Una Brands Tutup Pendanaan Senilai 457 Miliar Rupiah Dipimpin Northstar Group

Startup agregator brand e-commerce Una Brands menutup putaran pendanaan seri C senilai $30 juta (sekitar 457,6 miliar Rupiah) dipimpin oleh Northstar Group. Dana raihan ini terdiri dari ekuitas dan debt yang akan digunakan untuk operasional dan akuisisi merek baru selama dua tahun mendatang.

Sebagai catatan, pada Oktober 2022, Una Brands menutup putaran seri B senilai $30 juta yang dipimpin oleh White Star Capital dan Alpha JWC Ventures, menjadikan total pendanaan yang diraih perusahaan mencapai $60 juta dalam setahun terakhir.

Dalam keterangan resmi, Una Brands berencana untuk mengembangkan lebih lanjut platform multichannel yang didukung oleh kemampuan teknologi dan pembangunan merek, serta berinvestasi pada penguatan rantai pasokan dan jaringan distribusi di pasar operasi utama. Perusahaan juga akan mengakuisisi lebih banyak merek e-commerce berkualitas tinggi dalam kategori Home & Living, Mom & Baby, dan Beauty & Personal Care.

“Sejalan dengan tren konsolidasi yang terjadi di pasar negara maju, Una Brands juga akan mencari peluang strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan memantapkan posisinya sebagai agregator e-commerce multichannel terkemuka di Asia-Pacific (APAC),” terang CEO Una Brands Kiren Tanna, Rabu (1/3).

Tanna juga mengaku antusias dengan bergabungnya Northstar ke dalam jajaran investor. Menurut Tanna, Northstar memiliki rekam jejak investasi kuat di Asia Tenggara, termasuk unicorn teknologi, seperti Gojek dan Advance Intelligence Group. “Kami percaya pengetahuan mendalam mereka tentang pasar Asia Tenggara dan pengalaman e-commerce yang kuat akan sangat berharga karena kami ingin menggandakan cakupan operasional di seluruh wilayah.”

Managing Director Northstar Group Sreejan Choudhary menuturkan bahwa pihaknya optimistis dengan potensi ekonomi e-commerce Asia Tenggara dan meyakini bahwa Una Brands memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan penarik industri ini. Pihaknya juga percaya dengan tim Una Brands dan kemampuan operasional mereka.

“Apa yang menentukan perusahaan ini berbeda adalah infrastrukturnya yang luas dibangun di sekitar multichannel e-commerce operations, serta kemampuan teknologinya yang unggul dalam mendukung hal ini. Kami tahu kapabilitas merupakan bagian integral dari perusahaan dan yakin ini akan membantu Una Brands mempertahankan kepemimpinan pasar di ruang e-commerce APAC,” ucap Choudhary.

Pencapaian Una Brands

Pada tahun lalu, Una Brands berhasil mengakuisisi beberapa merek, termasuk merek DTC premium yang melayani ibu menyusui di Malaysia dan salah satu merek perawatan bibir TikTok terpopuler di Indonesia. Salah satu merek yang sudah diakuisisi adalah ErgoTune dan EverDesk yang kini sudah tersedia di banyak negara kawasan APAC dan sekitarnya.

Una Brands terutama beroperasi di kategori utama, seperti Home & Living, Mom & Baby, dan Kecantikan & Perawatan Pribadi. Tech stack dari Una Brands mendukung semua fungsi bisnis mulai dari manajemen merek, pemasaran & pertumbuhan, rantai pasokan, dan akuntansi & keuangan, untuk mengoptimalkan efisiensi operasional.

Saat ini, Una Brands beroperasi di enam negara APAC, di antaranya Singapura, Indonesia, Malaysia, Australia, India, dan Tiongkok. Secara grup, Una Brands memprediksi pendapatan run-rate $70 juta dan diharapkan mencapai profitabilitas EBITDA grup pada tahun ini.

Sebagai catatan, run-rate revenue adalah adalah metode peramalan yang sangat sederhana untuk memperkirakan pendapatan tahunan perusahaan (jumlah total uang yang dihasilkan dalam setahun).

White Star dan Alpha JWC Pimpin Pendanaan 459 Miliar Rupiah untuk Una Brands

Startup agregator brand e-commerce asal Singapura, Una Brands, telah merampungkan pendanaan seri B senilai $30 juta atau setara 459 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh White Star Capital dan Alpha JWC Ventures. Perolehan ini membuat total investasi yang terkumpul sejak tahun 2021 mendekati $100 juta.

Dana segar ini akan digunakan perusahaan untuk melakukan akuisisi lebih banyak lagi brand berkualitas di beberapa kategori, mulai dari Rumah & Tempat Tinggal, Ibu & Bayi, dan Kecantikan & Perawatan Pribadi.

Selain itu, Una Brands juga akan terus berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur teknologi milik sendiri yang memungkinkan perusahaan untuk membangun infrastruktur yang lebih efisien, layanan penjualan multi-kanal, dan platform manajemen bisnis.

Menurut CEO Una Brands Kiren Tanna, pendanaan ini membuktikan kepercayaan dan dukungan berkelanjutan yang dimiliki investor atas bisnis Una Brands, tim manajemen, dan organisasi secara keseluruhan.

“Pendanaan semakin memperkuat balance sheet dan posisi kas kami, saat kami ingin terus mengakuisisi brand terbaik dan berinvestasi kepada keunggulan teknologi agar bisa bergerak maju.”

Sebelumnya Una Brands telah mengantongi pendanaan seri A senilai $15 juta yang dipimpin salah satunya oleh Alpha JWC Ventures. Sejak mulai beroperasi pada awal tahun 2021 lalu, Una Brands mengklaim telah mengakuisisi dan mengoperasikan lebih dari 20 brand e-commerce di enam negara.

Una Brands juga memiliki dan membangun platform teknologi, operasional, dan pertumbuhannya untuk memperoleh, mengoperasikan dan menskalakan berbagai brand di kanal e-commerce seperti Amazon, Shopify, Shopee, Lazada, dan Tokopedia.

“Una Brands telah mengembangkan pedoman untuk mengakuisisi, meningkatkan, dan mengintegrasikan bisnis di seluruh saluran di beberapa pasar. Buku pedoman ini terbukti berhasil dan mempercepat kinerja Una Brands. Kita bersemangat untuk melanjutkan kemitraan kami dengan Kiren dan tim Una Brands melalui pendanaan dan dukungan nilai tambah kami,” kata Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Pertumbuhan bisnis Una Brands

Dalam waktu 18 bulan, perusahaan telah melakukan akuisisi sebanyak 20 brand. Tahun lalu Una Brands telah mengakuisisi ErgoTune dan EverDesk+, yang secara konsisten terpilih sebagai dua brand furnitur ergonomis unggulan untuk pasar Asia Tenggara.

Sejak akuisisi tersebut, Una Brands telah berhasil memperluas brand lokal tersebut ke Australia dan meningkatkan pendapatan mereka menjadi lebih dari 40% dalam waktu kurang dari setahun. Tercatat secara keseluruhan, Una Brands saat ini memiliki pendapatan tahunan lebih dari $50 juta dan diperkirakan akan mencapai profitabilitas grup pada akhir tahun 2022.

“Kami saat ini sedang berada di pertumbuhan yang luar biasa dan menempatkan posisi nomor satu di Asia Pasifik. Lanskap e-commerce, khususnya di Asia Tenggara, dengan akses ke lebih dari 600 juta populasi, memiliki penarik sekuler yang luar biasa,” kata Kiren.

Didirikan pada tahun 2021, Una Brands adalah agregator e-commerce multi-saluran terkemuka di Asia Pasifik yang misinya adalah membentuk masa depan e-commerce dengan mengakuisisi brand dengan memperkenalkan mereka secara global. Una Brands bukanlah pemain pertama yang merambah segmen “rollup e-commerce” di Indonesia, sudah ada Hypefast dan OpenLabs.

Sebagai perbandingan, di pasar global, konsep yang dianut ketiganya mengacu pada template yang dibuat Thrasio, pemain sejenisnya dari Amerika Serikat. Tak hanya Indonesia, template ini juga ramai-ramai diadopsi di masing-masing pemain di negara lainnya.

[Video] Strategi Una Brands Naikkan Potensi “Brand” Lokal Indonesia

Di video kali ini, DailySocial bersama Co-Founder dan CEO Una Brands Kiren Tanna membahas bagaimana peran Una Brands membantu menaikkan potensi merek lokal agar bisa menjangkau pasar global.

Bersama timnya, Kiren mengaku akan mengakuisisi merek lokal potensial yang memiliki proyeksi omzet bulanan minimal Rp400 juta untuk berjualan melalui jalur platform e-commerce populer, seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, dan Shopify.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV dalam sesi DScussion.

Una Brands Ramaikan Bisnis “Rollup E-commerce” di Indonesia

Una Brands, startup agregator e-commerce asal Singapura, mengumumkan kehadirannya di Indonesia setelah mengantongi pendanaan seri A senilai $15 juta yang dipimpin salah satunya oleh Alpha JWC Ventures. Ditargetkan 12 hingga 15 merek lokal dapat diakuisisi pada tahun depan.

Una menaruh komitmen mengalokasikan investasi senilai $35 juta (lebih dari Rp500 miliar) untuk mendukung merek lokal di Indonesia berkembang menjadi usaha berkelas internasional melalui program akuisisi, pemberian modal kerja, dukungan operasional, hingga ekspansi bisnis internasional. Selain itu, juga berencana untuk mengembangkan Indonesia sebagai strategic sourcing hub untuk memperluas basis rantai pasok untuk portofolio Una Brands lainnya.

“Indonesia merupakan salah satu prioritas utama Una Brands. Kami tidak hanya melihat peluang untuk mengakuisisi merek lokal terbaik tetapi juga membantu mereka untuk ekspansi di Indonesia dan global, serta menjadikan Indonesia sebagai strategic sourcing hub untuk portofolio kami lainnya di luar sourcing hub yang saat ini berada di Tiongkok,” ucap Founder & CEO Una Brands Kiren Tanna dalam keterangan resmi.

Perusahaan sendiri telah hadir di sembilan pasar dengan fokus pasar Asia Pasifik, dengan kantor pusat di Singapura, kemudian Malaysia, Australia, Tiongkok, India, Taiwan, Korea, dan Jepang dengan lebih dari 100 karyawan . Indonesia adalah negara kesembilan yang dimasuki oleh perusahaan yang baru beroperasi pada tahun ini.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Tanna menuturkan tim Una Brands di Indonesia sejatinya telah beroperasi sejak Oktober 2021 dan memiliki lima orang karyawan. Sudah ada satu brand yang sudah diakuisisi secara final oleh perusahaan, dan sembilan brand lainnya dalam tahap final due diligence. “Sedangkan untuk Una Brands secara global, kami telah berhasil mengakuisisi lebih dari 20 brand sejak Januari 2021.”

Dengan komitmen investasi yang telah diumumkan, Una Brands akan mengakuisisi merek lokal potensial yang memiliki proyeksi omzet bulanan minimal Rp400 juta, berjualan melalui jalur e-commerce populer seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, dan Shopify. Menurutnya, tidak ada batasan ticket size yang akan dikucurkan untuk satu brand selama brand tersebut selama masuk ke dalam kriteria investasi di Una Brands.

“Kami hadir membawa pilihan baru di mana akuisisi oleh Una Brands tak hanya memberikan full exit secara tunai serta bagi hasil keuntungan bagi pengusaha, tapi juga melindungi legacy yang sudah tercipta selama ini, bahkan mengangkat legacy tersebut ke level selanjutnya melalui ekosistem Una Brands.”

Setelah proses akuisisi, Una Brands melalui teknologinya akan mengoptimalkan kinerja merek, termasuk branding, pemasaran, rantai pasok, hingga pengadaan. Serta, memperluas target distribusi secara domestik maupun internasional dalam lingkup Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa dengan target pertumbuhan 10 kali lipat di nilai penjualan dan keuntungan.

“Sektor bisnis yang dibidik adalah kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan rumah dan tempat tinggal, kecantikan dan perawatan tubuh, kebutuhan bayi, anak, dan hewan peliharaan, olahraga, serta kegiatan luar ruangan. Namun, Una Brands juga tetap terbuka untuk mengakuisisi bisnis di luar kategori tersebut.”

Didukung geliat pertumbuhan e-commerce

Una Brands bukanlah pemain pertama yang merambah segmen “rollup e-commerce” di Indonesia, sudah ada Hypefast dan OpenLabs. Sebagai perbandingan, di pasar global, konsep yang dianut ketiganya mengacu pada template yang dibuat Thrasio, pemain sejenisnya dari Amerika Serikat. Tak hanya Indonesia, template ini juga ramai-ramai diadopsi di masing-masing pemain di negara lainnya.

Menurut Co-Founder dan CEO 10Club Bhavna Suresh, salah satu pemain rollup e-commerce India, merebaknya konsep bisnis ini lantaran didukung semakin matangnya ekosistem e-commerce. Mereka bertindak sebagai agregator merek era baru, mengakuisisi perusahaan D2C yang menjanjikan untuk memastikan keunggulan operasional dan pertumbuhan yang cepat, sehingga menciptakan nilai bagi investor.

Format ini sangat berbeda dari operasi perusahaan modal ventura tradisional. VC berinvestasi di semua jenis startup (baik online maupun offline) dan memberikan panduan strategis, tetapi founder tetap yang menjalankannya. Sebaliknya, perusahaan rollup e-commerce memperoleh prospek online, memberikan bantuan infrastruktur, dan tim ahli untuk membawa bisnis ke ketinggian baru.

Di Indonesia sendiri, diprediksi merek lokal D2C akan tetap menjadi segmen yang menarik dalam perkembangan industri e-commerce, terlebih penetrasinya terus menunjukkan tren meningkat di Indonesia. Mengacu pada laporan e-Conomy 2021, e-commerce tetap akan menjadi pendorong terbesar ekonomi digital di negara ini. Sektor ini diprediksi akan tumbuh dari $35 miliar pada 2020 menjadi $53 miliar pada 2021. CAGR sektor ini diproyeksikan naik 18% menjadi $104 miliar hingga 2025.

ZEN Rooms Jual Sebagian Saham ke Jaringan Aplikasi Hotel Korea Selatan Yanolja

ZEN Rooms jaringan budget hotel yang beroperasi di Asia Tenggara diberitakan telah menjual sebagian saham mereka ke jaringan aplikasi hotel asal Korea Selatan, Yanolja. Dengan total dana $15 juta, Yanolja membayar untuk “strategic non-controlling stake” yang dirahasiakan — tetapi tetap membuka kemungkinan Yanolja mendapatkan 100% saham ZEN Rooms di kemudian hari.

Didirikan tahun 2015, ZEN Rooms berhasil mendapatkan pendanaan $4.1 juta untuk seri A dari Redbadge dan SBI Investment Korea. Tiga tahun ZEN Rooms berjalan, tepatnya pada Maret silam, diberitakan ZEN Rooms menghadapi masalah keuangan serius dan ingin menjual atau menutup layanannya. Pembelian sebagian saham oleh Yanolja ini akan memberikan dana segar bagi ZEN Rooms untuk bisa tetap bertahan dan mengusahakan untuk berkembang.

“Kami sekarang memiliki modal untuk berinvestasi, Kesepakatan itu telah didiskusikan sejak awal tahun ini . . . kami memperlakukan seperti akuisisi tetapi ini adalah langkah pertama,” terang co-founder ZEN Rooms Kiren Tanna kepada TechCrunch.

Di Indonesia industri budget hotel saat ini masuk dalam “seleksi alam”, persaingan ketat antar pemain diramaikan dengan persaingan dengan OTA (Online Travel Agent). Kondisi ini menyebabkan layanan harus bisa bertahan dengan memenuhi kebutuhan pelanggan lokal atau angkat kaki.

NIDA Rooms contohnya, diam-diam sudah tidak beroperasi di Indonesia dengan menarik aplikasi dan situs pemesanan mereka. Kondisi serupa pun bisa menimpa ZEN Rooms jika gagal memenuhi kebutuhan pelanggan lokal. Meski kebutuhan akan budget hotel masih tinggi.

Mengacu pada laporan survei yang dikeluarkan DailySocial tahun lalu, budget hotel masih menjadi pilihan banyak responden. Total 58,61% responden memilih budget hotel, dengan harga sebagai perbandingan utama. Masalahnya, di Indonesia para pemain OTA seperti Traveloka, Tiket, dan lain sebagainya juga memasukkan daftar hotel budget ke dalam pencarian mereka. Ini tentu membantu para pelanggan tetap tidak untuk jaringan budget hotel yang beroperasi di Indonesia. Persaingan sekarang lebih mengerucut ke kualitas layanan, termasuk harga.

Kini di Indonesia jaringan hotel budget ada ZEN Rooms, RedDoorz, Airy Rooms dan beberapa lainnya. Mereka akan berhadapan langsung dengan penyedia layanan OTA yang juga menjajakan kamar-kamar hotel dengan harga terjangkau. Dengan investasi yang didapat ZEN Rooms ini wajib ditunggu apa yang akan dilakukan mereka untuk pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia dengan persaingan yang ada saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Susul NIDA Rooms dan RedDoorz, Kini Giliran ZEN Rooms Bukukan Seri A Senilai 54,4 Miliar Rupiah

Setelah NIDA Rooms dan RedDoorz kini giliran ZEN Rooms mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Pendanaan tersebut diperoleh dari investor Redbadge Pacific dan SBI Investment Korea, turut berpartisipasi juga Asia Pacific Internet Group (APACIG). Nilai yang digelontorkan mencapai $4,1 juta atau setara dengan Rp54,4 miliar. Pendanaan tersebut melambungkan nilai ekuitas perusahaan menjadi $8 juta.

Pendanaan kali ini akan difokuskan untuk perluasan jaringan ZEN Rooms di kawasan Asia serta memantapkan inovasi fitur-fitur baru yang akan diluncurkan beberapa waktu pendatang. Selain di beberapa wilayah di Indonesia, ZEN Rooms saat ini telah beroperasi menyediakan platform pemesanan budget hotel di wilayah Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.

Genderang persaingan yang terus menguat

Persaingan makin terlihat ketika waktu pendanaan beberapa pemain di sektor ini sangat berdekatan. NIDA Rooms baru membukukan pendanaan seri A senilai $5,6 juta. Baru genap seminggu ini, pesaing lainnya RedDoorz juga baru mengumumkan pendanaan dengan putaran yang sama senilai $1 juta. Dan secara garis besar alokasi yang dilakukan masing-masing pemain sama, yakni untuk perluasan cakupan layanan di Asia dan pembenahan fitur.

Beberapa strategi turut dipatenkan oleh masing-masing pemain. Oleh ZEN Rooms contohnya. Guna mengakuisisi pelanggan, terutama kalangan millennials di Indonesia, pihaknya menjalin kerja sama khusus dengan online marketplace terbesar Tokopedia. Hal ini dilakukan mengingat potensi untuk pasar tersebut sangat besar, kalangan konsumtif yang terus bertumbuh. Karena sebelumnya ZEN Rooms sempat memaparkan bahwa ia ingin memfokuskan pada akomodasi konsumen korporasi.

Semua pemain bergerak agresif memperebutkan peningkatan minat akan budget hotel. Tak hanya persaingan vertikal, namun OTA (Online Travel Agency) umum –di Indonesia seperti Tiket.com atau Traveloka, juga mulai ambil bagian menawarkan kepada konsumen opsi untuk penginapan harga hemat tersebut.

Menurut Co-Founder and Global Managing Director Kiren Tanna salah satu strategi yang dapat membuat ZEN Rooms bertahan adalah dengan inovasi berbasis customer-centric. Untuk itu beberapa fitur coba ia tonjolkan dalam ZEN Rooms, seperti pay-at-hotel, self check-in kiosks dan beberapa pipeline layanan lain yang segera dihadirkan.

Application Information Will Show Up Here