Aplikasi “Ayo Mudik” Integrasi dan Sentralisasi Data Resmi Berbagai Instansi

Menyambut mudik lebaran tahun 2017, Kemenkominfo merilis sebuah aplikasi mobile bernama “Ayo Mudik”. Aplikasi ini didesain untuk mengolaborasikan berbagai informasi untuk memberikan kelancaran dan kenyamanan dalam bermudik, termasuk informasi jalur mudik, fasilitas yang ada di sepanjang jalur mudik serta informasi titik kemacetan yang berpotensi memperpanjang durasi perjalanan mudik.

Dalam pengembangan aplikasi ini, Kemenkominfo bekerja sama dengan startup Kudo. Kendati secara khusus bukan sebagai startup spesialis pengembang aplikasi mobile, Co-Founder & CEO Kudo Albert Lucius kepada DailySocial mengatakan pihaknya begitu serius dalam mengembangkan aplikasi ini.

Albert menceritakan terkait waktu pengembangan yang cukup singkat. Kurang lebih hanya memakan waktu 3 minggu dari proses pemberitahuan oleh pihak Kominfo hingga proses coding, testing, dan integrasi data.

“Memang relatif singkat, tapi karena tujuannya untuk membantu masyarakat umum, banyak tim teknis kami yang berpartisipasi untuk lembur dengan sukarela agar menyelesaikan aplikasinya tepat waktu,” ujar Albert.

“Kita ingin ada aplikasi daya dukung mudik yang terpadu. Pengembangan memang harus dikembangkan secara  cepat dan juga dapat cepat digunakan oleh masyarakat, sehingga sangat membutuhkan daya dukung programmer andal yang siap mengembangkan, memelihara dan melakukan antisipasi kinerja layanan aplikasi ini,” sambut Menkominfo Rudiantara dalam rilis yang kami peroleh.

Albert Lucius (ketiga dari kiri) saat peluncuran aplikasi Ayo Mudik / Kemenkominfo
Albert Lucius (ketiga dari kiri) saat peluncuran aplikasi Ayo Mudik / Kemenkominfo

Memberikan informasi lebih komprehensif untuk mudik lebaran

Secara sekilas apa yang ditawarkan oleh aplikasi Ayo Mudik sudah tersedia di layanan lain seperti Google Maps. Menanggapi soal ini, Albert menceritakan bahwa perbedaan dengan aplikasi yang sudah ada, Ayo Mudik memiliki data yang resmi dan tersentralisasi.

Data yang dihimpun di aplikasi Ayo Mudik bersumber dari instansi terkait. Misalnya dari posko kesehatan, badan meteorologi dan sebagainya. Diinformasikan juga perusahaan telekomunikasi berpartisipasi memberikan data.

“Dengan aplikasi ini, pengguna bisa melihat jalur mudik nasional, saat ini baru mencakup pulau Jawa, tapi akan segera diupayakan juga data untuk pulau lain secepatnya. Datanya juga bisa di-input melalui instansi terkait, dan aparat yang bertugas jadi diharapkan akurat dan real time,” ujar Albert.

“Konten dan informasi didukung oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk dapat menyajikan konten dan informasi yang terpadu, yaitu Kemenhum, Kemenkominfo, Kemenkes, Kementerian ESDM, BMKG, Pertamina, Jasa Marga, Kepolisian, perusahaan telekomunikasi, perusahaan penyedia jasa dan produk internet dan masih banyak lainnya,” ungkap Rudiantara.

Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan masyarakat yang mudik mendapati perjalanan lancar melalui POI (Point of Interest) yang bermanfaat selama perjalanan.

Application Information Will Show Up Here

Grab Indonesia Resmikan Pusat R&D di Kudoplex Jakarta

Setelah resmi mengakuisisi Kudo bulan April yang lalu, hari ini Grab mengumumkan laporan 3 bulan terakhir pasca mengumumkan investasi sebesar $ 700 juta di Indonesia. Kepada Media hari ini Group CEO dan Co-founder Grab Anthony Tan menyebutkan, hasil dari akuisisi tersebut adalah diresmikannya pusat R&D (research and development) Center di Kudoplex Jakarta Selatan. Gedung yang memiliki luas 4500 meter persegi tersebut, direnovasi menyesuaikan fungsi dan rencana dari R&D Center Grab di Indonesia.

“Melalui teknologi kolaborasi antara Kudo dan Grab diharapkan bisa merangkul lebih banyak lagi talenta muda di Indonesia, untuk belajar dan mendapatkan informasi teknologi terkini dari Facebook, Google, Amazon dan pengajar R&D Center Grab di beberapa negara,” kata Anthony.

Saat ini R&D Center Grab telah menampung sekitar 100 engineer muda yang mendapatkan pengajaran, pelatihan terpadu di Kudoplex. Untuk selanjutnya Grab dan Kudo menargetkan bakal menambah jumlah tersebut hingga 200 engineer hingga akhir tahun 2017.

“Tentunya pengembangan pusat R&D Center Grab dan Kudo merupakan tahap awal dari kolaborasi yang ada. Nantinya kami juga akan mengembangkan GrabPay (solusi pembayaran mobile Grab) yang saat ini telah tersedia di aplikasi Grab agar bisa lebih mudah digunakan oleh pengguna,” kata COO dan Co-founder Kudo Agung Nugroho.

Integrasi lainnya yang dilancarkan Kudo dan Grab adalah memanfaatkan penuh tenaga agen Kudo yang saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia dan berjumlah 400 ribu agen, untuk kemudian mengembangkan layanannya menawarkan calon pengemudi GrabBike yang tertarik untuk bergabung. Selain itu mitra pengemudi Grab juga akan memperoleh sumber pendapatan baru melalui aplikasi Kudo dengan menjadi agen dan menjual barang-barang secara online kepada konsumen. Tim engineering Kudo dan Grab telah menciptakan modul onboarding di aplikasi Kudo.

“Dengan diresmikannya R&D Center di Kudoplex serta integrasi antara agen Kudo dan mitra pengemudi Grab, diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, sekaligus menciptakan talenta muda yang berbakat dalam dunia teknologi,” kata CEO dan Co-founder Kudo Albert Lucius.

Sebagai bagian dari tahap pertama, Grab telah menyelesaikan proses integrasi dengan Kudo, platform O2O (online to offline) di Indonesia. Sementara itu fokus utama dari pelatihan di R&D Center adalah lebih kepada kemajuan teknologi di Grab serta pengolahan big data milik Grab.

“Dari total investasi yang ada untuk teknologi, Grab telah menggelontorkan dana sekitar $ 100 juta di Indonesia, untuk selanjutnya kami akan menambah jumlah tersebut dengan tujuan untuk menemukan startup berkualitas seperti Kudo di Indonesia,” kata Anthony.

Tahap 2 dari Grab 4 Indonesia

Pencapaian dan rencana lainnya yang disampaikan Grab dalam kesempatan hari ini (18/05) di Jakarta adalah melahirkan 5 juta wirausahawan mikro di Indonesia pada tahun 2018, meningkatkan jumlah tenaga kerja Indonesia dalam sektor teknologi menjadi ratusan orang hingga akhir tahun ini.

Dalam presentasinya, Managing Director Grab Indonesia Ridzky Kramadibrata mengungkapkan, hingga kini market share dari Grab telah mencapai 70% untuk GrabCar dan GrabBike, telah melayani sekitar 2,3 juta pengantaran setiap hari di Asia Tenggara, 50% layanan tersebut berasal dari Indonesia, pertumbuhan untuk layanan transportasi meningkat hingga dua kali lipat dalam waktu 6 bulan dan saat ini telah tersedia di 500 kota.

“Sejak awal kami tetap fokus kepada 3 pilar dari misi Grab di Indonesia, yaitu inklusi finansial, R&D Center dan peningkatan akses terhadap pembayaran mobile dan peluang pembiayaan di seluruh Indonesia. Di tahap kedua ini kami akan lebih mempercepat proses yang ada,” kata Ridzky.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

It’s a Payment War, not a Ridesharing Battle

As it became official today — Kudo has just been acquired by Grab. This just confirmed my theory that I fought for in a WhatsApp conversation with a startup friend: This SE Asia region war isn’t in the ridesharing space, but actually in the payment space — and Uber might be losing out.

Let’s look back and track how the two companies are doing it:

Go-Jek — yes they started with a ridesharing, and then expanded even more successfully in the food delivery space: GoFood. After that it keeps adding more use-cases (Go Massage, Go Glam, and more) and became an on-demand platform (for platform play, see WeChat in China).

At first, I was thinking that Go-Jek was aiming to become WeChat indeed — adding all things into one app and become the go to platform in our daily life. I heard they are even on the verge of closing a $1B round from Tencent (HA!).

But after launching their payment platform, GoPay, and basically just subsidize the whole lot of use-cases for the sake of people pumping money inside its wallet. Now, I’m confirmed that in fact this is a payment war.

It is the war to actually banking the unbanked.

If you think about it Go-Jek (and possibly Grab) are creating its own ecosystem with its drivers — they are essentially the drivers’ bank by holding their income and in fact even enabling them to buy things through its payment system. Imagine this: whatever things that Go-Jek sell to its drivers — most likely they might buy it e.g. micro insurance or even a loan.

With Go-Jek present in technically all big cities in Indonesia and potentially all cities soon, it has the (huge) potential to become THE bank for people who are usually out of reach from the traditional banks.

Now on top of that growing ecosystem is also all the middle class who are becoming more and more used to using Go-Jek, that having millions on its GoPay system are a norm rather than the exception today.

Back to the big news of the day (congratulations for Albert and Agung — you two never cease to amaze me, and can’t thank you guys enough to be our early paying customers), at the other side of the arena, Grab is a bit too late in expanding its use-cases, such as its GrabFood (May 2016) and even its payment system.

While its ride-sharing market share isn’t that far from Go-Jek, it has to add more users and more use-cases to its platform to make the payment (or digital bank) works. Kudo, who’s basically went from 0 to $100m (the unconfirmed value of the acquisition) in just 2 years, has tens of thousands agents on the field who are giving access to:

a) e-commerce for those who aren’t familiar with it and doesn’t even trust it and,

b) banking the unbanked, again, by its payment platform

By buying Kudo, Grab gained access to its ever expanding ground workers who are acquiring more and more users. While this might not beat GoPay, yet, it is a step in the right direction and in my opinion — they might be buying Kudo while it still can (in terms of valuation) 🙂

I’m going to close this post with two predictions:

1) Similar players to Kudo such as Ruma (one of the most awesome — yet under the radar startup by the way!) and or players like Kioson might be on the radar of Go-Jek to expand its payment user base

2) In the (near) future, Go-Jek might not be acquired by a “similar” player such as Uber and or Didi but in fact payment players such as Ant Financial.

What do you think? 🙂


Disclosure: This post is originally written by Joshua Kevin and has been republished with permission. He’s Founder of Talenta.co. Read the original post in here.

Grab Resmi Akuisisi Kudo

Layanan on-demand Grab akhirnya resmi mengakuisisi Kudo dengan nilai yang tak disebutkan. Sebelumnya rumor kencang menyebutkan nilai transaksinya ini mencapai lebih dari $100 juta (lebih dari 1,3 triliun Rupiah). Disebutkan bahwa tim Kudo akan bergabung mengembangkan platform pembayaran GrabPay. Meskipun demikian, Grab tetap mendukung dan mengakselerasi penyebaran jaringan agen Kudo ke seluruh Indonesia.

Kudo yang diinisiasi di akhir 2014 adalah platform yang membantu orang-orang yang tidak memiliki akses ke sistem pembayaran digital untuk bertransaksi secara online, atau dikenal dengan istilah assisted commerce. Kekuatan Kudo adalah jaringan agen yang berjumlah ratusan ribu dan tersebar di seluruh Indonesia.

Langkah akuisisi ini merupakan bagian komitmen Grab4Indonesia senilai $700 juta yang dicanangkan awal Februari lalu. Dana tersebut bakal digunakan untuk membangun R&D Center dan beberapa inisiatif lainnya dalam 4 tahun ke depan.

Dalam pernyataannya, Grab menyebutkan, “Tim Kudo akan bergabung dengan Grab dan platform Kudo akan diintegrasikan dengan ekosistem pembayaran Grab [GrabPay]. Grab juga akan mendukung dan mengakselerasi ekspansi jaringan agen Kudo di seluruh Indonesia, dan meningkatkan jangkauan Kudo untuk membawa lebih banyak penumpang, pengemudi, dan pengguna GrabPay ke dalam platform Grab.”

 

Kepada DailySocial, CEO Kudo Albert Lucius mengkonfirmasi mereka tetap mengurusi bisnis assisted commerce. Albert mengatakan, “Tetap dua-duanya, assisted commerce dan pembayaran. Assisted commerce bakal menjadi contoh (use case) [sistem] pembayaran.”

GrabPay untuk layanan e-money

Peresmian Go-Pay dari Go-Jek sebagai platform e-money sebagai hasil akuisisi MV Commerce menambah tekanan terhadap GrabPay untuk menjadi platform pembayaran alternatif di Indonesia.

GrabPay telah mendukung top up melalui transfer bank, jaringan Alfamart Group, Mandiri eCash, dan Doku Wallet. Meskipun demikian, GrabPay belum mendukung top up melalui mitra pengemudi seperti halnya Go-Pay. Hal ini yang nampaknya bakal dibidik dengan pengintegrasian platform Kudo.

CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab
CEO Grab Anthony Tan dan CEO Kudo Albert Lucius / Grab

Tantangan GrabPay berikutnya adalah pemanfaatan GrabPay yang lebih luas, tak hanya untuk penggunaan transportasi. Penggunaan GrabPay untuk GrabFood misalnya, bakal meningkatkan nilai rataan transaksinya. Sinerginya dengan Lippo Group dan Kudo bisa mendorong pemanfaatan GrabPay untuk pembayaran layanan e-commerce.

Yang terakhir GrabPay seharusnya sudah bertransformasi menjadi layanan e-money berikutnya. Entah apakah mereka sudah mengajukan hal ini ke Bank Indonesia atau melakukan cara yang sama dengan akuisisi terhadap pemilik lisensi, GrabPay harus memiliki kemampuan yang setara dengan Go-Pay agar dapat bersaing.

Untuk meningkatkan fokus terhadap GrabPay sebagai produk potensial masa depan, Grab telah menunjuk Jason Thomson, yang sebelumnya pernah mengepalai unit Euronet untuk EMEA dan Asia, untuk memimpin divisi ini.

Application Information Will Show Up Here

Cara Merekrut Talenta Terbaik

Merekrut tim startup yang solid adalah suatu pekerjaan yang gampang-gampang susah, apalagi bagi startup yang baru berdiri di tahun pertama. Tidak mudah untuk merekrut orang asing yang sama sekali belum mengenal perusahaan Anda. Perlu pengetahuan dan kemampuan tertentu yang perlu Anda kuasai sebelumnya.

Dalam sebuah diskusi panel yang diadakan Plug and Play Indonesia bertajuk “How to Attract and Recruit Top Talents” di Binus University Jakarta, menghadirkan Kevin Darmawan (Coffee Ventures), Sukan Makmuri (KUDO), Lius Widjaja (Wantedly), dan dimoderatori oleh Nayoko Wicaksono (Plug and Play Indonesia), mengupas segala sesuatu mengenai menemukan calon rekrut yang tepat untuk perusahaan. Mulai dari kapan seorang founder perlu merekrut orang baru, bagaimana tekniknya, apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan, dan lain sebagainya.

Rekrut itu mengenai proses membangun hubungan baik

Pembicara sepakat bahwa waktu yang tepat untuk merekrut tim itu sangat bergantung pada kebutuhan perusahaan itu sendiri. Ketika bisnis suatu perusahaan mulai bertumbuh, sudah pasti membutuhkan tambahan tenaga baru untuk mendukungnya. Akan tetapi, yang perlu ditekankan adalah rekrut itu mengenai membangun hubungan baik.

Siapapun calon rekrut yang Anda temui, sekalipun teman sendiri, Anda tidak perlu menyampaikan hal-hal teknis seperti yang dilakukan saat proses rekrut secara konvensional. Teknik yang perlu Anda lakukan adalah menyampaikan cerita yang menggugah berdasarkan pengalaman Anda sendiri ketika merintis perusahaan.

Seperti apa mimpi, visi dan misi yang ingin Anda capai demi mengubah hajat hidup orang banyak, serta solusi yang ingin Anda tawarkan terhadap suatu isu yang terjadi.

“Anda harus cari tahu cara membuktikan mimpi tersebut dengan bisnis model yang sudah Anda buktikan sebelumnya. Dengan cara itu, Anda akan mendapatkan calon rekrut yang terbaik untuk perusahaan,” terang Sukan.

Tak hanya itu, Anda perlu menerapkan percakapan yang terbuka meski baru pertama kali bertemu dengan calon rekrut. Mereka bisa Anda pancing dengan berbincang mengenai keadaan keluarga, mengapa mereka berminat bergabung dengan perusahaan Anda, bila mereka diterima bagaimana komitmen berapa lama durasi bekerja di tempat Anda, dan lainnya.

Hal-hal seperti ini sebaiknya dibicarakan sejak awal, tujuannya agar memancing sikap terbuka dan perbincangan dua arah. Menurut Kevin, berbicara terbuka itu memang susah. Tapi itu perlu diperlukan agar ke depannya kedua belah pihak sama-sama nyaman dengan satu sama lain.

“Intinya adalah perbicangan yang terbuka, ini adalah value yang terpenting dari bentuk komunikasi dua arah. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak akan khawatir bila terjadi masalah ke depannya,” ujar Kevin.

Masalah yang sering terjadi di dalam startup, lanjut Kevin, adalah cekcok antar founder. Ujung-ujungnya mengakibatkan salah satu dari mereka mengundurkan diri dari perusahaan. Maka dari itu, komunikasi terbuka dan dua arah itu perlu senantiasa diterapkan.

Tawarkan fleksibiltas waktu kerja

Meski perusahaan rintisan Anda baru dimulai, bukan berarti Anda tidak bisa memberikan daya tawar yang menarik untuk calon rekrutan. Ketika perusahaan masih bootstrap dan besaran gaji belum menggiurkan, Anda bisa menawarkan fleksibilitas waktu kerja.

Sukan menerangkan, fleksibilitas adalah suatu hal yang menarik untuk orang-orang yang memiliki waktu kerja kantoran. Mereka bisa mencurahkan keahliannya untuk perusahaan di luar waktu kerja.

Di luar itu, Anda bisa menawarkan tentang pembagian saham. Strategi ini dinilai akan menarik calon rekrut Anda untuk turut membangun perusahaan karena ada rasa memiliki yang terlanjur sudah mengikat mereka.

Yang terpenting, bagi Sukan adalah Anda harus transparan dengan segala sesuatunya. Baik itu pembagian saham, keuangan perusahaan dan hal sebagainya.

Gunakan segala sumber untuk mendapatkan calon rekrut terbaik

Sukan melanjutkan, saat merekrut orang baru apalagi untuk menyasar kalangan profesional, pihaknya menerapkan strategi lewat referral dari jaringan yang sudah mereka bangun, seperti rekomendasi dari karyawan KUDO sendiri, atau kenalan. KUDO juga masih melakukan perekrutan lewat platform LinkedIn sebagai salah satu channel mereka.

“Kami selalu memanfaatkan koneksi dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Kami cari tahu sendiri kriteria orang yang kami inginkan, mereka memiliki passion yang kuat dengan kesamaan visi misi.”

Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Kevin. Pihaknya sering menerapkan strategi lewat koneksi pribadi, lalu menghubungi calon rekrut secara langsung. Langkah ini cukup efektif karena dapat menjalin hubungan yang baik pada tahap awal.

Sementara itu, Lius menerapkan cara lewat social media referral kini menjadi suatu tren untuk menjaring kalangan millennial. Cara ini terbukti mulai digunakan oleh klien Wantedly di Jepang karena lebih efektif sekaligus efisien.

Social media referral itu menarik diterapkan bila startup menargetkan kalangan millennial sebagai calon rekrutnya. Hal ini sudah terbukti di Jepang, kantor pusat Wantedly berada. Tenaga kerja yang direkrut lewat social media referral cukup meningkat,” pungkas dia.

Kudo Dikabarkan Diakuisisi Grab Senilai 1,3 Triliun Rupiah

Sebagai upaya untuk memperdalam jangkauan pasar di Indonesia, Grab dikabarkan telah melakukan akuisisi terhadap Kudo, startup lokal yang memfokuskan pada pengembangan layanan assistive e-commerce. Nilainya berkisar $100 juta atau setara dengan Rp1.3 triliun.

Berita ini menjadi kabar yang cukup mengagetkan. Pasalnya startup yang didirikan oleh Albert Lucius dan Agung Nugroho di awal tahun 2015 ini (Kudo) menjelang akhir tahun lalu baru mengumumkan putaran pendanaan yang dipimpin oleh EMTEK, dengan nilai sekitar Rp 130 miliar. Menyusul pendanaan sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2015 oleh sejumlah investor, termasuk East Ventures dan GREE Ventures. Dengan pendanaan tersebut visi Kudo dalam memperluas pengadaan agen yang lebih masif di seluruh Indonesia.

Belum lama ini, untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis, Kudo juga “membajak” Sukan Makmuri untuk duduk di jajaran C-Level perusahaan. Menurut pemaparan Albert kepada DailySocial, perekrutan tersebut dilakukan karena Kudo membutuhkan skillset baru untuk mengakselerasi bisnis.

Sebelumnya Grab menyatakan komitmennya untuk menjadi bagian dari akselerasi ekonomi digital di Indonesia. Dihadiri langsung oleh Group CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan, Grab mengumumkan investasinya senilai $700 juta untuk pengembangan pusat inovasi selama 4 tahun ke depan. Rencana yang bernama “Grab 4 Indonesia” itu didukung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia.

Pembaruan layanan GrabPay sendiri sebagai layanan e-money mulai digencarkan di Indonesia, paling anyar peluncuran GrabPay Credit, dilakukan untuk mengukuhkan posisi GrabPay sebagai e-money yang mudah diisi ulang, melalui ATM atau minimarket. Inovasi berbasis fintech seragam dilakukan oleh para pemain bisnis transportasi berbasis aplikasi. Di Indonesia, lawan paling dominan adalah Go-Jek, yang saat ini juga tengah gencar memaksimalkan penetrasi pemanfaatan Go-Pay.

Dailysocial sudah menghubungi pihak Kudo untuk mencari konfirmasi.

Kudo Rekrut Tokoh Senior untuk Dorong Akselerasi Bisnis

Di lanskap startup Indonesia perekrutan tokoh senior untuk ditempatkan dalam jajaran C-Level perusahaan cukup menjadi tren, terutama untuk startup yang tergolong sudah mapan. Contohnya ada Jim Geovedi di YessBoss Group, ada juga Kudo dengan merekrut Sukan Makmuri dan baru-baru ini Tiket dikabarkan melakukan hal yang sama. Lalu sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan para Founder dari perekrutan tersebut, sehingga dirasa menjadi urgensi dalam alur bisnis yang mereka kerjakan?

Kami berkesempatan berbincang dengan Co-Founder dan CEO Kudo Albert Lucius. Alasan mendasar yang dipaparkan Albert mengapa Kudo merekrut Sukan Makmuri untuk masuk ke jajaran C-Level di bisnisnya karena dibutuhkannya skillset baru untuk mengakselerasi bisnis. Jelas saja, pengalamannya selama 25 tahun di Silicon Valley membuat veteran teknologi tersebut dinilai mampu memberikan sumbangsih besar untuk kemajuan Kudo.

Tak wajib memang untuk melakukan perekrutan tokoh senior seperti ini. Lebih detail Albert mengungkapkan bahwa perekrutan tokoh senior sangat bergantung pada tahapan sebuah startup. Ketika startup masih dalam tahap berkembang, semasa growth masih dipupuk, produk masih berubah-ubah, maka eksekusi cepat diperlukan dengan kendali pribadi Founder dan tim. Namun ketika tim sudah membesar, karyawan sudah banyak, maka figur senior sangat diperlukan untuk mengakomodasi berbagai hal.

Pertama ialah membawa stabilitas dan membagikan pengalamannya kepada startup. Umumnya startup didominasi oleh kalangan muda, sebagian besar. Untuk menjaga bisnis tetap merangkak maju, butuh mengimbanginya dengan senioritas yang ada membawa kestabilan perusahaan. Secara umum tokoh senior yang direkrut juga dinilai harus dapat diikuti dan menjadi inspirasi rekan-rekan pekerja yang masih junior. Maka dari itu pemilihan sosok ini akan menjadi langkah krusial yang perlu dilakukan Founder.

Berbagi tips kepada rekan-rekan startup lain, yang masih di tahap pemula, Albert menyampaikan sarannya. Menurutnya perekrutan dilakukan seperlunya saja, yang penting lakukan dengan proses eksekusi yang cepat, tidak menghambat keputusan lain yang diperlukan untuk proses bisnis. Tim manajemen kada merasa tiba-tiba perlu merekrut seorang senior begitu pertumbuhan sales dan organisasi berkembang. Di sini kuncinya startup harus memiliki hiring path (kandidat) sebelum benar-benar diperlukan.

Membangun hubungan (networking) yang dilakukan oleh seorang Founder startup akan memberikan peran yang besar dalam menentukan kandidat ini. Ketika startup sering terhubung dengan tokoh-tokoh senior yang inline dengan bidang bisnis yang dikerjakan, maka untuk mendapatkan kandidat tersebut tidaklah sulit. Terlebih ketika ada tuntutan untuk melakukan perekrutan seorang tokoh yang bisa memiliki gagasan selaras dengan visi startup.

Pada akhirnya bisnis teknologi dikembalikan kepada tantangan yang paling mendasar, yakni melakukan adaptasi secara cepat untuk bisa tetap berdiri tegak di tengah persaingan dan dinamika bisnis global yang terus melesat. Karena sekat dalam bisnis teknologi tergolong lebih transparan, berbagai tindakan strategis butuh segera ditentukan.

CodeSaya Meetup 1.0 Perdalam Wawasan Seputar Produktivitas Developer

CodeSaya Meetup 1.0 pada 17 September 2016 lalu berhasil dilaksanakan. Bertempat di kantor Kudo (Kudoplex 1) Jakarta Selatan, acara ini memberikan berbagai insight seputar pengembangan solusi digital. Dalam acara ini turut diisi oleh Developer Relation Lead Kudo Sarah Shafitri, Founder dan CEO KodeSaya Ganis Zulfa Santoso, Tech Evangelist Kudo Hutomo Sugianto dan CMO CodePolitan Muhammad Singgih.

Acara diawali dengan presentasi oleh Sarah Shafitri yang memberikan insight tentang bagaimana startup masa kini memberikan iklim yang menyenangkan bagi ruang kerja developer. Sesi selanjutnya diisi oleh Ganis membawakan tema “Efficient Git Workflow”. Dalam pemaparannya diceritakan tentang workflow git yang saat ini ada dan seperti apa penggunaannya.

Selanjutnya materi diteruskan oleh Hutomo Sugianto, membawakan judul “High Productivity Applications” presentasinya mencoba mengajak para peserta untuk mengidentifikasi permasalahan umum di dalam pengembangan software. Di presentasinya ia menggaris bawahi masalah umum yang sering dihadapi dalam sebuah tim developer adalah kolaborasi, kompleksitas kode dan sulitnya kode dimengerti.

CMO CodePolitan kali ini membawakan presentasi bertajuk “Necessary Soft Skills for Developers”. Di dalam sesinya, Singgih juga memberikan contoh praktik terkait dengan kemampuan pemrograman yang perlu diperdalam oleh developer. Dalam poin materinya, turut disampaikan tentang pentingnya melakukan networking bagi seorang developer.

Setelah sesi presentasi, peserta diberikan kesempatan untuk melakukan diskusi tanya jawab dengan pemateri. Sesi networking turut dihadirkan untuk mempraktikkan apa yang sudah disampaikan di dalam materi presentasi. Meetup kali ini pun ditutup dengan mengunjungi kantor pengembangan Kudo dan berjalan-jalan melihat suasana produktif di dalamnya.


Disclosure: DailySocial adalah media partner CodeSaya Meetup 1.0.

Krisis Talenta dan Regulasi Pemerintah Masih Batasi Pertumbuhan Startup

Hari pertama Festival Kreatif Ideafest 2016 menghadirkan pewakilan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan asosiasi untuk berdiskusi secara langsung dengan para pelaku startup di Indonesia. Sesi diskusi yang bertajuk “How Government Can Actually Help Incubate Startup” turut mengundang pelaku startup dan venture capital Indonesia, yaitu CEO Kudo Albert Lucius, Managing Director Kejora Ventures Andy Zain dan Nazier Ariffin dari Fenox Venture Capital.

Para pelaku startup, venture capital, akademisi, dan pelaku media diberikan kesempatan untuk menyampaikan unek-uneknya di hadapan Direktur e- Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kementerian Kominfo Azhar Hasyim, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Pesik, dan CEO OLX Indonesia Daniel Tumiwa yang sebelumnya menjabat Ketua Umum idEA sebagai wakil komunitas.

Banyak hal menarik yang diutarakan Andy Zain dan Nazier Ariffin sebagai perwakilan venture capital, di antaranya adalah krisis talenta. Makin maraknya pertumbuhan startup di Indonesia membuat tenaga kerja atau talenta yang memiliki skill dan kemampuan khusus menjadi semakin sulit untuk ditemukan. Dalam hal ini Andy menyarankan kepada pemerintah untuk menghadirkan tokoh serta pelaku startup internasional yang telah memiliki pengalaman serta wawasan yang luas untuk membantu para pelaku startup di Indonesia.

“Saya melihat saat ini sudah banyak orang Indonesia dikirim keluar negeri untuk belajar. Saya melihat langkah tersebut sudah terlambat. Yang baiknya dilakukan adalah mendatangkan orang-orang pintar dari mancanegara ke Indonesia,” kata Andy.

Ditambahkan juga oleh Nazier bahwa saat ini hanya 10% saja talenta Indonesia yang memilki skill dan kemampuan yang baik untuk bisa dimanfaatkan oleh startup. Solusi yang kemudian disarankan Nazier adalah dengan meng-outsource talenta dari luar negeri untuk bekerja dengan startup di Indonesia.

“Saat ini sudah ada issue yang beredar anak muda yang sekolah di luar negeri pulang ke Indonesia dan memilih untuk bekerja di perusahaan besar. Mereka masih enggan untuk memilih bekerja di startup,” kata Nazier.

Regulasi yang selalu berubah dan kurang mendukung

Di sisi lain CEO Kudo Albert Lucius mengungkapkan beberapa cerita kurang menyenangkan di balik regulasi lisensi e-money yang sudah lama tidak dikeluarkan lagi oleh pemerintah.

“Saya melihat saat ini dari sisi fasilitas pembayaran masih banyak kekurangan dari pemerintah, ketika ada beberapa startup yang mencoba untuk meng-cater potensi tersebut ke masyarakat Indonesia yang lebih luas, startup tersebut kemudian diminta untuk segera tutup dan memberhentikan bisnis mereka,” kata Albert.

Dalam hal ini Albert melihat masih tidak ada kejelasan dari pemerintah, dalam hal regulasi, menjadikan startup sulit untuk berkembang. Diharapkan kedepannya pemerintah bisa lebih terbuka terkait dengan hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh disinggung oleh startup, sehingga regulasi menjadi lebih relevan untuk startup.

What’s next untuk pemerintah

Sesi diskusi kemudian ditutup dengan tanggapan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan perwakilan asosiasi untuk bisa memberikan tanggapannya terkait dengan ‘unek-unek’ yang disampaikan oleh pelaku startup dan venture capital.

Meskipun belum maksimal, pemerintah mengklaim sudah melakukan beberapa kegiatan strategis dalam hal perbaikan infrastruktur, kesempatan untuk memberikan program akselerasi dan inkubator serta memberikan kesempatan lebih kepada UMKM di Indonesia. Ke depannya diharapkan akan lebih banyak lagi inovasi serta dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada industri startup di Indonesia.

“Kami dari Kemenkominfo akan berusaha untuk menyediakan ICT, karena akan sulit bagi startup untuk tumbuh tanpa adanya prasarana telekomunikasi yang diberikan oleh pemerintah,” kata Azhar.


DailySocial adalah media partner Ideafest 2016

Startup Assistive E-Commerce Kudo Kembali Peroleh Pendanaan

Kudo, layanan e-commerce yang membantu masyarakat (khususnya yang belum melek teknologi) berbelanja online, mengumumkan perolehan pendanaan sebesar 8 digit dollar Amerika (kisarannya sangat luas, antara 130 miliar hingga 1,3 triliun Rupiah) dari grup investor yang dipimpin EMTEK. Investor terdahulu, yaitu East Ventures, 500 Startups, Singapore Press Holdings, IMJ Investment Partners, dan Skystar Capital, juga turut berpartisipasi. Pendanaan ini disebutkan untuk membantu memperluas pengadaan agen yang lebih masif di seluruh Indonesia. Selain itu Kudo juga memperkenalkan Sukan Makmuri sebagai CTO perusahaan. Sukan sebelumnya kita kenal pernah berkiprah bersama Kaskus.

Diungkapkan dalam rilisnya, Kudo mengklaim saat ini memiliki lebih dari 150 ribu agen yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan telah membantu lebih dari satu juta orang Indonesia yang sebelumnya belum pernah berbelanja online, karena keterbatasan perangkat dan alat pembayaran.

Kudo sendiri didirikan oleh Albert Lucius dan Agung Nugroho di awal tahun 2015. Perusahaan memperoleh pendanaan Seri A di bulan Mei 2015.

Dulu awalnya Kudo menggunakan perangkat khusus yang bisa diakses konsumen secara langsung. Kini mereka memastikan agen, dengan kelengkapan smartphone Android dan aplikasi Kudo, adalah sarana paling tepat untuk menyebarkan “virus” belanja online ke seluruh pelosok Indonesia. Kudo telah bermitra dengan berbagai pihak untuk melayani pembayaran berbagai kebutuhan bulanan (pulsa telepon, listrik prabayar), pembelian tiket pesawat, dan pembelian barang-barang melalui marketplace.

Co-Founder dan COO Kudo Agung Nugroho menyebutkan, “Kami ingin memberdayakan lebih dari 1 juta pengusaha digital [sebagai agen] dan memudahkan jutaan orang Indonesia untuk berbelanja online pertama kalinya di tahun 2018. Kami percaya pada kemampuan eksekusi kami di Indonesia. Kemitraan strategis kami dengan perbankan [yang banyak menyasar konsumen] di daerah pedesaan, BTPN, dan sejumlah mitra distributor dan ritel kunci akan membantu kami meraih tujuan ini dengan lebih cepat.”

Sementara disinggung soal penunjukan Sukan, yang sebelumnya sempat lama berkiprah di Amerika Serikat, Kudo berharap bisa mendorong lebih banyak diaspora teknologi yang “pulang kampung” dan berkontribusi untuk membangun ekonomi digital Indonesia, yang khusus untuk sektor e-commerce saja ditargetkan mencapai nilai $130 miliar di tahun 2020.

Bagi EMTEK, investasi di Kudo melengkapi lingkaran investasi yang dilakukannya setelah sebelumnya berinvestasi di marketplace umum Bukalapak dan layanan e-commerce barang mewah Bobobobo.