Xquisite Informatics Berharap Jadi Penyedia Layanan Komplet untuk Pengelolaan Data

Data kini menjadi hal yang sangat penting. Menggunakan teknologi, proses pengumpulan, pengelolaan, dan analisis data bisa lebih optimal. Hal tersebut ditawarkan Xquisite Informatics (selanjutnya disebut XQ), sebuah perusahaan yang menawarkan solusi implementasi analitik dan integrasi data secara menyeluruh .

Implementasi menyeluruh yang ditawarkan XQ ini mulai dari data engineering (data offloading dan transformasi), data science (data preparation dan data modeling), visualisasi hingga integrasi dengan sitem yang sudah ada. XQ juga meluncurkan beberapa produk untuk melengkapi sistem implementasinya.

Di antaranya adalah Oxide (layanan data orchestration and cleansing), Vaia (layanan API Gateway and Management), Ara (sistem untuk social media listening dan online media crawling), dan yang terakhir adalah Terra (layanan untuk territory management dan visualisasi).

XQ sendiri sudah beroperasi sejak November 2016 silam. Co-Founder XQ Fikri Akbar menjelaskan, “Layanan unggulan kami berkisar pada implementasi big data, implementasi machine learning dan implementasi analytics use case lainnya, seperti 360-degree customer view, customer profiling, cross/up-selling recommendation, preventive maintenance, healthcare analytics, ROI analysis, performance analysis, dan lain-lain.”

Optimis bisa diterima target pengguna

Lebih jauh menjelaskan, dengan solusi yang mereka miliki XQ menyasar perusahaan hingga organisasi yang memiliki data dengan ukuran yng cukup besar dan atau mereka yang memiliki kebutuhan untuk pengelolaan data untuk bisa mengambil insight yang bisa dimanfaatkan untuk membantu bisnisnya.

XQ cukup optimis bisa diterima pengguna karena solusi yang ditawarkan cukup lengkap untuk pemanfaatan data, termasuk untuk cleansing atau pembersihan data.

“Kami ingin membantu perusahaan-perusahaan untuk bisa mengintegrasikan dan membersihkan data-data tersebut dengan baik, sebelum memulai proses implementasi data analytics yang termasuk data modelling dan visualisasi data. Selain itu, kami memiliki sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang terkait (big data, analytics, machine learning) dan beberapa success story di client enterprise kami,” imbuh co-founder XQ Galih Permadi.

Hampir berumur dua tahun, Galih juga menjelaskan tahun ini XQ sudah berhasil mencapat target utamanya, yakni melakukan implementasi teknologi big data dan machine learning use case di salah satu klien mereka. Mereka juga berhasil menjadi official partner untuk MapR dan Microsoft. Terakhir mereka terpilih mewakili Indonesia di Echelon Top 100 Fight Club.

 

CekMata.com Luncurkan Fitur Pengecekan Luka Diabetes

CekMata.com baru-baru ini merilis varian fitur baru untuk pengecekan luka diabetes. Konsep dasarnya mirip dengan layanan sebelumnya untuk pengecekan risiko katarak. Sistem mempelajari gambar luka yang diunggah oleh pengguna. Pun demikian dengan teknologi yang digunakan, memanfaatkan Artificial Inteligence dan Machine Learning.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CTO CekMata.com Albert Samadhi mengungkapkan urgensi peluncuran layanan ini, karena sering kali para penderita diabetes datang ke rumah sakit atau perawat untuk dibersihkan dalam keadaan relatif terlambat. Diharapkan aplikasi ini membantu pengguna mengetahui sampai tahap mana lokasinya.

Ada tiga tahap luka yang dapat dideteksi oleh aplikasi tersebut, yakni jaringan penyembuhan (granulation), infeksi (infection), dan mati (necrosis). Melalui aplikasi CekMata.com pengguna juga dapat memesan jasa pembersihan dan perawatan luka yang profesional. Layanan ini tersedia atas kerja sama dengan Caredise (sebelumnya bernama iCare).

Kerja sama tersebut juga dikonversi menjadi sebuah model bisnis. Nantinya CekMata.com akan mengambil fee dari Caredise setiap ada rujukan pasien yang melakukan pemeriksaan atau pembersihan luka melalui platform tersebut.

Proses pengecekan luka diabetes di CekMata.com
Proses pengecekan luka diabetes di CekMata.com

Albert juga menyinggung soal platform aplikasi yang digunakan. Memang sampai saat ini CekMata.com baru tersedia dalam bentuk web-platform, belum memiliki aplikasi yang diterbitkan ke marketstore. Saat ini CekMata.com berjalan dengan web yang didesain mirip native apps.

Dalam waktu dekat pihaknya akan memperbarui teknologi dengan Progressive Web Apps (PWA) dengan harapan lebih ringan dan meningkatkan pengalaman pengguna. Sejauh ini belum ada rencana pengembangan aplikasi, diharapkan dengan PWA pengguna tidak perlu direpotkan mengunduh dan selalu mendapatkan pembaruan terkini dari sistem.

Google Lens Kini Makin Cerdas dan Bisa Diakses Lewat Aplikasi Kamera Bawaan Berbagai Perangkat

Diluncurkan bersama smartphone Pixel 2 dan Pixel 2 XL tahun lalu, Google Lens pada dasarnya bisa dianggap sebagai Google Search versi yang lebih visual. Ketimbang mengetikkan kata kunci pencarian, kita tinggal mengarahkan kamera smartphone untuk menggali informasi mengenai beragam objek di sekitar kita, entah itu monumen bersejarah, poster film, atau sesederhana jajanan pasar.

Di event Google I/O 2018, Google mengumumkan sejumlah pembaruan untuk Lens. Yang paling utama, Lens sekarang bisa bekerja secara real-time, secara proaktif menampilkan informasi mengenai objek yang tampak di kamera secara instan. Pencapaian ini tak mungkin bisa terwujud tanpa perkembangan pesat teknologi artificial intelligence yang menjadi prioritas Google dalam beberapa tahun terakhir.

Google Lens

Lens juga ideal dipakai selagi berburu busana baru. Semisal Anda melihat baju atau tas keren di suatu butik, tinggal buka Lens untuk menguak informasi lebih mendetail mengenai pakaian-pakaian tersebut. Anda bahkan juga bisa melihat-lihat model lain yang gayanya mirip-mirip.

Pembaruan yang ketiga dan yang menurut saya paling menarik adalah kemampuan Lens untuk mendeteksi dan menyeleksi teks secara real-time. Ini berarti copy-paste teks dari dunia nyata ke ponsel bisa dilakukan dengan mudah, entah itu sebatas password Wi-Fi, resep dan masih banyak lagi.

Google Lens

Lebih lanjut, Lens juga bisa membantu memberikan kita pemahaman lebih terkait teks yang diseleksi dengan memberikan gambar dan informasi yang relevan Ini sangat berguna ketika kita sedang, misalnya, berkunjung ke restoran dan ada nama masakan yang tidak kita kenal di menu. Cukup arahkan kamera dan biarkan Lens menyeleksi teksnya, lalu tap pada nama masakan yang hendak ditelusuri.

Namun semua ini akan terasa sia-sia apabila kita tidak punya sarana untuk mengaksesnya, yakni Pixel 2. Kabar baiknya, Google bilang bahwa Lens kini bakal tersedia secara langsung di aplikasi kamera bawaan milik perangkat-perangkat besutan LG, Motorola, Sony, Nokia, Xiaomi, OnePlus, Asus dan masih banyak lagi.

Sumber: Google.

Mengupas Perspektif Teknik Artificial Intelligence dari Berbagai Industri di kumparan Academy

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu konsep yang dinilai akan mendorong efek bola salju pada tren produk teknologi ke depannya. AI pada dasarnya, menurut Richard E. Bellman, merupakan sistem automasi dari proses yang memerlukan pemikiran yang direfleksikan dalam teknologi. Penerapannya dapat terjadi di berbagai sektor dan serangkaian proses bisnis, mulai dari penentuan keputusan hingga pemecahan masalah.

kumparan Academy membahas mengupas tuntas Aplikasi AI di berbagai industri ini dikupas tuntas dalam kegiatan kumparan Academy pada hari Senin (23/04) di Yogyakarta, bekerja sama dengan Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada (UGM) dan didukung oleh DailySocial.id.

Setelah membawa pembahasan “Deep Learning vs Conventional Machine Learning from Technical Perspective” di Jakarta, kumparan Academy kembali berbagi wawasan yang masih beririsan dengan algoritma deep learning dan machine learning dalam skala yang lebih makro, yakni Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan.

Pemahaman secara umum dijelaskan oleh Dessi Puji Letari, Ph.D sebagai Chief Speech Scientist Prosa.ai—sebuah startup yang mengembangkan teknologi text dan speech recognition. “Salah satu parameter AI adalah komunikasi, sehingga speech recognition menjadi sangat signifikan,” ujar Dessi.

AI di industri dibahas dari sudut pandang praktikal dan teknis oleh Chief Data & Product kumparan Thomas Diong dalam perspektif media, Kepala Lab Sistem Cerdas FMIP UGM dari perspektif bioinformatika, dan Co-Founder Konvergen.ai Lintang Sutawika yang mewakili pengembang produk AI.

Di bidang media, salah satu yang telah diterapkan di kumparan saat ini adalah big data. Hal ini dikarenakan banyaknya informasi yang harus dikelola dan diproses sebagai sebuah industri media. Terlebih kumparan juga menerapkan konsep User Generated Content (UGC). “Pondasi big data di kumparan terdiri dari beberapa komponen. Mulai dari sistem untuk tracking, data warehouse, lalu dilanjutkan otomasi proses yang dilakukan oleh algoritma pintar yang diterapkan dalam sistem,” jelas Thomas.

Berbeda dengan bioinformatika yang pada dasarnya gabungan antara ilmu biologi dan informatika. Biologi menyediakan data dan dari informatika memprosesnya. “Bioinformatic data obtained from DNA to Cell Function, terdiri dari DNA Squencer, Animo Acid Squence, Protein, 3D Structure, Protein Function, Protein Function sampai Cell Activity,” ujar Afi.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari kumparan Academy Yogyakarta.

Qualcomm Kembangkan Chipset Khusus untuk Perangkat IoT yang Mengemas Kamera

Kalau Anda melihat perkembangan perangkat smart home terkini, kamera rupanya memegang peranan penting di mayoritas perangkat. Entah itu vacuum cleaner atau oven, hampir semuanya mengandalkan kamera agar bisa menerapkan fitur-fitur pintarnya, dan saya sama sekali belum menyinggung soal kamera pengawas, yang terus bertambah canggih berkat integrasi AI.

Guna menggenjot perkembangan perangkat-perangkat ini ke depannya, Qualcomm telah menyiapkan lini chipset khusus yang mereka namai Vision Intelligence Platform. Qualcomm bilang bahwa SoC (system-on-chip) yang tergabung dalam lini ini dibuat secara spesifik untuk ekosistem IoT (Internet of Things), bukan sebatas chipset Snapdragon yang dimodifikasi.

Sejauh ini sudah ada dua model chip yang Qualcomm tawarkan kepada produsen: QCS605 dan QCS603. Keduanya sama-sama mengandalkan fabrikasi 10 nm, serta dibekali integrasi teknologi computer vision maupun pengolahan machine learning secara lokal, alias tidak bergantung pada jaringan cloud.

Kendati demikian, ini bukan berarti perangkat yang menggunakan chip ini jadi tidak memerlukan koneksi internet. Qualcomm bilang bahwa chipset-nya sendiri yang akan menentukan kapan harus meminta bantuan cloud, dan kapan harus memroses informasinya secara mandiri, sehingga pada akhirnya perangkat bisa memiliki kinerja yang lebih cepat.

Qualcomm Vision Intelligence Platform

Qualcomm memberikan contoh skenario sebuah kamera pengawas yang ditenagai salah satu dari chipset ini. Kamera tersebut dapat membedakan antatraseorang anak yang terkunci di luar dari seorang pencuri, lalu bertindak sesuai kondisi; kalau yang dideteksi adalah anak sang pemilik rumah, maka kamera bakal menginstruksikan perangkat smart lock untuk membukakan pintu, tapi kalau ternyata yang didedeteksi maling, kamera bakal membunyikan alarm.

Qualcomm sendiri melihat potensi chipset ini pada perangkat seperti kamera pengawas, kamera 360 derajat, robot maupun action cam, mengingat chipset mendukung perekaman dalam resolusi 4K. Qualcomm juga sudah menyiapkan referensi desain kamera 360 derajat berbasis chipset QCS605, sedangkan yang berbasis QCS603 bakal menyusul dalam bentuk referensi desain kamera pengawas kelas komersial.

Sumber: Qualcomm.

EA Ciptakan ‘Self-Learning’ AI yang Bisa Bermain Battlefield 1 Tanpa Campur Tangan Gamer

Dalam game-game shooter, kecedasan buatan telah lama dimanfaatkan sebagai pengganti peran manusia. Walaupun pengembangannya dilakukan sejak dulu, terobosan teknologi ‘bot‘ terbesar muncul di era Counter-Strike. Saat itu, RealBot menggebrak industri karena kemampuannya mempelajari kondisi peta secara dinamis seiring bermain, dan tak cuma sekadar mengikuti waypoint.

Kira-kira 16 tahun sesudah momen itu, giliran Electronic Arts yang mencoba membuat revolusi. Lewat sebuah video, tim EA Search for Extraordinary Experiences Division mempresentasikan sistem kecerdasan buatan yang mampu belajar sendiri. AI tersebut diimplementasikan dalam permainan Battlefield 1 kreasi tim EA DICE. Hasil eksperimennya terbilang sangat mengagumkan karena ‘para agen’ artificial intelligent mampu bermain game secara begitu natural.

Karakter-karakter yang Anda lihat dalam video ini dikendalikan oleh satu neural network yang dilatih dari nol buat bermain Battlefield 1 melalui metode trial and error. Untuk memudahkan agen-agen tersebut belajar, SEED menyebar pasokan amunisi dan health. Pelan-pelan, AI dapat belajar mengumpulkan kedua jenis item ini ketika dibutuhkan. Kemampuannya itu juga mendorong kecerdasan buatan untuk fokus pada objektif.

Tentu saja AI ciptaan SEED masih jauh dari kata sempurna. Para agen memang sangat cekatan dalam bergerak, membidik dan menembak, tetapi tak jarang mereka jadi kebingungan – seperti berjalan berputar-putar dengan musuh di sampingnya.

“Masih ada banyak hal yang perlu dipelajari kecerdasan buatan ini, namun kami merasa percaya diri bahwa machine learning akan merevolusi ranah pengembangan game serta pengalaman menikmati permainan video dalam beberapa tahun ke depan,” kata sang narator.

Magnus Nordin selaku Technical Director SEED menjelaskan bahwa selain melakukan riset akademis, AI tersebut dikembangkan untuk mencoba menerka seperti apa teknologi gaming di masa yang akan datang. Target mereka tidak muluk-muluk, hanya berupaya memprediksi situasi tiga hingga lima tahun lagi.

Untuk melakukannya, tim SEED membangun purwarupa yang betul-betul bisa bekerja, dengan memanfaatkan kombinasi dari teknologi-tekologi ‘emerging‘ seperti AI, machine learning, VR ataupun AR, serta melalui penciptaan dunia-dunia virtual.

Yang saya bayangkan dari kreasi SEED ini adalah, bisa jadi dalam waktu dekat, para agen AI dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali peristiwa atau konflik bersejarah (seperti Ludendorff Offensive, Battle of Fao Fortress atau Battle of Vittorio Veneto) demi mempelajari taktik yang digunakan para panglima saat itu, dan menilik hal apa saja yang mungkin bisa mengubah hasil pertempuran secara signifikan.

Sumber: EA.com.

Google Ajak Musisi Berkarya Menggunakan Koleksi Suara Unik Hasil Ciptaan AI

Dua tahun lalu, Google membuktikan bahwa AI juga bisa berperan di bidang seni melalui proyek bernama Magenta. Berbagai eksperimen telah dihasilkan oleh tim Magenta, salah satu yang menarik adalah NSynth (Neural Synthesizer) yang dirilis tahun lalu.

NSynth – bukan grup boyband N’Sync – pada dasarnya merupakan algoritma machine learning yang mampu mempelajari karakteristik suara, lalu menciptakan koleksi suara yang benar-benar baru berdasarkan apa yang dipelajarinya. Output-nya bukan sekadar hasil kombinasi atau blending, tapi benar-benar orisinil.

NSynth Super

Namun suara saja tanpa digubah menjadi musik akan terasa percuma. Dari situ lahirlah eksperimen lain bernama NSynth Super. Berwujud perangkat dengan layar sentuh, NSynth Super memungkinkan para musisi untuk bermain-main dengan koleksi suara ciptaan NSynth.

Tidak tanggung-tanggung, NSynth Super menawarkan lebih dari 100.000 suara yang berbeda, yang dihasilkan dengan mempelajari 16 sumber suara dalam 15 tinggi nada yang berbeda. Dari situ musisi tinggal memilih sumber suara yang hendak dieksplorasi, lalu menavigasikan suara-suara unik – semisal perpaduan suara seruling dan snare drum – menggunakan jarinya di atas touchscreen.

NSynth Super tidak dijual, melainkan ditawarkan sebagai proyek open-source yang bisa dinikmati publik secara luas. Baik algoritma maupun blueprint perangkatnya dapat diakses secara cuma-cuma, dan kalau perlu NSynth Super juga bisa dimainkan via DAW (Digital Audio Workstation), sequencer atau keyboard.

Sumber: Google.

AI Dapat Membantu Mengoptimalkan Frekuensi Notifikasi Smartphone

Lagu “I Miss You But I Hate You” gubahan Slank tak cuma bisa ditujukan kepada pasangan saja, tapi juga pada notifikasi smartphone. Saat sedang menganggur dan bosan, ekspektasi kita terhadap notifikasi yang masuk jadi bertambah besar. Sebaliknya, saat sedang sibuk bekerja, kita bisa dibuat frustasi oleh banjir notifikasi yang datang.

Dari sudut pandang lain, ketika suatu aplikasi mengirim terlalu sedikit notifikasi, kemungkinan konsumen jadi kurang termotivasi untuk menggunakannya. Sebaliknya, ketika notifikasi yang dikirim terlalu banyak, bisa jadi konsumen malah menghapus aplikasi tersebut.

Repot memang mencari titik keseimbangannya, akan tetapi tim peneliti asal Taiwan tengah menyiapkan solusinya dengan mengandalkan bantuan AI. Berdasarkan hasil riset dan pengembangan yang mereka lakukan, AI terbukti mampu meningkatkan efektivitas notifikasi dan mencegahnya menjadi fitur yang mengganggu.

iOS notification

Duo pengembangnya, TonTon Hsien-De Huang dan Hung-Yu Kao, menamai AI ini C3-PO (Click-sequence-aware deeP neural network-based Pop-uPs recOmmendation) – sedikit maksa, tapi oke lah yang penting fungsional. Sederhananya, AI dilatih menggunakan data-data seperti browsing history, shopping history dan detail finansial.

Di samping itu, AI juga menganalisa notifikasi yang kerap diterima konsumen, dan mana saja yang mereka klik. Dari situ AI bisa menentukan kapan harus mengirim notifikasi, seberapa sering frekuensinya, dan apa saja konten yang pantas (tidak berpotensi mengganggu).

Hasilnya menurut mereka cukup positif. AI terbukti sanggup mengurangi jumlah notifikasi yang muncul, dan jumlah klik terhadap notifikasi yang dilakukan konsumen pun juga meningkat. Namun tentu saja masih dibutuhkan upaya lebih lanjut untuk mematangkan teknologinya.

Di sisi lain, duo peneliti ini juga punya rencana untuk menerapkan AI serupa dalam konteks dunia periklanan. Harapannya adalah membantu para pengiklan untuk mengoptimalkan eksposur mereka (kapan dan seberapa sering iklan harus disajikan).

Sumber: MIT Technology Review dan Engadget.

Apple dan IBM Bergandengan Tangan Untuk Kembangkan Teknologi Machine Learning Lebih Jauh

Di 2014, Apple dan IBM memulai kemitraan strategis untuk menghadirkan lebih dari 150 perkakas serta aplikasi IT enterprise IBM ke platform Apple secara native, sekaligus mempersilakan perusahaan asal New York itu buat menjual iPad dan iPhone ke konsumen bisnis. Kolaborasi ini juga memberikan Apple akses ke teknologi big data dan analytics IBM, memungkinkan mereka menciptakan layanan cloud khusus iOS.

Dan di konferensi Think 2018, kedua perusahaan memutuskan untuk meneruskan dan memperdalam kerja sama tersebut melalui upaya penggabungan teknologi machine learning IBM Watson dengan Apple Core ML. Integrasi ini diharapkan bisa membuat aplikasi-aplikasi bisnis yang berjalan di iDevice jadi lebih pintar. Watson adalah sistem komputer yang sanggup menjawab pertanyaan dalam bahasa natural, sedangkan Core ML ialah framework machine learning untuk produk-produk Apple.

Hasil dari kolaborasi ini dinamai Watson Services for Core ML, yaitu program yang memungkinkan karyawan suatu perusahaan menggunakan aplikasi MobileFirst untuk menganalisis musik atau mengklasifikasi konten visual lewat Watson Services. Contoh praktisnya seperti ini: sebuah app iPhone bisa diajarkan untuk mengetahui jika ada perangkat rusak berbekal foto atau secara live via kamera. Software segera menunjukkan nama model, kemudian teknisi dapat meminta app buat mencari onderdilnya.

Seiring penggunaan, aplikasi dapat membagi data-data yang pernah ditangkap olehnya ke Watson sembari meningkatkan kemampuan algoritma machine learning-nya. App beroperasi secara real-time tanpa harus terkoneksi ke Watson. Baru di lain kesempatan, data akan dikirimkan ke Watson melalui interaksi dengan bandwidth rendah.

Tujuan utama dari kemitraan Apple dan IBM ialah menggunakan data dan analytics buat membangun proses bisnis baru, dengan cara mengadopsi pendekatan yang sudah ada dan memodifikasinya agar lebih mendukung pemakaian di perangkat berlayar sentuh.

Watson juga tidak cuma ditanamkan ke Core ML. Di momen yang hampir bersamaan, IBM resmi  meluncurkan asisten digital serba guna cross-device  Watson Assistant. Berbeda dari Apple Siri, para partner IBM diperkenankan membubuhkan Watson Assistant di perangkat jenis apapun dan tidak terikat merek: mobil, perabotan elektronik rumah tangga, gadget di kantor, hingga diterapkan ke ranah perhotelan ataupun perbankan.

Watson Assistant bisa diakses baik melalui teks ataupun suara. Tentu saja, ia tak cuma dapat menuruti perintah kita, tapi juga mampu mempejari serta mengingat pilihan serta preferensi pengguna.

Via TechCrunch & Engadget.

Fitur Google Lens Kini Tersedia di iOS Melalui Aplikasi Google Photos

Awalnya hanya merupakan fitur eksklusif untuk Pixel 2, Google Lens perlahan mulai merambah ke smartphone lain, bermula dari Pixel generasi pertama. Kemudian di awal bulan Maret ini, Google merilis fitur yang sama untuk semua smartphone Android melalui aplikasi Google Photos, dan sekarang, Google Lens akhirnya juga tersedia di iOS.

Seperti di Android (non-Pixel), Google Lens pada perangkat iOS hanya bisa diakses melalui aplikasi Google Photos – pastikan aplikasinya adalah versi yang terbaru (versi 3.15). Fitur ini berguna untuk mengidentifikasi beragam objek pada foto, serta mengakses informasi ekstra mengenai objek-objek tersebut.

Pada foto tampak depan suatu restoran misalnya, Lens bisa memberikan informasi seperti jam buka, alamat lengkap maupun nomor yang bisa dihubungi. Lens pun juga dapat mengidentifikasi objek-objek seperti hewan, tanaman, buku maupun berbagai lukisan di museum yang terdapat pada foto.

Google Lens in iOS

Contoh lain yang lebih bermanfaat adalah kemampuan Lens untuk menambahkan event baru pada kalender pengguna setelah mengidentifikasi sebuah selebaran atau baliho acara pada foto. Di samping itu, Lens juga bisa ‘mengekstrak’ informasi dari sebuah kartu nama (alamat dan nomor telepon misalnya), lalu menyimpannya secara otomatis pada daftar kontak pengguna.

Perlu dicatat, Lens hanya bisa diaktifkan pada foto yang sudah tersimpan di Google Photos, sesuai dengan panduan resmi dari Google. Jadi kalau Anda tidak menemukan tombol Lens, pastikan fotonya sudah tersimpan dulu di Google Photos, dan bahasa yang digunakan di perangkat Anda adalah bahasa Inggris.

Google tidak lupa menggarisbawahi bahwa fitur ini baru sebatas preview, yang berarti kemampuannya masih cukup terbatas, apalagi jika dibandingkan dengan yang dipamerkan Google pada acara pengumumannya pertama kali. Satu hal yang pasti, Google akan terus mematangkannya seiring berkembangnya teknologi machine learning.

Sumber: TechCrunch.