Tiga Startup Asal Indonesia Lolos ke Program Akselerator Surge Kohort Kelima

Program scale-up untuk startup dari Sequoia Capital India, Surge, hari ini (30/6) mengumumkan kohort kelima dan terbesar. Dana sebesar $55 juta berhasil dikumpulkan dan siap dikucurkan untuk 23 perusahaan rintisan tahap awal, tiga di antaranya berasal dari Indonesia.

Ketiga startup asal Indonesia yang terpilih mengikuti gelombang ini adalah Durianpay, penyedia pembayaran end-to-end; Rara Delivery, pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce di Indonesia; dan Bukugaji/Vara, platform manajemen staf yang mudah digunakan dan ringan untuk UMKM di seluruh Asia Tenggara.

Dari 23 perusahaan rintisan tahap awal yang dipilih, mayoritas berada di sektor fintech, pembayaran, komunikasi, logistik, dan SaaS.

Sebelumnya, ada beberapa perusahaan Indonesia yang juga telah mendapat dukungan dari Surge. Di gelombang pertama, terdapat Bobobox dan Qoala, serta Chilibeli, Storie, dan Rukita yang terpilih pada gelombang kedua. BukuKas, Hangry dan CoLearn berhasil masuk di gelombang ketiga, dan Otoklix menjadi satu-satunya startup dari Indonesia yang terpilih di gelombang sebelum ini.

Rajan Anandan selaku Managing Director Surge & Sequoia Capital India mengatakan, “Sequoia Capital India adalah mitra awal untuk beberapa perusahaan paling berpengaruh di Indonesia sejak 2014. Dengan Surge, kami bersemangat untuk mendukung startup Indonesia di masa depan. Perusahaan-perusahaan ini membantu mendigitalkan dan modernisasi industri tradisional dan kami bangga mendukung mereka.”

Pertama kali dimulai pada Maret 2019, Surge telah berhasil menggandeng 72 startup dalam program akseleratornya. Hampir 50% perusahaan dari tiga kohort pertama telah mendapatkan pendanaan seri A.  Saat ini, komunitas Surge telah memiliki 203 founder, dari 91 perusahaan di 15 sektor. Salah satu fakta menarik di kohort kelima ini, terdapat 10 founder wanita, terbanyak di antara gelombang lainnya.

Mulai tanggal 30 Juni ini, para founder Surge akan menjalani program ketat selama 16 minggu secara virtual untuk meningkatkan bisnis dan memberi mereka akses ke Sequoia dengan pengetahuan global selama 49 tahun, serta alat dan pengalaman dari jaringan pendiri dan operator perusahaan yang sukses.

Program ini mencakup hal-hal fundamental dalam membangun perusahaan, dan diakhiri dengan minggu investor yang disebut sebagai UpSurge. Di sana para founder memiliki kesempatan untuk membangun koneksi dan hubungan, serta menemukan calon investor dan mitra yang akan menjadi bagian dari perusahaan mereka untuk jangka panjang.

Dalam gelombang ini, Surge memiliki satu benang merah yaitu mengubah potensi manusia dengan mendigitalisasi cara hidup, bekerja, dan belajar. Ide-ide yang dibawa oleh sekelompok pendiri yang beragam ini memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka tertarik memainkan peran penting dalam membentuk potensi Asia Tenggara dan India pasca pandemi.

Selain melalui program akselerator Surge, Sequoia Capital juga telah menggelontorkan investasi ke beberapa perusahaan ternama di Indonesia seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka.

Dapat Pendanaan Tahap Awal dari Induk, Surge Incar Lebih Banyak Startup Indonesia Bergabung

Surge, program akselerator milik Sequoia Capital India, akan terus menarik lebih banyak startup Indonesia bergabung dalam program-program mereka setlah mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $195 juta (lebih dari 2 triliun Rupiah) dari induknya. Sejak program Surge dimulai Maret 2019 lalu, telah menarik sembilan startup Indonesia, dari total 69 startup yang tersebar di Asia Tenggara dan India, mengasah potensi terbaiknya.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Managing Director Sequoia India Rajan Anandan tidak bersedia merinci secara eksplisit dana tersebut akan digunakan untuk apa saja dan di negara mana saja. Dana segar tersebut akan didedikasikan untuk memberdayakan para pendiri yang digerakkan oleh misi di Asia Tenggara dan India dan membantu mereka membangun perusahaan yang benar-benar tahan lama.

Ia juga memastikan Surge ingin merekrut lebih banyak perwakilannya di Indonesia, sebab negara ini telah menjadi bagian dari keluarga Sequoia Capital India. “Kami sangat terkesan dengan bakat dan potensi kawasan ini untuk membangun perusahaan kelas dunia. Sequoia Capital telah menjadi investor aktif di Indonesia sejak 2014,” kata Anandan.

Surge Cohort 4 telah selesai pada bulan lalu, terpilih 17 startup yang masuk ke dalam program. Ada empat startup dari Asia Tenggara di dalamnya, tiga di antaranya dari Singapura dan satu dari Indonesia, yakni Otoklix. Startup ini didirikan oleh Martin Reyhan Suryohusodo, Joseph Alexander Ananto, dan Benny Sutedjo pada 2019. Otoklix membantu mendigitalkan sektor aftermarket otomotif Indonesia dengan menyediakan solusi online ke offline.

Otoklix menambah jajaran startup lokal yang masuk komunitas Surge. Sebelumnya, terdapat Qoala, BukuKas, CoLearn, Hangry, Bobobox, Storie, Chilibeli, dan Rukita. Anandan menuturkan, lebih dari separuhnya telah melakukan putaran seri A dan menggunakan teknologi untuk mengubah cara orang hidup dan bekerja.

Ia mencontohkan, BukuKas yang bergabung di Surge pada April 2020, membantu UMKM mengerti dan mengatur pencatatan keuangan dengan lebih efektif lewat smartphone. Kini BukuKas memiliki lebih dari lima juta pengguna terdaftar dan di dalamnya terdapat dua juta pengguna aktif. Pertumbuhannya dalam setahun tembus 73 kali lipat dan volume transaksi tahunan sebesar $18 miliar. Pada awal tahun ini BukuKas mengantongi pendanaan Seri A $10 juta.

Sementara itu, CoLearn yang layanannya baru diresmikan pada Agustus 2020, telah berkembang pesat dengan 3,5 juta siswa mengajukan lebih dari 5 juta pertanyaan per bulan, yang dijawab melalui platform AI CoLearn. 80% siswa yang disurvei yang menggunakan produk telah melihat nilai mereka meningkat. Misi CoLearn meningkatkan standar pendidikan agar generasi muda Indonesia berdaya saing global.

Pesatnya perkembangan BukuKas dan CoLearn adalah bukti bahwa pandemi bisa menjadi kesempatan yang unik dalam menyelesaikan tantangan baru dengan pendekatan teknologi. Pasalnya, pandemi membuat akselerasi dan adopsi teknologi tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya selama 12 bulan terakhir, menciptakan peluang di beberapa sektor.

“Bisnis offline tradisional telah berubah menjadi online. Indonesia dengan populasi yang paham digital dan memprioritaskan seluler telah menyaksikan gelombang baru startup yang mendukung teknologi memanfaatkan hal ini dengan baik.“

Dirinci lebih jauh, dari 69 startup yang bergabung, mencakup lebih dari 15 sektor. Terbagi atas, sepertiganya membangun produk SaaS, mayoritas untuk pasar global; 25% membangun startup internet konsumen; 13% membangun merek konsumen, dan 12% berada di ruang B2B. 30 startup dari 52 startup dari tiga cohort yang diselenggara berhasil mengumpulkan $390 juta sebagai modal lanjutan (follow on capital) setelah program.

Surge Cohort 5

Surge membuka dua batch dalam setahun dengan kuota sekitar 15-20 startup untuk dibina selama 16 minggu per batch. Startup yang bergabung bisa masih berupa ide atau konsep, asal founder tersebut berkomitmen full time untuk mengembangkannya jadi bisnis nyata.

Startup tahap awal yang sudah punya bisnis diwajibkan mencantumkan kinerja bisnisnya, seperti traksi untuk mengukur seberapa besar potensi industrinya. Surge juga tidak membatasi segmen startup apa yang bisa bergabung, yang penting bergerak di teknologi.

Setiap startup yang bergabung akan mendapat pendanaan awal dengan nilai sekitar $1 juta-$2 juta (sekitar Rp14 miliar-Rp28 miliar). Dana tersebut dapat digunakan membangun tim yang solid dengan memanfaatkan jaringan program Sequoia lainnya, yakni 10x Engineer dalam mendapatkan talenta terbaik.

Dana juga dapat digunakan mematangkan produk agar siap dikomersialkan dan membangun perusahaan agar lebih sustain. “Indonesia adalah prioritas utama Surge dan kami berharap dapat menarik startup dan founder paling cemerlang dari Indonesia. Kami mendorong para pemula yang sudah dalam tahap pre-launch dan sudah diluncurkan untuk mendaftar ke program ini,” pungkas dia.

Saat ini Surge Cohort 5 akan kick off pada Juni hingga Oktober 2021. Pendaftaran telah ditutup pada 15 Maret kemarin.

Investor’s Perspective on “Femtech” Startup Potential

DailySocial observed around 12 startups with female founders or consists of female C-levels bagged funding during 2019. It is not only startups with female-oriented products but also those engaged in SaaS technology, healthtech, and social commerce.

“The fact shows two interesting points, that more women are setting up startups and more investors are looking for and investing in female-founded companies. I expect this trend to continue increasing as these two points become highlighted,” GK Plug and Play’s Director Aaron Nio said.

Although investments are usually have looked at no gender and depend on the capabilities and qualities of the founder and execution of the business model, many advantages are claimed only by female leaders.

In the Kartini Day edition, DailySocial aims to find out investor’s interests and expectations towards female startup leaders / femtech in Indonesia.

Providing social impact

femtech1

The highlight of female-founded startups is that most of them build businesses based on a social impact. Starting from a marketplace to embrace more women towards beauty services businesses and products that empower women for partners.

“We have found and have had several dialogues with female-founded startups of various categories. From social commerce, healthtech in specific areas such as genetic startups and consumer wearables to aquaculture. We looked at more women taking leadership roles to solve Indonesia’s health and social problems,” Pegasus Tech Ventures SEA Manager, Justin Jackson said.

Pegasus Tech Ventures has invested in several female-founded startups in  Indonesia. Among them are Populix (Eileen Kamtawijoyo), AwanTunai (Windy Natriavi), Hijup (Diajeng Lestari), and Infradigital (Indah Maryani).

In general, female-founded startups usually have a more organized, structured, and empathic culture.

East Ventures fully understands this potential. This venture capital company has invested in Base (Yaumi Fauziah), Greenly (Liana Gonta Widjaja), Nusantics (Sharlini Eriza Putri), Fore (Elisa Suteja), and Sociolla (Chrisanti Indiana), Nalagenetics (Astrid Irwanto & Levana Sani).

“To date, we have had around 10% of female founders in our network and we are grateful to have worked with them and expected to increase representation. They are indeed extraordinary individuals whose work deserving full respect,” East Ventures’ Partner Melisa Irene said.

Some VCs have a bias towards startups with social impact orientation due to the market is lacking or the founder is not sufficiently focused on shareholders’ demand. However, as startups with social impacts are getting successful, more and more VCs are interested to invest in a kind of startup profile.

“Female leaders are proven to be able to build a more collaborative team, transparent, produce faster with more creative solutions. They can create a more reliable and trustworthy work environment,” Karissa Adelaide from Jungle Ventures Investment Team said.

Challenge for the female leaders

Although opportunities for women leaders are increasingly diverse, there are still some difficulties to avoid, including not yet the lack of female founders or the limited access to capital obtained. On the other hand, the income earned by female leaders tends to be less than male leaders.

“Women entrepreneurs are often encountered obstacles, not only in Indonesia but also to other countries in Southeast Asia. Currently, there are still many of them who struggle to get support and capital. As a result, in the technology sector women are still underrepresented and underpaid,” Adelaide added.

Another challenge remains is the lack of government support to create opportunities for entrepreneurs and women leaders to build businesses. In a way, to encourage more young women to build a venture that targets the technology industry, not just the creative industry.

“Female founders are great role models, both in terms of new ideas, also how they create and grow their teams. We have seen strong friendships and extraordinary partnerships among women entrepreneurs. One of the most amazing features of a female founder is meeting and talking with other founders to share tips for success,” Surge and Sequoia Capital India’s Managing Director, Rajan Anandan said.

The names included in the East Ventures portfolio such as Grace Tahir (Medico), Amanda Cole (CEO of Sayurbox), Marianne Rumantir (Co-Founder Member), Cynthia Tenggara (Parenting Head Orami), and Gita Sjahrir (Co-founder Ride) have risen as a mentor and role model of female entrepreneurs in Indonesia. In fact, female leadership is not limited to the role of a high profile mentor.

“As Digitaraya observed more female founders in the community. Our portfolio consists of more than 100 beginner alumni, 54.95% have female founders or co-founders. This is truly an extraordinary achievement for women entrepreneurs, and we only expect the number to grow continuously,” Digitaraya’s Managing Director, Nicole Yap said.

Startups with at least one female founder are usually considered offering a higher level of trust and the ability to gather and manage teams to deliver results. They also tend to provide more projections based on data, accuracy, and are more open to new ideas.

Investor’s support for female leaders

Indonesia has become one of the countries in Southeast Asia that encourages many investors to invest. Various programs and activities are carried out by related parties to support the startup ecosystem. Investors claim to support and welcome the growth of female-founded startups.

“In Jungle Ventures, we realize that we can and must be able to be a catalyst. We are proud to have started and invested in several strong and innovative companies led by female founders in our portfolio, but who are we to get complacent. We have a view to empowering the entrepreneurial generation women’s technology that is innovative, motivated and has great determination in Southeast Asia and Indonesia,” Adelaide said.

Another support provided by investors is connections and communities that can help female leaders to meet and share experiences. It is considered the most ideal way to foster confidence and a strong ecosystem for women leaders.

“In Sequoia India and Surge, we intend to create a safe community for women founders to connect, work and support each other through their entrepreneurial journey. Through Sequoia Spark, we hope to help other founders gain access to the right people and care about their success. “And of course willing to invest,” Rajan said.

CyberAgent Capital Indonesia‘s Investment Analyst and Office Representative, Kevin Wijaya agreed on this. They often hold casual discussion with the local startup community. In this activity, female founders or prospective women entrepreneurs can ask about the right way to obtain funding from VC.

“To encourage more women in the technology industry, the team often suggests startups, including CyberAgent’s portfolio, to recruit more women into the organization. This act is for diversity in startups can occur positively,” Kevin added.

Activities such as competitions and partnerships with related parties can also bring up new potential innovations in the ecosystem, which is expected to be embraced by female founders. The move was carried out by Pegasus Tech Ventures to see first hand the potential for startups.

“We held a Startup World Cup Indonesia competition in partnership with Wild Digital in November 2019, and 30% of the top finalists came from female-founded startups. This number is projected to increase every year. In addition, we also see more companies actively innovate in our pipeline comes from startups female-founded startups,” Justin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Potensi Startup “Femtech” di Mata Investor

DailySocial mencatat sedikitnya terdapat 12 startup yang memiliki pendiri perempuan atau jajaran C-Level perempuan yang telah mengantongi pendanaan sepanjang tahun 2019. Tidak hanya startup dengan produk yang menyasar perempuan, tetapi juga yang menyediakan teknologi SaaS, healthtech, hingga social commerce.

“Fakta tersebut menunjukkan dua hal menarik, bahwa semakin banyak perempuan yang mendirikan startup dan bahwa makin banyak investor yang mencari dan berinvestasi di perusahaan yang dipimpin perempuan. Saya berharap tren ini akan terus meningkat karena kedua faktor ini menjadi lebih jelas,” kata Director GK Plug and Play Aaron Nio.

Meskipun keputusan berinvestasi biasanya tidak melihat gender dan bergantung pada kapabilitas dan kualitas pendiri dan eksekusi model bisnis, banyak kelebihan yang diklaim hanya dimiliki pemimpin perempuan.

Di edisi Hari Kartini, DailySocial mencoba untuk mencari tahu minat dan harapan dari para investor terkait para pemimpin startup perempuan (female startup / femtech) di Indonesia.

Memberi dampak sosial

Hal menarik di startup yang didirikan perempuan adalah kebanyakan membangun bisnis yang memberikan dampak sosial. Mulai dari marketplace yang merangkul lebih banyak perempuan untuk memiliki usaha hingga layanan dan produk kecantikan yang memberdayakan perempuan untuk menjadi mitra.

“Kami telah menemukan dan telah melakukan beberapa dialog dengan startup yang dipimpin oleh perempuan dari berbagai kategori yang berbeda. Mulai dari social commerce, healthtech di area yang spesifik seperti genetic startups dan consumer wearables hingga aquaculture. Kami melihat jelas lebih banyak perempuan mengambil peran kepemimpinan untuk memecahkan masalah kesehatan dan sosial Indonesia,” kata SEA Manager Pegasus Tech Ventures Justin Jackson.

Pegasus Tech Ventures telah berinvestasi di beberapa startup Indonesia yang didirikan oleh perempuan. Di antaranya adalah Populix (Eileen Kamtawijoyo), AwanTunai (Windy Natriavi), Hijup (Diajeng Lestari), dan Infradigital (Indah Maryani).

Secara umum, startup yang dipimpin perempuan biasanya memiliki budaya yang lebih terorganisir, terstruktur, dan empatik.

East Ventures memahami benar potensi tersebut. Perusahaan modal ventura ini telah berinvestasi ke Base (Yaumi Fauziah), Greenly (Liana Gonta Widjaja), Nusantics (Sharlini Eriza Putri), Fore (Elisa Suteja), dan Sociolla (Chrisanti Indiana), Nalagenetics (Astrid Irwanto & Levana Sani).

“Sampai saat ini kami telah memiliki sekitar 10% pendiri perempuan di jaringan kami dan kami bersyukur telah bekerja sama dengan mereka dan berharap untuk peningkatan representasi. Mereka tentu saja adalah individu-individu yang luar biasa, yang karyanya patut untuk dihormati,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Beberapa VC memiliki bias terhadap startup yang ingin memiliki dampak sosial positif secara terbuka dengan alasan masih kecilnya pasar atau pendiri tidak cukup fokus pada kebutuhan pemegang saham. Meskipun demikian, dilihat dari keberhasilan startup yang memiliki dampak sosial positif, makin banyak VC yang tertarik berinvestasi ke profil startup seperti ini.

“Pemimpin perempuan terbukti bisa membangun tim yang lebih kolaboratif, transparan, menghasilkan solusi yang lebih cepat dan lebih kreatif. Mereka dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih bisa diandalkan dan dipercaya,” kata Jungle Ventures Investment Team Karissa Adelaide.

Tantangan pemimpin startup perempuan

Meskipun peluang yang didapatkan para pemimpin perempuan makin beragam, masih ada beberapa tantangan yang sulit dihindari, termasuk belum banyaknya jumlah pendiri perempuan atau keterbatasan akses permodalan yang bisa didapat. Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh pemimpin perempuan cenderung lebih sedikit dibanding pemimpin laki-laki.

“Para pengusaha perempuan masih kerap menemui kendala, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi negara lain di Asia Tenggara. Hingga kini masih banyak di antara mereka yang berjuang untuk mendapatkan dukungan dan modal. Akibatnya di sektor teknologi perempuan masih kurang terwakili dan dibayar rendah,” kata Karissa.

Tantangan lain yang juga masih banyak terjadi adalah masih belum maksimalnya dukungan pemerintah membuka jalan para pengusaha dan pimpinan perempuan membangun bisnis. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mendorong lebih banyak perempuan generasi muda memiliki keinginan memiliki bisnis yang menyasar industri teknologi, tidak hanya industri kreatif.

“Pendiri perempuan adalah panutan yang hebat, baik dalam hal ide-ide baru, maupun bagaimana mereka menciptakan dan menumbuhkan tim mereka. Kami telah melihat persahabatan yang kuat dan kemitraan yang luar biasa di antara pengusaha perempuan. Salah satu ciri paling mengagumkan dari seorang pendiri perempuan adalah bertemu dan berbicara dengan pendiri lain untuk berbagi kiat sukses,” kata Managing Director Surge and Sequoia Capital India Rajan Anandan.

Nama-nama yang masuk dalam portofolio East Ventures seperti Grace Tahir (Medico), Amanda Cole (CEO Sayurbox), Marianne Rumantir (Co-Founder Member), Cynthia Tenggara (Parenting Head Orami), dan Gita Sjahrir (Co-founder Ride) telah muncul menjadi mentor dan panutan wirausahawan perempuan di Indonesia. Tentu saja kepemimpinan perempuan tidak terbatas pada peran sebagai mentor high profile.

“Di Digitaraya kami melihat semakin banyak pendiri perempuan di komunitas kami. Portofolio kami terdiri lebih dari 100 alumni pemula, 54,95% memiliki founder atau co-founder perempuan. Ini benar-benar prestasi luar biasa bagi wirausahawan perempuan, dan kami hanya berharap jumlah tersebut terus bertambah,” kata Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Startup yang memiliki setidaknya satu pendiri perempuan disebut biasanya menawarkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengelola tim untuk memberikan hasil. Mereka juga cenderung memberikan lebih banyak proyeksi berdasarkan data, akurasi, dan lebih terbuka terhadap ide-ide baru.

Dukungan investor untuk pemimpin perempuan

Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang banyak dilirik investor untuk berinvestasi. Berbagai program dan kegiatan dilancarkan pihak terkait untuk mendukung ekosistem startup. Para investor mengklaim turut mendukung dan menyambut baik pertumbuhan bisnis startup yang didirikan oleh perempuan.

“Di Jungle Ventures kami menyadari bahwa kami dapat dan harus bisa menjadi katalis. Kami bangga telah memulai dan memiliki beberapa perusahaan yang kuat dan inovatif yang dipimpin oleh para pendiri perempuan dalam portofolio kami, tetapi kami tidak berpuas diri. Kami memiliki pandangan untuk memberdayakan generasi wirausaha teknologi perempuan yang inovatif, bermotivasi dan memiliki tekad yang besar di Asia Tenggara dan Indonesia,” kata Karissa.

Dukungan lain yang diberikan investor adalah koneksi dan komunitas yang bisa membantu para pimpinan perempuan bertemu dan berbagi pengalaman. Hal tersebut dinilai paling ideal untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan ekosistem yang kuat bagi para pemimpin perempuan.

“Di Sequoia India dan Surge, kami ingin menciptakan komunitas yang aman bagi pendiri perempuan untuk terhubung, bekerja, dan saling mendukung melalui perjalanan kewirausahaan mereka. Melalui Sequoia Spark, kami berharap dapat membantu pendiri lain mendapatkan akses ke pihak yang tepat dan peduli dengan kesuksesan mereka, dan tentunya bersedia untuk berinvestasi,” kata Rajan.

Hal senada juga disampaikan Investment Analyst and Office Representative CyberAgent Capital Indonesia Kevin Wijaya. Mereka kerap mengadakan diskusi obrolan santai dengan komunitas startup lokal. Di kegiatan ini, pendiri perempuan atau calon wirausahawan perempuan bisa bertanya tentang cara tepat memperoleh pendanaan dari VC.

“Untuk mendukung lebih banyak perempuan masuk ke dalam industri teknologi, tim juga kerap menyarankan startup, termasuk di dalamnya portofolio milik CyberAgent, untuk merekrut lebih banyak perempuan ke dalam organisasi. Hal tersebut dilakukan agar keragaman dalam startup bisa terjadi secara positif,” kata Kevin.

Kegiatan seperti kompetisi dan kemitraan dengan pihak terkait juga bisa memunculkan potensi baru di ekosistem, yang diharapkan bisa diramaikan  pendiri perempuan. Langkah tersebut dilakukan Pegasus Tech Ventures untuk melihat langsung potensi startup.

“Kami mengadakan kompetisi Startup World Cup Indonesia bermitra dengan Wild Digital pada November 2019 lalu, dan 30% top finalis berasal dari startup yang dipimpin oleh perempuan. Kami melihat angka ini akan semakin bertambah jumlahnya setiap tahun. Selain itu, kami juga melihat semakin banyak perusahaan yang aktif dalam pipeline kami berasal dari startup yang dipimpin oleh perempuan,” kata Justin.

Program Akselerator Sequoia “Surge” Masuki Batch Ketiga, Incar Lebih Banyak Startup Indonesia

Surge, program akselerator Sequoia Capital India, kembali dibuka untuk batch ketiga. Menargetkan lebih banyak startup Indonesia untuk bergabung ke dalam ekosistem Sequoia dalam mengembangkan perusahaannya.

Komitmen Sequoia untuk startup Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Mereka masuk ke ASEAN dan Indonesia pada 2014, ditandai lewat pendanaan untuk Tokopedia bersama SoftBank. Berlanjut untuk Gojek dan Traveloka, hingga kini disebutkan ada 15 startup lokal masuk ke dalam portofolionya.

“Tiap tahunnya perkembangan Indonesia selalu pesat, makanya selalu punya daya tarik kuat buat para investor. Kami berharap dapat menggaet lebih banyak startup lokal bisa bergabung dalam Surge,” ujar Managing Director Surge Rajan Anandan, kemarin (18/12).

Dari batch pertama dan kedua, startup lokal yang terpilih jumlahnya bertambah dari dua (Bobobox dan Qoala) menjadi tiga (Storie BP, Chilibeli, dan Rukita). Rajan berharap angka itu dapat bertambah, malah dia berharap Indonesia bisa mendominasi dari setiap kuota startup yang dibuka per batch-nya.

Surge membuka dua batch dalam setahun dengan kuota sekitar 15-20 startup untuk dibina selama 16 minggu per batch. Startup yang bergabung bisa masih berupa ide atau konsep, asal founder tersebut berkomitmen full time untuk mengembangkannya jadi bisnis nyata.

Startup tahap awal yang sudah punya bisnis diwajibkan mencantumkan kinerja bisnisnya, seperti traksi untuk mengukur seberapa besar potensi industrinya. Surge juga tidak membatasi segmen startup apa yang bisa bergabung, yang penting bergerak di teknologi.

“Langkah pertama adalah mengisi seluruh informasi soal startup mereka secara online. Dalam 30 hari akan ada follow up dari tim Surge apakah lanjut ke tahap meeting untuk tahapan beberapa seleksi berikutnya.”

Pendaftaran batch ketiga sudah dibuka pada awal Oktober hingga 15 Januari 2020. Program akan berlangsung mulai Maret sampai Juli 2020. Berjalan secara paralel, Surge membuka batch keempat setelah pendaftaran batch tiga ditutup. Begitupun seterusnya untuk batch ke depannya.

Setiap startup yang bergabung akan mendapat pendanaan awal dengan nilai sekitar $1 juta-$2 juta (sekitar Rp14 miliar-Rp28 miliar). Dana tersebut dapat digunakan membangun tim yang solid dengan memanfaatkan jaringan program Sequoia lainnya, yakni 10x Engineer dalam mendapatkan talenta terbaik.

Dana juga dapat digunakan mematangkan produk agar siap dikomersialkan dan membangun perusahaan agar lebih sustain. Rajan menjelaskan selama ini pendanaan tahap awal untuk startup banyak yang berada di bawah kapital yang dibutuhkan.

Dari hasil riset internalnya, pendanaan tahap awal di India, menurut 78% founder, senilai di bawah $800 ribu (sekitar 11 miliar Rupiah). Sedangkan di ASEAN lebih rendah, mencapai $500 ribu (hampir 7 miliar Rupiah) menurut 59% founder.

Di samping itu, perjalanan menuju pendanaan Seri A harus melalui banyak putaran kecil. Baik di India maupun ASEAN harus melewati setidaknya lebih dari dua kali untuk mendapatkan pendanaan Seri A. Alhasil mengakibatkan saham founder cepat terdilusi sejak dini dan menghabiskan terlalu banyak waktu.

“Padahal tahap awal adalah saatnya perusahaan untuk fokus membangun tim yang solid agar bisa menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen. Founder harus paham secara mendalam tentang calon konsumen mereka saat membuat model bisnis nantinya.”

Di luar Surge, Sequoia juga berinvestasi untuk startup tahap awal. Misalnya, Kargo dan Online Pajak. Terkait komitmennya untuk berinvestasi di luar Surge untuk tahap awal, Rajan enggan mengungkap lebih jauh.

Rajan mengaku setiap tahunnya perusahaan selalu mengalokasikan dana untuk follow on funding portofolio Surge. Salah satunya, pendanaan untuk startup SaaS asal India Seekify sebesar $1,5 juta dan startup agritech Bijak sebesar $2,5 juta, bersama investor lokal lainnya yang fokus pada pendanaan tahap awal.