Tersedia dalam Dua Varian, Huawei Watch 2 Resmi Diumumkan

Bertambah lagi keluarga smartwatch Android Wear 2.0. Sekitar dua pekan setelah LG memperkenalkan Watch Sport dan Watch Style, kini giliran Huawei yang unjuk gigi di ajang MWC 2017. Pabrikan asal Tiongkok tersebut baru saja memperkenalkan Huawei Watch 2 secara resmi.

Huawei sepertinya banyak belajar dari Samsung Gear S3. Pasalnya, Huawei Watch 2 terdiri dari dua varian yang berbeda, yakni standar dan Classic. Keduanya memiliki gaya desain yang sedikit berbeda, dimana varian standarnya terkesan sporty, sedangkan varian Classic-nya tampil lebih elegan.

Bodi Huawei Watch 2 tahan air dengan sertifikasi IP68 / Huawei
Bodi Huawei Watch 2 tahan air dengan sertifikasi IP68 / Huawei

Varian standarnya ini tampak lebih kokoh dengan bezel yang berukuran lebih besar, dan variasi warnanya juga lebih banyak. Di sisi lain, Huawei Watch 2 Classic mengadopsi elemen-elemen desain yang kerap kita jumpai dari jam tangan tradisional dan kelihatan sangat berbeda dibandingkan pendahulunya. Keduanya sama-sama tahan air dengan sertifikasi IP68.

Huawei turut mempertahankan kesan premium yang diusung smartwatch besutan mereka sebelumnya. Yang paling mencolok adalah penggunaan material keramik pada bagian bezel. Lebih lanjut, dimensinya juga diklaim lebih ringkas ketimbang Huawei Watch generasi pertama, memastikan bahwa suksesornya ini membawa peningkatan dari sisi ergonomi.

Konsumen bisa membeli kedua varian Huawei Watch 2 dalam versi 4G LTE / Huawei
Konsumen bisa membeli kedua varian Huawei Watch 2 dalam versi 4G LTE / Huawei

Secara spesifikasi, kedua varian sangat identik dengan layar 1,2 inci beresolusi 390 x 390 pixel, chipset Snapdragon Wear 2100, storage internal sebesar 4 GB, RAM 768 MB, GPS, sensor laju jantung, baterai 420 mAh, konektivitas 4G (opsional), dan tentu saja OS Android Wear 2.0. Secara keseluruhan juga sangat mirip seperti LG Watch Sport, hanya saja garapan LG tersebut mengemas layar yang lebih besar.

Huawei Watch 2 dan Watch 2 Classic rencananya akan segera masuk ke pasar mulai bulan Maret seharga €329 (± Rp 4,6 juta). Negara-negara awal yang menjadi tujuan adalah Spanyol, Portugal, Perancis, Itali, Jerman dan Tiongkok. Belum ada informasi terkait kapan Huawei akan mendatangkannya ke tanah air.

Sumber: Android Central dan Huawei.

Spectacles, Kacamata Pintar Besutan Snapchat, Kini Bisa Dibeli Secara Online

Diumumkan pada bulan September 2016, kacamata pintar besutan Snapchat yang bernama Spectacles tidak langsung tersedia untuk publik secara luas. Selama tiga bulan terakhir, Snapchat yang kini telah berganti identitas menjadi Snap Inc. hanya menjualnya lewat vending machine yang ditempatkan di sejumlah lokasi acak di AS serta sebuah pop-up store di kota New York.

Bukannya ragu akan produknya sendiri, CEO Snap, Evan Spiegel berdalih bahwa mereka ingin lebih dulu menyurvei respon dari konsumen, yang pada akhirnya diketahui cukup positif. Apa yang dilakukan Snap juga sedikit berbeda dari pabrikan lain, dimana Spectacles ditawarkan langsung ke pengguna tanpa ada jatah khusus terlebih dulu untuk kaum developer.

Melihat respon yang positif ini, Snap pun memutuskan untuk memulai penjualan Spectacles secara massal. Kacamata berkamera ini sekarang sudah bisa dipesan langsung lewat spectacles.com, sayangnya untuk sementara baru konsumen di Amerika Serikat dulu yang bisa membelinya. Harganya pun tidak berubah, masih $130.

Konsep yang dibawa Spectacles sejatinya cukup menarik. Ketimbang mencoba menjadi pelengkap smartphone seperti Google Glass, Spectacles cuma ingin memberi kemudahan para pengguna Snapchat dalam mengabadikan momen dan membagikannya. Lebih penting lagi, momen ini diabadikan dari sudut pandang orang pertama.

Dilihat dari sudut pandang lain, kesuksesan Spectacles pada dasarnya merupakan salah satu modal Snap dalam memikat investor menjelang masuknya mereka ke pasar saham, yang diperkirakan akan berlangsung pada awal Maret mendatang.

Sumber: TechCrunch.

Maret Mendatang, Tag Heuer Akan Luncurkan Smartwatch Berdesain Modular

Masih ingat dengan Tag Heuer Connected? Pabrikan arloji asal Swiss tersebut rupanya sedang menyiapkan suksesor dari smartwatch perdananya tersebut. Kenapa baru sekarang? Karena Tag Heuer ternyata memutuskan untuk menunggu sampai Android Wear 2.0 datang.

Suksesor tersebut nantinya akan dijuluki Tag Heuer Connected Modular. Label “Modular” mengindikasikan kelengkapan kustomisasi yang ditawarkan oleh perangkat itu, bahkan kabarnya pengguna nanti dapat mengganti bodi smartwatch dengan yang lain yang merupakan bodi jam tangan tradisional.

Selebihnya, sudah bisa dipastikan bakal ada peningkatan spesifikasi. Fitur-fitur pelengkap seperti NFC untuk mendukung sistem pembayaran elektronik serta GPS terintegrasi kemungkinan juga bakal tersedia seandainya Tag Heuer betul-betul mengamati perkembangan pasar smartwatch terkini.

Menurut narasumber Android Central, Tag Heuer Connected Modular akan diumumkan secara resmi pada tanggal 14 Maret mendatang. Penanggalan ini cukup masuk akal mengingat pada tanggal 23 Maret akan dihelat salah satu event jam tangan tahunan terbesar, yaitu Baselworld.

Sejauh ini belum ada informasi mengenai harganya, tapi saya kira tidak jauh-jauh dari pendahulunya yang dibanderol $1.500 – dengan pengecualian varian Rose Gold yang dipatok $9.900. Satu hal yang telah dikonfirmasi oleh CEO Tag Heuer sendiri adalah smartwatch ini bakal ditawarkan dalam dua model, dimana salah satunya berukuran lebih kecil dan ditargetkan untuk kaum hawa.

Sumber: Android Central dan Wareable.

Swatch Sedang Kembangkan Sistem Operasi Smartwatch-nya Sendiri

Sudah sejak awal 2015 kita mendengar kabar bahwa Swatch berniat untuk meluncurkan rival Apple Watch. Namun sampai titik ini, yang kita dapati hanyalah smartwatch untuk penggemar voli pantai dan arloji dengan sistem pembayaran elektronik terintegrasi. Singkat cerita, belum ada smartwatch besutan Swatch yang benar-benar setara fiturnya dengan Apple Watch.

Tahun depan, kemungkinan Swatch akan menepati janji lamanya tersebut. Baru-baru ini mereka mengumumkan kerja samanya dengan CSEM, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang riset dan teknologi, untuk mendesain sistem operasi smartwatch-nya sendiri. Untuk sementara, nama yang dipilih adalah Swiss OS.

Swiss OS nantinya akan bersaing langsung dengan watchOS dan Tizen, yang keduanya berjalan di atas hardware buatan perancangnya sendiri (Apple dan Samsung). Hardware dan software yang dikembangkan oleh pihak yang sama akan berdampak pada sejumlah hal positif, salah satunya peningkatan keamanan, seperti yang Apple tunjukkan selama ini lewat iOS.

Keunggulan lain yang dijanjikan Swiss OS adalah efisiensi daya, dimana nantinya smartwatch yang menjalankan sistem ini dipastikan punya daya tahan baterai yang cukup mengesankan. Terakhir dan yang terkesan agak aneh adalah, Swiss OS tidak akan memerlukan terlalu banyak update secara berkala.

Hal ini ditujukan supaya smartwatch tidak dicap kuno karena menjalankan sistem operasi lawas dan tidak lagi menerima update terbaru dari pengembangnya. Seperti yang kita tahu, beberapa smartwatch Android Wear generasi awal tidak lagi menerima update yang diluncurkan oleh Google. Apa yang Swiss OS tawarkan sejatinya merupakan solusi dari problem seperti ini.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Swiss OS datang pada saat yang tepat? Pasar smartwatch yang kita tahu sekarang tidak lagi seramai dulu. Belum lagi, Swatch nantinya juga harus berhadapan dengan Fitbit, yang belum lama ini mengonfirmasi rencananya untuk meluncurkan smartwatch baru.

Sumber: Business Insider.

Verizon Perkenalkan Smartwatch Android Wear 2.0 Pertamanya, Wear24

Pengumuman LG Watch Sport dan Watch Style oleh sang perusahaan Korea Selatan bersamaan dengan Google kemarin menandai dimulainya era smartwatch ber-platform Android Wear 2.0. Menariknya, LG ternyata tidak sendirian. Salah satu perusahaan telekomunikasi broadband terbesar di Amerika juga mengungkapkan bahwa mereka turut meramu device sejenis.

Hampir bersamaan dengan penyingkapan dua jam pintar dari LG, Verizon Communications memperkenalkan smartwatch buatan mereka sendiri, dinamai Wear24. Perangkat wearable tersebut kabarnya dijual secara eksklusif di toko Verizon, menawarkan penggunanya ‘konektivitas yang konstan’, dan fitur itu dikemas dalam ‘tubuh ramping berdesain modern’. Dan seperti LG Watch Sport dan Watch Style, Wear24 didukung jaringan 4G LTE Verizon.

Penampakan dari Wear24 masih berupa ilustrasi. Berbasis dari gambar tersebut, device mengusung rancangan yang simpel dan menyuguhkan layar melingkar. Tubuhnya kemungkinan tersusun atas material logam dipadu strap karet, dan ada satu dial fisik di sisi kanannya. Berdasarkan info dari CNET, Wear24 mempunyai diameter 42-milimeter dan berketebalan 13,5mm. Panelnya sendiri menggunakan tipe AMOLED, berukuran 1,4-inci dengan kepadatan 290ppi.

Verizon Wear24 tampaknya sengaja disiapkan untuk menemani penggunanya beraktivitas sehari-hari. Device telah memperoleh serifikasi IP67, yang berarti terproteksi dari debu-debu halus serta diperkenankan untuk tercemplung ke dalam air, maksimal hingga kedalaman satu meter selama setengah jam. ‘Kapasitas’ baterai Wear24 (satuan mAh sebetulnya bukanlah alat ukur daya tahan baterai) juga lebih tinggi dari LG Watch Sport dan Watch Style, yaitu 450mAh.

Beroperasi di-platform Android Wear 2.0, Wear24 memungkinkan Anda mengirim pesan teks serta melakukan atau menerima panggilan tanpa perlu menggunakan smartphone. Aspek kustomisasinya sangat luas, dan seperti biasa, Anda dibebaskan untuk mengutak-atik penampakan dari watch face. Menariknya lagi, watch face bisa di-setup agar berubah secara otomatis bergantung dari posisi Anda.

Contohnya begini: di kantor, Wear24 dapat menampilkan watch face ala jam klasik atau bertema modern, lalu saat Anda kembali ke rumah, watch face segera berubah jadi lebih casual.

Verizon memang bukanlah pendatang baru di bisnis hardware – sebelumnya perusahaan Amerika itu telah memasarkan lineup tablet Ellipsis, namun Wear24 sendiri merupakan wearable device pertama mereka. Verizon Wear24 rencananya akan mulai dijual di bulan Maret 2017, dibundel bersama kontrak selama dua tahun, dijajakan seharga US$ 300.

Sumber: Verizon.

Vuzix Blade 3000, Seperti Kacamata Biasa tapi Sepintar Google Glass

Konsep kacamata pintar yang diperkenalkan Google Glass beberapa tahun lalu adalah proyeksi augmented reality langsung di hadapan mata. Namun ternyata Glass gagal mendapat tempat di hati konsumen. Salah satu alasannya adalah, orang-orang enggan dianggap aneh oleh sekitarnya hanya karena ada sebuah gadget di wajahnya.

Memang, ketika membicarakan mengenai sesuatu yang kita pakai di wajah, desain selalu menjadi prioritas. Itulah mengapa penting bagi sebuah kacamata pintar untuk tampil low profile – sebisa mungkin lebih kelihatan seperti kacamata biasa, dan tidak terdeteksi sebagai gadget oleh orang-orang di sekitar.

Vuzix, perusahaan yang sudah cukup berpengalaman di bidang VR dan AR, sangat memperhatikan aspek ini ketika merancang kacamata pintar terbarunya. Sempat dipamerkan di ajang CES 2017 lalu, perangkat bernama Blade 3000 ini sepintas memang kelihatan seperti kacamata biasa.

Satu-satunya bagian yang cukup aneh hanyalah tangkai yang sedikit lebih tebal dari biasanya. Hal ini dikarenakan semua komponen elektronik Blade 3000 tersimpan di sana, termasuk yang pada dasarnya merupakan proyektor DLP berukuran sangat kecil yang akan memproyeksikan konten langsung ke lensa kacamata.

Vuzix Blade 3000 saat didemonstrasikan di ajang CES 2017 bulan Januari kemarin / Vuzix (Facebook)
Vuzix Blade 3000 saat didemonstrasikan di ajang CES 2017 bulan Januari kemarin / Vuzix (Facebook)

Vuzix mengklaim Blade 3000 hanya memiliki bobot sekitar 80 gram. Mereka cukup percaya diri kalau konsumen tidak akan merasa malu untuk mengenakannya, dan mereka juga bakal tetap merasa nyaman dalam durasi yang cukup lama.

Kinerja Blade 3000 ditopang oleh prosesor quad-core besutan Marvell Technology dan sistem operasi Android 5.0. Memory sebesar 32 GB turut melengkapi, begitu juga dengan sederet sensor ambient dan mikrofon. Vuzix juga telah mengintegrasikan Google Assistant supaya pengguna dapat memakai perintah suara.

Vuzix Blade 3000 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan tahun ini. Harganya belum ditentukan, tapi dipastikan masih berada di bawah $1.000 – tahun depan, Vuzix mengira malah harganya bisa diturunkan lagi hingga menjadi $500.

Sumber: VentureBeat dan Vuzix.

LG Watch Sport dan Watch Style Resmi Diungkap

Setelah beberapa kali dirumorkan, LG akhirnya menyingkap smartwatch terbarunya. Bukan satu, tapi dua smartwatch sekaligus, yakni LG Watch Sport dan LG Watch Style. Keduanya sama-sama mengandalkan sistem operasi Android Wear 2.0 yang terbaru, sama seperti Casio WSD-F20 dan New Balance RunIQ yang sudah diumumkan lebih dulu.

Android Wear 2.0 menghadirkan sederet fitur baru buat kedua smartwatch ini. Yang paling utama adalah integrasi Google Assistant, dimana pengguna dapat membalas pesan, menetapkan reminder, meminta petunjuk arah, dan masih banyak lagi hanya dengan menahan tombol power atau mengucapkan “Ok Google”.

LG Watch Sport mengemas spesifikasi yang lebih unggul dari Watch Style / LG
LG Watch Sport mengemas spesifikasi yang lebih unggul dari Watch Style / LG

Beralih ke hardware, ada yang menarik dari kedua smartwatch ini. Kalau Anda melihat tombol tengah di sisi kanannya, tombol tersebut bisa diputar seperti jam tangan standar. Namun secara fungsi, cara kerjanya sangat mirip seperti digital crown milik Apple Watch, dimana pengguna dapat menggulirkan layar dengan memutar tombol tersebut.

Untuk LG Watch Sport, model ini memiliki bodi yang terbuat dari bahan stainless steel, dengan lapisan Gorilla Glass 3 pada bagian wajahnya dan strap berbahan polyurethane. Model ini diklaim tahan air dan debu dengan sertifikasi IP68, sedangkan Watch Style beda tipis dengan IP67.

LG Watch Style / LG
LG Watch Style / LG

Perbedaan lebih lanjut antara kedua smartwatch baru bisa diamati jika Anda membongkar isinya. Di sinilah Watch Sport terdengar lebih superior, dimana ia telah mengemas sebuah speaker, sensor laju jantung, barometer dan GPS, sedangkan keempat komponen ini absen di Watch Style. Lebih lanjut, Watch Sport juga mengusung konektivitas 4G LTE, plus NFC untuk Android Pay.

Kedua smartwatch ditenagai oleh chipset Qualcomm Snapdragon Wear 2100, storage sebesar 4 GB, serta dukungan wireless charging. Untuk RAM, Watch Sport sedikit lebih unggul dengan 768 MB, sedangkan Watch Style hanya 512 MB.

Sama seperti Watch Sport, LG Watch Style juga dilengkapi fitur wireless charging / LG
Sama seperti Watch Sport, LG Watch Style juga dilengkapi fitur wireless charging / LG

Watch Sport mengemas layar yang lebih besar, P-OLED 1,38 inci, dengan resolusi 480 x 480 pixel (348 ppi), sedangkan Watch Style yang secara dimensi lebih kecil dan lebih tipis harus puas dengan layar P-OLED 1,2 inci beresolusi 360 x 360 pixel (299 ppi). Perbedaan yang terakhir adalah baterai, dimana Watch Sport menyimpan baterai 430 mAh, sedangkan Watch Style cuma 240 mAh.

Harga untuk keduanya masih belum diungkap, namun LG berencana untuk memasarkannya mulai tanggal 10 Februari, diawali di AS lalu menyusul ke kawasan lain.

Sumber: LG via The Verge.

TomTom Luncurkan Fitness Tracker Baru, Touch Cardio

Buat sejumlah orang, olahraga merupakan bagian integral dari keseharian mereka. Mereka tidak butuh motivasi tambahan, mereka cuma ingin menjadi lebih fit, dan terkadang mereka juga ingin memahami secara mendalam bagaimana suatu aktivitas fisik bisa mempengaruhi kebugaran tubuhnya.

Itulah mengapa popularitas fitness tracker bisa mencuat seperti sekarang. Meski tidak lagi seramai dua atau tiga tahun lalu, setidaknya pabrikan-pabrikan masih rajin merilis produk baru di segmen ini. TomTom salah satunya, pabrikan asal Belanda ini baru saja mengungkap fitness tracker anyar bernama Touch Cardio.

Touch Cardio adalah fitness tracker kedua dari TomTom. Ia pada dasarnya merupakan versi murah dari TomTom Touch dengan desain dan fitur yang serupa, minus fitur analisis komposisi tubuh. Pun demikian, tidak semua orang merasa perlu memonitor persentase otot dan lemak tubuhnya setiap saat.

Desain Touch Cardio tampak cukup elegan, dengan layar sentuh OLED yang memanjang di sisi depannya. Layar ini dapat menampilkan pesan teks maupun panggilan telepon yang masuk, jadi paling tidak masih ada sejumlah fitur ala smartwatch yang tersedia.

Terkait fungsi utamanya, Touch Cardio siap melakukan tracking selama 24 jam nonstop; mulai dari jumlah langkah kaki, kalori yang terbakar, durasi dan intensitas aktivitas, sampai laju jantung, dengan akurasi yang tak kalah dari smartwatch TomTom Spark. Sleep tracking turut tersedia bagi yang membutuhkan.

TomTom Touch Cardio bakal dipasarkan secara global mulai bulan Maret mendatang seharga £90 atau sekitar Rp 1,5 juta – lebih murah £40 dari TomTom Touch orisinil – dan tersedia dalam empat pilihan warna.

Sumber: Wareable dan TomTom.

Kai Sulap Kacamata Biasa Menjadi Kacamata Pintar Bertenaga AI

Di saat tren kacamata berkamera terus menjamur berkat Spectacles serta alternatif lain yang modular seperti PogoCam dan Blincam, sebuah startup bernama Glimpse Wearables lebih tertarik untuk menjadikan kacamata sebagai extension dari smartphone. Buah pemikiran mereka? Kai, sebuah modul kecil yang dapat mengubah kacamata biasa menjadi kacamata pintar.

Namun jangan bayangkan kacamata pintar yang dimaksud memiliki display dan kamera macam Google Glass. Dari depan, Kai bahkan sama sekali tidak kelihatan; ia menancap pada ujung tangkai kacamata, lalu duduk manis di belakang telinga Anda tanpa mengundang perhatian dan lirikan tajam dari orang-orang di sekitar penggunanya.

Tanpa layar dan kamera, Kai berfokus pada satu fitur saja, yakni asisten virtual berbasis artificial intelligence. Jadi tanpa perlu mengakses smartphone, Anda sudah bisa berinteraksi dengan asisten virtual yang responsif sekaligus cerdas, yang ditenagai oleh platform AI Houndify besutan SoundHound.

Kai dirancang agar tidak mengganggu penglihatan dan bisa nyaman dipakai dalam durasi yang lama / Glimpse Wearables
Kai dirancang agar tidak mengganggu penglihatan dan bisa nyaman dipakai dalam durasi yang lama / Glimpse Wearables

Dengan Kai dan Houndify, pengguna dapat mengakses beragam informasi menggunakan perintah suara. Mereka bahkan bisa memesan Uber kalau perlu, atau mengontrol perangkat smart home yang kompatibel hanya dengan beberapa frasa saja. Panduan navigasi juga tersedia, begitu pula dengan notifikasi event kalender dan reminder.

Kai mengandalkan teknologi bone conduction untuk mengirimkan suara ke telinga tanpa perlu berada di dalam kanal telinga Anda. Hal ini juga berarti Anda bisa mendengar suara di sekitar tanpa gangguan sedikit pun. Material silikon yang digunakan memastikan agar kulit di belakang telinga tidak iritasi.

Saat ini Kai sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $130 – lebih murah $70 dari estimasi harga retail-nya. Paket penjualannya sudah mencakup sebuah kacamata opsional dengan lensa jernih.

Jawbone Dilaporkan Akan Meninggalkan Pasar Wearable Device

Pasar perangkat wearable sedang mengalami penurunan, dan Jawbone rupanya merupakan salah satu korban terbesarnya. Sempat digadang-gadang sebagai rival terkuat Fitbit, Jawbone saat ini malah sedang kesulitan secara finansial.

Begitu sulitnya, Jawbone berencana untuk melakukan pivot satu kali lagi. Berdasarkan laporan TechCrunch, mereka berencana untuk mengalihkan fokusnya dari fitness tracker untuk end-user ke produk dan layanan kesehatan yang ditujukan untuk klinik maupun penyedia layanan kesehatan yang menangani pasien secara langsung.

Pivot ini perlu dilakukan untuk menyelematkan Jawbone dari kebangkrutan; kalau menjual produk ke konsumen, mereka hanya bisa mengambil untung dengan margin yang tipis, lain halnya dengan model B2B alias business to business, dimana margin yang didapat bisa jauh lebih tinggi.

Namun demikian, Jawbone masih harus melewati tantangan lain, yaitu mencari pendanaan dari investor. Sejauh ini Jawbone memang sudah memperoleh total pendanaan sekitar $951 juta dari beberapa investor besar sekaligus, namun hampir semuanya dikabarkan sudah habis dan mereka kini mau tidak mau harus mencari pendanaan sekali lagi, khususnya dari mitra investor yang memang bermain di segmen kesehatan.

Jawbone memang sudah menunjukkan tanda-tanda kesulitan sejak lama; yang paling gampang, terakhir mereka merilis perangkat wearable baru adalah pada bulan April 2015, yaitu UP4. September 2016, Business Insider melaporkan bahwa salah satu aset terbesar Jawbone, yakni speaker Jambox, telah dijual sebagian, dan sekarang dikabarkan sudah benar-benar dijual habis.

Menariknya, Fitbit sempat dirumorkan berniat mengakuisisi Jawbone pada bulan Desember kemarin, namun Jawbone menolaknya. Bisa jadi Jawbone berpikiran bahwa keputusan pivot ini masih jauh lebih berprospek ketimbang ‘menyerahkan’ dirinya ke rival utamanya.

Sumber: TechCrunch.