Xurya Umumkan Pendanaan Rp900 Miliar Dipimpin Norwegian Climate Investment Fund

Xurya, startup pengembang layanan energi surya, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $55 juta atau setara Rp900 miliar. Putaran ini dipimpin Norwegian Climate Investment Fund yang dikelola oleh Norfund, bersama dengan Swedfund, Clime Capital sebagai pengelola SEACEF II, British International Investment (BII), dan AC Ventures.

Dengan penambahan investasi ini, total pendanaan yang telah diterima Xurya sampai saat ini telah mencapai lebih dari $88 juta (Rp1,5 triliun).

Xurya menjadi perusahaan energi terbarukan pertama di Indonesia yang mendapatkan pendanaan dari Norwegian Climate Investment Fund dan Swedfund, yaitu Development Finance Institution (DFI) dari Swedia. Selain itu putaran ini juga menjadi investasi ekuitas perdana BII di Indonesia, yang merupakan DFI dan impact investor dari Inggris. Sedangkan Clime Capital dan AC Ventures adalah investor Xurya di putaran sebelumnya.

“Dengan dukungan para investor kelas dunia ini, kami tidak hanya akan terus menghasilkan inovasi guna mendukung transisi energi nasional yang berkelanjutan, namun juga berambisi untuk menjadi perusahaan kelas dunia dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Managing Director Xurya Eka Himawan.

Sejak didirikan pada 2018, Xurya memiliki visi  mengatasi tantangan yang dihadapi oleh para pelaku bisnis dalam mengadopsi energi terbarukan, yaitu biaya pemasangan awal yang tinggi. Xurya memberikan solusi berupa model sewa PLTS atap tanpa biaya awal bagi para pelaku bisnis agar dapat beralih ke energi terbarukan dengan mudah.

Dengan model bisnisnya yang solid, pada tahun 2022 lalu Xurya mendapatkan pendanaan sebesar $33 juta dari East Ventures, Mitsui & Co., Saratoga, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), Schneider Electric, dan New Energy Nexus. Argor (Go-Ventures)juga termasuk sebagai investor tahap awal Xurya.

“Norfund antusias mendapatkan kesempatan untuk memimpin putaran investasi di Xurya kali ini. Kami memobilisasi modal swasta dan publik ke dalam perusahaan yang berkontribusi vital terhadap transisi energi di Indonesia. Investasi ini selaras dengan misi Climate Investment Fund, yaitu berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca melalui investasi dalam sektor energi terbarukan di negara berkembang,” SVP Renewable Energy Norfund Anders Blom.

Dengan dana kelolaan berbeda, sebelumnya Norfund juga telah berinvestasi ke AwanTunai, Amartha dan Modalku dalam bentuk debt funding.

Capaian Xurya

Hingga saat ini Xurya telah memiliki lebih dari 170 PLTS yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. PLTS Xurya diklaim telah berkontribusi dalam menghindari emisi karbon sebesar 152.000 ton CO2 per tahun dan menghasilkan lebih dari 1.600 lapangan kerja hijau.

Dengan dana dari putaran investasi saat ini, Xurya diproyeksikan dapat meningkatkan lagi kontribusinya dalam penghindaran emisi karbon sebesar 370.000 ton CO2 per tahun. Xurya juga aktif sebagai anggota Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), dan berpartisipasi sebagai pelatih dan pakar dalam pelbagai kegiatan “training of trainers” di bidang teknis PLTS.

Pada tahun 2024, Xurya mendapatkan Sertifikasi B Corp sebagai pengakuan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan governance (ESG) dalam operasional bisnisnya.

“Target NZE tahun 2060 yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia merupakan suatu target yang sangat ambisius, namun kami yakin bahwa dengan gotong-royong, kita akan dapat mencapainya. Xurya siap untuk bekerja sama dengan seluruh pihak dalam mencapai target ini,” imbuh Eka.

Di Indonesia, sejumlah startup mulai menawarkan solusi energi yang lebih ramah lingkungan. Selain Xurya, ada juga SUN Energy yang awal tahun ini juga baru membukukan pendanaan hijau dari Bank Permata senilai Rp500 miliar. Selain itu ada sejumlah nama lain seperti SolarKita, Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, Syailendra Power, PowerBrain, dan beberapa lainnya.

AwanTunai Bukukan Pendanaan Rp427,6 Miliar Dipimpin Norfund, MIUP, dan FinnFund

Startup fintech lending AwanTunai mendapatkan pendanaan ekuitas senilai $27,5 juta atau setara Rp427,6 miliar. Norfund, MIUP (lengan investasi MUFG), dan FinnFund memimpin putaran terbaru ini. Sebelumnya mereka berencana untuk menutup putaran seri B ini senilai $25 juta, namun nilainya ditingkatkan seiring kelebihan permintaan, demikian disampaikan Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan.

Ini sekaligus menjadi investasi ketiga Norfund, dana kelolaan dari Norwegia  untuk investasi di negara berkembang. Sebelumnya mereka masuk ke pendanaan debt Modalku di tahun 2023 dan Amartha di 2021. Khusus AwanTunai, mereka masuk ke pendanaan ekuitas, alih-alih debt.

Perwakilan Norfund mengatakan, “Kami sangat bersemangat untuk bermitra dengan AwanTunai yang menjadikannya investasi ekuitas pertama kami di fintech Asia Tenggara. Kami terkesan dengan cara AwanTunai memanfaatkan fintech untuk menjangkau dan membiayai segmen sektor UMKM yang kurang terlayani atau tidak memiliki layanan perbankan di Indonesia dengan solusi ERP unik yang menangkap data eksklusif di berbagai lapisan rantai pasokan FMCG tradisional dan menerapkannya solusi manajemen risiko mereka yang telah dipatenkan untuk mencapai kinerja kredit yang prima.”

Sebelumnya AwanTunai telah mengumpulkan pendanaan seri A dalam tiga ronde, meliputi putaran pertama pada tahun 2018 senilai $4,3 juta dipimpin oleh Insignia Venture Partners dan AMTD Group. Kemudian dilanjutkan putaran kedua pada 2021 senilai $11,2 juta dengan keterlibatan Atlas Pacific, BRI Ventures, OCBC NISP. Lalu putaran seri A3 pada 2022 senilai $8,5 juta dengan melibatkan International Finance Corporation, Global Brain, dan sejumlah investor.

“FinnFund (melalui OP FinnFund Global Impact Fund I) sangat bersemangat untuk mendukung pertumbuhan AwanTunai di Indonesia, di mana sektor FMCG memiliki masalah modal kerja yang besar yang tidak dapat diselesaikan oleh lembaga keuangan tradisional. Melalui investasi ini, kami memiliki misi meningkatkan inklusi digital dan keuangan pada UMKM serta mendorong kesetaraan gender karena pengecer kecil, yang didominasi perempuan, kurang terlayani,” ujar perwakilan FinnFund, sebuah sovereign fund dan dana kelolaan dari bank terbesar di Finlandia.

Dapat ketertarikan tinggi dari investor global

Dengan proposisi nilai yang unik sebagai pembiayaan rantai pasok untuk UMKM, AwanTunai mengklaim memiliki model bisnis yang solid. Dino menyampaikan, bahwa perusahaan telah mencapai EBITDA positif dan ditargetkan menjadi profitabel (setelah pajak) pada akhir tahun ini.

“Kami hanya perlu meningkatkan volume hingga sekitar Rp3 triliun per bulan untuk mencapai skala ekonomi awal. Dalam dunia peminjaman, jumlah pinjaman tersebut sebenarnya cukup kecil, yang mencerminkan seberapa efisien model bisnis kami dibandingkan dengan alternatif lain di pasar,” ujar Dino.

Ia pun mengungkapkan bahwa masih terdapat kelebihan permintaan yang signifikan dari PE besar dan investor global, sehingga tidak menutup kemungkinan putaran pendanaan seri B ini akan dilanjutkan. Bahkan disampaikan akan ada pendanaan debt yang segera dibukukan secara terpisah untuk memenuhi kebutuhan pinjaman yang masih besar tersebut.

Presiden & CEO MUFG Innovation Partners (MIUP) Nobutake Suzuki mengatakan, “Kami terkesan dengan komitmen AwanTunai untuk memberdayakan UMKM Indonesia di sektor FMCG dengan mendigitalkan operasi mereka dan memberi mereka akses terhadap layanan keuangan. Selain mendapatkan visibilitas terhadap operasional klien mereka, AwanTunai memanfaatkan ilmu data untuk menganalisis data transaksi tidak terstruktur untuk mengelola risiko pinjaman. Kami berharap AwanTunai dapat memperkuat hubungan kolaboratif dengan bank mitra MUFG, Bank Danamon, untuk memberikan akses keuangan yang lebih baik kepada segmen UKM yang kurang terlayani di Indonesia.”

Proposisi nilai AwanTunai

Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai
Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai

Dua produk utama AwanTunai adalah layanan pembiayaan stok warung AwanTempo dan pembiayaan grosir Supplier Financing. Melalui inovasi teknologi yang diejawantahkan dengan ERP terpadu, AwanTunai membentuk sebuah sistem yang memungkinkan UMKM dan pemasok FMCG mendapatkan akses finansial yang lebih lancar. Platform ERP tersebut sekaligus menjadi sumber data penting untuk membantu perusahaan melakukan analisis risiko secara lebih komprehensif.

Faktanya, data sejauh ini memang menjadi tantangan utama bagi penyaluran kredit ke UMKM. Data yang kurang baik berimplikasi pada penilaian kredit yang buruk, kadang membuat perusahaan fintech lending atau institusi tradisional pun menghadapi masalah serius terkait pengembalian dana. Sementara segmen UMKM yang belum terlayani fasilitas kredit perbankan masih sangat besar jumlahnya di Indonesia, dari lebih dari 60 juta UMKM, baru sekitar 27% yang telah mendapatkan akses ke fasilitas kredit.

Sistem manajemen risiko (termasuk di dalamnya skoring kredit) memang menjadi landasan penting yang sejak awal dikembangkan secara matang oleh AwanTunai. Adanya perhatian besar pada aspek ini, dinilai yang membuat mereka unggul dalam memberikan penyaluran dana ke UMKM.

“AwanTunai beruntung memiliki investor yang sabar, memberi kami landasan untuk terlebih dulu mengembangkan keunggulan kompetitif dalam manajemen risiko di ruang UMKM yang sulit tanpa jaminan, sebelum mulai meningkatkan volumenya. Fondasi yang kuat inilah yang memungkinkan kami untuk terus tumbuh secara sehat di lingkungan operasional yang sulit,” ujar Dino.

AwanTunai sedari awal fokus ke sektor perdagangan umum yang memasok kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pasar ini sudah dinilai sangat besar, sehingga mereka memilih fokus pada dua produk utama tersebut, dari pada memperbanyak produk atau memperluas segmen yang berbeda.

“Pendanaan ini akan digunakan untuk membangun basis ekuitas kami agar dapat mendukung perluasan fasilitas pinjaman modal untuk menutupi lebih dari $2 miliar pembiayaan pembelian inventaris tahunan pada akhir 2024, serta melanjutkan pengembangan teknologi manajemen risiko kami,” tutup Dino.

Application Information Will Show Up Here

Grup Modalku Dapat Tambahan Debt dari Norfund, Perkuat Kualitas Pinjaman untuk UMKM

Grup Modalku mengumumkan perolehan fasilitas pinjaman (debt) sebesar $7,5 juta atau sekitar Rp117 miliar dari Norfund, sebuah Development Financial Institution (DFI) yang mengoperasikan dana investasi milik pemerintah Norwegia untuk negara-negara berkembang.

Sebelumnya Norfund juga sempat memberikan fasilitas yang sama dengan nominal yang persis sama kepada Amartha pada Juni 2021 lalu.

Bagi grup Modalku sendiri, ini adalah fasilitas debt kedua yang diperoleh sepanjang tahun ini. Pada September 2023, fasilitas yang diraih sebesar $27 juta atau sekitar Rp414 miliar yang dipimpin AlteriQ Global, Aument Capital Partners, dan Orange Bloom.

Seluruh fasilitas ini akan disalurkan kembali melalui berbagai solusi pendanaan yang dirancang khusus untuk UMKM yang belum mendapatkan akses pendanaan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Co-founder & Group CEO Funding Societies (induk Modalku) Kelvin Teo mengatakan pencapaian ini tidak hanya dapat menjadi bukti terhadap kelayakan kredit dari grup dalam menghadapi pandemi dan ketidakpastian makroekonomi, namun juga peluang untuk memenuhi kebutuhan akses pendanaan bagi UMKM yang masih underserved di Asia Tenggara.

“Kami mengapresiasi dukungan Norfund dalam misi dan komitmen kami untuk memberikan kesempatan yang merata bagi UMKM,” kata Teo dalam keterangan resmi.

Norfund’s Regional Director (Asia) Fay Chetnakarnkul menyampaikan pihaknya terkesan dengan kemampuan grup Modalku dalam mendukung UMKM yang kurang terlayani di Asia Tenggara dengan beragam solusi pendanaan untuk mengatasi tantangan pengelolaan arus kas.

“Kami senang dapat mendukung Modalku dalam memperluas jangkauan, meningkatkan inklusi keuangan dan memungkinkan lebih banyak bisnis untuk tumbuh, serta menciptakan lapangan kerja yang sangat dibutuhkan di wilayah ini,” imbuhnya.

Norfund hadir dengan fokus utama mereka dalam berinvestasi yaitu untuk meningkatkan inklusi keuangan. Hingga saat ini, Norfund telah menyalurkan pendanaan sekitar $4,54 miliar (sekitar Rp 70Triliun) kepada 7,5 juta klien. Pendanaan yang diberikan melalui Grup Modalku akan menjadi jembatan antara Norfund dengan sektor publik & swasta dalam memperluas jangkauan investasinya di Asia Tenggara.

Investasi berdampak (impact investment) yang dilakukan oleh sejumlah DFI di Asia Tenggara telah mencapai $2 miliar (sekitar Rp31 triliun) per tahun antara 2017-2022 (dengan akumulasi lebih dari $12 miliar atau sekitar Rp187 triliun). Lebih dari setengah portofolio investasi tersebut disalurkan ke sektor jasa keuangan.

DFI memiliki kemampuan dan kapasitas untuk mendukung UMKM yang tidak dapat didukung oleh pemberi dana komersial dan pemerintah, hal ini dikarenakan posisi keuangan mereka yang kuat.

Jaga kualitas pembiayaan

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Country Head Indonesia Modalku Arthur Adisusanto menyampaikan selain fokus membuka akses pendanaan UMKM yang lebih luas, menjaga kualitas pembiayaan juga tak kalah penting. Ia mengaku dalam menjaga pertumbuhan kredit, perusahaan sangat memperhatikan kualitas portofolio yang dimiliki.

Caranya dengan selalu menerapkan prinsip responsible lending, kehati-hatian, dan manajemen risiko, yaitu melakukan penilaian terhadap UMKM penerima dana, serta kemampuan finansial mereka untuk melunasi modal usaha yang diberikan.

“Karena kami juga memiliki tanggung jawab kepada pemberi dana yang meminjamkan dananya melalui Modalku,” ujar Arthur.

Ditambah, perusahaan meningkatkan sistem mitigasi risiko dalam menjaga angka NPL, seperti melakukan assessment, monitoring, dan collection sebagai upaya deteksi awal apabila terjadi penurunan kualitas portofolio dan upaya penagihan, serta penyelamatan kredit secara simultan.

“Kami juga akan melanjutkan komitmen untuk memperkuat bisnis dengan meningkatkan profitabilitas perusahaan, serta mengakselerasi akses pendanaan bagi UMKM yang masih underserved. Di samping itu, Modalku juga terus fokus terhadap kesehatan finansial perusahaan dan tetap bijak dalam pengeluaran perusahaan.”

Sebelumnya pada Agustus 2023, Grup Modalku merampingkan operasional yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 38 orang dari total 214 karyawannya di Indonesia.

Produk pembiayaan Modalku cukup beragam. Di antaranya, Modal Proyek untuk pengadaan di sektor pemerintahan. Konsepnya mirip invoice financing, dengan penyesuaian sesuai dengan workflow belanja di sektor pemerintahan.

Kemudian, pada akhir tahun lalu, Modalku juga mulai masuk ke bisnis multifinance lewat akuisisinya terhadap PT Buana Sejahtera Multidana, kemudian di-rebranding menjadi “Modalku Finance”. Modalku Finance menawarkan berbagai fungsi pembiayaan, di antaranya Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, dan Pembiayaan Multiguna.

Sebelumnya Modalku juga melakukan co-investment bersama Carro ke Bank Index, memberikan sinyal perusahaan untuk masuk ke segmen bank digital. Adapun produk lain yang juga menjadi fokus adalah b2b paylater, bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti Bukalapak, Paper.id, dan BukuWarung.

Di skala regional, Grup Modalku telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp53 triliun kepada lebih dari 100 ribu UMKM di Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

Amartha Kantongi Pendanaan 107 Miliar Rupiah, Perdalam Akses Permodalan untuk Pengusaha Perempuan

Startup p2p lending Amartha mengumumkan perolehan pendanaan senilai $7,5 juta (setara 107 miliar Rupiah) dari Norfund, dana investasi dari pemerintah Norwegia untuk negara berkembang. Dana ini akan disalurkan kembali dalam bentuk modal usaha untuk memberdayakan lebih banyak perempuan pengusaha mikro di pedesaan dan mendorong kegiatan usaha yang ramah lingkungan.

Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Duta Besar Norwegia Vegard Kaale dan Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra di Kedutaan Norwegia di Jakarta, hari ini (04/6).

Investment Director Norfund & Head of Asia Regional Office Fay Chetnakarnkul menyampaikan, Norfund bekerja sama dan mendanai di institusi keuangan untuk mendukung mereka agar lebih kuat lagi dalam menyediakan akses permodalan dan layanan keuangan kepada ekonomi mikro dan segmen unbankable. “Kami sangat menghargai kerja sama ini dengan Amartha dan upaya yang mereka lakukan untuk memberdayakan perempuan pengusaha mikro di Indonesia.”

Duta Besar Norwegia Vegard Kaale menambahkan, meskipun pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat baik, namun inklusi keuangan masih menjadi isu yang besar di segmen masyarakat prasejahtera, terutama bagi perempuan pengusaha mikro.

“Norfund menjadi alat penting bagi Pemerintah Norwegia untuk menguatkan lembaga swasta di negara-negara berkembang, serta menurunkan angka kemiskinan. Pendanaan ini merupakan investasi pertama Norfund di institusi finansial di Indonesia dan saya harap upaya ini akan membantu pertumbuhan serta keberhasilan untuk Amartha.”

Chetnakarnkul pun sependapat dengan pernyataan Kaale. Ia menyampaikan bahwa diharapkan kerja sama dengan Amartha akan menjadi permulaan baik untuk komitmen jangka panjang Norfund di Indonesia.

Sementara Taufan menyampaikan, dukungan Norfund menandai kepercayaan mereka kepada usaha Amartha untuk kembali pulih di masa sulit selama pandemi ini. “Dengan bimbingan dari negara Norwegia sebagai pemimpin dunia dalam sektor energi terbarukan, Amartha berharap mendapatkan ilmu dan pengalaman dari yang terbaik.”

Masuknya Norfund, sebenarnya sejalan dengan inisiasi yang dimulai oleh Amartha sejak 2018 yang mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan ramah lingkungan dengan mempromosikan manajemen lingkungan, sosial dan korporat atau ESG dengan meluncurkan laporan tahunan dampak dan keberlanjutan. Akibatnya pada setahun berikutnya, Amartha meraih penghargaan GIIRS (Global Impact Investing Rating System) dari B-Corp dengan peringkat Platinum.

Kemudian, pada tahun lalu, perusahaan menginisiasi program Plastic Waste Womenpreneur (PWW) dengan memberikan pembiayaan kepada perempuan pengusaha mikro yang bergerak dibidang pengurangan limbah plastik di desa.

Hingga kini Amartha berhasil menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp3,7 triliun untuk 678.502 perempuan di lebih 18.900 desa yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Sebagai perusahaan teknologi, Amartha meluncurkan layanan keuangan dan produk-produk inovatif seperti tabungan, asuransi mikro, serta belanja borongan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ekonomi informal. Dengan pendekatan ini, Amartha ingin menjadi pemain terdepan untuk platform keuangan digital bagi segmen desa.

Sebelumnnya pada awal bulan lalu, Amartha juga mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $28 juta atau sekitar 450 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Women’s World Banking (WWB) melalui WWB Capital Partners II dan MDI Ventures, serta dua investor sebelumnya, yaitu Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan YOB Venture Management.

Application Information Will Show Up Here