Biarkan si Kecil Berkreasi Menciptakan Kendaraan Sesuka Hati Dengan Infento

Tantangan terbesar orang tua setelah memperkenalkan keajaiban teknologi mobile pada buah hatinya ialah memastikan aktivitas sehari-hari mereka tetap seimbang. Konten-konten virtual bisa jadi sangat menarik sehingga anak-anak sulit melepaskan gadget. Hal ini menjadi perhatian dua orang inventor bernama Spencer Rotting dan Sander Letema.

Menurut kedua individu ini, menjaga anak-anak tetap penasaran pada lingkungan di sekitarnya serta menyemangati mereka buat bereksperimen adalah tanggung jawab orang tua. Berbekal teknologi modern dan konsep mainan fisik, Rotting dan Letema memperkenalkan Infento, yaitu mainan konstruksi yang mempersilakan si kecil menciptakan kendaraan sesuai imajinasi mereka. Pendekatannya mirip Lego atau Meccano, tetapi skala Infento lebih besar.

Infento 4

Infento adalah kit mainan modular, dirancang untuk anak-anak berusia 6 sampai 14 tahun. Dengannya, mereka bisa menciptakan beragam jenis kendaraan, dari mulai otoped dan sepeda dalam berbagai wujud, hingga ‘gerobak’. Infento juga memberikan kesempatan buat orang tua untuk menghabiskan waktu bersama buah hatinya sembari mengajarkan mereka ilmu konstruksi dasar.

Infento sebetulnya telah diperkenalkan di tahun 2015. Dan kampanye crowdfunding terkini di Kickstarter dimaksudkan untuk mengekspansi pilihan kendaraan. Dari enam kit yang tersedia, anak-anak bisa merakit 32 kendaraan berbeda. Produsen juga telah menyiapkan berbagai mekanisme gerakan dan kendali, misalnya menggunakan setang vertikal buat mengarahkan board, menciptakan skateboard, hingga memperkenankan kita membekalinya dengan motor listrik.

Infento 3

Untuk menjaga keamanan berkendara, tim Infento memanfaatkan sistem ‘Stabilizr’ berbasis tali karet. Sesuai tingkat kelenturannya, karet bisa disesuaikan dengan bobot dari pengendara. Dan seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kita bisa menyematkan motor listrik brushless ePulse di Infento. Motor ini punya dua level kecepatan, bisa melaju di 5-km/jam atau 11-km/jam.

Cara pemakaiannya mirip sepeda motor: putar setang ke belakang untuk maju, atau tekan tombol dan putar ke arah sebaliknya buat mundur. Motor ini ditenagai oleh baterai lithium-ion 4Ah. Posisi baterai bisa diubah-ubah, dan dapat beroperasi selama 60 menit non-stop dengan waktu pengisian cuma dua jam.

Infento 2

Gerbang penjualan Infento sudah dibuka, tapi sayang sekali baru konsumen dari negara-negara tertentu saja yang bisa memesannya. Untuk sebuah mainan keluarga, harganya tergolong masuk akal. Versi Pioneer Kit Infento dijajakan mulai dari US$ 180 di Kickstarter, sudah termasuk sistem Stabilizr dan ‘350 part‘ perakitan berkualitas tinggi.

Melihat potensi Infento, saya sangat berharap tim produsen terpanggil untuk memasarkannya secara lebih luas.

Lemuro Kawinkan Desain ala Itali dan Teknik Presisi ala Jerman dalam Meracik Lensa untuk Smartphone

Pilihan lensa tambahan untuk smartphone ada banyak di pasaran, namun yang masuk kategori premium terbilang sedikit, semisal besutan Olloclip, Moment dan Zeiss. Dari ketiga brand itu, sejatinya cuma satu (Zeiss) yang punya pengalaman panjang di bidang pengembangan teknologi optik.

Namun Olloclip dan Moment sudah membuktikan bahwa startup pun juga bisa menelurkan lensa smartphone premium, dan itu sepertinya yang menjadi inspirasi bagi startup asal Jerman bernama Lemuro. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan lineup lensa smartphone racikannya.

Pendekatan yang diambil Lemuro cukup unik, yakni mengawinkan desain elegan ala Itali dengan teknik pembuatan yang presisi ala Jerman. Hasilnya, lensa buatan Lemuro tak hanya manis di mata, tapi juga diyakini mampu menghasilkan foto yang berkualitas superior.

Lemuro Lens

Total ada empat jenis lensa yang ditawarkan: fisheye 8mm (238°), wide-angle 18mm (110°), macro 10x 25mm, dan tele 60mm (2x zoom) untuk mengambil foto portrait. Keempat lensa berbodi aluminium ini datang bersama casing kulit elegan yang dilengkapi dudukan lensa yang juga berbahan aluminium. Ini penting karena kalau sampai drat untuk memasangkan lensa rusak, sama saja lensanya sia-sia.

Untuk sekarang, kombinasi lensa dan casing ini baru kompatibel dengan iPhone 7, 7 Plus, 8, 8 Plus dan X. Lemuro sudah punya rencana untuk membuatkan versi tersendiri yang kompatibel dengan sejumlah smartphone Android populer, tapi itu baru akan menyusul dalam beberapa bulan mendatang.

Selama masa kampanyenya di Kickstarter masih berlangsung, starter kit Lemuro (case + 1 lensa) bisa dipesan seharga €75. Untuk paket kompletnya yang berisi empat lensa, para backer harus menyiapkan dana sebesar €225.

Sumber: DPReview.

Kickstarter Lengkapi Proyek yang Tergabung dalam Program Mentoring-nya dengan Tanda Pengenal Khusus

Hampir semua gadget yang terdapat di Kickstarter maupun situs crowdfunding lainnya terkesan inovatif. Begitu inovatifnya, terkadang juga sampai terkesan too good to be true. Prototipe yang fungsional belum bisa menjadi jaminan bahwa suatu perangkat bisa berhasil sampai ke tangan konsumen, sebab sejumlah masalah sering kali muncul ketika tiba di tahap manufaktur alias produksi.

Itulah mengapa tahun lalu Kickstarter meluncurkan semacam program mentoring bernama Hardware Studio. Kreator yang tergabung dalam program ini pada dasarnya bisa berkonsultasi dengan para ahli di bidang manufaktur, sehingga pada akhirnya masing-masing bisa benar-benar merealisasikan proyeknya.

Bagi konsumen, kita setidaknya bisa lebih percaya diri ketika memutuskan untuk menjadi backer atas suatu proyek yang kreatornya tergabung dalam program ini. Namun bagaimana cara kita tahu? Kickstarter sudah menyiapkan solusinya.

Kickstarter Hardware Studio Connection Badge

Ke depannya, proyek yang tergabung dalam program Hardware Studio bakal memiliki semacam tanda pengenal khusus. Tanda pengenal ini ada empat varian: Engaged, Ready 1, Ready 2, dan Ready 3, urut berdasarkan kesiapan proyek tersebut perihal proses produksi.

Jadi, kalau kita melihat proyek berlabel Engaged, itu tandanya proyek tersebut sudah diterima dalam program Hardware Studio, dan kreatornya paling tidak sudah punya prototipe proof-of-concept. Ini terus berlanjut sampai ke label Ready 3, yang berarti produk sudah benar-benar dikembangkan sampai selesai, dan kampanye Kickstarter hanya dibutuhkan untuk mendanai tahap produksinya.

Singkat cerita, kalau Anda melihat suatu proyek yang disertai label “Hardware Studio Connection Ready 3”, jangan ragu untuk menjadi backer-nya, sebab kemungkinan produknya gagal diproduksi sangatlah kecil. Bukan berarti proyek yang tidak dilengkapi salah satu dari tanda pengenal ini bakal gagal, hanya saja kita sebagai konsumen bisa lebih merasa yakin dengan proyek yang berlabel khusus ini.

Sumber: Kickstarter.

Smart Speaker SpeakEasy Usung Integrasi Google Assistant Tanpa Korbankan Kualitas Suara

Dari sekian banyak smart speaker yang beredar di pasaran, cukup jarang yang mengedepankan kualitas suara ketimbang fitur pintarnya. Hal ini tampaknya menjadi motivasi tersendiri bagi Como Audio, produsen perangkat audio asal Amerika yang masih berusia muda, meski pendirinya sudah cukup berpengalaman.

Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan smart speaker bernama SpeakEasy. Yang langsung mengundang perhatian dari speaker ini adalah desainnya yang tergolong retro dan jauh dari bayangan kita soal speaker berbekal voice assistant. Namun justru itulah yang menjadi nilai jual tersendiri dari SpeakEasy.

Como Audio SpeakEasy

Jeroannya dihuni oleh sebuah tweeter 3/4 inci, woofer 3 inci dan sebuah bass port di belakang guna semakin meningkatkan responnya di frekuensi rendah. Sumber tenaganya berasal dari amplifier Class D yang mampu menyuplai daya sebesar 25 watt per channel.

Semua itu dikemas dalam kabinet berbahan MDF yang cukup tebal, dengan lapisan kayu asli pada bagian terluarnya. Guna memenuhi selera konsumen yang bervariasi, Como Audio juga menyediakan varian dengan balutan warna hitam atau putih yang mengkilat.

Como Audio SpeakEasy

Terkait kecerdasannya, SpeakEasy telah dibekali integrasi Google Assistant. Konektivitasnya pun cukup melimpah, SpeakEasy bahkan mendukung fitur multi-room dengan perangkat besutan Como Audio yang lain. Bluetooth 4.2 juga tersedia, dan konsumen bisa membeli modul baterai opsional untuk menyulap perangkat menjadi portable.

Di Kickstarter, SpeakEasy dibanderol paling murah seharga $219, sedangkan harga retail-nya diestimasikan berkisar $349. Sayang sekali Como Audio sejauh ini hanya bisa memenuhi pesanan dari beberapa negara saja.

Ascape Audio Hadirkan Kombinasi Jitu Bagi yang Mengincar Battery Case iPhone Beserta True Wireless Earphone

Beberapa bulan lalu, pencipta Pebble, Eric Migicovsky, memperkenalkan produk terbarunya yang cukup unik. Bernama PodCase, perangkat tersebut merupakan sebuah battery case untuk iPhone sekaligus sepasang AirPods. Selain praktis, premis lain yang diusung PodCase adalah mencegah true wireless earphone itu mudah hilang.

Sekarang, ada startup lain bernama Ascape Audio yang mencoba mengambil rute serupa. Bedanya, Ascape merancang true wireless earphone-nya sendiri, meski cara kerjanya sangat mirip seperti PodCase, di mana bagian atas casing menjadi rumah untuk kedua earphone.

Ascapepod

Earphone-nya dijuluki AscapePod, dan dari gambarnya, desainnya tampak cukup menarik. Tidak seperti AirPods, AscapePod mengemas eartip berbahan silikon, yang secara teori lebih sulit terlepas dari telinga. AscapePod juga memiliki semacam sirip di bagian atas guna semakin ‘mengunci’ posisinya di telinga, dan sama seperti eartip-nya, sirip ini pun terbuat dari bahan silikon serta hadir dalam tiga ukuran yang berbeda.

Kualitas suaranya didukung oleh driver 9 mm berbahan graphene, serta chip Qualcomm QCC5120 (Bluetooth 5.0) yang secara khusus dirancang untuk true wireless earphone dan menawarkan koneksi langsung dari ponsel ke kedua earpiece tanpa perantara. Secara keseluruhan, bodi earphone diklaim tahan air dan debu dengan sertifikasi IP56. Ascape pun tak lupa menyematkan tombol multifungsi di sisi earphone.

Ascape Audio AmpPack + AscapePod

Namun AscapePod ini baru sebagian dari cerita utuhnya, sebab masih ada battery case bernama AmpPack yang merupakan rumahnya. AmpPack yang mendukung wireless charging ini mengemas baterai sebesar 2.500 mAh, di mana 10%-nya disisihkan khusus untuk AscapePod. AscapePod sendiri diyakini bisa beroperasi sekitar 3 – 4,5 jam dalam sekali pengisian.

AmpPack tergolong tipis untuk ukuran battery case, namun saya tidak yakin mayoritas konsumen bisa menerima tonjolan di bagian depannya, yang merupakan slot untuk menancapkan AscapePod. Secara pribadi saya lebih suka dengan desain PodCase yang tonjolannya ditempatkan di belakang, tapi semua ini tentu kembali pada selera masing-masing.

Terlepas dari itu, AscapePod saat ini sudah memasarkan produknya lewat situs crowdfunding Kickstarter. Kombo AmpPack + AscapePod dihargai $149 ($100 lebih murah dari estimasi harga retail-nya), sedangkan AscapePod-nya saja dihargai $99 ($70 lebih murah dari harga retail-nya) bagi konsumen non-iPhone.

Dibekali Kenop Serbaguna, Keyboard BladeMaster Dirancang Buat Gamer dan Programmer

Gamer ialah khalayak yang sulit dipuaskan. Bahkan saat satu perangkat didesain khusus untuk segmen ini, bisa dipastikan ada banyak konsumen yang tidak menyukainya. Fakta tersebut membuat upaya pengembangan keyboad oleh Drevo terdengar ambisius. Produk baru mereka tak hanya dirancang demi memenuhi kebutuhan gamer, tapi juga disiapkan buat programmer.

Melalui Kickstarter, perusahaan aksesori asal Beijing itu memperkenalkan BladeMaster, sebuah keyboard yang diklaim dapat menjadi ‘perangkat perang’ andal para gamer serta alat pendukung kegiatan produktif yang efektif. Drevo menyediakan dua varian dengan rangkaian fitur dan jenis switch mekanis berbeda, tapi mereka punya satu kesamaan: BladeMaster dibekali kenop programmable untuk mengakses fungsi-fungsi penting secara ringkas.

Dravo BladeMaster merupakan keyboard dengan layout tenkeyless. Ia mempunyai tubuh berdimensi 369x136x45-milimeter dan bobot 900-gram-an. Produsen sengaja mendesain BladeMaster agar nyaman digunakan tanpa wrist rest, sekaligus supaya papan ketik ini mudah dibawa-bawa para gamer pro. Dravo tidak lupa menyertainya bersama bagian kaki yang bisa dinaikkan, jadi Anda dapat menyesuaikan tingkat kemiringannya.

BladeMaster 3

Layaknya keyboard gaming modern, BladeMaster sudah ditunjang oleh sistem pencahayaan RGB. Dravo tidak tanggung-tanggung, mereka mengusung sistem Radi Lighting per-key. Selain membuat tiap tuts bisa mengeluarkan warna-warni secara mandiri, Radi Lighting memastikan cahaya tak cuma keluar dari bagian huruf di keycap, tapi juga terlihat jelas di area bawahnya.

BladeMaster 2

Di ujung sebelah kiri, Anda akan menemukan Genius-Knob. Ia dirancang sebagai solusi masalah umum pemakaian keyboard: Biasanya, orang menggunakan tangan kanan untuk mengendalikan mouse dan tangan kiri buat mengontrol keyboard. Kendalanya ialah, berinteraksi dengan keyboard tidak sesederhana mouse, apalagi jika Anda ingin mengakses macro. Genius-Knop bisa dimanfaatkan jadi shortcut.

BladeMaster 1

Secara default, kenop menyimpan fungsi tombol PageUp, PageDown, Home, dan End. Misalnya sedang menikmati PUBG, Anda dapat mengonfigurasinya jadi shortcut buat meminum energy drink ataupun menggunakan perban. Untuk pemanfaatan non-gaming, dial bisa difungsikan buat mengaktifkan click/double-click mouse hingga mengatur aplikasi musik.

BladeMaster 5

BladeMaster terbagi dalam dua model, yakni Pro dan TE. BladeMaster Pro menyimpan switch mekanis Cherry MX RGB dengan opsi Red, Brown, Black dan Speed Silver; sedangkan TE dipersenjatai switch Gateron (ada pilihan Red, Blue, Brown, dan Black). Hanya model Pro saja yang dilengkapi konektivitas wireless.

Selama persediaan versi early bird di Kickstarter masih ada, keyboard BladeMaster dapat Anda miliki dengan mengeluarkan jumlah uang yang tidak banyak. Varian Pro dibanderol US$ 110, sedang TE dijajakan di harga US$ 55.

Buat saya, pemakaian keyboard membutuhkan proses adaptasi, dan Anda tidak bisa benar-benar memahami krusialnya kehadiran Genius-Knob hingga Anda menggunakan BladeMaster secara langsung.

198X Ialah Perpaduan Unik dari 5 Game ‘Retro’ 80-an

Meski kita telah sampai di sebuah era di mana game bergrafis cantik dengan gameplay adiktif bisa ditemukan di tiap tikungan, pesona permainan-permainan lawas tetap tidak tergantikan. Bagi gamer veteran, grafis pixelated serta musik 8-bit punya daya tarik tersendiri dan merupakan alasan mengapa ada banyak konsumen memburu NES Classic Edition serta mencintai retrogaming.

Tingginya minat gamer terhadap permainan retro direspons oleh para produsen hardware dan developer dengan sigap. Saat ini tidak sulit menemukan game indie populer bergaya ‘jadul’, misalnya Terraria, Stardew Valley, Hotline Miami, hingga Into the Breach. Tim Hi-Bit Studios Stockholm juga punya ketertarikan tinggi buat menggarap permainan bergaya retro, tetapi mereka memanfaatkan arahan desain yang sangat tidak biasa.

Tim developer asal Stockholm itu memperkenalkan 198X, yaitu game yang menjanjikan satu pengalaman retrogaming lengkap. Di sana, Hi-Bit Studios mencoba menghidangkan lima game arcade dengan genre berbeda: beat ’em up, shoot ’em up, balapan, action side-scrolling, dan role-playing. Semua itu dikemas dalam sebuah kisah yang boleh jadi pernah Anda alami.

198X 1

Sesuai judulnya, 198X mengambil latar belakang tahun 80-an. Permainan ini mengisahkan tentang remaja bernama Kid. Ia hidup di daerah pinggir kota, hidupnya berjalan monoton, hingga suatu saat Kid menemukan dunia baru lewat permainan video di arena arcade. Dan di sanalah developer membubuhkan twist menarik.

198X 2

Lewat tiap game yang dimainkan, gerakan baru yang dipelajari, serta musuh yang dikalahkan, sang protagonis menjadi lebih kuat dan batasan antara realita serta video game jadi kian mengabur. Kelima game arcade 198X terinspirasi dari tema klasik. Saya melihat sensasi Streets of Rage di beat ’em up, R-Type di shoot ’em up, Out Run di permainan racing, Shinobi di ‘ninja game‘, serta Phantasy Star di JRPG.

198X 3

Proyek pengembangan 198X dimulai di musim semi 2017. Statusnya saat ini masih dikerjakan, dibangun menggunakan engine Unity. Hi-Bit Studios berencana untuk melepas 198X di bulan Maret 2019 di empat platform game populer – yakni PC, PlayStation 4, Xbox One dan Nintendo Switch.

Developer juga tengah melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Kickstarter. Mereka membutuhkan modal sebesar US$ 56 ribuan agar proses pengerjaan game berjalan lancar.

198X 4

Saya mungkin bisa membayangkan cara Hi-Bit Studios menyajikan kelima ‘permainan’ di 198X, namun saya sangat penasaran pada bagaimana developer menyatukan semua itu menjadi satu tema dan narasi.

198X 5

Smartwatch Hybrid Mim X Suguhkan Layar yang ‘Tersembunyi’

Munculnya banyak smartwatch hybrid menunjukkan pada kita bahwa meski konsumen menginginkan perangkat berfitur canggih, desain timeless tetap jadi pertimbangan penting dalam memilih produk. Di Beselworld 2018, Anda mungkin telah menyaksikan kelahiran sejumlah jam pintar hybrid dari Skagen, Kronaby, Mondaine, hingga a.b.art; masing-masing menawarkan kemampuan istimewa.

Dalam penyajiannya, akses ke fitur-fitur pintar di sana adalah aspek yang jadi perhatian para desainernya. Mayoritas produsen masih mengandalkan tombol fisik, sedangkan a.b.art Touch X mencoba mengusung sistem navigasi berbasis gesture. Dan dalam meracik smartwatch-nya, tim Mim Watches memanfaatkan teknologi yang jarang kita dengar, yaitu ‘invisible display‘ atau layar tersembunyi.

Layaknya device sekelas, Mim X adalah perpaduan antara smartwatch dengan arloji analog. Jika melihatnya hanya sekilas, mungkin Anda tidak sadar ia mempunyai kemampuan pintar. Di sana Anda akan disuguhkan pernak-pernik familier: ada dua jarum di dalam dial-nya yang simpel, lalu produsen menempatkan tiga tombol di sisi samping. Bagian case-nya berukuran 42×12,6mm, terbuat dari bahan stainless steel 316L, dengan ‘kristal’ kaca mineral.

Mim X 2

Fungsi penunjuk waktu di Mim X bekerja layaknya arloji standar, menggunakan pergerakan quartz kaliber 930m. Selanjutnya, Mim Watches menawarkan dua jenis finishing pada case, yaitu PVD atau brushed, lalu mempersilakan Anda memilih jenis strap-nya – ada kulit, karet berwarna-warni, serta stainless steel. Smartwatch juga sudah memperoleh sertifikasi anti-air dan debu IP68.

Aspek terunik di Mim X terletak pada kacanya. Bagian tersebut menyimpan teknologi transparent levitation display atau TLD untuk menampilkan informasi dan notifikasi di smartphone – misalnya jika Anda pesan teks, email, update sosial media atau penggilan masuk. Setelah beres menunaikan tugasnya, layar TLD segera non-aktif dan Mim X kembali menyamar menjadi jam tangan tradisional.

Mim X 1

Selain jadi ekstensi fungsi smartphone, Mim X dibekali kemampuan activity tracking dan sensor detak jantung. Melalui aplikasi companion di perangkat mobile, Anda bisa mengetahui segala informasi terkait kegiatan olah tubuh, misalnya jumlah pembakaran kalori, jarak tempuh, serta waktu aktif. Via app, Anda juga dapat mengutak-atik fitur smartwatch lebih jauh lagi.

Sebagai sumber tenaga, Mim X menyimpan baterai non-removable 55mAh, dapat diisi ulang dengan menyambungkannya ke unit charger magnetis.

Mim X 3

Mim X sudah bisa Anda pesan sekarang di Kickstarter. Di platform crowdfunding tersebut, produk dijajakan di harga yang sangat kompetitif, yaitu mulai dari US$ 90 – hampir separuh dari harga retail-nya.

Dibanding Touch X, Skagen Hybrid Holst, dan smartwatch Kronaby, penawaran Mim Watches ini jelas jauh lebih terjangkau. Kini Anda tinggal menentukan, rancangan seperti apa yang jadi favorit Anda. Saya pribadi tetap lebih memilih Touch X karena saya ialah penggemar berat desain Bauhaus.

Cincin Pintar Xenxo S-Ring Bisa Jadi Activity Tracker serta Dapat Menerima Panggilan Telepon

Dengan mengusung desain yang sederhana, produsen perangkat wearable bisa memperkecil peluang kerusakan sembari membuat pemakaiannya lebih nyaman. Sejauh ini, smartwatch dan smartband merupakan dua wearable device paling umum dan populer karena penggunaannya mirip aksesori fashion. Beberapa tahun silam, sejumlah produsen juga mulai mengajukan konsep cincin pintar.

Namun berbeda dari smartwatch, wujud smart ring yang mungil membatasi fitur dan memengaruhi pemakaian. Produsen mungkin tidak akan melengkapinya dengan layar dan boleh jadi, sekadar membubuhkan tombol menjadi tantangan teknis buat mereka. Namun tim Xenxo mengklaim bahwa mereka berhasil memampatkan enam fungsi pendukung produktivitas menjadi satu perangkat serbabisa berwujud cincin. Device tersebut mereka namai S-Ring.

S-Ring adalah perpaduan antara earpiece wireless, penunjuk waktu, thumb drive, activity tracker, dompet, dan kartu indentitas. Perangkat ini mempunyai wujud sederhana, berbobot 15-gram dengan beberapa pilihan ukuran (7 sampai 12 standar Amerika), dan sudah memperoleh sertifikasi IPX7. Smart ring tetap tidak akan rusak karena terkena air saat Anda mandi atau mencuci tangan. Xenxo menyediakan tiga piliha warna S-Ring, yaitu hitam, putih dan abu-abu.

Xenxo S-Ring 2

Jika dilihat lebih teliti, bagian luar S-Ring memiliki sejumlah hal yang mungkin tidak dipunyai cincin pintar lain. Di sana ada rangkaian lubang microphone, lubang speaker dengan noise-cancelling, tombol fisik, hingga connector Lightning. Kehadiran mereka mengindikasikan sejumlah kemampuan istimewa. Salah satu yang paling menonjol adalah ia bisa mengubah tangan Anda jadi ponsel untuk menjawab panggilan masuk, serta sebagai alat buat memberi perintah pada asisten digital di smartphone.

Fitur andalan lain di S-Ring ialah fungsi fitness tracking. Saat dikenakan, ia dapat mengukur banyaknya langkah dan mengetahui seandainya target harian Anda telah terpenuhi (perlu diketahui bahwa S-Ring tidak mempunyai sensor detak jantung). Menariknya lagi, aksesori pintar ini bisa dipakai untuk mengendalikan konten multimedia di smartphone (misalnya lagu atau video) menggunakan gerakan tangan.

Xenxo S-Ring 1

S-Ring terkoneksi ke handset melalui Bluetooth 5.0 low energy. Selain fitur-fitur di atas, ia dapat dimanfaatkan juga sebagai ‘kartu akses’, medium pembayaran via NFC, alarm darurat, aksesori penyimpanan data (ada memori internal berkapasitas 4GB), serta dibekali fitur alarm sunyi.

Xenxo menjajakan S-Ring di harga retail US$ 280. Tapi selama kampanye crowdfunding-nya masih berlangsung di Kickstarter, Anda bisa membelinya dengan mengeluarkan uang mulai dari US$ 180 saja.

Xenxo S-Ring disiapkan untuk bersaing dengan produk smart ring Motiv dan Token. Namun berbicara kapabilitas, fitur S-Ring jauh lebih kaya. Ia memadukan fungsi tracking dan penunjang produktivitas. Dan meskipun mempunyai kemampuan seperti Orii, desainnya terlihat lebih simpel.

SiOnyx Aurora Adalah Kamera Action Ringkas Berteknologi Night Vision

Dalam merancang kamera action, ada sejumlah kriteria yang harus produsen perhatikan; di antaranya kualitas gambar, kemudahan pemakaian, kelengkapan konektivitas, hingga ketahanan perangkat menghadapi beragam situasi. Khusus aspek terakhir itu, mayoritas action cam high-end modern telah siap menemani kita bermain air hingga melakukan olahraga ekstrem.

Namun terlepas dari seluruh kemampuan itu, tak semua perangkat sanggup mendukung sesi perekaman saat cahaya matahari mulai memudar. Inilah ide di belakang penciptaan kamera action Aurora yang dilakukan oleh tim SiOnyx. Aurora dideskripsikan sebagai action cam tahan-air pertama yang didesain untuk penggunaan siang dan malam. Kapabilitas tersebut tercapai berkat teknologi night vision.

Ketika penampilan sejumlah kamera action berkiblat pada wujud balok mungil khas produk-produk GoPro, desain SiOnyx Aurora mengingatkan saya pada rangefinder. Ia mempunyai tubuh tabung, seperti versi mini monocular (teropong), dengan ukuran yang pas dalam genggaman (dan berat hanya 226,8g). Lensa berada di bagian depan, dan Anda bisa mengakses live preview via LCD di area yang berlawanan. Lalu, fungsi-fungsi serta fitur Aurora dapat diakses via kenop serta switch di sisi samping tubuhnya.

Action cam SiOnyx Aurora 2

Layaknya action cam yang ada di pasar saat ini, SiOnyx Aurora memiliki struktur tubuh kedap air, telah memperoleh sertifikasi IP67. Itu berarti selain mampu menahan debu-debu halus, bagian segel dapat menjaga komponen elektroniknya rusak akibat terekspos air – dengan kedalaman maksimal 1-meter selama 30 menit.

Night vision merupakan fitur primadona di SiOnyx Aurora, namun menariknya, penyajiannya tidak seperti kamera night vision inframerah standar dengan hasil hitam putih. Kamera action ini menghidangkan mode night vision full-color. Dibanding rivalnya, Aurora mampu menjaga warna-warni dan detail di tiap hasil rekaman. Dengan begini, ia tak hanya bisa digunakan untuk merekam sesi olahraga outdoor, tapi juga dipakai buat ‘memburu hantu’.

Action cam SiOnyx Aurora 1

Rahasia dari kemampuan SiOnyx Aurora adalah pemanfaatan sensor super-sensitif berukuran besar, yakni CMOS 1-inci, yang dikombinasi bersama teknologi Low Light buatan SiOnyx sendiri. Sebagai perbandingan, sensor high-res di smartphone biasanya hanya sebesar 4- hingga 5-milimeter. Berkat kehadiran teknologi-teknologi tersebut, Aurora sanggup menangkap cahaya 10 kali lebih banyak, merekam di resolusi 720p 60fps.

SiOnyx Aurora saat ini sudah bisa dipesan via Kickstarter. Di situs crowdfunding tersebut, produsen membanderolnya seharga mulai dari US$ 560. Dari perspektif konsumen awam, angka ini memang tergolong cukup tinggi. Tapi perlu Anda ketahui bahwa kamera berkemampuan night vision dengan sensor dan lensa raksasa biasanya dijual di harga 10 kali lipat Aurora.

Sumber: SiOnyx.