CEO Glispa Paparkan Potensi dan Tren Adtech di Indonesia

“Glispa merupakan salah satu penyedia layanan adtech yang tengah membangun pasar di Indonesia. Fokus pada bisnis e-commerce dan startup digital, kapabilitas yang diberikan memudahkan brand untuk mendapatkan konversi traksi dari iklan yang ditampilkan melalui perangkat mobile. Pertumbuhannya signifikan, hal tersebut salah satunya dikarenakan perluasan layanan ke platform mobile yang dilakukan oleh berbagai jenis layanan digital. Di luar e-commerce, khusus di Indonesia, Glispa memprediksi bahwa adtech juga segera berjaya di sektor OTA (Online Travel Agency).

Menurut Founder dan CEO Glispa Gary Lim, beberapa fakta telah mendukung pertumbuhan adtech, seperti Indonesia menjadi salah satu dalam lima pasar pariwisata terbesar di dunia, pertumbuhan layanan OTA lokal juga menunjukkan prestasi gemilang. Sehingga rencana untuk mulai memfokuskan di sektor travel sudah mulai diinisiasi oleh Glispa sejak saat ini. Adtech dinilai akan memberikan pengaruh yang signifikan.

Potensi di bisnis e-commerce masih akan terus bergerak maju

Ada beberapa pendorong dalam pertumbuhan sektor e-commerce, dalam kaitannya dengan implementasi adtech. Gary menyebutkan beberapa di antaranya adalah (1) penetrasi ponsel pintar di Indonesia, (2) peningkatan kecepatan broadband, dan (3) pasar ritel (offline) yang terfragmentasi. Kinerja kuat yang dilakukan oleh layanan e-commerce, baik lokal maupun internasional menunjukkan pergerakan yang sangat meyakinkan.

Implementasinya bukan tanpa kendala. Tantangan logistik dan infrastruktur nyatanya juga menjadi salah satu penyandung adopsi adtech di Indonesia. Seperti cakupan data yang sangat kurang ketika berbicara detail di setiap wilayah. Namun terkait dengan data, Glispa tidak khawatir, dengan capaian penggunaan perangkat mobile yang diprediksikan mencapai 31% dari total populasi di 2018 mendatang, maka kelengkapan data akan teratasi.

Gary turut menuturkan, pertumbuhan native ads dan programmatic ads di Asia Tenggara dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia pada setahun terakhir. Hal ini senada dengan apa yang diprediksikan eMarketer, bahwa belanja programmatic advertising di Indonesia akan meningkat lima kali lipat pada tahun 2019. Per tahun 2015 sendiri peningkatan nilainya sudah mencapai $244 juta per tahun.

Di seluruh dunia, native ads menjadi sangat populer, dengan tingkat konversi yang mengesankan, mendatangkan pengguna baru bagi sebuah layanan. Di Indonesia sendiri, masih dari eMarketer, untuk native ads nilainya diperkirakan mencapai $1,5 miliar di tahun depan. Menurut Gary pertumbuhan besar ini lantaran fleksibilitas konten yang mampu beradaptasi baik di layar mobile.

Proyeksi bisnis adtech di tahun 2017

Menurut Gary programmatic ads pada tahun ini mulai memiliki minat yang besar. Karena banyak perusahaan yang mulai membutuhkan kualitas data yang lebih akurat, real-time dan mampu bergerak dinamis memprediksikan beragam hal, untuk membantu keputusan bisnis. Mobile programmatic native ads pun kini sudah mulai menghiasi layar ponsel pengguna. Pemahaman adtech yang meningkat, serta transparansi dan otimatisasi yang ditawarkan, membuat metode programmatic akan cepat berkembang. Tantangannya kini pada menciptakan standar teknis yang digunakan industri.

Tahun 2016 Glispa berinvestasi dengan nilai yang cukup besar di sisi teknologi, termasuk akusisi atas Ampiri (native monetization platform) dan Avocarrot (native programmatic exchange) untuk meningkatkan portofolio adtech yang dimiliki. Dan native programmatic ads menjadi solusi yang difokuskan dalam pengembangannya.

Setelah tahun lalu membuka kantor resmi di Singapura, untuk terus menggerakkan potensi adtech di Asia Tenggara, tahun 2017 Indonesia akan menjadi fokus singgah selanjutnya. Saat ini klien Glispa di Indonesia mencakup banyak startup sukses, salah satunya ada Bukalapak, Tiket, dan Tokopedia.

“Kami melihat banyak potensi adtech, khususnya produk programmatic ads, di wilayah ini (Indonesia) … semkain banyak aplikasi yang dikembangkan oleh komunitas pemuda (startup), mereka akan semakin mencari teknologi iklan yang mampu menghidupi layanan mereka melalui pendapatan iklan,” pungkas Gary.

Kuat Mendayung Content Marketing di Tengah Arus “Spamming”

Jangan terburu-buru berkecil hati dan merasa ukuran tubuh membesar, karena jemari Anda yang secara tidak sengaja menekan banner ads saat bermain game atau menjelajahi situs pencari. Sepenuhnya, hal ini bukan karena jemari gemuk saja, namun juga bisa disebabkan oleh tombol dari sebuah fitur yang sulit dipencet. Dan bahkan Anda bukan satu-satunya yang merasa demikian.

Faktanya, lebih dari 60% mobile banner ads terjadi karena ketidaksengajaan yang dilakukan user, di mana 65% dari mereka kebetulan mengalaminya saat sedang membaca berita terkini dan konten-konten news lewat smartphone. Para pengguna ini kemudian menganggap para pengiklan ini tengah menjalankan praktik spamming. Hal ini didukung data yang menunjukkan bahwa 22% dari 1,9 miliar pengguna smartphone dunia telah mengaktifkan ad-blocker saat mengarungi situs-situs berbasis konten.

Di titik inilah content marketing dan native advertising menerobos industri pemasaran dan periklanan. Fokus tujuan dari aliran marketing ini sebenarnya beririsan dengan penggunaan banner ads, yakni bagaimana membuat audiens sadar dan bersedia mencari tahu seluk-beluk brand tersebut.

Perbedaan mencolok dapat terlihat dari bagaimana native advertising menjalankan permainannya di dunia pemasaran, yaitu dengan menyampaikan pesan dari sebuah brand sekaligus mengedukasi pasar dengan kekuatan konten sebagai poros penggeraknya.

Arus “spamming” yang mengalir deras ini harus disikapi para kreator konten dalam menghidupkan content marketing dan native advertising. Mereka harus mendayung gaya pemasaran ini lebih kencang dengan memastikan bahwa campaign yang mereka gelontorkan tepat guna dan dapat dilacak performanya.

Berangkat dari tantangan ini, Patrick Searle dan Anthony Reza mendirikan sebuah startup bernama GetCRAFT, sebuah platform jejaring konten asal Indonesia. “Semua ini berawal dari pengalaman dan proses kreatif kami tentang bagaimana membuat konten,” ujar co-founder Patrick bercerita tentang GetCRAFT dari proses inkubasi pada tahun 2014 hingga sekarang.

“Dari situ, kami kemudian ingin bekerja sama dengan klien dan memudahkan mereka dalam membuat campaign,” sambungnya.

Bisnis yang dilakukan GetCRAFT adalah menghubungkan para kreator konten dengan brand-brand yang bertebaran di industri, dengan berbagai cakupan format konten seperti foto, artikel tulisan, video, infografis, dan lainnya. Bukan hanya dengan kreator konten, brand juga dapat terhubung langsung dengan media channel seperti YouTubers dan Instagram KOL. Sederhananya, mereka membuat sebuah ruang untuk memudahkan perusahaan dan agency mencari content producer dengan harga yang transparan.

Sejauh ini, sudah ada lebih dari 130 brand yang sudah menggunakan jasa GetCRAFT, seperti Samsung, Unilever, Nestlé, Indosat, MatahariMall, Go-Jek, AXA, FWD Life, Bintang, General Electric, Wego, dan Tourism Australia. Ditambah lagi, 10 agency besar juga ikut bekerja sama dengan GetCRAFT, di antaranya seperti GroupM, Havas, Starcom, IPG, Mirum, Redcomm, dan Dentsu.

Lingkup kerja sama yang luas ini turut mendorong pertumbuhan gross merchandise value GetCRAFT yang belakangan sudah mencapai 18% dari bulan Juni sampai September 2016. Mereka sudah menghasilkan 26 miliar rupiah untuk jejaring kreator konten mereka dengan rata-rata produksi ada satu konten per 12 menit.

“Beberapa klien mengaku mendapatkan hasil yang lebih besar setelah membuat content marketing yang bekerja sama dengan GetCRAFT,” aku Patrick.

Hal ini wajar terjadi, ketika kita tahu bahwa startup yang sedang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, khususnya Filipina, ini menitikberatkan bisnisnya pada kualitas konten. “Percaya atau tidak, kami tidak merekrut konten kreator di dalam GetCRAFT,” tutur Patrick.

“(Dalam membuat konten) hanya ada editor (Managing Editor dan Video Producer) yang bertugas melakukan quality assurance di dalam GetCRAFT. Selebihnya, hanya dari jejaring kami.”

“Kami punya lebih dari 1.200 kreator konten di dalam jejaring kreator dan publisher yang kami buat,” tambah co-founder Reza.

Namun di samping itu, GetCRAFT saat ini mulai melengkapi tim internal mereka yang beranggotakan 30 orang, dengan mengajak beberapa orang berpengalaman di bidang pembuatan konten untuk ikut berkolaborasi. Seiring dengan pelebaran sumber daya manusia, GetCRAFT tetap mementingkan kualitas hasil yang diberikan kepada media dan para marketeer agar content marketing dan native ads yang dilakukan berjalan dengan baik.

Langkah lain yang dilakukan GetCRAFT adalah dengan menjadikan dirinya sebagai one-stop platform bagi brand, di mana klien tidak hanya mendapat influencer marketing dan content marketing ‘semata’, tapi juga strategi pemasaran yang komprehensif.

“Maka dari itu, kami berusaha mengedukasi klien di saat yang bersamaan, mendalami apa kebutuhan dan masalah dari klien saat mempromosikan konten mereka,” ucap Patrick.

“Jadi kami tidak hanya berfokus pada teknis, tapi juga dalam edukasi tentang layanan yang kami berikan.”

Dengan cara ini, GetCRAFT siap memperkuat dayung content marketing Anda dalam mengarungi derasnya iklan-iklan yang bersifat “spamming” di smartphone Anda.

FreakOut Lancarkan Kampanye Native Ads di Indonesia

Semakin besarnya penetrasi smartphone tentunya merupakan peluang yang besar bagi platform pengiklanan, publisher dan advertiser untuk beriklan, namun faktanya adalah sekitar 50% masyarakat Indonesia melihat iklan dengan tidak sengaja, artinya belum ada niat tulus dari masyarakat untuk melihat dan menyimak iklan secara online.

Tantangan inilah yang saat ini banyak dihadapi oleh seluruh platform pengiklanan, belum lagi dengan semakin banyaknya pilihan Ad blocker yang mulai digemari keberadaannya oleh konsumen. Menjawab tantangan tersebut Freakout perusahaan digital marketing asal di Jepang melancarkan kampanyenya dengan tema “May the Native Be With You” yang berlangsung hari Rabu lalu (10/02) di Jakarta.

Turut hadir dalam acara tersebut CEO FreakOut Indonesia Tomohiro Yasukura, Business Development FreakOut Indonesia Tomy Malewa, Group CEO FreakOut Inc Yuzuro Honda, General Manager of FreakOut Indonesia Dian Sarita, dan Supply Partner Manager FreakOut Indonesia Sihkami Denting.

Mengusung tema seperti film Star Wars, FreakOut ingin mengajak pelaku publisher, advertiser untuk mulai merubah gaya beriklan dengan memanfaatkan native ads seperti yang selama ini telah dilakukan oleh Freakout. Di Indonesia FreakOut menjadi salah satu pelopor yang memperkenalkan in-feed native advertising platform berbasis mobile ad network.

Dalam kesempatan tersebut Yuzuro Honda menyampaikan informasi terbaru terkait dengan kerjasama antara Freakout dengan LINE. Sebagai negara dengan penduduk pengguna LINE terbesar nomor 4 di dunia, Yuzuro melihat Indonesia merupakan pasar yang tepat untuk dibidik pada publisher dan advertiser. Setelah Jepang negara lain yang memiliki pengguna LINE terbesar adalah Thailand dan Taiwan.

Dalam presentasinya, Yuzuro juga menggaris bawahi beberapa poin penting,  terkait dengan strategi pemasaran yang akan dilancarkan di Indonesia, diantaranya adalah masa depan pemasaran digital dan iklan teknologi ada di Asia. Menjadi hal yang penting bagi entrepreneur dan investor untuk mulai memfokuskan bisnis di Asia.

“Namun faktanya hingga kini masih banyak ad blindness dikalangan konsumen, artinya mereka cenderung menghiraukan ragam iklan yang beredar online dan kebanyakan tidak menyukai iklan, bagaimana pada akhirnya Freakout bisa merubah kebiasaan tersebut agar iklan bisa dinikmati dan pada akhirnya disukai,” kata Yuzuro.

Platform Hike sendiri pada dasarnya adalah Ad Network yang difokuskan pada perangkat smartphone dengan mengusung model in-feed native ads. In-feed  sendiri merupakan revolusi dari advertorial digital yang menitikberatkan pada konten, atau secara sederhana disusun untuk menawarkan kemampuan layaknya native ad yang memungkinkan iklan muncul seperti konten itu sendiri. Di Indonesia in-feed ads sudah mulai dilirik oleh KapanLagi Network, Liputan6, Kaskus dan masih banyak lagi klien dari Freakout yang telah menggunakan platform Hike.

Menciptakan ekosistem periklanan sehat dengan native ads

Tentunya tidak mudah untuk dapat merubah kebiasaan konsumen agar bisa menyukai iklan. Di sisi lain publisher harus mendapatkan keuntungan melalui user-experience yang baik dari konsumen, artinya iklan bisa dilihat secara keseluruhan oleh konsumen. Dalam hal ini FreakOut telah memiliki cukup pengalaman dengan para publisher di Indonesia dan mengetahui dengan jelas apa ekspektasi dari konsumen terkait iklan yang beredar secara online.

Di kesempatan terakhir, General Manager FreakOut Indonesia Dian Sarita memaparkan hasil survei yang telah dilakukan oleh tim FreakOut kepada masyarakat Indonesia terkait dengan keberadaan iklan online yang banyak beredar. Hasil survei menunjukkan kebanyakan masyarakat merasa terganggu dan cenderung menghindari semua iklan yang beredar online.

Menutup acara tersebut CEO of FreakOut Indonesia Tomohiro Yasukura menyimpulkan bahwa dengan mempromosikan brand melalui native ads bisa membuat brand tampil lebih cerdas, dan nantinya native ads bisa membantu publisher untuk mendapatkan pendapatan melalui online advertising.

Japan-Based FreakOut Arrives in Indonesia

As per last August 2015, Japan-based digital marketing platform FreakOut officially entered Indonesia by the name of PT FreakOut dewina Indonesia. The platform brings along its mobile ad network-based in-feed native advertising platform called ‘Hike’ within its expansion in Indonesia, which has enjoyed a remarkable fame in Thailand and Istanbul. Continue reading Japan-Based FreakOut Arrives in Indonesia

Mengenal Lebih Jauh Platform Native Advertisement InFeed (UPDATED)

CMO KapanLagi Network / DailySocial

CMO KapanLagi Network (KLN) Ben Soebiakto percaya bahwa native advertisement merupakan revolusi dari bisnis konten digital yang implementasinya mulai mainstream di Indonesia dewasa ini. Mengantisipasi tersebut, sebagai perusahaan pionir penyedia konten di Tanah Air sudah semestinya KLN mencapkan kukunya lebih tajam dalam industri ini. Maka dari itu, pihaknya meluncurkan InFeed sebagai sebuah platform native advertisement yang dinilai mampu menjawab kebutuhan pengiklan menyasar audience yang jauh lebih tepat.

Continue reading Mengenal Lebih Jauh Platform Native Advertisement InFeed (UPDATED)