Gandeng Ramayana, Kredivo Perkuat Kehadiran Paylater di Ranah Offline

Kredivo mengumumkan kemitraan dengan Ramayana untuk menyediakan opsi pembayaran paylater di 101 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Strategi ini diambil melihat dari pertumbuhan pengguna paylater yang lebih tinggi berhasil tercatat dari kota lapis dua dan tiga yang berpotensi dapat garap.

Kemitraan ini dinilai menguntungkan kedua belah pihak dalam rangka mendorong pertumbuhan belanja offline lewat alternatif pembayaran digital yang fleksibel. Di saat bersamaan, integrasi layanan keuangan digital dan gerai fisik dari pelaku ritel semakin menjadi kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi, terutama di kota lapis dua dan tiga. Ramayana sendiri merupakan peritel fesyen yang memiliki eksistensi baik di kota-kota tersebut.

Mengutip dari laporan “Unlocking The Next Wave of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia” yang diterbitkan oleh Alpha JWC Ventures, memprediksi kota lapis dua dan tiga akan menjadi penyumbang terbesar pendapatan per kapita di 2030 mendatang dengan kontribusi sebesar 49% hingga 51%. Kondisi ini didukung oleh paylater yang telah memperlihatkan potensi sebagai produk pembayaran digital yang dapat mendorong peningkatan inklusi keuangan di kota-kota tersebut.

Secara terpisah, mengutip dari survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cash loan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Didukung oleh data internal Kredivo, disebutkan bahwa pengguna paylater di area lapis dua dan tiga ini naik sebesar 52% pada semester I 2022 secara yoy. Para pengguna ini menggunakan limitnya paling banyak untuk belanja produk fesyen dengan posisi teratas (20,1%), kemudian disusul oleh produk makanan (18,3%), dan produk kesehatan (18,6%).

“Berkaca dari pengalaman kami melayani kebutuhan lebih dari 6 juta pengguna yang berada di berbagai belahan di Indonesia, kami percaya akan dampak besar yang bisa kita ciptakan melalui kolaborasi bersama Ramayana. Melalui jaringan kuat Ramayana, kami berharap upaya perluasan layanan kredit digital ini dapat mengakselerasi ekonomi daerah, khususnya geliat industri ritel fesyen di kota lapis dua dan tiga,” ucap VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari dalam keterangan resmi, kemarin (25/8).

Pernyataan Indina turut didukung oleh perwakilan Ramayana yang diwakili oleh Alexander A. Tumbel selaku Head of Loyalty Program & Merchant Acquisition Division. Alexander bilang, komitmen perusahaan adalah selalu menyediakan produk fesyen berkualitas dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen dan perubahan era. Oleh karenanya, meski sekarang sudah serba online, namun pengalaman belanja offline harus terus memberikan pengalaman baru.

“Integrasi online dan offline jadi kunci dan kami sebagai pemain terdepan di industri ritel Indonesia siap meningkatkan kenyamanan berbelanja pelanggan dengan menyediakan lebih banyak pilihan pembayaran yang inovatif seperti paylater. Kami optimis dengan kerja sama kami dengan Kredivo dapat menjadi pendorong tumbuhnya industri ritel di Indonesia,” paparnya.

Strategi omnichannel

Upaya Kredivo dalam mendorong transaksi dari merchant offline sebenarnya sudah dimulai sejak 2019. Namun, saat itu merchant-nya masih terbatas dan baru bisa digunakan untuk pengguna yang berdomisili di area Jabodetabek. Pengalaman yang ditawarkan sama persis saat belanja online, konsumen dapat membeli barang dan mencicilnya hingga 12 bulan dan bunga 2,6%. Selain Ramayana, sebelumnya perusahaan sudah bekerja sama dengan berbagai merchant, di antaranya MAP dan Alfamart.

Dari sekian banyak pemain paylater, masing-masing punya proporsi nilai unik yang dihadirkan untuk menarik penggunanya. Salah satunya melalui strategi omnichannel yang dilakukan oleh Atome. Diklaim, produk Atome sangat mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Beda dengan pemain lain yang biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce. Akan tetapi, Atome juga mendukung mitra-mitranya secara offline.

“Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, WooCommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka,” terang General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Bagi Atome, kegiatan kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

Produk Atome dapat secara gratis dinikmati, tanpa bunga yang berlaku untuk pembayaran tepat waktu. Perusahaan hanya mengenakan biaya admin sebesar Rp80 ribu dan hanya berlaku jika pembayaran terlewat. Dalam monetisasi, Atome membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) kepada merchant atas layanan yang dinikmati.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Pembayaran DANA Tambah Kemitraan dengan TIXid, Reservasi, dan Ramayana

Layanan pembayaran yang mengusung sistem open platform, DANA, kembali menambah kemitraan. Setelah sebelumnya sudah disematkan di aplikasi Bukalapak, BBM, dan Cinema XXI, kini DANA sudah hadir di aplikasi TIXid, Reservasi dan Ramayana Dept Store. Sesuai dengan komitmen awal mereka untuk memanfaatkan ekosistem yang ada di Emtek Group, kerja sama yang terjalin dengan Reservasi dan TIXid, diharapkan bisa memudahkan pengguna untuk mendapatkan pilihan baru untuk pembayaran online.

“Saat ini kami memang sengaja fokus kepada group yang berada dalam naungan Emtek Group, namun secara perlahan kami mulai menambah kemitraan, salah satunya dengan Ramayana,” kata CEO DANA Vincent Iswara.

Disinggung berapa jumlah pengguna terdaftar dan pengguna aktif DANA, sejak diluncurkan bulan Maret 2018 lalu, Vincent mengungkapkan masih belum bisa memberikan informasi tersebut. Masih fokus kepada pengembangan dan finalisasi penambahan jumlah mitra, DANA menghadirkan promo menarik dengan mitra yang sudah ada saat ini.

“Untuk saat ini promo yang kami hadirkan masih dengan TIXid dan Ramayana. Bagi pengguna yang sudah mengunduh kedua aplikasi tersebut, bisa menikmati promo dari DANA,” kata Direktur Marketing DANA Timothius (Timo) Martin.

Layanan ini telah ditanamkan di aplikasi mitra dan bisa langsung digunakan oleh pengguna. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihak DANA meluncurkan aplikasinya sendiri meski belum diungkapkan realisasinya.

“Dalam menggunakan DANA pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi terpisah untuk melakukan pembayaran. DANA juga memberikan kemudahan Top Up Saldo di masing-masing aplikasi mitra. Hal tersebut memberikan kemudahan yang optimal kepada pengguna, tanpa menghiraukan faktor keamanan,” kata Timo.

Menargetkan kalangan millennial untuk target pasar, tampilan DANA yang baru saja diperbarui diharapkan bisa memudahkan pengguna menikmatinya di berbagai aplikasi mitra DANA saat ini.

Menerapkan kultur “agile

Untuk menampung 150 pegawai saat ini, kantor baru DANA dengan konsep Modern Indonesia dan Digital Jungle diresmikan kehadirannya. Kepada DailySocial, CEO DANA Vincent Iswara mengungkapkan, DANA mengusung konsep agile untuk kultur perusahaan.

Mengedepankan kolaborasi dan bekerja bersama dengan tidak memberlakukan tempat kerja untuk masing-masing pegawai secara permanen. Hal ini diklaim memudahkan pegawai untuk melakukan kolaborasi dan menciptakan inovasi yang lebih kreatif.

“Dengan menerapkan konsep agile, semua pegawai di DANA bebas untuk memilih meja kerjanya dan menikmati semua fasilitas yang disediakan perusahaan. Dengan demikian kolaborasi bisa lebih terasa di lingkungan kerja kreatif.”

Terletak di gedung Capital Palace Jakarta Selatan, kantor pusat DANA memiliki tema khas Indonesia. Dengan tema ruangan pegunungan, sawah dan lainnya. Ruangan kerja DANA juga dilengkapi dengan lounge dan kursi santai, yang bisa dinikmati pegawai untuk bersantai sambil bekerja.

“Experience Store” is Ramayana Strategy to Attract E-Commerce Consumers

Ramayana becomes one of retail business affected by decreasing public consumerism. In 2017, there are at least eight stores closed. However, Ramayana recently opens new store with more updated strategy.

Ramayana is aware of its strength as offline store, however, they have to be strategic in dealing with digital shift market. The new store is using Experience Store as an approach, in collaboration with Lazada Indonesia.

Experience Store is a concept as physical store displaying e-commerce products. Firstly, it will be focused on electronic products expecting to facilitate customers who unsure about the shape or price list of online products.

Quoted from CNN Indonesia, Ramayana’s General Marketing Jane Melinda Tumewu said, “In fact, this is an era where we buy electronics online, but the price is somehow expensive, people need an offline store for comparison. Therefore, Ramayana collaborates with Lazada in developing Experience Store.”

There is other collaboration of Ramayana and Lazada in opening Ramayana Official Store in Lazada. It is expected to get Ramayana involved in maximizing Harbolnas moment. Melinda said, “By this (collaboration), we want to show online consumers by shifting into the new era, Ramayana exists in ‘zaman now’.”

Is it really due to e-commerce?

Besides Ramayana, there are also other unfortunate retail stores which forced to shutdown their offline stores nowadays such as 7-eleven, Matahari and Lotus Department Store. While public points out to online business as the cause, Tokopedia’s CEO William Tanuwijaya has different view.

For him, it was not true that e-commerce market causing offline retail shutdown, according to his data there is only 1% retail transaction getting online. The observation should be focus on macroeconomic conditions in general.

“I think, online and offline trends are going to be mutual in the future,” said Tanuwijaya.

It is approved by idEA’s Chairman Aulia Ersyah Marinto. He objects to the accusation of online store causing several retail business’ shutdown. He said the actual reason for its shutdown is repositioning, not because the market has fully taken by online players.

Online-offline synergy has come to its form

Experience Store model is actually a trend in Indonesia. It seemed to be applied much in the future, except for companies who has their own system.

However, the challenge for retail business is inevitable. For example, the existence of e-commerce and marketplace can provide opportunity for brands to supply their brand directly as an Official Store, as recently applied by many. Thus, if the manufacture doing direct sales, offline retail should really think hard, in order to provide more experience for consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Experience Store Jadi Strategi Ramayana Gaet Konsumen E-Commerce

Ramayana menjadi salah satu ritel yang terdampak dari menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Tahun 2017 sekurangnya sudah ada delapan toko yang ditutup. Namun baru-baru ini Ramayana membuka gerai baru, kali ini dengan strategi yang lebih kekinian.

Pihaknya cukup menyadari kekuatannya saat ini ada di offline store, namun demikian harus sigap menyiasati pangsa pasar yang sudah mengarah digital. Pendekatan yang dilakukan bersama toko barunya ialah dalam bentuk Experience Store, bekerja sama dengan Lazada Indonesia.

Konsep Experience Store ialah sebagai toko fisik yang menyajikan produk yang dijual dari layanan e-commerce. Untuk yang pertama ini, akan difokuskan ke produk-produk elektronik, dengan harapan memfasilitasi pelanggan yang merasa kurang yakin dengan bentuk atau harga barang yang ditemukan di situs online.

Dikutip dari CNN Indonesia General Marketing Ramayana Jane Melinda Tumewu menyampaikan, “Memang, zaman sekarang kita beli barang elektronik secara online, tapi karena itu harganya tinggi, orang perlu toko fisik sebagai perbandingan. Karena itu, Ramayana kerja sama bareng Lazada mengembangkan Experience Store.”

Selain itu, ada kemitraan lain yang dilakukan Ramayana dengan Lazada, yakni dengan membuka Official Store Ramayana di Lazada. Hal ini diharapkan dapat menjadikan Ramayana turut bisa mamksimalkan momentum Harbolnas. Melinda menyampaikan, “Lewat acara (kerja sama) ini, kami juga ingin menunjukkan kepada konsumen online bahwa dengan perubahan menuju zaman kekinian, Ramayana tetap eksis di zaman now.”

Lantas apakah benar gara-gara e-commerce?

Selain Ramayana, sebenarnya ada beberapa gerai ritel lain yang juga bernasib kurang baik beberapa waktu terakhir. Yang juga sempat menutup gerainya termasuk 7-Eleven, Matahari, juga Lotus Departement Store. Ketika orang-orang banyak yang mengatakan penyebabnya karena konsumen beralih ke online, CEO Tokopedia William Tanuwijaya berpendapat lain.

Menurut William tidak benar jika ritel offline yang tutup karena tergusur pangsa pasar e-commerce, karena menurut data yang ia miliki baru 1 persen transaksi ritel di Indonesia yang masuk ke online. Sehingga konsentrasi pengamatan harus tertuju di kondisi makro ekonomi secara umum.

“Menurut saya trennya toko online dan offline justru akan saling membutuhkan ke depan,” ujar William.

Pun demikian menurut Ketua Umum iDEA Aulia Ersyah Marinto. Ia menampik jika bisnis online penyebab tumbangnya beberapa bisnis ritel offline saat ini. Menurutnya mereka tutup karena tengah melakukan reposisi, bukan karena pasarnya diambil sepenuhnya oleh pemain online.

Sinergi online-offline sudah mulai terlihat bentuknya

Model Experience Store sebenarnya sudah menjadi tren di Indonesia, kendati bukan dalam bentuk formal. Sebagai contoh, beli kopi di Startbuck melalui GO-FOOD, secara operasional itu adalah sebuah model sinergi antara offline dan online. Yang seperti tampaknya akan banyak diaplikasikan ke depan –kecuali untuk perusahaan yang memilih membangun sistemnya sendiri.

Tapi tak dielakkan jika ada tantangan yang menghadang perusahaan ritel. Misalnya, adanya e-commerce dan marketplace dapat memberikan kesempatan kepada brand untuk memberikan supply langsung produk yang dimiliki dalam bentuk Official Store, seperti yang sudah banyak dilakukan saat ini. Lantas jika produsen bisa langsung menjual, peran ritel offline harus dipikirkan secara lebih matang, demi memberikan pengalaman lebih bagi konsumen.

Google Adapts Ramayana Tale To Gain More Chrome Users

I once watched the Ramayana Ballet performed at Prambanan Temple. Until today, I think that it’s the most spectacular show I’ve ever seen. Today, after watching the story performed by Google in a Chrome experiment, I think Google managed to tell the epic story.

Last week, Google launched Ramaya.na. A browser based animation which tells the Ramayana story. The folktale famous in the South and Southest Asia regions was adapted to incorporate the technologies within Google products, especially Google Chrome.

In Ramaya.na, you can see how Raden Janaka using Google Chat to announce a competition, Jatayu posted a blog on Blogger, Hanoman sang in YouTube and Rahwana used Google Maps to locate Rama and Shinta. In addition, you can find some interactive scenes which make you play a part in the story. Those interactive scenes were built using HTML5 and WebGL.

Continue reading Google Adapts Ramayana Tale To Gain More Chrome Users

Chrome Menarik Pengguna dengan Cerita Ramayana

Saya pernah menyaksikan Sendratari Ramayana yang dipentaskan di Candi Prambanan. Dan sampai saat ini, saya merasa itu adalah pertunjukan terhebat yang pernah saya saksikan. Kini, setelah menyaksikan cerita tersebut dibawa oleh Google dalam sebuah eksperimen Chrome, saya merasa Google berhasil dalam menceritakan kisah epik ini.

Kemarin, Google meluncurkan Ramaya.na. Sebuah animasi berbasis teknologi browser yang menyuguhkan cerita Ramayana. Cerita tradisional yang sangat terkenal di kawasan Asia Selatan dan Tenggara tersebut, ditampilkan dengan menggunakan teknologi-teknologi yang dimiliki produk-produk Google, terutama Google Chrome. Continue reading Chrome Menarik Pengguna dengan Cerita Ramayana