Menyimak Penggunaan dan Potensi Tanda Tangan Digital

Hadir sejak tahun 2016 lalu, hingga kini penyedia platform tanda tangan digital PrivyID telah digunakan berbagai perusahaan seperti Telkom, Bank Mandiri, BNI, Bussan Auto Finance, AwanTunai, KlikAcc, dan beberapa lainnya. Startup tersebut didirikan oleh Marshall Pribadi, yang sebelumnya memiliki latar belakang pendidikan hukum.

Dalam sesi #SelasaStartup, Marshall menceritakan fungsi dari tanda tangan digital, teknologi yang digunakan, dan bagaimana posisi Indonesia saat ini dalam adopsi penggunaan tanda tangan digital untuk legalitas.

Peraturan tentang penggunaan tanda tangan digital

Peraturan yang mengatur penggunaan tanda tangan sendiri sudah dikeluarkan oleh pemerintah sejak 2008, namun demikian belum banyak perusahaan yang memanfaatkan teknologi tersebut. Saat ini baru dimulai oleh bisnis di sektor perbankan dan startup fintech, di sektor pemerintahan sendiri masih sedikit yang memanfaatkannya.

“Di Indonesia penggunaan tanda tangan digital termasuk yang cukup lambat penetrasinya. Berbeda dengan Malaysia yang sudah memiliki peraturan ini sejak tahun 1997,” kata Marshall.

Salah satu fungsi utama dari penggunaan tanda tangan digital adalah sebagai alat bukti perjanjian antara pihak pertama dan kedua. Dengan demikian jika diperlukan, tanda tangan digital bisa dipertanggungjawabkan keberadaannya secara cepat.

“Tujuan tanda tangan adalah adanya kekhawatiran disalahgunakan sebagai alat bukti untuk bank hingga dokumen penting lainnya. Kenapa harus ada tanda tangan kedua belah pihak, agar pihak pertama yang memberikan tanda tangan tidak bisa menampik bahwa dia sudah menandatangani perjanjian tersebut” kata Marshall.

Di Indonesia sendiri tanda tangan digital diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2008 Pasal 11 Ayat 1 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Pasal 52 Ayat 1 dan 2 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan POJK 77/2016 Pasal 41 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi (TI).

Algoritma tanda tangan digital

Untuk memastikan tanda tangan digital sah dan valid, dibuat rumus algoritma khusus menggunakan infrastruktur asymmetric cryptography dengan public key. Cara kerjanya adalah tanda tangan pihak pertama dimasukkan ke data, kemudian masuk ke tahap hash algoritma, selanjutnya akan dienkripsi dengan private key disertai dengan sertifikasi kemudian terangkum dalam dokumen tanda tangan digital. Proses selanjutnya adalah masuk ke jaringan. Tanda tangan menjadi valid ketika nilai hash adalah sama dan tentunya telah diverifikasi.

“Semua proses ini dirancang berdasarkan algoritma. Nantinya Tanda tangan asymmetric tidak memiliki hubungan dengan tanda tangan konvensional,” kata Marshal.

Proses memanfaatkan tanda tangan digital, diklaim memudahkan perbankan yang saat ini tengah gencar mempromosikan layanan keuangan digital, yang memudahkan calon nasabah tidak harus datang ke bank, untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan dan memberikan tanda tangannya secara langsung.

PrivyID Siap Sambangi Empat Negara, Pasarkan Tanda Tangan Digital

Startup penyedia jasa tanda tangan digital PrivyID tengah mempersiapkan ekspansi ke empat negara pada tahun depan seiring upaya memperluas penetrasi bisnis. Rencananya keempat negara yang akan dipilih adalah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia.

CEO PrivyID Marshall Pribadi menuturkan rencana tersebut akan diselenggarakan pasca perolehan dana segar untuk putaran Seri A. Belum direncanakan bentuk nyata ekspansi tersebut, apakah PrivyID akan membentuk badan hukum di sana, menggandeng mitra lokal, atau sekadar berdagang lewat iklan digital saja.

“Paling tidak kami bisa ekspansi ke Asia Tenggara, inginnya bisa ke sana. Sebab dari regulasi UU ITE, Indonesia tergolong sangat ketat dibandingkan negara persemakmuran Inggris, seperti India, Malaysia, dan Singapura. Sehingga bila aturan di sini [Indonesia] kami sudah comply, pasti secara otomatis juga akan comply dengan aturan di sana,” terang Marshall, akhir pekan lalu.

Atas keyakinannya tersebut, pihaknya yakin dapat bersaing dengan perusahaan sejenis di skala global yang diklaim jumlahnya telah mencapai lebih dari 100 perusahaan. Beberapa di antaranya DocuSign, HelloSign, dan masih banyak lagi.

Perusahaan diklaim sebagai startup pertama yang telah mengantongi sertifikat ISO 27001:2013 untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data pengguna pada akhir Januari 2017. Sertifikat tersebut umumnya hanya dimiliki oleh perusahaan besar seperti perbankan, operator telekomunikasi (XL Axiata), lembaga pemerintah (situs pelaporan Ditjen Pajak), dan perusahaan asing (Google for Business).

“Sekarang standar keamanan PrivyID sudah diakui lembaga internasional setara dengan standar keamanan Ditjen Pajak, bahkan perusahaan sekelas Google.”

Selain itu, perusahaan juga telah terdaftar di Kominfo sebagai otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik (CA) dan tanda tangan elektronik untuk masyarakat Indonesia.

Rampungkan dana segar baru

Sebelum rencana ekspansi mancanegara ini diwujudkan, Marshall menuturkan tahun ini pihaknya ingin menambah pengguna dari kalangan individu jadi sebanyak tiga juta orang dan 200 pengguna korporasi.

Agar target tersebut terwujud, perusahaan siap meluncurkan beberapa layanan baru agar semakin relevan dengan kesulitan yang biasa dihadapi perusahaan. Untuk itu, PrivyID disebut hampir merampungkan proses penggalangan dana Seri A senilai US$5 juta (lebih dari 71 miliar Rupiah) berbentuk convertible note.

Convertible note adalah surat utang yang dapat diterbitkan startup. Investor diberi opsi apakah ingin mengonversinya jadi bentuk saham atau dikembalikan saat jatuh tempo.

Marshall melanjutkan pada penggalangan dana ini hampir seluruh investor lama berpartisipasi dan ada tambahan investor baru dari perusahaan lokal dalam nilai yang lebih kecil dibandingkan investor lama. Kendati demikian, dia masih enggan menuturkan lebih detil mengenai investasi ini.

“US$5 juta itu sebagian besar telah terpenuhi. Satu investor lagi dalam jumlah lagi tahap finalisasi sehingga belum bisa diumumkan. Mungkin sekitar satu atau dua bulan lagi [bisa diumumkan].”

Saat ini PrivyID memiliki empat investor, yakni Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Gunung Sewu, dan Mahanusa Capital. MDI Ventures diklaim sebagai pemegang saham terbesar di antara ketiga lainnya dengan persentase kepemilikan hampir 20%. PrivyID memperoleh pendanaan Pra Deri A tahun lalu yang dipimpin MDI Ventures dengan nilai yang tidak disebutkan.

Kinerja bisnis

Sejak meluncur secara resmi pada awal 2016 lalu, hingga kini PrivyID telah digunakan perusahaan seperti Telkom, Bank Mandiri, BNI, Bussan Auto Finance, AwanTunai, KlikAcc, dan sebagainya. Secara total layanannya telah digunakan oleh 1,2 juta pengguna individu dan sekitar 70 korporasi.

Legal & Compliance Manager of Digital Service Division Telkom Indonesia Marlina mengatakan, sejak menjadi pengguna PrivyID sejak November 2016, perseroan telah menandatangani secara digital 112 perjanjian kerja sama dengan mitra atau mencapai 56% dari seluruh total perjanjian per Maret 2018.

Adapun kerja sama kemitraan dilakukan antara Telkom dengan anak usaha, mitra lokal dan global, startup lokal dan global, dan karyawan magang. Pada tahap berikutnya, Telkom akan memanfaatkan tanda tangan digital untuk diterapkan saat proses penagihan.

“Tanda tangan digital itu lebih fleksibel karena bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Ini masih inisiasi awal, berikutnya akan kami pakai layanan ini untuk proses penagihan. Kami sudah adakan workshop untuk proses edukasinya,” terang Malina.

Pengguna lainnya, startup p2p lending KlikACC mengungkapkan, implementasi layanan PrivyID dapat memotong proses registrasi dari 11 hari menjadi 2 jam. Alhasil nilai pinjaman meningkat dari ratusan juta menjadi miliaran dalam sebulannya.

“Kami sekarang sudah 100% pakai tanda tangan digital untuk pengisian dokumen. Dari hasil obrolan kami dengan peminjam, bagi mereka kecepatan [pencairan dana] itu yang utama, baru kemudian bunganya,” ucap Sales & Marketing Director KlikACC Iwan.

Pun demikian bagi startup fintech lainnya seperti AwanTunai. COO Awan Tunai Windy Natriavi menuturkan setelah memanfaatkan PrivyID, pihaknya dapat memproses sekitar 1.000 dokumen setiap bulannya.

“Kita jadi yang tercepat untuk lending offline karena dalam 15 menit bisa langsung cair. Kalau pakai manual bisa dua hari,” kata Windy.

Untuk model bisnis, perusahaan melakukan monetisasi dengan menyediakan paket bertarif mulai dari Rp35 ribu untuk 10 dokumen. Sebelum menggunakan tanda tangan digital dari PrivyID, pengguna harus mengunggah foto diri dan KTP, memasukkan data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat kerja, hingga riwayat pendidikan.

Seluruh data tersebut akan diverifikasi PrivyID, salah satunya dengan memanfaatkan data dukcapil. Tersedia pula dashboard untuk memantau seluruh progress dokumen yang sudah diunggah, apakah sudah ditandatangani anggota atau belum.

“Dari model bisnis ini, peningkatan volume bisnis kami mencapai 30% dengan omzet hampir Rp1 miliar dalam sebulan. Kami akan coba tingkatkan fitur dalam dashboard sehingga pengguna bisa lebih optimal dalam memantau progres dokumen,” pungkas Marshall.

Mandiri Capital Telah Gelontorkan Rp300 Miliar untuk Startup Tahun Ini

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengungkapkan sejak awal tahun hingga Mei 2017, pihaknya telah menggelontorkan investasi sekitar Rp300 miliar untuk tujuh startup fintech. Tiga di antaranya sudah diumumkan, seperti Moka, Amartha, dan yang terbaru PrivyID.

[Baca juga: Pendanaan Pra-Seri A PrivyID Jadi Langkah Awal Mantapkan Debut yang Lebih Besar

Empat sisanya akan diumumkan dalam waktu dekat. Adapun rinciannya, tiga startup bergerak di payment dan satu bergerak di enterprise solution.

Sekadar informasi, MCI fokus untuk berinvestasi pada startup fintech yang bergerak di tiga sektor saja, yakni payment, lending, dan enterprise solution. Ketiga segmen ini dinilai dapat bersinergi langsung dengan Bank Mandiri Group.

“Tahun ini kami sudah investasi ke tujuh startup, totalnya Rp300 miliar. Tiga sudah resmi diumumkan, sisanya empat startup akan segera diumumkan dalam waktu dekat,” terang Direktur Keuangan MCI Hira Laksamana, Senin (19/6).

Dari seluruh aktivitas pendanaan, MCI masih menyisakan dana kelolaan sebesar Rp200 miliar dari total sebesar Rp550 miliar. Menurut Hira, sisa dana tersebut belum tentu dihabiskan tahun ini untuk menambah portofolio startup baru lainnya.

Bentuk sinergi PrivyID dan Bank Mandiri Group

Co-founder PrivyID Guritno Adisaputro dan Marshall Pribadi
Co-founder PrivyID Guritno Adisaputro dan Marshall Pribadi

Seperti diberitakan sebelumnya, startup pengembang teknologi tanda tangan digital PrivyID mendapat pendanaan segar Pra-Seri A senilai kisaran US$500 ribu. Pendanaan tersebut dipimpin MCI, diikuti MDI Ventures, Gunung Sewu, dan Mahanusa Capital.

Dana segar yang didapat akan digunakan untuk penguatan infrastruktur dengan alokasi sekitar 80% untuk belanja perangkat lunak dan keras. Sisanya untuk pengadaan ruang kantor baru dan merekrut tim baru dengan kompetensi di keamanan dan teknologi.

“Ini pendanaan kami yang kedua setelah sebelumnya dapat dari Telkom sebesar Rp100 juta saat tergabung di program Indigo. Tahun depan kemungkinan kami akan galang dana segar berikutnya yang ditujukan khusus untuk ekspansi bisnis dan marketing,” ucap CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Bentuk sinergi yang akan dilakukan Privy dan Bank Mandiri Group dilakukan secara dua tahap. Pada tahap pertama, sinergi akan dimulai dari internal antar divisi grup dan anak usahanya. Kemudian tahap kedua akan masuk ke nasabah untuk keperluan pembukaan rekening baru.

Adapun potensi penggunaan teknologi PrivyID di dalam grup kemungkinan besar akan dapat diimpelementasikan untuk seluruh anak usahanya. Menurut Marshall, penggunaan tanda tangan digital memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan otentisitasnya yang baik, serta aman.

“Salah satu rekan korporasi kami di multifinance mengakui telah mengefisiensikan sekitar Rp4 miliar dalam setahun setelah menggunakan tanda tangan digital. Ini memperlihatkan penggunaan tanda tangan digital membantu proses bisnis jadi lebih cepat dan mudah.”

Produk tanda tangan digital yang dimiliki PrivyID tidak hanya diperuntukkan untuk kebutuhan korporasi, tetapi juga dapat digunakan oleh perseorangan. Adapun biaya maksimal yang dibebankan untuk penggunaan teknologi PrivyID dalam satu dokumennya antara Rp1000 sampai Rp3.500.

Saat ini, PrivyID telah mencatatkan lebih dari 500 ribu pengguna dan bermitra dengan 30 perusahaan. Perusahaan juga mengklaim telah memproses lebih dari 3.500 tanda tangan digital setiap harinya.

Ke depannya, Marshall berharap dapat menggaet klien korporasi besar potensial seperti perusahaan multifinance, perbankan, ketenagarkerjaan, waralaba, fintech, outlet online untuk meningkatkan efisiensi logistik perusahaan.

“Kami targetkan dapat sapu bersih calon klien dari korporasi besar di 2018. Sementara ini kami tidak lakukan strategi marketing yang mengarah ke direct individual,” pungkas Marshall.

Pendanaan Pra-Seri A PrivyID Jadi Langkah Awal Mantapkan Debut yang Lebih Besar

Startup pengembang tanda tangan digital PrivyID mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh MDI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia. Gunung Sewu dan Mahanusa Capital juga terlibat dalam pendanaan ini.

Nilai pendanaan yang diperoleh tidak disebutkan angkanya. Meskipun demikian, menurut pemaparan CEO PrivyID Marshall Pribadi, pendanaan selanjutnya (Seri A) awal tahun depan akan segera menyusul dengan nilai yang cukup signifikan.

“Pendanaan [Pra-Seri A] ini tidak ditujukan untuk ekspansi besar-besaran, akan tetapi dioptimalkan untuk membangun di dalam terlebih dulu,” ungkap Marshall.

Secara spesifik, pendanaan kali ini akan difokuskan PrivyID untuk pembelanjaan infrastruktur perangkat keras dan perangkat lunak. Menurut Marshall, setidaknya sebagian pendanaan tersebut dialokasikan untuk perangkat keamanan seperti HSM (Hardware Security Module) dan Transparent Encryption System. Sisanya akan digunakan untuk pengadaan ruang kantor baru di Jakarta dan Yogyakarta, serta melakukan perekrutan ke tim security dan teknologi.

“Sinergi menjadi tesis utama kita. Kami telah menjalin kemitraan dengan PrivyID melalui program Indigo sejak tahun 2015. Sejak saat itu PrivyID telah bekerja dengan berbagai proyek untuk Telkom Group. Kami akan terus bekerja sama dengan para startup terkemuka di berbagai vertikal untuk mengkatalisis pertumbuhan dengan sumber daya dan jaringan kami. Singkatnya, kami membawa skala melalui basis pelanggan dan sumber daya kami untuk memberi nilai penting bagi perusahaan seperti PrivyID,” sambut CEO MDI Ventures Nicko Widjaja.

Di Telkom Group disebutkan teknologi PrivyID telah digunakan di IndiHome dan T-Money.

“Pengguna kami sangat terbantu dengan terhematnya waktu dan biaya dari menghilangkan kertas dan pengiriman kurir untuk menandatangani dokumen. Penandatanganan dapat dilakukan di smartphone maupun PC di mana pun. Selain itu kami juga sedang dalam proses untuk mendapatkan ISO 21188 on Public Key Infrastructure for Financial Services,” lanjut Marshall.

PrivyID didirikan Marshall Pribadi dan Guritno Adisaputro, sebelumnya mendapatkan seed funding dari program Indigo Incubator besutan Telkom. Sepak terjangnya berhasil membukukan sekurangnya 300.000 pengguna dengan rekanan korporasi sudah mencapai 31 entitas. Termasuk penguatan jaringan kerja sama dengan institusi perbankan dan non-perbankan untuk memverifikasi pengguna. Dari sisi teknologi, PrivyID kini juga sudah menyediakan aplikasi di platform Android dan iOS untuk penggunanya.

“Kami ingin mewujudkan pure digital offering bagi industri fintech, di mana pengguna yang sudah memiliki akun di lembaga keuangan yang sudah menjadi mitra kami dan telah melalui proses Customer Due Dilligence sesuai Peraturan OJK tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris. Tidak perlu melalui proses tersebut lagi saat ingin menjadi pelanggan institusi lain,” ujar Marshall.

Secara sederhana, apa yang ditawarkan oleh PrivyID kepada konsumen ialah teknologi verifikasi identitas digital yang akuntabel, dengan satu nomor induk kependudukan satu identitas digital.

Dengan adanya identitas digital ini, pengguna dapat memberikan persetujuan dalam bentuk tanda tangan digital saat menggunakan beragam jenis layanan (terutama di lembaga finansial). Seperti diketahui bahwa legalitas tanda tangan digital sudah diatur dalam UU Pasal 52 PP 82/2012 di Indonesia.

“PrivyID bertujuan untuk membangun fondasi ekosistem transaksi elektronik yang sehat, yakni dengan memberikan identitas terpercaya di dunia maya dan tanda tangan digital yang mengikat secara hukum. Saya percaya apa yang kami lakukan sejalan dengan ambisi pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital,” jelas Marshall.

Karena digunakan pada sektor krusial, standar khusus pun diikuti, salah satunya yang mengacu pada aturan terbitan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Termasuk dari sisi teknologi, tanda tangan digital PrivyID didukung oleh sertifikat digital menggunakan kriptografi asimetris dan infrastruktur kunci publik untuk memudahkan proses verifikasi pendandatanganan dan setiap perubahan yang dilakukan pada dokumen yang ditandatangani dapat diidentifikasi.

“Model bisnis PrivyID dapat meningkatkan efisiensi bisnis korporasi karena memberikan solusi bagi perusahaan untuk mengirim dan menerima dokumen dengan tanda tangan elektronik secara online, sehingga kedua belah pihak tidak harus berada di tempat yang sama atau bahkan memerlukan jasa kurir,” ujar Direktur Utama Mandiri Capital Eddi Danusaputro selaku rekanan strategis PrivyID.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Layanan PrivyID dan Kekuatan Hukum Identitas Digital

Berkembangnya dunia digital hingga titik sekarang ini bukan tanpa resiko sama sekalai. Kemudahan untuk melakukan berbagai aktivitas hanya bermodalkan email, akun media sosial, atau nomor telepon sebagai identitas, sebenarnya menyimpan potensi untuk dimanfaatkan dalam tindak kejahatan. Kekuatan hukumnya pun lemah. Hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang lahirnya PrivyID untuk menyediakan layanan tanda tangan digital yang dapat digunakan sebagai identitas perorangan dalam beraktivitas di dunia maya.

PrivyID memiliki motto untuk menjadi DNA digital yang pada dasarnya menjadi penyelenggara identitas elektronik dengan subyek hukum yang akuntabel untuk melindungi data pribadi dan kepentingan pengguna ketika melakukan transaksi digital. Melalui integrasi dengan PrivyID, penyedia layanan digital bisa mencegah para pengguna jasanya membuat lebih dari satu akun. Di sisi pengguna, mereka juga menjadi memiliki kekuatan hukum yang lebih jelas.

Layanan PrivyID sendiri baru berdiri pada tahun 2016 ini. Meski usianya masih belum genap satu tahun, PrivyID mengklaim telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan besar di industri lain seperti telekomunikasi, multifinance, dan pusat perbelanjaan. Marshal Pribadi yang kini menjabat sebagai CEO dan Guritno Adi Saputra yang kini menjabat sebagai CTO adalah dua orang yang berperan di balik kehadiran layanan PrivyID.

Marshall menjelaskan bahwa visi besar PrivyID adalah agar semua orang, minimal di Indonesia terlebih dahulu, memiliki akun PrivyID. Namun, tidak hanya sampai di situ saja. Ia juga ingin PrivyID menjadi DNA digital seseorang karena melalui PriviID juga Marshall ingin mepromosikan perilaku orang-orang yang bsia bertanggung jawab di dunia maya.

“Satu akun PrivyId hanya untuk satu NIK [Nomor Induk Kependudukan], jadi saya [atau orang-orang yang memiliki akun PrivyID] akan lebih berhati-hati di dunia digital, karen ini [akun PrivyID] yang akan saya pakai nanti untuk mengajukan kredit, mendaftar layanan Telkom, dan sebagainya. Jadi, orang-orang akan lebih bertanggung jawab,” ujar Marshall lebih jauh.

Kekuatan hukum yang dimiliki

Tandang tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Tanda tangan elektronik sendiri memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnyan yang memiliki kekuatan dan akibat humum. Ini dijelaskan pada Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sementara Penanda Tangan yang menjadi subjek hukum yang terasosiasikan dengan tanda tangan elektronik dasar hukumnya dijelaskan pada pasal 1 angka 12 dan 13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bagaimana PrivyID bekerja?

Untuk menjadi pengguna PrivyID dan memastikan bahwa setiap orang yang mendaftar hanya mempunyai sebuah PrivyID, pengguna diharuskan untuk mengunggah foto dari KTP. Di samping itu, berbagai jenis data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat bekerja dan riwayat pendidikan.

Data-data tersebut juga akan diverifikasi dan dipetakan kembali secara unik oleh PrivyID. Contohnya, data NIK pengguna akan langsung di match-kan dengan data yang ada di pemerintah. Satu-satunya kekurangan dalam hal verifikasi data ini menurut Marshall adalah, bila calon pengguna ternyata memiliki dua NIK yang terdaftar, maka dia bisa membuat lebih dari satu akun PrivyID.

Untuk menjamin privasi, Marshall menjelaskan bahwa data-data pengguna yang terdapat dalam PrivyID tidak akan dibagikan begitu saja ke pihak lain. Perlu persetujuan pengguna agar pihak lain dapat mengakses data-data pengguna PrivyID.

Analoginya, sama dengan ketika pengguna memakai fitur Facebook login untuk mendaftar ke aplikasi baru, akan terdapat data-data apa saja yang diizinkan oleh pengguna untuk bisa diakses oleh aplikasi tersebut.

Security by Design PrivyID / PrivyID
Security by Design PrivyID / PrivyID

Dari sisi penggunaan tanda tangan digital untuk dokumen, jauh lebih sederhana lagi. Setelah menerima dokumen yang perlu ditandatangani, pengguna hanya perlu mengklik pada dokumen tersebut untuk membubuhkan tanda tangan yang sebelumnya dimasukkan ketika mendaftar. Pihak pengirim dokumen juga dapat memantau dari dashboard miliknya, apakah dokumen yang dikirim sudah ditandatangani atau belum.

Sementara dari sisi keamanan, Marshall menjelaskan bahwa Privy sudah menerapkan AES (Advance Encryption Standard) 256-bit untuk setiap dokumen yang ditandangani. Bila ada perubahan yang tidak dilakukan oleh pengguna, maka dokumen yang ditandangani bisa dideteksi menjadi tidak valid – baik itu dari PrivyID atau vendor lain.

Tantangan dan rencana ke depan PrivyID

Salah satu tantangan yang masih dihadapi oleh PrivyID saat ini adalah dari sisi awareness dan edukasi ke pengguna. Di Indonesia sendiri, khususnya pengguna perorangan, masih belum begitu peduli dengan identitas digital. Namun, lain ceritanya jika sudah dibawa ke ranah perusahaan.

Marshall menjelaskan bahwa dia bisa mengelompokkan konsumen perusahaan menjadi dua, yaitu startup dan perusahaan konvensional yang memang banyak melakukan aktivitas tanda tangan dokumen di atas kertas.

“Untuk mendekati perusahaan besar [konvensional] itu mudah. Cukup tawarkan manfaat dari penghematan biaya dan waktu, dijamin sudah dapat. Namun, untuk startup teknologi pendekatannya lain lagi karena sejak awal mereka sudah menghemat biaya dan waktu,” kata Marshall.

Lebih jauh, Marshall menjelaskan bahwa untuk mendekati perusahaan startup, yang ditawarkan adalah sisi keamanan. Contohnya untuk perusahaan startup teknologi yang bergerak di sektor finansial. Mereka dapat mengetahui calon konsumen mana saja nantinya yang akan mengajukan pinjaman namun memiliki riwayat kredit macet di layanan sejenis.

Beberapa perusahaan yang saat ini sudah menjalin kerja sama dengan PrivyID adalah BAF, GudangVoucher, Indihome, Divisi Enterprise Service Telkom, dan SewaKamera. Sebagai informasi, PrivyID sendiri adalah startup jebolan inkubator milik Telkom, Indigo yang beberapa waktu lalu berhasil keluar sebagai salah satu pemenang dalam ajang Finspire.

Marshall mengungkapkan bahwa saat ini PrivyID sendiri sedang dalam masa fundraising. Rencananya, dana investasi tersebut akan digunakan untuk meningkatkan keamanan platform PrivyID. Bukan dari sisi perangkat lunak, tetapi dari sisi perangkat keras. Ke depannya, Marshall sendiri ingin PrivyID tidak hanya menjadi perushaan issuer saja, tetapi juga sebagai principal layaknya Visa dan MasterCard.