Titipku Masuk ke Segmen B2B, Mantapkan Strategi Menuju Profitabilitas

Di tengah gejolak jatuh-bangun online grocery, Titipku memantapkan strategi “path to profitability” dengan memperluas bisnisnya ke segmen B2B. Ekspansi akan dimulai pada kuartal keempat tahun ini dengan target beroperasi secara bertahap pada 2023.

Berdiri di 2017, Titipku merupakan lulusan Y Combinator batch S21. Titipku didirikan oleh Ong Tek Tjan dan Henri Suhardja dengan misi utama mendigitalkan pasar tradisional yang menjajakan kebutuhan pangan segar, seperti sayur, ayam, daging, dan ikan.

Awalnya, Titipku dirancang untuk mendigitalkan UMKM dengan target skala nasional. Ada 1.000 mitra UMKM yang berhasil digandeng saat itu. Namun, pihaknya mengaku kesulitan untuk mengelola karena mitranya datang dari berbagai kategori. Dalam perjalanan selama 2-3 tahun, Titipku mulai mengubah model bisnis ke hyperlocal, fokus pada digitalisasi pedagang pasar.

Banyak area-area kecil yang belum tergarap aksesnya. Padahal, keberadaan pasar bertempat di lokasi strategis. Dari data yang kami peroleh, tahun 2020 Titipku mencatat omzet 700%, serta merangkul lebih dari 31.000 UMKM dan 7.000 penjelajah. Sekarang Titipku, sudah bekerja sama dengan hampir 10.000 pedagang di 150 pasar.

Memperkuat posisi

Dalam wawancara terpisah dengan DailySocial.id, Co-founder dan CEO Titipku Henri Suhardja meyakini bahwa bisnis online grocery masih punya peluang besar di Indonesia. Ada banyak pasar yang dapat digarap, tak hanya sebatas menguntungkan konsumen akhir.

Berdasarkan data di “Online Grocery Report 2022” yang diterbitkan Titipku, perilaku konsumen dalam berbelanja sudah terbentuk secara stabil selama masa pandemi Covid-19. Bahkan, Titipku mencatat ada kenaikan transaksi online grocery sebanyak 4-5 kali sebelum pandemi.

Untuk mendorong efisiensi dan menjaga pertumbuhan di segmen B2C, Titipku melakukan sejumlah strategi. Misalnya, memaksimalkan channel marketing dan melakukan perbaikan aplikasi untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Strategi ini diyakini dapat mendorong awareness terhadap efektivitas layanan online grocery, terutama bagi kaum ibu-ibu.

Titipku juga memperluas segmen pasarnya pada akhir tahun ini. Berkat keuntungan yang diklaim telah diperoleh dari segmen B2C, pihaknya mantap untuk masuk ke bisnis B2B. Modelnya, sales Titipku akan menjual pasokan produk ke pedagang pasar, dan pesanan akan diantar sesuai kesepakatan jam pengiriman. Value proposition yang ditawarkan tetap sama, yakni pasokan produk segar dengan harga terjangkau. Dengan harga dan kualitas ini, pedagang dapat menghindari potensi fraud.

Ke depannya, Titipku berkomitmen untuk memfasilitasi pemberian modal usaha, tidak hanya membantu pada suplai produk saja. Tujuannya untuk membangun ekosistem UMKM dan pedagang pasar di Jabodetabek.

“Sejak awal, kami berkomitmen untuk tumbuh bersama pedagang pasar. Kami tidak memiliki warehouse untuk produk yang akan dijual. Kalau Titipku punya, ini akan mengerdilkan peran pasar dan justru bertolak belakang dengan visi dan misi kami. Pasar rekanan Titipku adalah warehouse terbaik yang dimiliki. Semua produk diambil langsung dari pedagang,” ujarnya.

Di sisi lain, Titipku juga mengungkap rencananya untuk melakukan fundraising dalam waktu dekat. Namun, Henri enggan mengelaborasi lebih lanjut.

Masuk ke B2B

Untuk dapat menjalankan bisnis online grocery secara berkelanjutan, Henri menilai penting untuk fokus terhadap kualitas produk dan layanan, serta unit economic. Menurutnya, yang terjadi di industri saat ini, banyak yang terlalu terpaku pada promo, bukan ketiga hal tersebut.

“Kami fokus untuk menjadi sustainable business, memastikan path to profitability. Maka itu, kami mulai masuk ke B2B pada akhir tahun. Ini bukan pivot, tetapi menjadi B2B2C secara keseluruhan,” tuturnya pada kesempatan terpisah beberapa waktu lalu.

Disampaikan Henri pada acara Titipku 6th Anniversary, operasional B2B akan dimulai pada kuartal I 2023 dengan memasok ke 27 pasar untuk tahap awal. Pihaknya akan masuk ke pasar sentral untuk melayani 60 pasar sekunder di kawasan Jadetabek pada kuartal II.

Masih di kawasan sama, jumlah tersebut akan ditambah menjadi 80 pasar di kuartal III, dan naik menjadi 100 pasar pada kuartal IV. Titipku juga akan ekspansi ke Bandung dan Surabaya.

Founder Titipku Ong Tek Tjan menambahkan, pihaknya tak menutup kemungkinan di masa depan untuk memasok produk dari para petani. Menurutnya, pasar tradisional masih dipersepsikan sebagai kaum marjinal, posisinya dinilai kalah dengan pasar modern. Pasar tradisional juga sulit mendapat pasokan berkualitas.

Titipku akan meningkatkan perannya dengan memfasilitasi pemberian akses modal usaha dari mitra lembaga keuangan. Langkah ini dapat membantu pedagang untuk mengelola rantai pasok dengan baik.

Pihaknya juga mengaku optimistis terlepas dari situasi perlambatan ekonomi saat ini. “Orang-orang akan mengalihkan pengeluaran kepada kebutuhan pokok sehingga mereka akan belanja. Ketika ini terjadi, kami ingin mitra Titipku dapat memilih pasokan barang dengan kualitas barang sehingga tak kalah dengan pasar modern.” tambahnya.

Gejolak online grocery

Bisnis online grocery, termasuk quick commerce, tak hanya terguncang di skala global saja. Sejumlah startup menutup layanannya karena tak mampu lagi menjadi bisnis berkelanjutan, khususnya di segmen B2C.

Salah satu pemain terbesar, HappyFresh kesulitan keuangan sehingga harus meracik kembali strategi bisnisnya. Brambang terpaksa menutup layanan online grocery dan langsung pivot menjadi marketplace untuk produk elektronik bekas. Sementara, kegagalan menemukan unit ekonomi yang cocok memaksa Bananas untuk melakukan hal serupa dan pivot ke bisnis lain.

Padahal, online grocery termasuk salah satu primadona layanan digital yang mengantongi akselerasi luar biasa ketika masa awal pandemi. Namun, tren ini diprediksi melandai sejalan dengan melonggarnya pembatasan sosial menuju transisi pasca-pandemi. Masyarakat sudah mulai beraktivitas keluar dan berbelanja langsung di toko sejak setahun terakhir.

Di samping itu, segmen B2C pada online grocery juga dinilai sulit untuk menjadi bisnis berkelanjutan mengingat perlu modal besar untuk infrastruktur logistik dan subsidi pada promo diskon.

Dalam analisis DailySocial.id terdahulu, potensi online grocery belum maksimal mengingat penetrasinya masih berputar di kota-kota besar, seperti Jabodetabek. Terlebih, masyarakat masih terbiasa berbelanja kebutuhan sehari-hari langsung di toko fisik. Berdasarkan laporan “The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia” nilai pasar online grocery akan bertumbuh 198% dari $99 miliar di 2019 jadi $295 miliar di 2023.

Application Information Will Show Up Here

Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market Merger [UPDATE]

Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market mengumumkan penyatuan bisnis (merger) menjadi “Blibli Tiket”. Inisiatif ini diumumkan melalui sebuah video komersial yang diunggah di kanal kanal YouTube Blibli hari ini (14/10).

“Blibli Tiket merupakan campaign of a unified omnichannel ecosystem antara Blibli bersama entitas anak, Tiket.com – penyedia layanan perjalanan dan gaya hidup terlengkap; dan Ranch Market – a leading high quality supermarket chain di Indonesia. Ekosistem omnichannel Blibli Tiket memberikan kemudahan dan nilai tambah bagi para pelanggan, serta menyediakan layanan yang lebih lengkap, bermanfaat dan terintegrasi dari tiap channel dan platform di dalam ekosistem,” ujar VP Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan.

Belum diketahui bagaimana struktur legal pasca merger. Ketika dikonfirmasi pihak perusahaan belum mau memberikan komentar. Dari pantauan di situs Blibli, saat ini struktur direksi perusahaan sudah dikondisikan layaknya PT umum dengan Direksi dan Dewan Komisaris, termasuk komisaris independen.

Kabar soal merger ini sebenarnya sudah terendus sejak beberapa bulan lalu, bebarengan dengan rumor rencana IPO yang akan digalakkan perusahaan tahun ini. Sementara integrasi aplikasi antara Blibli dan Tiket.com sudah dilakukan sejak awal tahun ini, dimulai dengan integrasi akun antar-aplikasi.

Tiket.com adalah pionir OTA (Online Travel Agent) di Indonesia. Berdiri sejak tahun 2011, perusahaan ini diakuisisi oleh Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Pun demikian Ranch Market, tahun 2021 lalu Blibli mengakuisisi saham mayoritas perusahaan untuk memperkuat lini grocery yang dimiliki.

Kendati angka valuasinya tidak disebutkan secara eksplisit, baik Blibli maupun Tiket.com saat ini mengonfirmasi telah menyandang status unicorn. Harapannya, bergabungnya ketiga layanan ini diharapkan bisa memberikan pengalaman yang utuh, melalui fitur unggulan yang mereka miliki.

*Pembaruan per 17 Oktober 2022: Kami menambahkan statement dari pihak Blibli terkait “Blibli Tiket”

Application Information Will Show Up Here

Startup Quick Commerce “Bananas” Resmi Tutup, Segera Pivot ke Bisnis Baru

Startup quick commerce Bananas mengumumkan akan tutup layanan e-grocery setelah resmi beroperasi selama 10 bulan. Kegagalan menemukan unit ekonomi yang cocok jadi penyebab utama diambilnya keputusan tersebut.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Bananas Mario Gaw menyampaikan, meski tutup ia akan mempertahankan sejumlah karyawannya untuk pivot ke bisnis baru yang benar-benar berfokus pada menyelesaikan masalah dengan unit ekonomi yang lebih baik. “Totally new [bisnis] focusing on a pain point with better unit economics,” ucapnya.

Dalam pengumuman yang disampaikan perusahaan di media sosial, perusahaan mengucapkan rasa terima kasih kepada mitra dan pemasok utama yang telah mendukung hadirnya layanan e-grocery dari Bananas untuk melayani para konsumen. Namun, perusahaan mengakui setelah beroperasi selama berbulan-bulan, sembari terus bereksperimen dengan berbagai bagian bisnis, tidak menemukan bagaimana dapat menciptakan unit ekonomi yang dapat bekerja.

“Dengan dukungan luar biasa dari investor kami, kami telah memutuskan untuk memanfaatkan runway yang tersisa untuk membangun sesuatu yang lebih baik,” tulis pengumuman tersebut.

Lebih lanjut disampaikan, berkaitan dengan itu manajemen akan menghentikan layanan e-grocery setelah selesai menjual semua stok dengan diskon yang signifikan. Perusahaan juga memastikan semua talentanya yang terkena dampak dapat segera mendapat tempat baru selama masa transisi ini, dengan memanfaatkan jaringan dan kolega di industri.

“Ini hanya perpisahan sementara dari tim di balik Bananas. Kami yakin bahwa masa-masa sulit ini hanya akan menempa orang-orang di dalamnya untuk menjadi lebih baik dan lebih kuat di masa depan,” tutup pengumuman tersebut.

Saat awal debut, Bananas telah didukung oleh sejumlah investor, seperti East Ventures, SMDV, Arise, dan Y Combinator. Total dana yang diperoleh sebesar $1,5 juta.

Tantangan di quick commerce

Awalnya Bananas memosisikan diri sebagai quick commerce untuk konsumen middle to high. Kalangan ini didefinisikan punya gaya hidup sibuk, seperti profesional dan orang tua karier yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Mereka juga bukan tipikal yang oportunis yang selalu disokong dengan diskon atau cashback.

“Kami melihat segmen ini masih sangat baru, mereka malas menghabiskan waktu di jalan, belum lagi harus antre di supermarket dan angkut belanjaannya yang berat itu. Angle kami adalah mengincar mereka, bukan yang harus dipancing dengan promo,” kata Mario saat interview dalam sesi #SelasaStartup pada September lalu.

Ia pun mengakui bahwa tantangan di quick commerce ini begitu besar karena menyatukan seluruh kerumitan dalam operasionalnya. Misalnya, harus bangun dark store, mengurus inventaris, sourcing barang di lokasi mana yang laku mana yang tidak, ini baru sebagian kecil saja.

“Jadi semua fungsi dan lini itu susah. Pun juga dari marketing untuk akuisisi user di Pondok Indah dan Kelapa Gading mungkin lebih mudah bikin event di mall. Tapi belum tentu di lokasi lain sama karena beda gaya hidup dan kebiasaan.”

Di tambah lagi, dengan kenaikan harga BBM, otomatis membuat Bananas harus putar otak untuk tetap menekan pengeluaran di tengah perang bisnis ritel yang marginnya terkenal tipis. Solusi yang kini tengah diusahakan adalah mengembangkan algoritma agar sistem pengantaran dapat dilakukan dalam satu batch untuk satu kendaraan sekali jalan untuk satu area.

Sebelumnya, Dropezy juga mengambil langkah serupa dengan pivot ke bisnis yang benar-benar baru di luar e-grocery. Kompetitor terdekat Dropezy dan Bananas, yang bergerak di vertikal sama hanya menyisakan Astro yang masih beroperasi.

Astro mulai mengembangkan produk private label, dinamai Astro Goods. Sejauh ini, produk yang sudah dirilis dari makanan ringan, makanan segar, paket siap masak, hingga kerajinan tangan. Selanjutnya, Astro Kitchen untuk produk makanan dan minuman siap santap. Disebutkan, perusahaan memiliki lebih dari 40 dark store yang terbesar di Jabodetabek.

HappyFresh juga sempat berhenti, namun kembali beroperasi setelah terima dana segar berbentuk debt dari Genesis, InnoVen, dan Mars. Ketiganya merupakan modal ventura yang berfokus pada pendanaan berbasis utang (debt).

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Omnichannel Jadi Kunci Blibli dan Supra Boga Lestari Bertahan di Tengah “Tech Winter”

Pertanda mulai berakhirnya pandemi –meski pemerintah belum menyatakan endemi– dilihat dari tingkat aktivitas orang-orang di luar rumah meninggi, untuk ke kantor, sekolah, dan berlibur. Kondisi tersebut berdampak pada pemain offline dan online yang menyasar segmen ritel. Menyusun strategi baru diharuskan agar tetap bertahan.

Topik ini diangkat dalam salah satu diskusi panel yang diselenggarakan ICON2022, acara tahunan dari GDP Venture, pada pekan lalu. Turut hadir Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki, EVP Consumer Goods and Lifestyle Blibli Fransisca Krisantia Nugraha, dan Presiden Direktur PT Supra Boga Lestari Meshvara Kanjaya dalam kesempatan tersebut.

Sebagai catatan, Supra Boga Lestari resmi bergabung ke dalam grup Blibli sejak diakusisi pada 30 September 2021. Blibli kini menggenggam 51% saham Ranch Market dengan harga Rp2.500 per saham. Dana yang digelontorkan dari transaksi tersebut sebesar Rp2,03 triliun.

Blibli masuk ke kategori grocery ini sejak pertengahan 2019, namun baru dipublikasi secara luas pada 2020 tepat saat pandemi terjadi. Supra Boga sendiri dikenal sebagai pemain supermarket yang memiliki variasi produk segar terluas daripada kompetitornya. Bukan jadi rahasia bahwa menangani produk segar itu butuh tim ahli karena sulit dalam penanganannya yang rentan busuk dan rusak.

Menggabungkan kekuatan dari masing-masing perusahaan pada akhirnya memberikan pelayanan yang lebih baik buat konsumen karena mereka mendapat pengalaman baru. Di sisi lain, dari operasional dapat lebih efisien karena ada integrasi teknologi, strategi pemasaran, sumber daya manusia, dan sebagainya. Kedua perusahaan tetap dapat bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi makro saat ini.

Hipotesis tersebut setidaknya berhasil dibuktikan dalam data internal yang dipaparkan kedua perusahaan, terutama kontribusi yang signifikan dari produk grocery dan handphone, sebesar 75% terhadap bisnis keseluruhan di Blibli dalam penerapan omnichannel.

Shopping itu experience, orang-orang belanja online dan offline bukan hanya untuk jual beli tapi merasakan pengalaman secara keseluruhan. Tapi find the best deal masih jadi motivasi utama konsumen kita,” ucap Fransisca.

Dia mengatakan, bisnis grocery, terutama produk segar itu terkenal punya margin tipis tapi ongkosnya besar kalau tidak tahu cara mengoperasikannya. Walau begitu, sektor ini dinilai berpotensi besar bila dikembangkan dengan baik. Supra Boga punya ekosistem yang baik dalam mengelola produk segar, yang jadi kekuatan utama, dapat menjadi kolaborasi yang baik untuk kombinasi suplai untuk kategori produk segar. Lantaran Blibli kuat dalam hal basis konsumen, logistik, dan produk non segar lainnya.

“Jadi memang kita melihatnya ini adalah sebuah ekosistem, kita tidak hanya jual groceries tapi juga jual produk yang lain. Jadi memang sudah ada subsidi dari kategori yang lain untuk tetap membantu, supaya total company kita tetap oke secara performa baik di bawah maupun di atas.”

Meshvara menuturkan, bisnis grocery yang digeluti perusahaan ikut terdampak dari pandemi ini. Bila dirinci, ada dua jenis kurva, yakni saat pandemi baru terjadi dan saat ini yang seolah-olah sudah endemi. Saat awal 2020, kondisinya banyak peritel yang terpaksa tutup dan migrasi ke platform online untuk berdampak.

Saat itu, banyak masyarakat yang akhirnya harus berdiam diri di rumah dan berdampak positif bagi bisnis Supra Boga karena permintaan meningkat. Namun pada kurva seolah-olah sudah endemi memiliki dampak yang kurang baik bagi perusahaan karena orang-orang sudah mulai makan di luar rumah.

“Jadi yang dulu awal sibuk semua harus masak di rumah, sekarang sudah enggak. Makanya tahun ini kami konsolidasi bagaimana meningkatkan omnichannel presence kita.”

Pasalnya, bagi perusahaan, belanja offline itu lebih mudah untuk mendorong rasa impulsif daripada saat belanja online. Dalam satu detik, mata dapat melihat sekaligus puluhan produk di depan matanya. Kondisi berbeda kalau belanja online, pandangannya terbatas dengan apa yang dilihat di layar saja.

Begitu pun dari kebiasaan jam belanja yang berbeda. Dari temuan Meshvara, jam belanja offline itu baru dilakukan saat setelah jam kerja, sekitar jam 6-8 malam. Sementara belanja online itu saat jam makan siang dan setelah jam kerja, sekitar jam 6-9 malam. Perbedaan dua kebiasaan di atas ini dapat ditangani dengan omnichannel.

“Terlihat bahwa pada malam hari banyak pasangan pekerja baru sadar belum beli ini itu setelah selesai belanja. Itu bisa kita complementing dengan kehadiran toko offline karena kita persiapkan saat low traffic [untuk pakai online grocery].”

Bentuk konsolidasi antara Blibli dengan perusahaan, tidak hanya sekadar integrasi API saja tapi juga menyamakan persepsi dari tim di lapangan yang terbiasa kerja melayani konsumen offline untuk mulai melayani konsumen dari platform online. Lalu, melakukan promosi bersama untuk bangun awareness, edukasi pasar, juga dalam pengadaan barangnya.

“Kita lihat sinergi bisnis ini enggak hanya untuk meningkatkan penjualan dan profitability dari kedua format belanja, tapi juga meningkatkan efisiensi karena Indonesia itu negara terunik, sumber daya terlengkap, tapi tantangannya bagaimana bawa hasil dari Timur ke Jawa dan sebaliknya.”

Punya konsumen loyal tertinggi

Meshvara menambahkan prospek online grocery dengan menggunakan strategi omnichannel ini membuka banyak peluang baru karena dapat meng-cater kebutuhan konsumen secara lebih luas. Konsumen di Blibli rata-rata adalah generasi muda yang paham dengan belanja online dan berada di tahap awal merintis karier, sementara konsumen di Supra Boga adalah generasi lebih lanjut yang sudah mapan dari segi ekonomi.

“Generasi tua ini lama-lama akan butuh online karena mereka akan semakin sulit bergerak seiring bertambahnya usia. Bagaimana kami tetap bisa melayani mereka dengan cara yang nyaman bagi mereka? Kita perlu automasi segmen konsumen itu dengan teknologi, biasanya mereka itu senang chat via WhatsApp,” kata Meshvara.

Sebagai supermarket untuk kelas premium, Supra Boga punya kekuatan dari segi variasi produk segar dibandingkan pemain supermarket lainnya. Hal ini berdampak pada tingkat loyalitas konsumennya yang diklaim tertinggi. Data terakhir menunjukkan anggota loyalitasnya berada di angka 600 ribu orang.

Kualitas dari anggota ini berkontribusi signifikan sebesar 60% terhadap bisnis keseluruhan perusahaan. Rata-rata pembelanjaan mereka sebesar Rp500 ribu untuk sekali belanja, tiga kali lebih besar dari konsumen yang berbelanja di supermarket pada umumnya.

Ia pun melanjutkan, “Pada akhirnya berbisnis itu melayani konsumer, sekarang waktu konsumer semakin terbatas dan semakin maju berkat teknologi, which can be addressed with omnichannel. Jadi yes, omnichannel is the key to success in the future.”

Saat ini Supra Boga mengoperasikan 70 gerai offline, mayoritas berlokasi di Pulau Jawa, terdiri dari 18 gerai Ranch Market, 2 gerai The Gourmet by Ranch Market, 1 gerai Pasarina by Ranch Market, 35 gerai Farmers Market, 3 gerai Day2Day by Farmers Market, dan 11 gerai Farmers Family by Farmers Market. Lokasinya tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Malang, Gresik, Semarang, Dumai, Pekanbaru, Palembang, Balikpapan, Samarinda, dan Ambon.

Application Information Will Show Up Here

Grab Kejar Profitabilitas, Dorong Bisnis “On-demand Grocery” dan Bank Digital di Indonesia

Baru-baru ini petinggi Grab Holdings Limited (NASDAQ: GRAB) membagikan proyeksi kinerja keuangan dan strategi perusahaan untuk menuju profitabilitas. Target utamanya adalah menjadi ekosistem superapp terbesar dan platform on-demand paling efisien di Asia Tenggara.

Sebagaimana dirangkum dalam laporannya, Grab masih mencatat rugi sebesar $1 miliar atau Rp15,3 triliun di semester I 2022, tetapi turun dari rugi di periode sama tahun lalu sebesar $1,46 miliar atau Rp22,3 triliun. Total Segment Adjusted EBITDA di semester I 2022 rugi $94 juta atau Rp1,43 triliun, dari untung $21 juta atau Rp319 miliar di semester I 2021.

Adapun, di kuartal II 2022 saja, Grab melaporkan sebanyak 62% dari total pengguna memakai dua atau lebih layanan atau naik dari 12% di 2018. Selain itu, sebanyak 69% dari mitra roda dua Grab melayani pesanan transportasi dan food delivery. Di 2021, Grab mengantongi sebesar $8,9 miliar atau tumbuh 24% dari tahun sebelumnya yang dihasilkan oleh mitra driver, delivery, dan merchant.

Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan mengaku bahwa perusahaan telah berupaya keras untuk mengejar profitabilitas dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Maka itu, pihaknya telah menyiapkan rencana baru yang akan mencerminkan berbagai rencananya menuju keuntungan.

“Sepuluh tahun dan sepuluh miliar perjalanan kemudian, kami merasa baru mencapai permukaannya saja dalam mendorong kemajuan di Asia Tenggara. Kami meyakini ada runway pertumbuhan besar di depan kami untuk melayani kawasan ini, dan kami berada di posisi yang baik dengan sumber daya yang dimiliki saat ini. Kami akan memanfaatkan kekuatan ekosistem superapp untuk menegaskan kepemimpinan kami di Asia Tenggara, tetapi sambil terus mengoptimalkan biaya yang dimiliki,” jelasnya.

Proyeksi dan rencana selanjutnya

Grab menyiapkan sejumlah rencana solid  untuk mendorong pertumbuhan seluruh lini bisnisnya, mulai dari program berlangganan GrabUnlimited, GrabForBusiness, online grocery, kemitraan lokal, dan iklan. Kemudian, Grab berencana ekspansi GXS Bank ke Malaysia dan Indonesia pada 2023, bank digital ini baru saja meluncur di Singapura. Adapun, operasional GXS Bank ditargetkan breakeven pada 2026.

Pihaknya memahami bahwa pasar UMKM dan pekerja gig di Asia Tenggara kurang terlayani oleh bank tradisional. Dengan memiliki data seperti perilaku penggunaan pada superapp dan pendapatan mereka, pihaknya dapat memperluas layanan perbankan secara akurat.

“Pada saat yang sama, kami juga meluncurkan teknologi eksklusif untuk meningkatkan efisiensi platform bagi merchant dan mitra driver kami. Kami juga berencana fokus pada layanan fintech sehingga dapat melayani pelanggan dengan baik melalui peluncuran digibank,” ungkap Chief Operating Officer Grab Alex Hungate.

Grab menargetkan Group Adjusted EBITDA pada semester II 2022 mencapai $380 juta atau naik 27% dari semester sebelumnya. Perusahaan juga membidik breakeven pada Group Adjusted EBITDA dapat tercapai di semester II 2024. Dari sisi pendapatan, Grab memproyeksikan pendapatan tahun ini mencapai $1,3 miliar. Tahun depan, Grab menargetkan pendapatannya tumbuh 45%-55% (YoY) dengan constant currency basis.

Di tahun ini, Grab memperkenalkan inisiatif baru bernama Just-in-Time Allocation yang bertujuan meningkatkan akurasi perkiraan waktu pada layanan food delivery dan memungkinkan pengemudi memenuhi lebih banyak pesanan. Per Juli 2022, Grab mencatat ada sekitar 12 juta menit waktu tunggu mitra driver yang berhasil dihilangkan dibandingkan Februari 2022.

Per Agustus 2022, ada sekitar 22% pengurangan waktu tunggu untuk mitra delivery, 19% batch job, dan 11% perjalanan per jam transit dibandingkan kuartal IV 2021.S

Grab juga akan menambah jumlah merchant 40% lebih banyak dibandingkan 2020, dengan mengembangkan self-serve tools dan fitur automasi lain. Di samping itu, Grab akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan mitra driver di tahun mendatang.

Gandeng Trans Retail

Terbaru, Grab juga mengumumkan kemitraannya dengan raksasa hypermarket chain PT Trans Retail Indonesia milik CT Group untuk menawarkan layanan grocery berbasis on-demand. Pada layanan ini, Grab juga beroperasi di Malaysia dengan mengakuisisi Jaya Grocer.

Menurut perusahaan, kemitraannya bersama Trans Retail dapat menciptakan cost-sustainable dalam membangun platform on-demand untuk mobilitas dan pengiriman on-demand paling efisien. Selain itu, pihaknya dapat meningkatkan skala bisnis on-demand grocery dengan memanfaatkan keahlian yang dimiliki Trans Retail Indonesia pada aset retail, warehouse, dan daya beli.

Saat ini, Trans Retail Indonesia memiliki lebih dari 110 hypermarket dan supermarket yang tersebar di 28 kota di Indonesia. Pada sinerginya, baik Grab dan Trans Retail Indonesia akan melakukan integrasi dua arah. Trans Retail akan menghubungkan layanan utama Grab ke seluruh gerai miliknya, sedangkan Grab akan memanfaatkan infrastruktur hypermarket Trans Retail untuk beroperasi dengan biaya lebih rendah. Salah satunya adalah menutup dark store dan dan memindahkan operasionalnya ke Trans Retail.

Sebagai informasi, Trans Retail Indonesia juga mengoperasikan layanan online grocery AlloFresh melalui perusahaan patungan yang didirikan bersama PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) , dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank).

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan Bisnis Startup Quick Commerce “Bananas” di Tengah Pergeseran Konsumen Pasca-Pandemi

Banyaknya pemain quick commerce di global yang gulung tikar, menimbulkan kecemasan apakah model bisnis ini hanya bisa beroperasi saat pandemi saja atau sudah saatnya hadir. Lantas, timbul pertanyaan apakah pemain quick commerce di Indonesia akan bernasib sama?

Untuk menjawab itu, #SelasaStartup kali ini mengundang Co-founder dan CEO Bananas Mario Gaw.

Mario banyak bercerita seperti apa optimisme Bananas terhadap potensi quick commerce dan seperti apa posisinya di pasar. Sebagai catatan, Bananas adalah salah satu pemain quick commerce lokal yang baru beroperasi pada awal tahun ini.

Segmentasi Bananas

Mario menjelaskan, seperti kebanyakan pemain quick commerce lainnya, Bananas membangun dark store (mini gudang) yang tersebar di pemukiman padat di Jakarta. Sejauh ini ada delapan dark store dan satu pusat distribusi untuk membantu inventaris barang.

Namun yang menjadi diferensiasi layanannya, mereka melayani konsumen middle to high. Kalangan ini punya gaya hidup sibuk, seperti profesional dan orang tua karier yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Segmentasi tersebut diambil berkat wawancara mendalam yang dilakukan oleh tim Bananas dalam proses product-market-fit.

Produk yang dijual kini mencapai 2 ribu SKU berasal dari beragam kategori, terutama di produk segar seperti telur, susu, daging, sayur, dan buah-buahan. Kemudian makanan dan minuman ringan hingga alat-alat kebersihan rumah. Seluruh produk ini dikirim dalam waktu beberapa menit sampai di lokasi pembeli.

Dengan mengambil segmentasi ini, ia merasa optimistis bahwa Bananas hadir bukan sekadar lihat tren terkini saja. Kalangan konsumen seperti ini, sambungnya, bukan tipikal yang oportunis yang harus perlu dipancing dengan diskon atau cashback.

“Kami melihat segmen ini masih sangat baru, mereka malas menghabiskan waktu di jalan, belum lagi harus antre di supermarket dan angkut belanjaannya yang berat itu. Angle kami adalah mengincar mereka, bukan yang harus dipancing dengan promo,” kata Mario.

Meski begitu, meminta pendapat dari konsumen secara berkala tetap harus dilakukan perusahaan agar Bananas menjadi perusahaan berkelanjutan. Saat ini, perusahaan mulai memikirkan bagaimana cara meningkatkan rata-rata nilai belanjaan dan meningkatkan GMV.

“Yang sekarang jadi penting bagaimana caranya kita tetap fokus pada user. Caranya dengan terus berbicara dengan mereka agar mengerti apa yang saat ini dibutuhkan dan bagaimana keinginan ke depannya. Sebab saya percaya kebutuhan groceries itu enggak akan hilang, tapi apakah dulu beli merek mahal atau tidak, itu hanya soal shifting. Sebagai pemain, kita harus bisa menangkap dan mengikuti kebutuhan mereka.”

Hal ini sekaligus bentuk tip dari Mario untuk para founder yang baru merintis startupnya. Bagi dia, kesalahan terbesar yang ia lakukan sebelum-sebelumnya adalah kurang mendengarkan konsumen. Hanya mengandalkan asumsi dari riset, tanpa melihat kondisi langsung di lapangan.

“Dengan banyak mendengarkan konsumen, kita jadi lebih ngerti pain point mereka sehingga kita bisa dapat insight yang lebih real daripada hanya sekadar teori saja.”

Tantangan di quick commerce

Mario pun mengakui bahwa tantangan di quick commerce ini begitu besar. Ada yang menyebutkan bahwa model bisnis ini menyatukan seluruh kerumitan dalam operasionalnya, harus bangun dark store, mengurus inventaris, sourcing barang di lokasi mana yang laku mana tidak, itu bagian sulit.

“Jadi semua fungsi dan lini itu susah. Pun juga dari marketing untuk akuisisi user di Pondok Indah dan Kelapa Gading mungkin lebih mudah bikin event di mall. Tapi belum tentu di lokasi lain sama karena beda gaya hidup dan kebiasaan.”

Di tambah lagi, dengan kenaikan harga BBM, otomatis membuat Bananas harus putar otak untuk tetap menekan pengeluaran di tengah perang bisnis ritel yang marginnya terkenal tipis. Solusi yang kini tengah diusahakan adalah mengembangkan algoritma agar sistem pengantaran dapat dilakukan dalam satu batch untuk satu kendaraan sekali jalan untuk satu area.

“Dalam tiap pengantaran per batch-nya, pengemudi bisa antar ke banyak titik untuk satu area. Dari situ kami bisa tekan cost logistik.”

Kendati banyak pemain online grocery yang masuk ke solusi quick commerce, Mario tidak mengkhawatirkan kompetisi yang sengit. Di industri ini, ia percaya “winner takes all” tidak berlaku. Khususnya, bagi quick commerce yang masih sangat baru di Indonesia, edukasi adalah barang mahal yang bila dilakukan sendiri tidak akan cukup waktu. Makanya dibutuhkan pemain online grocery lainnya, untuk melakukan inisiatif serupa bersama-sama.

“Dari sisi kompetisi, walau ide sama, tapi karena bahan-bahan di dalam perusahaan beda, hasil masakannya juga beda. Filosofi kami adalah tetap monitor pergerakan industri, tapi tidak jadi sesuatu yang ditakuti. Jadi kami saling beradu menyelesaikan user, mana yang lebih baik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Terima Pendanaan Debt Baru, HappyFresh Kembali Beroperasi di Indonesia

Startup online grocery HappyFresh kembali beroperasi di Indonesia setelah menerima dana segar berbentuk debt dari Genesis, Innoven, dan Mars. Nominal dana yang diterima dirahasiakan perusahaan.

Sebelumnya, pada awal bulan ini perusahaan memutuskan sementara berhenti beroperasi dalam rangka restrukturisasi bisnis karena gagal bayar kewjiban, dengan menunjuk firma global Alvarez & Marsal.

Dalam pernyataan, perusahaan kembali memulai operasinya di pasar Indonesia setelah tinjauan strategis. “Kami akan bekerja sama dengan dana debt dari Genesis, Innoven, dan Mars dalam restrukturisasi bisnis,” ucap manajamen seperti dikutip dari Bloomberg.

Berkaitan dengan itu, perusahaan juga mengumumkan operasionalnya kembali melalui unggahan di Instagram kemarin (21/2). Disampaikan Happy Fresh telah kembali dan siap melayani kebutuhan belanja di supermarket favorit konsumen.

Sebagai bagian dari perombakan, perwakilan dari perusahaan AS Kroll, Jason Kardachi, akan menggantikan tiga mantan direktur di dewannya, termasuk Lee Jung An, Kai-Kevin Gotthard Kux, dan David Keller. Kardachi akan memimpin praktik restrukturisasi Kroll di Asia Tenggara, akan bekerja sama dengan HappyFresh dalam perbaikannya.

Guillem Segarra (CEO) dan Frederic Verin (CFO), dan Christoph Krauss (COO) telah diangkat kembali setelah mundur dari tugas sehari-hari mereka. Manajemen juga menyampaikan saat ini akan fokus di Indonesia sambil mempertimbangkan opsi untuk bisnisnya di Thailand dan Malaysia.

Sejak tahun ini, HappyFresh yang berbasis di Jakarta, berjuang untuk meningkatkan modal setelah penurunan tajam di sektor online grocery. Pada Agustus kemarin, perusahaan menunggak gaji sejumlah karyawan dan PHK karyawan kontraknya dengan alasan isu keuangan.

Untuk menyelamatkan bisnis, perusahaan mempekerjakan Alvarez & Marsal Holdings LLC untuk meninjau situasi keuangannya.

“Kami telah melalui banyak hal. Selama beberapa minggu terakhir ketika kami menghentikan operasi, kami melihat banyak komentar dari pelanggan di berbagai platform media sosial yang menyatakan ketergantungan mereka pada penawaran layanan kami sambil meminta layanan untuk dilanjutkan sesegera mungkin,” kata Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini dalam sebuah pernyataan.

Menata ulang konsep online grocery

Model bisnis HappyFresh menjadi perantara antara konsumen dan modern trade seperti supermarket. Di tengah tingginya permintaan, tahun lalu mereka juga memperkenalkan “HappyFresh Supermarket”, tujuannya untuk memperluas akses terhadap produk kebutuhan harian dengan meningkatkan kehadiran toko virtual.

Langkah ini turut dijadikan sebagai salah satu strategi HappyFresh untuk mempererat kolaborasinya dengan jaringan supermarket nasional dan regional yang sejauh ini telah membantu menyediakan ragam produk.

“Dalam hanya beberapa bulan setelah peluncuran, kami melihat ketertarikan pelanggan yang luar biasa, melalui pertumbuhan pengguna sebesar 300% setiap bulannya,” ujar Co-founder & CEO HappyFresh Guillem Segarra.

Namun demikian jika melihat data, sebenarnya kanal penjualan produk grocery terbesar di Indonesia masih berada di ritel tradisional. Kendati toko modern juga terus memperluas cakupan wilayahnya.

Modern vs Traditional Trade in Indonesia / L.E.K Consulting

Sementara itu laporan e-Conomy SEA 2021 mengatakan bahwa di tengah penetrasi e-commerce di Asia Tenggara, digitalisasi sektor grocery baru mencapai 2% saja. Jelas ini menjadi PR besar bagi ekosistem industri terkait untuk bisa meningkatkan cakupan pasarnya — termasuk melalui peningkatan infrastruktur supply chain, edukasi pasar, dan ekspansi bisnis di skala nasional.

Dari survei yang dilakukan Katadata terhadap 2022 responden, menyatakan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari mayoritas masih mengandalkan pembelian secara langsung di ritel terdekat, baik itu supermarket, pasar tradisional, warung kelontong, ataupun swalayan. Platform e-commerce mendapati peringkat terbawah.

Sumber: Katadata

Di titik ini mulai bisa ditarik kesimpulan, bahwa kebiasaan yang terbentuk selama pandemi ternyata tidak sepenuhnya bertahan pasca-pandemi. Khususnya dalam hal belanja, pengalaman datang ke toko tetap menjadi pilihan favorit — kendati ada beberapa aspek yang bisa diefisienkan dengan belanja online.

Pemain online grocery perlu menata ulang model bisnisnya, memberikan pengalaman pengguna yang lebih relevan dengan kondisi yang ada saat ini. Termasuk menata ulang kategori produk yang ada di rak belanja, sehingga menjadi relevan untuk dipenuhi secara online — di saat kecepatan saja belum sepenuhnya menjadi proposisi nilai yang membuat semua orang tertarik turut andil menjadi bagian dari basis konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Dropezy Siapkan Jalan Keluar di Tengah Isu “Winter Quick Commerce”

Startup quick commerce Dropezy dikabarkan tengah menyiapkan strategi agar dapat tetap bertahan di tengah kondisi “tech winter”. Saat ini dikabarkan, perusahaan menutup seluruh 20 dark store yang berada di sekitar Jakarta, menurut pemberitaan DealStreetAsia.

Dikonfirmasi lebih jauh oleh DailySocial.id, Co-founder Dropezy Nitesh Chellaram hanya menyampaikan bahwa perusahaan tengah menyiapkan strategi baru yang akan segera diumumkan segera ke publik. “Kita belum bisa memberi tahu strategi baru kami, tapi kami punya sesuatu yang menarik yang bisa segera dibagikan,” kata dia, Senin (19/9).

Perusahaan beralih menjadi quick commerce pasca pendanaan pra-seri A yang diperoleh pada September 2021 sebesar $2,5 juta. Dana tersebut digunakan untuk membangun belasan dark store tersebar di Jabodetabek.

Dropezy sendiri lahir saat pandemi di awal 2021 sebagai online grocery. Proposisinya adalah platform kebutuhan sehari-hari (daily needs platform), sehingga konsumen dapat belanja dalam kuantitas kecil secara beberapa kali dalam sebulan.

“Kami percaya pada konsep ‘Buy small, eat fresh’ dan ‘Top up, don’t stock up’. Kami yakin bahwa orang Indonesia tidak suka melakukan pembelian massal di awal bulan, tetapi memilih membeli dalam jumlah kecil setiap hari atau pada hari yang berbeda,” kata Nitesh.

Kompetitor terdekat Dropezy, yakni Astro mulai mengembangkan produk private label, dinamai Astro Goods. Sejauh ini, produk yang sudah dirilis dari makanan ringan, makanan segar, paket siap masak, hingga kerajinan tangan. Selanjutnya, Astro Kitchen untuk produk makanan dan minuman siap santap. Disebutkan, perusahaan memiliki lebih dari 40 dark store yang terbesar di Jabodetabek.

Melesunya industri online grocery

Sebelumnya, HappyFresh dikabarkan melakukan restrukturisasi bisnis dengan menunjuk firma konsultan untuk meninjau kondisi keuangannya. Di saat yang bersamaan, pemutusan kerja dan penggalangan dana sedang ditempuh untuk bayar hutang kepada para mitra. Operasional di sejumlah lokasi di Jakarta juga tengah dihentikan.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di tingkat global. Di antaranya, Foodpanda, Delivery Hero, Ola, dan Zomato, yang menutup unit bisnis quick commerce-nya dengan melakukan efisiensi.

Dalam suatu riset yang dilakukan oleh Stor.ai di Amerika Serikat, menyatakan hanya 2% dari 1000 konsumen yang sangat bersedia untuk bayar ongkos sedikit lebih mahal agar belanjaannya sampai dalam waktu 15 menit. Sebanyak 57,5% lainnya menyampaikan tidak mau bayar lebih mahal.

Seorang perwakilan dari Stor.ai mengatakan dari temuan tersebut menunjukkan bahwa pelanggan memprioritaskan stok barang daripada pengiriman yang cepat. Sebanyak 27% responden mengatakan mereka akan menggunakan layanan ultra-cepat lebih banyak jika pengalaman pengguna meningkat. Kemudian, 22% mengeluhkan kehabisan stok sebagai masalah terburuk yang dialami saat menggunakan platform pengiriman.

Menurut, Managing Director GlobalData Neil Saunders, fakta terbesar dari model bisnis dari perusahaan quick commerce ini sudah rusak sejak awal karena biaya yang mereka keluarkan tidak tercakup oleh biaya yang dibayar konsumen. “Selain itu, quick commerce adalah solusi yang mencari masalah. Sebagian besar orang tidak benar-benar membutuhkan hal-hal yang disampaikan dalam hitungan menit.”

Di samping itu, dengan kondisi inflasi yang terus meningkat dan perusahaan tidak dapat mengkompensasi biaya, kesempatan untuk bisnis quick commerce untuk bertahan lama sangat tipis.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Fokus Titipku Mendigitalisasi Pasar Tradisional

Melalui wawancara bersama DailySocial.id, Co-Founder & CEO Titipku Henri Suhardja menjelaskan tentang bagaimana sistem jasa titip (jastip) yang ditawarkan oleh perusahaannya.

Menurut Henri, Titipku memiliki perbedaan yang signifikan terhadap sejumlah platform online groceries lain yang sudah ada di masyarakat.

Memilih fokus menghubungkan pedagang di pasar dengan konsumennya secara online, Henri menyebutkan bahwa Titipku punya rencana dan target besar yang ingin direalisasikan di 2022.

Seperti apa target dan rencana yang diusung oleh Titipku? Apa yang membedakan Titipku dengan platform belanja online yang lainnya?

Simak pembahasan tentang Titipku yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV dalam sesi DScussion.

HappyFresh Racik Ulang Strategi Bisnis

HappyFresh dikabarkan tengah melakukan restrukturisasi bisnis guna menyusun strategi bisnis berkelanjutan. Seperti diberitakan Bloomberg, perusahaan merekrut firma konsultan Alvarez & Marsal untuk melakukan peninjauan terhadap kondisi finansialnya [Manas Tamotia menjabat sebagai Managing Director Alvarez & Marsal untuk; sebelumnya ia adalah CSO di HappyFresh hingga Juli 2022].

Di sisi lain, HappyFresh juga tengah berjuang untuk menghimpun pendanaan tahap selanjutnya. Sumber lain dari DealStreetAsia mengatakan, penggalangan dana tersebut akan difokuskan untuk melunasi kewajiban pembayaran kepada para mitranya — termasuk pemilik supermarket, mitra logistik, dan lainnya.

Bersamaan dengan ini, sumber mengatakan bahwa sejumlah pegawai HappyFresh mengalami PHK – kendati tidak disebutkan jumlah persentasenya. Bahkan beberapa eksekutif senior tengah berhenti untuk menangani pekerjaan hariannya [beberapa mengundurkan diri] sembari menunggu kejelasan tentang nasib perusahaan berikutnya. Operasional layanan di sejumlah wilayah di Jakarta juga dikabarkan terhenti — pelanggan tidak bisa memesan slot waktu pengiriman dan melakukan pembayaran via aplikasi.

Jelas ini mengindikasikan bahwa startup online grocery tersebut sedang tidak baik-baik saja. Sayangnya ini tidak hanya menimpa HappyFresh, di kancah regional sejumlah startup sejenis tengah meracik ulang strategi mereka untuk menjadi bisnis berkelanjutan. Startup food delivery & grocery Foodpanda salah satunya, mereka melakukan layoff ke sejumlah besar karyawan untuk menyesuaikan rencana induknya, Delivery Hero, untuk mencapai  EBITDA positif dengan mereduksi biaya operasional.

Foodpanda sempat hadir di Indonesia, lalu pada tahun 2016 memutuskan untuk menutup layanannya di wilayah ini.

Primadona saat pandemi

Dalam sebuah temu media di tahun 2021, Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini mengataka bahwa perubahan perilaku pelanggan selama pandemi telah berdampak pada pertumbuhan bisnis mereka secara menyeluruh 10-20x lipat.

Demi menunjang akselerasi bisnis, Juli 2021 HappyFresh mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $65 juta  oleh Naver Financial Corporation dan Gafina B.V., sebelumnya mereka telah mengumpulkan pendanaan $20 juta. Investasi tersebut sempat melambungkan valuasi perusahaan di angka $200 juta.

Di vertikal ini juga terdapat sejumlah kompetitor langsung, startup online grocery yang fokus ke model B2C. Di antaranya HappyFresh, Sayurbox, KedaiSayur, PasarNow, Titipku, AlloFresh, Astro, Bananas, dan lainnya. Konsep quick commerce juga mulai populer, menjanjikan proses pengiriman dalam hitungan menit.

Ketika disinggung apakah HappyFresh akan beradaptasi dengan model quick commerce, Filippo mengatakan, “Berdasarkan pengalaman kami dalam pengamatan terhadap perilaku konsumen online grocery, kami mengetahui bahwa sebagian besar konsumen merencanakan pembelanjaan dengan memilih beragam produk dari berbagai kategori dan menyimpannya di keranjang belanja.”

Dari hipotesis tersebut, HappyFresh meyakini bahwa model yang diusung adalah yang paling relevan dengan kebutuhan pasar. Dan pada akhirnya fokus ke kualitas produk akan menjadi kunci utama kebertahanan layanan online grocery. Dengan kata lain, HappyFresh tidak akan turut andil dalam hingar-bingar quick commerce dulu.

Peritel tradisional seperti Indomaret juga telah bertransisi dengan strategi O2O. Memanfaatkan jaringannya yang sangat luas, kini masyarakat juga diberikan kemudahan untuk melakukan pemesanan dan pembayaran melalui aplikasi.

Menata ulang konsep online grocery

Model bisnis HappyFresh menjadi perantara antara konsumen dan modern trade seperti supermarket. Di tengah tingginya permintaan, tahun lalu mereka juga memperkenalkan “HappyFresh Supermarket“, tujuannya untuk memperluas akses terhadap produk kebutuhan harian dengan meningkatkan kehadiran toko virtual.

Langkah ini turut dijadikan sebagai salah satu strategi HappyFresh untuk mempererat kolaborasinya dengan jaringan supermarket nasional dan regional yang sejauh ini telah membantu menyediakan ragam produk.

“Dalam hanya beberapa bulan setelah peluncuran, kami melihat ketertarikan pelanggan yang luar biasa, melalui pertumbuhan pengguna sebesar 300% setiap bulannya,” ujar Co-founder & CEO HappyFresh Guillem Segarra.

Namun demikian jika melihat data, sebenarnya kanal penjualan produk grocery terbesar di Indonesia masih berada di ritel tradisional. Kendati toko modern juga terus memperluas cakupan wilayahnya.

Modern vs Traditional Trade in Indonesia / L.E.K Consulting
Modern vs Traditional Trade in Indonesia / L.E.K Consulting

Sementara itu laporan e-Conomy SEA 2021 mengatakan bahwa di tengah penetrasi e-commerce di Asia Tenggara, digitalisasi sektor grocery baru mencapai 2% saja. Jelas ini menjadi PR besar bagi ekosistem industri terkait untuk bisa meningkatkan cakupan pasarnya — termasuk melalui peningkatan infrastruktur supply chain, edukasi pasar, dan ekspansi bisnis di skala nasional.

Penetrasi grocery commerce di Asia Tenggara / e-Conomy SEA 2021
Penetrasi grocery commerce di Asia Tenggara / e-Conomy SEA 2021

Pandemi Covid-19 relatif bisa dikendalikan, seiring vaksinasi yang sudah merata di seantero nusantara. Hal ini berdampak pada pulihnya aktivitas offline, termasuk di sektor ritel. Pusat perbelanjaan mulai ramai, bebarengan dengan aturan bepergian yang sudah semakin longgar.

Dari survei yang dilakukan Katadata terhadap 2022 responden, menyatakan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari mayoritas masih mengandalkan pembelian secara langsung di ritel terdekat, baik itu supermarket, pasar tradisional, warung kelontong, ataupun swalayan. Platform e-commerce mendapati peringkat terbawah.

Survei pemenuhan kebutuhan sehari-hari / Katadata
Survei pemenuhan kebutuhan sehari-hari / Katadata

Di titik ini mulai bisa ditarik kesimpulan, bahwa kebiasaan yang terbentuk selama pandemi ternyata tidak sepenuhnya bertahan pasca-pandemi. Khususnya dalam hal belanja, pengalaman datang ke toko tetap menjadi pilihan favorit — kendati ada beberapa aspek yang bisa diefisienkan dengan belanja online.

Pemain online grocery perlu menata ulang model bisnisnya, memberikan pengalaman pengguna yang lebih relevan dengan kondisi yang ada saat ini. Termasuk menata ulang kategori produk yang ada di rak belanja, sehingga menjadi relevan untuk dipenuhi secara online — di saat kecepatan saja belum sepenuhnya menjadi proposisi nilai yang membuat semua orang tertarik turut andil menjadi bagian dari basis konsumen.

Application Information Will Show Up Here