CEO Fave Mundur dari Perusahaan Setelah Delapan Tahun Menjabat

Co-founder & CEO Fave Joel Neoh mengumumkan akan mengundurkan diri dari perusahaan efektif per 1 Maret 2023 mendatang. Belum disampaikan siapa calon penggantinya.

Bersamaan dengan itu, Co-Founder Fave Yeoh Chen Chow akan melanjutkan bisnis bersama General Manager Fave Singapura Avantika Jain; juga Aik Kuang Heng selaku General Manager Fave Malaysia yang baru diangkat; bersama tim kepemimpinan lokal di Indonesia dan India.

Mengutip dari e27, dalam keterangan resminya Neoh menyampaikan bahwa dirinya memiliki hak istimewa dalam seumur hidupnya untuk bekerja dengan talenta terbaik di Asia Tenggara yang membangun Fave menjadi merek konsumer yang besar.

“Hari ini, satu dari setiap warga Singapura dan jutaan konsumen di Malaysia, Indonesia, dan India menggunakan Fave setiap hari untuk pembayaran dan memperoleh reward. Dengan kepemimpinan dan budaya yang telah kuat dibangun, saya yakin dengan pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang,” kata dia.

Dia melanjutkan, “Ketika saya meninggalkan Fave, saya berharap dapat berkontribusi lebih lanjut ke ekosistem teknologi Asia Tenggara, membantu sesama pengusaha lain tumbuh dalam perjalanan startup mereka.”

Neoh adalah salah satu pendiri awal Groupon di Malaysia pada 2011, saat itu ia mengelola bisnis senilai $2 miliar di Groupon Pacific dengan lebih dari 2.500 karyawan. Sebelumnya pada 2009, ia ikut mendirikan Say.com, sebuah platform media digital yang merger dengan Rev Asia dan diakuisisi oleh perusahaan konglomerasi media Media Prima.

Perjalanan Neoh sebagai investor di Asia Tenggara juga patut disoroti. Disebutkan ia telah mendanai lebih dari 25 startup melalui perannya sebagai mentor dan penasihat di Endeavor Malaysia, XA Network, Sunway University, dan limited partner di 500 Southeast Asia III, Better Bite Ventures, dan lainnya.

Neoh menuturkan dirinya akan terus memberikan kontribusi kepada ekosistem startup digital di Asia Tenggara. Sembari menikmati waktu istirahatnya, ia akan kembali dan mendukung pendiri dan pengusaha lain di Asia Tenggara.

“Selama 10 tahun terakhir sektor teknologi telah menyaksikan lonjakan perusahaan baru, ratusan perusahaan yang didanai VC, dan beberapa unicorn dan perusahaan yang terdaftar publik, yang mengarah ke serangkaian pendiri berkualitas dengan potensi luar biasa. Merupakan suatu kehormatan untuk membantu para pemimpin ini dalam perjalanan mereka dari nol ke satu,” ujarnya.

Perjalanan Fave

Sejak didirikan pada delapan tahun lalu, Fave adalah platform penjualan e-voucher untuk merchant dari berbagai kategori seperti makanan, kecantikan, relaksasi, aktivitas, ritel, dan jasa. Produknya adalah berbagai penawaran (deals), pembayaran QR, cashback, dan rewards. Terdapat pula fitur eCards, kartu digital yang memberikan cashback untuk setiap pembelian di eCards partner.

Perusahaan mengatakan bahwa pada sepanjang 2022, telah mencapai volume transaksi tertinggi sepanjang masa, yang mencerminkan popularitas dan pangsa pasar perusahaan yang semakin meningkat. Data internal menunjukkan pertumbuhan 40% secara quarter-on-quarter (QoQ) dan diprediksikan pencapaian yang baik pada tahun ini.

Ditargetkan perusahaan akan meluncurkan lebih banyak kolaborasi dengan bank-bank utama dan lembaga keuangan di seluruh pasar, menyediakan opsi pembayaran yang lebih fleksibel untuk online merchant di kuartal kedua 2023. Saat ini Fave beroperasi di empat negara dengan kantor pusat di Malaysia. Pasca-akuisisi penuh oleh Pine Labs pada April 2021, Fave ekspansi ke India dan meluncurkan sejumlah fitur di sana.

Di Indonesia, Fave masuk melalui sister company KFit pasca-akuisisi Groupon Indonesia pada 2016. Lalu rebrand menjadi Fave hingga kini beroperasi di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, dan Medan. Meski dari cakupan lokasi tidak ada penambahan dari pemberitaan terakhir, namun dari penelusuran DailySocial.id, merchant yang bergabung kian beragam dari lintas bisnis.

Terlebih itu, kelima kota di atas merupakan kota utama dengan tingkat ekonomi dan populasi yang tinggi di Indonesia. Sehingga bisa jadi sangat sesuai dengan target pengguna Fave yang demografinya sudah familiar dengan produk-produk digital. Pemain sejenis seperti Fave tidak ada yang persis sama, namun ada yang mendekati, di antaranya TADA, Cashbac, Qraved, dan Chope.

Application Information Will Show Up Here

Target TADA Bantu Bisnis dengan “Customer Retention Platform”

TADA saat ini memasuki tahun ke-4 beroperasi sebagai perusahaan teknologi. Banyak hal telah dilalui, mulai dari perubahan nama hingga pendanaan Seri B yang dipimpin oleh Finch Capital. Di tahun 2020 ini TADA mencoba terus meningkatkan kualitas layanannya untuk membantu lebih banyak merchant dan bisnis, terutama dalam hal menjaga kesetiaan pengguna.

TADA saat ini mengusung konsep customer retention platform. Solusi mereka lebih kepada bagaimana merchant atau bisnis bisa mendapatkan lebih banyak pengguna dan menjaganya melalui serangkaian strategi.

Saat ini lebih dari 400 brand sudah bergabung dengan TADA. Strategi marketing yang diterapkan pun beragam, mulai dari digital membership, subscription, referral, dan digital rewards platform. Mereka juga sudah dipercaya merchant yang beroperasi di Malaysia dan Filipina.

Founder & Managing Director TADA Antonius Taufan menjelaskan, loyalitas pelanggan merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Loyalitas ini bisa berdampak baik pada revenue. Sayangnya untuk mendapat loyalitas pengguna bukan perkara yang instan. Salah satu cara untuk mendapatkan loyalitas pelanggan adalah dengan memperkuat engagement.

“Melalui membership program tersebut, Anda bisa mencoba untuk berfokus pada customer experience atau pengalaman pelanggan. Setiap pengalaman positif yang dirasakan oleh konsumen akan berpengaruh terhdap kepuasan yang mereka rasakan. Ketika muncul kepuasan maka konsumen akan terus melakukan pembelian ulang,” terang Antonius.

TADA sebagai customer retention platform menawarkan pengelolaan dan strategi tersebut. TADA saat ini berbasis close loop, artinya setiap brand memiliki poin dan kartunya masing-masing, sehingga memberikan engagement secara ekslusif antara brand dan pelanggan.

Tetapi dari segi redemption rewards mereka mendukung open dan close loop rewards. Dengan ratusan merhant di dalamnya TADA cukup optimis ekosistem yang mereka bentuk merupakan value yang bisa jadi pertimbangan brand dalam mencari solusi menjaga loyalitas pengguna.

“Tantangan sebagai CRP di Indonesia dan sebesar apa potensi yang ingin digali  Mengedukasi client benefit dari retention bahwa melakukan retensi pelanggan lebih murah daripada akuisisi. Itulah mengapa kami mengadakan customer retention expert class yang diadakan dua bulan sekali,” imbuh Antonius.

Rencana di 2020

Melanjutkan perjalanannya, TADA masih berusaha membantu merchant dan bisnis untuk mengelola retensi pengguna. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah program berlangganan, seperti paket langganan yang diterapkan di aplikasi Gojek dan Grab.

“Kami ingin membantu brand untuk mempunyai program serupa (paket berlangganan). Demikian juga dengan referral di mana Tokopedia dan Gojek mempunyai hal serupa seperti Tokopedia Buy Me dan Gojek Referral Code. Di sini TADA membantu para brand untuk mempunyai program serupa dengan suite customer retention platform yang dimiliki,” terang Antonius.

Antonius menambahkan, tujuan akhir program retensi pelanggan ini adalah meningkatkan profit dengan menghadirkan program yang berfokus pada peningkatan frekuensi dan transaksi per pelanggan. Hal ini sesuai dengan misi TADA untuk menjadi salah satu platform B2B berbasis teknologi karya anak bangsa yang diakui di mancanegara.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Lisensi E -Money, Platform Loyalitas Ezeelink Kejar Pengembangan Produk

Platform loyalitas Ezeelink bakal gencar mengembangkan produk e-money (dinamai Ezeepay), pasca mengantongi lisensi Bank Indonesia pada Juni 2018. Pada tahap awal yang akan segera diluncurkan masih standar, untuk pembayaran PPOB, tagihan, dan top up pulsa. Berikutnya akan merambah ke sektor transportasi dan lainnya.

“Mengingat perkembangan industri digital yang sangat cepat, pengembangan berikutnya akan disesuaikan dengan teknologi yang terbaru,” terang CEO Ezeelink Andre Satyadharma kepada DailySocial.

Saat ini Ezeepay masih dalam tahap pengembangan. Penggunaannya pun terbatas untuk kalangan internal perusahaan saja. Direncanakan pada akhir tahun ini Ezeepay akan segera hadir untuk publik. Nantinya seluruh pembayaran untuk produk e-voucher, pembelian pulsa, dan sebagainya akan diakomodir lewat Ezeepay.

Andre Satyadharma (CEO Ezeelink) / Ezeelink
Andre Satyadharma (CEO Ezeelink) / Ezeelink

Untuk sementara pembelian produk e-voucher dapat menggunakan opsi pembayaran dengan tukar poin loyalitas atau virtual account.

Andre bercerita persiapan memperoleh lisensi ini membutuhkan proses yang cukup lama, dimulai dari saat Ezeelink dirintis pada 2012 yang lalu. Perusahaan membangun ekosistem bisnis secara perlahan-lahan hingga akhirnya BI mempercayakan Ezeelink sebagai salah satu pemain e-money di Indonesia.

Perusahaan pun mantap untuk melanjutkan fokus pengembangan layanan ke arah aplikasi sebagai strategi berikutnya agar tetap relevan dengan era digitalisasi.

Aplikasi Ezeelink diklaim telah diunduh lebih dari 30 ribu kali. Berhasil mengakuisisi rata-rata 10 ribu pengguna baru setiap bulannya dan mengakomodasi 2 ribu sampai 3 ribu transaksi.

Perjalanan bisnis Ezeelink

Dalam perjalanannya, Ezeelink dikenal sebagai platform loyalitas yang menerbitkan kartu fisik keanggotaan berbagai merchant ataupun brand. Hingga kini Ezeelink telah memiliki lebih dari 3 ribu outlet dari 400 brand. Secara gabungan, ada lebih dari 2,5 juta pemegang Ezeelink, baik berbasis kartu fisik maupun aplikasi. Mereka tersebar di Jabodetabek, Jawa, dan Sumatera.

Merchant yang tergabung mayoritas bergerak di industri food and beverages (FnB), kemudian gaya hidup, hotel & travel, gadget & home appliance, otomotif, convenience store, edukasi, health & wellness, dan komunitas.

Secara model bisnis, Ezeelink memiliki tiga produk, yakni membership loyalty program, payment, dan e-commerce. Untuk membership, pengguna dapat merasakan manfaat menjadi anggota berbagai merchant Ezeelink. Ketika bergabung, pengguna akan mendapatkan poin yang dapat ditukar dengan berbagai produk menarik dari merchant Ezeelink.

Dari sisi e-commerce, Ezeelink menjembatani merchant untuk menjual e-voucher dan mempromosikan produknya di aplikasi. Penjualan e-voucher menjadi senjata kuat untuk meningkatkan penjualan sekaligus memperkuat hubungan loyalitas antara konsumen, merchant, dan perusahaan.

Oleh karena itu, e-voucher dijadikan sebagai salah satu channel monetisasi Ezeelink. Diklaim dari produk ini telah memfasilitasi 30 ribu transaksi dan lebih dari 5 ribu voucher terjual habis.

Tak hanya untuk konsumen, sambungnya, Ezeelink menyajikan solusi untuk merchant baik dari sisi pelatihan karyawan, merchant relation, integrated marketing, call center, dan hardware support.

“Ezeelink menyediakan mesin EDC khusus untuk para merchant saat ingin menukar poinnya dengan hadiah yang mereka bidik. Mesin itu sudah mulai didistribusikan ke beberapa merchant.”

Target Ezeelink

Andre menuturkan pada tahun depan perusahaan akan lebih agresif mengembangkan aplikasi Ezeelink. Penggunaan e-money Ezeepay bakal lebih banyak merambah ke berbagai sektor sehingga pengguna bisa mendapat manfaat dan kemudahan.

“Pertumbuhan di semester pertama tahun ini naik di atas 50% dibandingkan tahun lalu. Pasca perolehan lisensi e-money, kami proyeksikan pertumbuhan di akhir semester kedua bisa naik sekitar dua kali lipat.”

Pada tahun depan, ditargetkan pertumbuhan bisnis Ezeelink secara keseluruhan dapat tumbuh 100%. Penambahan mitra brand dan pengguna diharapkan juga tumbuh 100% dari angka saat ini.

Untuk akselerasi bisnis, dia tidak menutup kemungkinan apabila mendapatkan penawaran strategis dari eksternal. Selama ini Ezeelink masih fokus menggunakan dana internal untuk pengembangan bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

TADA Receives Series B Funding from Finch Capital

TADA, previously GiftCard Indonesia, receives Series B funding with undisclosed amount from a number of investors led by Finch Capital. Hans de Back, Finch Capital’s Partner will be joining TADA’s board. Funding will be used for product development and expansion.

TADA was founded in 2012 as an attempt to improve users experience in loyalty sector. Conventionally, the scheme of loyalty program comes in a form of card or stamp. The more loyalty program being followed, the more cards for consumers to carry.

TADA with its AEP (Advocacy Engagement Platform) claims the program is beyond loyalty. They’re focused on brand building by giving advocacy or recommendation. TADA is said to help business shifting transaction to a relation. It currently has 300 corporate clients in various industries.

Antonius Taufan, CEO of TADA said in the release, “Public is getting more intelligent and aware of marketing. The businessman should know and try to build relation more than just a transaction. Through Advocate Engagement Platform, we help businessman to build a program directing customers to be an advocate for brands. The shifting from cost-centric loyalty to the revenue-centric advocacy is the basic need for business nowadays.”

In fact, the loyalty scheme trend is directed to the digital platform. We can watch how several popular services using loyalty scheme (in points) to boost service usage.

“We’re very glad to invest in TADA because we’re sure they have really interesting offers where they build a closer relationship with customers and offer advocacy approach. It has been well received by clients which acquire positive results and strong impact. We’re hoping to be able to work with Taufan and team for the development of more businesses,” de Back said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

TADA Peroleh Pendanaan Seri B dari Finch Capital

TADA, sebelumnya bernama GiftCard Indonesia, mengumumkan perolehan pendanaan putaran Seri B dengan jumlah yang tidak disebutkan dari sejumlah investor yang dipimpin Finch Capital. Partner Finch Capital Hans de Back akan bergabung menjadi anggota board TADA. Turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini beberapa investor terdahulu. Dana disebutkan akan digunakan untuk pengembangan dan ekspansi produk.

Sebagai perusahaan, TADA didirikan tahun 2012 sebagai usaha meningkatkan pengalaman konsumen di sektor loyalitas. Secara konvensional, biasanya skema program loyalitas dalam bentuk kartu atau stempel. Semakin banyak program loyalitas yang diikuti artinya semakin banyak kartu yang harus dibawa seorang konsumen.

TADA dengan Advocacy Engagement Platform (AEP)-nya mengklaim program yang disajikan tidak cuma sekedar loyalitas. Mereka fokus membantu pembentukan brand dengan memberikan advokasi atau rekomendasi. Disebutkan TADA membantu bisnis untuk beralih transaksi ke relasi. Saat ini TADA sudah memiliki 300 klien perusahaan di berbagai industri.

CEO TADA Antonius Taufan dalam rilisnya mengatakan, “Masyarakat sudah semakin pintar dan melek akan marketing. Para pebisnis hendaknya memahami ini dan membangun sebuah hubungan yang lebih dari sekedar transaksi. Melalui Advocate Engagement Platform, kami membantu bisnis untuk membangun program yang mengarahkan para pelanggan untuk menjadi advokat untuk brand. Perpindahan dari program loyalti yang cost-centric menuju program advokasi yang lebih revenue-centric merupakan hal mendasar yang dibutuhkan oleh bisnis saat ini.”

Sesungguhnya tren skema loyalitas memang mengarah ke platform digital. Kita bisa melihat bagaimana sejumlah layanan populer menggunakan skema loyalitas (dalam bentuk poin) untuk mendorong konsumen semakin banyak menggunakan layanannya.

“Kami sangat senang dengan investasi TADA, karena kami meyakini TADA memiliki penawaran yang sangat menarik, di mana TADA membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggan dan menawarkan pendekatan advokasi. Pendekatan tersebut diterima sangat baik oleh klien yang telah mendapatkan hasil yang sangat positif dan efek yang sangat kuat. Kami berharap untuk dapat bekerja sama dengan Taufan dan team untuk mengembangkan lebih banyak bisnis,” ujar Hans.

Application Information Will Show Up Here

Vexanium Wants to Transform Loyalty Program using Blockchain

Another blockchain-based platform will arrive in indonesia. Vexanium has two Co-Founders, Danny Baskara and Robin Jang. The company focused on creating PaaS (Platform as a service) product for recording reward, loyalty point, creating voucher/coupon tokens, also advertising platform.

In this early stage, Vexanium debuts with ICO (Initial Coin Offering) campaign. As any other blockchain startups, they deliver new crypto token called “VEX” as the medium for a transaction. Along with this writing, Vexanium has come to a phase 1 of ICO, after successfully closing the pre-ICO phase.

A decentralized model blockchain is considered to offer efficiency in marketing. In the implementation, Vexanium system will be embedded with business players’ service or app. VEX Token will be the transaction base, company will use the related platform to buy and use it as a loyalty program.

Vexanium business model

Services provided in Vexanium platform / Vexanium
Services provided in Vexanium platform / Vexanium

Vexanium platform ecosystem consists of three main systems. First, Vex Airdrop, is designed to facilitate “blockchain exchanger” business players to distribute VEX token. Second, VEX Platform consists of VEXM Generator and VEXplorer, is designed to facilitate business players to make and manage its own token for marketing. Third, Voucher Exchange, it allows VEX token to be operated by business merchant and consumer.

The loyalty program, for example, allows a business to buy VEX token. After the customization (for example with a business brand), Vexanium system can automatically distribute token in the specific amount to users based on marketing target. Due to its nominal, the token can be exchanged to subsidize purchasing of related products, users can also sell it using the exchange channel connected with VEX, the token will be available in INDODAX.

“Vexanium will be focusing its service in Indonesia, we’ll start from targeting tech-savvy companies. The platform is ready enough, blockchain process is backend, users or merchants have no major difference regarding UI/UX, it looks like loyalty or vouchers in general,” Baskara said to DailySocial.

Massive publication

A number of digital business players in Indonesia have joined Vixanium. Some of those are Calvin Kizana (PicMix), Jason Lamuda (Berrybenka), Anton Soeharyo (Touchten), Edi Sulistyo (Loket.com), and Joseph Aditya (Ralali). These advisors are rumored to be Vexanium’s angel investor.

The advisor’s confidence may be due to the business model and the founder experience in the previous business. Danny Baskara is known as a founder of E-voucher platform. He and his team are currently making a transformation of the previous work using blockchain mechanism. However, he assured that Evoucher and Vexanium are two different entities.

“Vexanium and Evoucher are two separate entities, Evoucher’s business model is centralized like the usual tech startups, as a middleman or a bridge between merchants and customers. Vexanium has a very different business model, the similarity is they act as a bridging solution between merchant and customer,” he added.

As an effort to increase participation in ICO stage, he did some intensive publications in various blockchain events, either local or international level.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Vexanium ingin Transformasikan Platform Loyalitas dengan Blockchain

Satu lagi platform berbasis blockchain akan hadir di Indonesia. Vexanium digagas oleh dua Co-Founder, yakni Danny Baskara dan Robin Jang. Fokusnya menciptakan produk Platform as a Service (PaaS) untuk pencatatan reward, loyalty point, pembuatan tokenisasi voucher/coupon hingga platform periklanan.

Di tahap awal ini, Vexanium mengawali debutnya dengan melakukan kampanye ICO (Initial Coin Offering). Layaknya startup blockchain pada umumnya, Vexanium melahirkan token kripto baru bernama “VEX” untuk dijadikan medium transaksi. Hingga tulisan ini dibuat, Vexanium telah memasuki ICO fase 1, setelah sebelumnya sukses menutup fase pra-ICO.

Model desentralisasi yang ditawarkan blockchain dinilai dapat menghadirkan efisiensi dalam pemasaran. Dalam implementasinya, sistem Vexanium akan di-embed bersama layanan atau aplikasi yang sudah dimiliki oleh pemilik bisnis. Token VEX akan menjadi basis transaksi di dalamnya, perusahaan yang menggunakan platform terkait dapat membeli dan menggunakan untuk program loyalitas.

Model bisnis Vexanium

Layanan yang akan disediakan di platform Vexanium / Vexanium
Layanan yang akan disediakan di platform Vexanium / Vexanium

Ekosistem platform Vexanium terdiri dari tiga sistem utama. Pertama ada Vex Airdrop, ini didesain untuk memudahkan pebisnis “blockchain exchanger” mendistribusikan atau membagikan token VEX. Kemudian yang kedua ada VEX Platform, terdiri dari VEXM Generator dan VEXplorer, didesain untuk memudahkan pebisnis membuat dan mengelola token yang dimiliki perusahaan untuk kegiatan pemasarannya. Yang ketiga ada Voucher Exchange, di dalamnya memungkinkan token VEX dioperasikan oleh merchant bisnis dan konsumen.

Misalnya untuk program loyalitas, sebuah bisnis bisa saja membeli token VEX. Setelah kustomisasi (misalnya dengan brand bisnis), sistem Vexanium dapat secara otomatis membagikan token dengan jumlah yang ditentukan kepada pengguna sesuai target promosi. Karena bersifat nominal, token tersebut dapat ditukarkan untuk menyubsidi harga pembelian terhadap produk terkait, atau pengguna juga dapat menjualnya melalui kanal pertukaran yang nantinya terhubung dengan VEX, token tersebut juga diperjualbelikan di INDODAX.

“Vexanium akan fokus dulu di Indonesia dan sasaran awal kami adalah perusahaan yang sudah melek dengan teknologi. Untuk (platform) sudah cukup siap, proses blockchain hanya terjadi di backend jadi dari sisi user ataupun merchant tidak ada banyak perbedaan dalam hal UI/UX, hampir mirip seperti layanan loyalty atau vouchers pada umumnya,” terang Danny kepada DailySocial.

Gencar melakukan publikasi

Sejumlah pelaku bisnis digital di Indonesia telah tergabung sebagai advisor di Vexanium. Beberapa di antaranya adalah Calvin Kizana (PicMix), Jason Lamuda (Berrybenka), Anton Soeharyo (Touchten), Edi Sulistyo (Loket.com), dan Joseph Aditya (Ralali). Advisor tersebut dikabarkan juga bertindak sebagai angel investor untuk Vexanium.

Keyakinan para advisor tersebut mungkin dikarenakan model bisnis dan kiprah founder dalam bisnis yang sebelumnya. Danny Baskara dikenal sebagai pendiri platform Evoucher. Yang dikerjakan saat ini oleh Danny dan timnya ialah membuat transformasi dari apa yang sebelumnya dilakukan melalui mekanisme blockchain. Kendati demikian Danny menegaskan bahwa Evoucher dan Vexanium adalah dua entitas yang berbeda.

“Vexanium dan Evoucher adalah dua entitas terpisah, kalau Evoucher bisnis modelnya tersentralisasi seperti tech startup pada umumnya, yakni sebagai middleman atau perantara antara merchant dan pembeli. Sedangkan Vexanium bisnis modelnya sangat berbeda namun persamaannya adalah sama-sama menjadi solusi antara merchant dan pembeli,” ungkap Danny.

Untuk meningkatkan partisipasi di tahap ICO, Danny cukup intensif melakukan publikasi di berbagai acara blockchain, baik acara tingkat lokal maupun internasional.

Papillon Group Luncurkan “CRooT”, Token Blockhain untuk Program Loyalitas

Di tengah hype blockchain, grup media Papillon Group meluncurkan platform bernama CRooT. CRooT, singkatan dari Coin Redemption on Online Transaction, adalah token koin berbasis blockchain network dari Ethereum, tepatnya ERC20. CRooT didesain khusus untuk program loyalitas dan gamifikasi yang dimiliki suatu platform aplikasi. Di fase awalnya, CRooT baru diaplikasikan di aplikasi POPULAR Now.

Di aplikasi ini, token tersebut bisa ditukarkan dengan menjadi emas murni dan/atau merchandising lainnya, bisa juga digunakan untuk melakukan beragam aktivitas interaksi multi-arah dengan para bintang yang memainkan peranan dalam beragam program Video dari Popular TV, termasuk melakukan transaksi antar pengguna.

Selain bisa digunakan untuk redemption, token ini juga akan bisa diperjualbelikan melalui bursa koin tempat token tersebut didaftarkan.

“Fitur smart contract yang ditanamkan dalam token CRooT memungkinkan pihak mana pun yang membutuhkan sistem loyalitas dan gamifikasi menjadi bagian dari proses pemasarannya. Prosesnya bisa langsung terhubung tanpa direpotkan dengan membangun komunitas pengguna dari nol, bisa langsung live sejak pertama kali implementasi. Bahkan bisa saling berkolaborasi memberikan pengalaman dan nilai tambah yang optimal antar pengguna dan/atau target market,” jelas Co-Founder & CEO Papillon Group Vicky G. Saputra.

Lebih lanjut Vicky menjelaskan, secara fungsionalitas CRooT sebenarnya tidak hanya disediakan untuk program loyalitas atau gamifikasi. Visi besar CRooT adalah untuk menjadi token akan meningkat nilai intrinsiknya dan bisa digunakan dalam aplikasi kehidupan keseharian penggunanya.

“CRooT itu nama yang diberikan oleh para fans di POPULAR. Bukan kami sendiri, so driven by fans. Harapannya dari setiap transaksi online dalam pengguna bisa redeem beragam benefit,” ujar Vicky.

Mengapa fokus di program loyalitas?

Seiring dengan perkembangan tren pemasaran digital saat ini, pengembang CRooT berkeyakinan bahwa konsep kolaborasi dan optimalisasi fanbase bisa berjalan dengan lebih efektif dibandingkan sekedar paid advertising atau konsep pemasaran lainnya. Pengalaman yang dirasakan audience dari aktivitas pemasaran ini menjadi salah satu prioritas utama agar tujuan pemasaran dapat tercapai dengan lebih optimal.

“Fitur smart contract dari blockchain network Ethereum ini juga memungkinkan kolaborasi dapat terjadi dengan lebih mudah dan cepat serta lintas negara,” imbuh Vicky.

Selain di aplikasi POPULAR Now, target pengembangan berfokus pada pembuatan aplikasi untuk loyalty exchange dan pembuatan wallet untuk token CRooT. Harapannya bisa lebih mudah digunakan pihak lain yang menjadi mitra kolaborasi dalam program loyalitas. Adopsi token CRooT ini juga akan terus dikembangkan dalam beragam program kolaborasi lainnya secara online maupun offline.

“Bagi saya sendiri, masa depan cryptocurrency ini seperti halnya perkembangan internet di Indonesia sekitar 20 tahun yang lalu, dengan kata lain sesuatu hal yang tak dapat dielakkan akan terjadi. Hanya saja kemungkinan besar adopsi cryptocurrency akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih singkat, termasuk di Indonesia. So walaupun saat ini tampaknya masih cukup complicated, akan tiba saatnya penerimaan masyarakat akan menjadi lebih baik,” pungkas Vicky.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Loyalitas Pelanggan Ponta Klaim Miliki Tujuh Juta Anggota di Indonesia

Di penghujung tahun 2015 platform loyalitas dengan rewards point asal Jepang Ponta mengklaim telah memiliki sebanyak 7 juta anggota dalam kurun waktu satu tahun. Dengan angka ini, Ponta bisa dibilang menjadi program loyalitas nomor satu dan terbesar di Indonesia.

Di Indonesia, Ponta, yang merupakan kepanjangan dari Point Terminal, diadopsi secara lokal dengan nama PT. Global Loyalty Indonesia dan telah berdiri sejak Januari 2015. Mereka menjalin kemitraan dengan sejumlah jaringan ritel besar, yaitu Alfamart, AlfaMidi, Dan+Dan, Lawson, Alfa Online, restoran keluarga Solaria, Glosis, Sunny Side Up, dan Klinik Gigi Senyum Ceria.

“Hal ini pun menjadi sebuah kesempatan besar bagi perusahaan yang sangat memperhatikan sektor Customer Relations Management dan ingin mengembangkan program keanggotaan pelanggan. Dengan berkoalisi bersama Ponta, maka 7 juta member Ponta juga akan menjadi pelanggan perusahaan tersebut. Potensi untuk meningkatkan penjualan, membangun citra dan brand awareness perusahaan menjadi semakin mudah,” kata Direktur Global Loyalty Indonesia Santoso Kurniadi.

Setelah menjadi anggota Ponta, kartu dapat langsung dipergunakan saat melakukan transaksi di partner Ponta. Kasir akan memindai kartu (atau swipe magnetic stripe) dan poin akan bertambah. Poin Ponta yang sudah mencukupi dapat ditukarkan dengan voucher yang akan memotong nilai transaksi pembelanjaan atau dapat juga ditukarkan dengan produk berharga khusus, bonus poin, dan diskon tertentu yang berlaku di masing-masing partner Ponta.

Di Jepang sendiri, Ponta, yang beroperasi selama 5 tahun, telah memiliki lebih dari 70 juta anggota dengan lebih dari 106 brand yang bergabung.

Vontes Hadirkan Skema Loyalitas Lintas Layanan

Vontes menghadirkan platform loyalitas baru bagi konsumen. Setiap bertransaksi di layanan yang bekerja sama atau mengikuti sebuah kontes, konsumen akan memperoleh poin yang dapat dikumpulkan dan ditukarkan dengan pulsa dan kupon voucher layanan e-commerce yang diinginkannya.

Continue reading Vontes Hadirkan Skema Loyalitas Lintas Layanan