Menciptakan Model Pendapatan yang Tepat Bagi Startup

Startup tidak semata-mata berfokus pada pengembangan produk dan talenta saja. Sama seperti korporasi, startup punya tujuan sama dalam membangun sebuah bisnis, yakni meraup pendapatan.

Perusahaan perlu revenue model yang tepat sebagai strategi untuk memperoleh pendapatan dari bisnisnya. Ada banyak revenue model yang dapat dijadikan acuan. Misalnya, revenue model berbasis transaksi, komisi, dan berlangganan. Semua bergantung pada target pasar yang dituju.

Apa saja yang kita dapat kita ketahui tentang revenue model? Apakah sekadar menentukan model bisnisnya saja? Pada sesi #SelasaStartup pekan ini, Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer berbagi ilmu kepada khalayak tentang revenue model untuk startup.

Tentu topik ini menjadi sangat menarik jika melihat cita-cita Wahyoo yang ingin mendigitalisasikan warung makan di Indonesia. Selengkapnya, simak pembahasan Peter berikut ini.

Tiga hal sebagai fondasi dasar

Pendapatan adalah fondasi utama dalam membangun sebuah bisnis. Pada akhirnya, setiap bisnis menginginkan pendapatan sebagai kunci keberlangsungan perusahaan di masa depan.

Peter menyebutkan ada tiga pertanyaan dasar yang perlu dijawab saat ingin membangun startup. Pertama, siapa target pasarnya, masalah yang ingin diselesaikan beserta solusinya, dan apakah solusi ini dapat menghasilkan uang.

Jika ketiga hal ini mampu dijawab, pelaku startup dapat menciptakan revenue model-nya. Selain itu, ketiga hal ini dapat menentukan apakah sebuah bisnis patut dicoba atau tidak. Menurutnya, pelaku startup dapat menghindari bisnis yang sejak awal kita tahu tidak mampu menghasilkan pendapatan.

“Percuma bangun bisnis yang tidak bisa menghasilkan revenue karena effort yang dikeluarkan banyak dan [bisnis] tidak akan sustain. Bisnis yang sederhana bukan berarti scalable. Lebih baik menciptakan sesuatu sampai customer tahu [produk] ini bernilai,” ungkap Peter.

Revenue model sejalan dengan SDM

Peter menceritakan bagaimana Wahyoo memanfaatkan banyak stakeholder sebagai salah satu revenue model-nya. Sebagai startup penyedia solusi digitalisasi dan modernisasi warung, Wahyoo melakukan pendekatan dengan komunitas dan proyek tertentu sebagai target pasar produknya.

Wahyoo memiliki beberapa revenue model untuk bisnisnya, mulai dari transaksi, iklan, komisi, project based, franchise, hingga licensing. Peter sadar tidak semua revenue model dapat berjalan seluruhnya. Maka itu penting melakukan evaluasi untuk mengetahui revenue model yang cocok dengan bisnis yang dijalankan.

Di samping itu, semakin banyak revenue model akan sejalan dengan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) agar pengelolaannya lebih fokus. “Bagaimanapun juga, manusia cuma punya dua tangan. Tentu perlu dilihat apakah menambah orang atau tidak worth it dengan semakin banyaknya revenue model,” ujarnya.

Kolaborasi jadi potensi pemasukan

Menciptakan revenue model bagi bisnis tidak harus berjalan sendiri. Pelaku startup dapat berkolaborasi dengan banyak pihak untuk membuka peluang pemasukan lain.

Sebagai contoh, warteg yang menjadi mitra Wahyoo dapat menjadi double agent yang mana pemiliknya bisa mengantongi komisi dari iklan yang dipasang di warung tersebut.

“Banyak startup yang terlalu fokus pada satu hal [untuk menciptakan revenue]. Padahal, sebetulnya banyak sekali touch point yang dapat dikolaborasikan,” tutur Peter.

Belajar dari kompetitor

Satu hal yang tak kalah penting apabila pelaku startup telah menemukan revenue model yang tepat untuk bisnisnya, yakni mencari tahu tentang kompetitornya.

Peter menilai tidak ada salahnya mengetahui produk dan revenue model pesaing. Justru berbagai informasi yang didapatkan dari pesaing dapat menjadi learning process bagi pelaku startup untuk belajar tentang revenue model.

Already Secured Seed Funding, Wahyoo to Acquire 13 Thousand Warteg

A startup with digitization and modernization solution for warung (small shop/restaurant) “Wahyoo” announced to secure seed funding. The amount is classified, led by Agaeti Ventures and Kinesys Group. It is also supported by Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

In using the fresh money, Peter Shearer’s startup which was founded in June 2017 is to achieve 13 thousand warung partners by the end of 2019. Previously, they’ve reached 7000 warung tegal (small restaurant) to support and being transformed.

“The fresh funding is to be used for product development and talent acquisition, for Wahyoo can provide better service to all warteg partners and to expand coverage. Currently, our partners still limited to Jakarta. We expect soon to reach all over Jabodetabek,” he said.

Wahyoo‘s main objective is to promote cost efficiency and warteg business development in Indonesia through the technology platform. Some of the examples are the supply chain to help to create a new business model, and Wahyoo Academy workshop program to improve consumer service quality.

Empowerment concept through warung has been developed by some other startups with different approaches. Kudo, for example, transforming warung to become the payment channel for all needs. In addition, Mitra Bukalapak to accommodate goods from warung. Another portfolio of East Ventures, Warung Pintar also presents some warung-based innovations.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Amankan Pendanaan Awal, Berambisi Rangkul 13 Ribu Warteg

Startup dengan solusi digitalisasi dan modernisasi warung “Wahyoo” mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding). Nominal tidak disebutkan, pendanaan dipimpin oleh Agaeti Ventures dan Kinesys Group. Selain itu turut didukung Chapter1 Ventures, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Dengan dukungan pendanaan, startup yang didirikan oleh Peter Shearer pada Juni 2017 tersebut ingin capai target 13 ribu unit warung mitra hingga akhir tahun 2019. Sebelumnya mereka telah meraih tonggak capaian 7000 warung tegal (warteg) yang berhasil dibina dan ditransformasi.

“Pendanaan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan produk serta tim kami, agar Wahyoo bisa menghadirkan pelayanan yang lebih baik kepada para mitra warteg kami serta meningkatkan jangkauan kami ke wilayah yang lebih luas lagi. Saat ini mitra kami masih berpusat di Jakarta. Ke depannya, kami berharap untuk menjangkau wilayah Jabodetabek,” sambut Peter.

Visi utama Wahyoo adalah memberdayakan cost efficiency dan pengembangan keuntungan pengusaha warteg di Indonesia melalui platform teknologi. Beberapa contoh penerapannya adalah dengan pengadaan supply chain, membantu menciptakan model bisnis baru, dan penerapan program lokakarya Wahyoo Academy untuk meningkatkan kualitas pelayanan konsumen.

Konsep pemberdayaan melalui saluran warung telah dilakukan beberapa startup dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya Kudo yang mentransformasi warung untuk menjadi kanal pembayaran berbagai kebutuhan. Atau program Mitra Bukalapak yang mengakomodasi barang dagangan warung. Portofolio lain East Ventures, yakni Warung Pintar, juga menghadirkan inovasi berbasis warung.

Fokus dan Strategi Wahyoo, Startup Berbasis Aplikasi Menyasar Warung Makan

Setelah sukses membangun AR&Co yang fokus pada pengembangan produk berbasis augmented reality, Founder & CEO Peter Shearer mendirikan startup social enterprise bernama Wahyoo.

Kepada DailySocial, Peter menyampaikan sejumlah alasan mengapa dirinya tertarik untuk mendirikan startup baru yang menyasar warung makanan di Indonesia (warteg).

“Jika dilihat saat ini ada sekitar tiga ribu warung makan di Jakarta saja. Namun bisnis yang hanya ada di Indonesia ini masih belum memanfaatkan teknologi dengan sempurna. Berangkat dari alasan itulah akhirnya Wahyoo saya dirikan,” kata Peter.

Memanfaatkan pengalaman dan latar belakang teknologi yang dimilikinya, Peter dan tim kemudian mencoba untuk mengoptimalkan warung makan di Jakarta mengadopsi teknologi. Dengan demikian mereka bisa meningkatkan pendapatan sekaligus menjadi platform untuk keperluan digital yang saat ini makin marak kehadirannya.

“Berbasis aplikasi nantinya pemilik warung bisa mendapatkan akses kebutuhan produk dari brand FMCG ternama hingga menjadi meeting point layanan transportasi on-demand di Indonesia,” kata Peter.

Cara kerja Wahyoo

Warung makan binaan Wahyoo
Warung makan binaan Wahyoo

Menggandeng enam brand terkemuka saat ini, di antaranya adalah Redoxon, Teh Pucuk, Betadine, Le Minerale, Tora Bika dan Happy Tos, pemilik warung makan diberikan kesempatan untuk menjual sekaligus mempromosikan brand tersebut di warung makan mereka. Memanfaatkan jumlah pengunjung yang datang ke warung makan setiap harinya, kegiatan pemasaran tersebut bisa dimanfaatkan oleh brand secara langsung.

“Setiap harinya untuk satu warung makan bisa kedatangan 100 orang. Potensi tersebut bisa dimanfaatkan oleh brand untuk promosi, dan tugas kami dari Wahyoo adalah memastikan kegiatan pemasaran tersebut berjalan dengan baik,” kata Peter.

Sementara keuntungan yang bakal didapatkan oleh pemilik warung adalah akses mudah dan cepat produk FMCG pilihan tersebut, point rewards yang nantinya bisa ditukarkan hadiah umroh hingga naik haji, juga pelatihan yang dihadirkan oleh Wahyoo seputar cara tepat mengelola keuangan, memilih menu dan produk makanan yang sehat hingga demo masak.

“Dengan demikian pemilik warung bisa meningkatkan pendapatan melalui promo yang ada sekaligus mendapatkan informasi dan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan usaha,” kata Peter.

Masih fokus melakukan sosialisasi penggunaan aplikasi kepada pemilik warung, untuk menghindari kesulitan mengakses aplikasi tersebut, Peter dan tim pun mencoba untuk membuat aplikasi semudah mungkin.

“Yang penting aplikasi bisa digunakan untuk melakukan pembelian produk, nantinya secara rutin update fitur akan kami tambahkan mengikuti demand dan perkembangan yang ada,” kata Peter.

Strategi monetisasi

Untuk saat ini monetisasi yang diterapkan oleh Wahyoo adalah berasal dari brand yang menjalin kemitraan dengan Wahyoo. Target dari Wahyoo selain menambah jumlah brand dari FMCG, juga dari startup agriculture demi menyediakan bahan makan dan sayuran yang berkualitas.

“Salah satunya kita juga tengah melakukan finalisasi dengan 8Villages agar nantinya bisa memasok bahan sayuran dan produk segar lainnya kepada pemilik warung makan binaan Wahyoo,” kata Peter.

Di fase awal fokus dari Wahyoo adalah merekrut lebih banyak warung makan di seluruh Jakarta. Saat ini Wahyoo telah memiliki 315 warung makan di Jakarta. Target Wahyoo hingga akhir tahun 2018 bisa mencapai 2000 warung makan.

“Fase lainnya yang ada di pipeline kami adalah menambah kemitraan dengan platform crowdfunding, memberikan pilihan pembayaran hingga menghadirkan bahan makanan setengah jadi untuk warung makan,” kata Peter.

Bermitra dengan Grab

Founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer
Founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer

Kemitraan lain yang bakal dilancarkan oleh Wahyoo adalah dengan Grab. Bentuk kemitraan ini adalah menjadikan warung makan binaan Wahyoo sebagai meeting point sekaligus tempat beristirahat mitra pengemudi Grab. Dengan demikian mitra pengemudi tersebut memiliki tempat istirahat di semua warung makan yang bergabung dengan Wahyoo dan akan mendapatkan minuman gratis jika membeli makan di warung makan binaan Wahyoo.

“Bentuk kerja sama lainnya yang akan kami hadirkan adalah pengantaran makan dan minum dari warung makan tersebut ke rumah pembeli melalui aplikasi dan mitra Grab. Namun saat ini masih dalam rencana kami,” kata Peter.

Saat ini Wahyoo belum meluncurkan aplikasi untuk pengguna dan masih fokus kepada aplikasi untuk pemilik warung makan. Jika nantinya sudah diluncurkan, aplikasi untuk pengguna lebih kepada loyalty program dengan memberikan poin yang bisa didapatkan jika makan dan minum di warung makan binaan Wahyoo.

Rencana fundraising Wahyoo

Masih menjalankan bisnisnya secara bootstrapping, Wahyoo yang mulai berjalan sejak bulan Juni 2017 sudah berencana akan melakukan fundraising. Berencana untuk launching akhir bulan Maret 2018 mendatang, Peter berharap melalui publikasi tersebut, Wahyoo bisa menarik perhatian investor yang tertarik dengan model bisnis Wahyoo.

“Sesuai dengan misi kami yaitu membantu meningkatkan usaha pemilik warung makan agar lebih relevan menyesuaikan kemajuan jaman. Kami juga ingin menggali potensi bisnis ini menjadi seperti ‘one stop shopping’ bukan hanya sebagai warung makan namun juga agen pulsa, tempat branding perusahaan dan masih banyak lagi,” tutup Peter.

Amvesindo Demo Day 2017 Sajikan Pelatihan Terpadu untuk Startup Pemula

Amvesindo Demo Day 2017 merupakan sebuah acara yang dapat diikuti pelaku startup yang ingin mendapatkan pengetahuan dan gambaran umum lanskap bisnis dari berbagai sudut pandang. Selain menghadirkan pelaku startup sukses, beberapa komponen pendukung bisnis digital lain turut dihadirkan, mulai dari investor, inkubator, media, serta instansi pemerintah terkait.

Sesi pengembangan pengetahuan untuk startup pemula turut disajikan dalam seminar, membahas studi kasus nyata serta praktik terbaik untuk memaksimalkan manuver bisnis dengan pendekatan modern. Sesi ini setidaknya terbagi dalam tiga tema bahasan utama: (1) Successful Start Up Investment to Exit dibawakan oleh Paul Santosa dari Wavemaker, (2) Indonesian Startup Going Global dibawakan oleh Co-founder AR&Co Peter Shearer, (3) Growth Hacking dibawakan Co-founder Tiket.com Natali Ardianto.

Sesi coaching class juga secara khusus diadakan pada acara ini untuk memberikan pendampingan materi secara lebih mendalam. CMO Kumparan Andrias Ekoyuono dan Founder Drone Academy Irendra Radjawali akan mendampingi pada sesi tersebut dengan membawakan bahasan seputar strategi promosi brand dan inovasi produk.

Peserta yang mengikuti pelatihan ini juga berkesempatan untuk memperoleh funding bagi startupnya. Tiga peserta terbaik akan mendapatkan keanggotaan khusus untuk inkubator, bertemu dengan pelaku startup lain yang telah berpengalaman.

Rangkaian Amvesindo Demo Day 2017 akan dilaksanakan esok hari, tanggal 2 Agustus 2017 mulai pukul 09.00 hingga selesai. Acara bertempat di Auditorium Indosat, Jakarta Pusat. Saat ini pendaftaran seminar dan coaching class masih dibuka. Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi tautan berikut ini: http://www.amvesindo.org/event/18


Disclosure: DailySocial adalah media partner Amvesindo Demo Day 2017

Augmented Reality dalam Perspektif Pengembangan

Augmented Reality (AR) sebenarnya bukanlah sebuah teknologi baru, namun namanya cukup mencuat dewasa ini saat game Pokemon Go meledak di pasaran. Di Indonesia sendiri, teknologi AR bahkan sudah dikembangkan menjadi sebuah bisnis intensif. Salah satu pemain yang sudah sangat berpengalaman di situ adalah AR&Co.

Guna membahas seputar teknologi AR dan perkembangannya, DailySocial berkesempatan berbincang dengan Peter Shearer selaku Vice Chairman and Co-Founder AR&Co.

Perbincangan kami dimulai dari penjelasan berbagai hal yang diperlukan oleh developer atau startup yang ingin mengembangkan produk berbasis AR. Peter menerangkan bahwa secara teknis terdapat dua hal yang harus dimiliki pengembang AR, yakni kemampuan pemrograman dan kemampuan membuat konten multimedia, baik itu 2D, 3D, video, musik dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri sekarang juga sudah terdapat ARFI (Augmented Reality Forum Indonesia), tempat para pengembang AR berkumpul dan berdiskusi.

Namun penetrasi pengembang AR pun memang belum tinggi di Indonesia. Peter mengungkapkan bahwa di AR&Co sendiri ia mengaku bahwa mencari pemrogram yang mampu berinovasi dalam mengembangkan inovasi produk AR adalah tantangan terbesar saat ini. Menurut Peter, ke depan tren AR akan semakin meningkat seiring dengan kemampuan device yang mendukung dan juga inovasi software yang semakin canggih. Jadi jika berbicara tentang pangsa pasar artinya tidak ada isu lagi.

Dampak Pokemon Go dan merambatnya AR di berbagai lini bisnis

Di tangan konsumer khususnya, teknologi AR mulai banyak dikenal dan dirasakan setelah permainan Pokemon Go mendunia. Kendati belum resmi di pangsa pasar Indonesia.

“Dampak yang paling terlihat adalah teknologi AR ini semakin dikenal dan semakin mudah menjelaskannya. Dari segi bisnis, dengan Pokemon Go, permintaan akan membuat aplikasi yang serupa semakin banyak dan juga aplikasi aplikasi dengan konsep yang lain pun semakin banyak,” ungkap Peter.

Saat ini pengembangan solusi berbasis AR juga sudah sangat luas, karena teknologi AR sebenarnya bisa untuk berbagai bidang industri di antaranya properti, otomotif, kesehatan, militer dan lain-lain. Saat ini pengembangannya memang lebih banyak di bidang hiburan dan games. Selain itu yang juga sedang dikembangkan saat ini adalah industri media advertising yang dikombinasikan dengan teknologi AR. Sehingga media iklan menjadi lebih menarik dan interaktif.

AR&Co membuktikan besarnya peminat akan solusi berbasis AR

Berbicara tentang cakupan produk di AR&Co. sendiri, Direktur AR&Co Krisni Lee yang sempet berbincang juga dengan DailySocial mengungkapkan saat ini sudah ratusan perusahaan yang menggunakan teknologi AR yang dikembangkan oleh AR&Co, sebut saja seperti Sosro, Telkom, BCA, Maybank. Bukan hanya di Indonesia, AR&Co yang saat ini telah melayani 17 negara dan memiliki kantor perwakilan di Singapura, Barcelona, hingga Silicon Valley, fokus untuk menjadi perusahaan pengembang teknologi AR bukan hanya di Indonesia namun secara global.

Selain produk game, hiburan dan edukasi, saat ini AR&Co telah meluncurkan dua produk unggulan yaitu sebuah teknologi media placement berbasis audio visual interaktif yang dinamakan DÄV. DÄV merupakan sebuah alat yang bisa memberikan informasi mengenai suatu produk menyampaikan kepada calon pembeli. Saat ini produk tersebut sudah diaplikasikan di beberapa gerai Alfamart, Alfamidi, dan Lawson di Jakarta.

Produk unggulan lainnya yang dimiliki oleh AR&Co adalah Mindstores, sebuah toko virtual.

Diakui juga, saat ini AR&Co berhasil mengalami peningkatan jumlah klien secara stabil sebanyak 30-40% setiap tahunnya. Hal tersebut dilakukan oleh tim AR&Co dengan menerapkan strategi pemasaran yang masif, tidak hanya kepada perusahaan swasta, tetapi industri lainnya yang tertarik untuk menggunakan teknologi AR untuk kebutuhan aktivasi perusahaan.


Yenny Yusra berkontribusi untuk penulisan artikel ini