investor dengan semakin mempermudah akses pembayaran melalui uang elektronik.

Hanya saja, kedua perusahaan masih menunggu restu dari Bank Indonesia dan OJK selaku regulator di masing-masing industri. BI mengarahkan saldo reksa dana akan terpisah dari saldo Ovo, namun itu belum menjadi keputusan final, lantaran inovasi ini adalah pertama kalinya hadir di Indonesia.

Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menerangkan sebelumnya konsep penjualan reksa dana dengan memanfaatkan channel distribusi dari platform e-commerce Bukalapak dan Tokopedia telah terbukti sukses dan bisa dilaksanakan. Dia pun optimis, regulator akan sangat mendukung inisiasi bisnis dari Bareksa dan Ovo.

“Kami sedang minta arahan dari BI dan OJK terkait integrasi bisnis e-investing dan e-money. Ini adalah hal yang baru, namun kita bisa lihat sebelumnya konsep e-commerce dan e-investing berhasil dilakukan dan memberikan hasil yang luar biasa,” terangnya di acara Bareksa-Kontan 3rd Fund Awards 2019, kemarin (18/9).

CEO Ovo Jason Thompson menambahkan, kemitraan dengan kedua perusahaan diharapkan dapat mendorong pendalaman pasar. Alhasil, siapapun dan di manapun bisa berinvestasi reksa dana lewat Ovo. Dari data yang ia kutip, ada 99,7% orang Indonesia yang belum memiliki akun SID.

Pihaknya mendesain ambang minimum investasi yang terjangkau, mudah untuk membeli dan menjualnya, dan imbal hasil yang menarik. “Kami ingin menyelesaikan masalah nyata terjadi di Indonesia dengan cara termudah yang bisa langsung diadopsi oleh konsumen,” terangnya.

Bakal ada panduan dari OJK

Turut hadir dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Investasi OJK Solihin. Ia mengatakan sebenarnya kolaborasi Bareksa sebagai APERD dengan pemain uang elektronik sudah diakomodasi dalam POJK Nomor 23 Tahun 2016. Di dalamnya menyebutkan pembayaran transaksi bisa memakai sistem pembayaran elektronik.

“Namun, yang ini [Bareksa dan Ovo] agak sedikit berbeda karena ada integrasi saldo e-money-nya dengan dana di reksa dana, sehingga butuh kajian dulu. Kita sudah berdiskusi dengan BI, nanti akan kita keluarkan panduan bagaimana seharusnya penempatan produk reksa dana di dalam aplikasinya karena kita harus tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan pemasarannya harus sesuai,” terang Solihin.

Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti menambahkan, baik Bareksa maupun Ovo harus memperhatikan bahwasanya bank sentral telah membuat aturan main dari uang elektronik. Artinya, ketika akan digunakan untuk membeli reksa dana, haruslah konsumennya sudah terdaftar dalam sistem.

Lalu, maksimal dana yang dapat disimpan dalam satu akun adalah Rp10 juta dan transaksi dalam sebulan tidak boleh lebih dari Rp20 juta. Rambu-rambulah ini harus diperhatikan.

Bank sentral juga tidak ingin tutup mata, apabila ke depannya masyarakat makin menikmati penggunaan transaksi lewat uang elektronik untuk menaikkan ambang batas (capping) dari sebelumnya.

“Nanti bisa saja kita evaluasi dari maksimal dana di uang elektronik, tentunya masukan dari masyarakat sangat kami harapkan,” kata Ida.

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor reksa dana melonjak pesat dari sebelumnya stagnan di 350 ribu pada empat tahun lalu. Kini, per 9 Agustus 2019 telah mencapai 1,39 juta. Kenaikan juga didukung oleh meningkatnya dana kelolaan (AUM) naik 98% dari 2015 menjadi Rp538,4 triliun.

Pencapaian dari Bareksa sendiri telah menggaet 1,3 juta investor per Agustus 2019, atau diklaim merepresentasikan 42% investor reksa dana di seluruh Indonesia.

Penggunaan uang elektronik dipercaya akan semakin mendorong jumlah investor reksa dana. Mengacu dari data BI, nilai transaksi pembayaran uang elektronik mencapai Rp47,19 triliun pada tahun lalu. Nilai itu melonjak empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp12,37 triliun.

Karaniya Dharmasaputra ditunjuk jadi Presiden Direktur Ovo

Karaniya Dharmasaputra
Co-Founder CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra yang kini jadi Presdir Ovo

Sejalan dengan kemitraan, Karaniya kini resmi ditunjuk sebagai Presiden Direktur Ovo menggantikan posisi Adrian Suherman yang telah menjabat selama 3 tahun. Sejauh ini belum ada kabar tentang pengganti posisinya sebagai CEO di Bareksa, sehingga bisa dibilang ia kini memegang kendali dua perusahaan sekaligus.

“Kepercayaan ini merupakan sebuah amanah untuk terus membangun Ovo, bukan hanya sebagai pelaku industri fintech terpercaya tapi juga sebagai aset nasional strategis yang akan menjadi mitra pemerintah dan pemangku kepentingan lain, dalam mendorong laju inklusi keuangan serta pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui teknologi digital,” sambut Karaniya.

Pengumuman kolaborasi dengan Ovo ini sebenarnya memperkuat indikasi terjadinya akuisisi yang sudah diisukan sejak beberapa waktu lalu, hanya saja kedua belah pihak masih enggan menanggapinya. Techcrunch bahkan sudah mempublikasi akuisisi Bareksa oleh Ovo pada April 2019 senilai $20 juta (sekitar 281 miliar Rupiah).

Dalam presentasinya Jason menjelaskan, Ovo menerapkan konsep open ecosystem sehingga semua pihak bisa bergabung ke dalamnya. Bareksa menjadi salah satu perusahaan yang melengkapi portofolio Ovo, bersama dengan Tokopedia dan Grab.

Rangkaian bisnis Ovo menyangkut tiga pilar, yakni sistem pembayaran, reward, dan fintech. Dalam bisnis fintech, Ovo telah menyediakan layanan merchant lending, asuransi, big data enabled consumer, dan terintegrasi dengan instrumen manajemen dan investasi.

Di ritel offline, Ovo telah dimanfaatkan oleh 122 juta pengguna dan 500 ribu merchant. Saldo Ovo bisa dipakai untuk berbagai kebutuhan, seperti transfer dana ke antar pengguna, bayar tagihan, dan sebagainya.

Bicara capaian bisnis, tanpa menyebut angka detail, Jason memaparkan pertumbuhan MAU tembus 11,5 kali lipat di Juli 2019 dibandingkan Mei 2018 dan annualized transactions naik 27,8 kali lipat. Dalam kurun waktu yang sama, secara nominal, annualized TPV (Total Payment Volume) naik 18,6 kali lipat, dan SVF (Stored Value Facilities) naik 6,9 kali lipat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here