Sejak Rilis, PUBG Mobile Raup Rp73,6 Triliun, Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Razer mengumumkan laporan keuangan mereka untuk tahun 2020 pada minggu lalu. Mereka mengungkap, untuk pertama kalinya, pemasukan mereka berhasil menembus US$1 miliar. Sementara itu, menurut perkiraan Sensor Tower, pemasukan PUBG Mobile sejak game battle royale itu dirilis telah mencapai US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun.

Total Pemasukan PUBG Mobile Capai Rp73,6 Triliun

Sejak diluncurkan, PUBG Mobile telah mendapatkan total pemasukan sebesar US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun, menurut data dari Sensor Tower. Sementara itu, Games Industry melaporkan, pemasukan PUBG Mobile pada 2020 mencapai US$2,7 miliar  (Rp39 triliun). Pada tahun lalu, setiap hari, para gamer PUBG Mobile menghabiskan sekitar US$7,4 juta (Rp107 miliar). Semua ini berarti, PUBG Mobile mendapatkan lebih dari setengah pemasukan mereka pada tahun lalu.

Pemasukan PUBG Mobile pada tahun ini juga menunjukkan tren naik. Pada Q4 2020, pemasukan PUBG Mobile mencapai US$555 juta (Rp8 triliun). Sementara pada Q1 2021, game battle royale itu berhasil mendapatkan US$709 juta (Rp10,2 triliun). Tiongkok masih menjadi pasar PUBG Mobile terbesar. Gamer dari Tiongkok menyumbangkan US$2,8 miliar (Rp40,4 triliun) atau sekitar 55,4% dari total pemasukan PUBG Mobile. Padahal, Sensor Tower hanya menghitung spending dari gamer yang menggunakan iOS di Tiongkok.

Pengembangan Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Proyek Square Enix dan Nexon untuk membuat versi reboot dari Final Fantasy XI telah dibatalkan. Padahal, pengembangan dari game itu telah berjalan selama lima tahun. Alasan Square Enix dan Nexon untuk membatalkan proyek ini adalah karena game tersebut dianggap tidak memenuhi ekspektasi, menurut laporan Gamebiz.jp.

final fantasy xi dibatalkan
Walau telah dikembangkan lama, Final Fantasy XI akhirnya diberhentikan. |Sumber: WCCF Tech

Dikabarkan, proses pengembangan dari game ini telah dihentikan pada akhir tahun lalu. Meskipun begitu, Nexon baru mengonfirmasi bahwa mereka memang akan membatalkan pengembangan versi reboot dari Final Fantasy XI ketika mereka mengumumkan laporan keuangan terbaru mereka pada Februari 2021, seperti yang disebutkan oleh Games Industry.

Pemasukan Razer Tembus Rp17,3 Triliun

Minggu lalu, Razer baru saja mengumumkan laporan keuangan mereka. Mereka mengungkap, pemasukan mereka naik 48% dari tahun lalu, menjadi US$1,2 miliar (Rp17,3 triliun). Kali ini adalah pertama kalinya Razer berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar (Rp14,4 triliun). Seperti yang disebutkan oleh Games Industry, divisi hardware Razer memberikan kontribusi terbesar. Pemasukan segmen hardware mencapai US$1,08 miliar (Rp15,6 triliun), naik 51,8% dari tahun lalu. Sementara itu, pemasukan dari divisi Fintech naik 66,8% menjadi US$128,4 juta (Rp1,9 triliun). Sayangnya, Razer tidak mengungkap pemasukan mereka di divisi software.

Tahun Ini, Pasar Cloud Gaming Naik 2 Kali Lipat

Pasar cloud gaming diperkirakan akan mencapai US$1,4 miliar (Rp20,2 triliun) pada akhir 2021, menurut studi terbaru dari Newzoo. Sementara pada akhir 2020, nilai pasar cloud gaming diduga mencapai US$633 juta (Rp9,6 triliun). Hal itu berarti, pasar cloud gaming pada 2021 akan tumbuh hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu.

Menurut laporan Games Industry, pemasukan cloud gaming naik berkat bertambahnya jumlah pengguna cloud gaming. Pada akhir 2021, jumlah pengguna cloud gaming diperkirakan akan mencapai 23,7 juta orang. Ke depan, cloud gaming diduga masih akan tumbuh. Pada akhir 2023, Newzoo memperkirakan, pasar cloud gaming akan mencapai US$5,14 miliar (Rp74,2 triliun). Kami pernah membahas soal potensi cloud gaming di Indonesia di sini.

Riot Games Akui Tengah Buat Game MMO

Pada Desember 2020, para developres di Riot Games mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan spinoff dari League of Legends yang ber-genre MMO. Sekarang, Riot secara resmi mengumumkan kabar itu di situs mereka. Jika Anda mengunjungi worldofruneterra.com, hal pertama yang akan Anda lihat adalah pernyataan: “Kami sedang membuat MMO.”

Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.
Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.

Satu hal yang harus diingat, Riot biasanya menggunakan situs ini untuk menawarkan pekerjaan atau membantu tim developer dalam mengembangkan game yang tengah mereka buat. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan merilis trailer dari game MMO terbaru mereka dalam waktu dekat, menurut laporan VentureBeat.

Razer Umumkan Anzu, Kacamata Pintar True Wireless Rp2 Jutaan

Razer telah mengumumkan perangkat smart glasses atau kacamata pintar bernama Anzu. Mirip seperti Bose audio sunglasses, Razer Anzu juga dilengkapi speaker dengan desain open-ear yang dapat memproyeksikan suara ke telinga dari pelipis.

Kacamata pintar ini hadir dalam dua desain, persegi panjang dan bulat. Kedua pilihan desain tersebut juga tersedia dalam bingkai kecil (SM) atau besar (L). Selain itu, Razer menyertakan dua lensa dalam paket penjualannya.

Secara default, Razer Anzu terpasang menggunakan lensa bening ‘blue light filtering‘ yang menawarkan pemblokiran 35 persen terhadap cahaya biru. Cocok digunakan di dalam ruangan saat bekerja menggunakan komputer.

Satu lagi lensa hitam ‘polarized sunglass‘ yang dapat memblokir 99% sinar UVA/UVB untuk penggunaan di luar ruangan. Sebagai alternatif, Razer juga mengizinkan pemasangan lensa dengan resep khusus, hasil kolaborasi dengan Lensabl.

Lebih lanjut, Razer menggunakan desain true wireless yang benar-benar memisahkan speaker kiri dan kanan dengan driver berukuran 16mm. Terdapat pin pogo di masing-masing sisi pegangan kacamata dan pengguna harus mengisi daya secara terpisah. Razer memperingati bahwa orang yang berada di dekat Anda mungkin dapat mendengarkan suara dari Anzu.

Razer Anzu dilengkapi kontrol tap gesture yang responsif terhadap sentuhan di salah satu pegangan kacamata. Di mana memungkinkan pengguna mengubah track, menjawab panggilan telepon, dan mengaktifkan asisten suara. Kacatama pintar ini dilengkapi mikrofon dan konektivitas Bluetooth dengan latensi rendah 60ms.

Bodi Razer Anzu sudah dilengkapi sertifikasi IPX4 yang dapat menangani percikan air. Dalam sekali pengisian penuh, Anzu dapat bertahan hingga lima jam dan Anzu akan secara otomatis mati saat dilipat tertutup. Terakhir soal harga, Razer Anzu dijual US$200 atau sekitar Rp2,8 jutaan.

Sumber: TheVerge

Samsung Bermitra dengan XBOX, Tanggal Razer DevCon dan Sponsor SimRacing

Midweek Recap article kembali lagi dengan membawa beberapa update berita ringan seputar esports dan gaming. Ada info dari Razer, pertumbuhan mobile gamers di India serta sponsor untuk acara balap mobil online. Selamat menikmati.

TV Terbaru Samsung Sasar Gamers

SamsungQLED_HERO

Samsung baru saja mengumunkan jajaran TV terbaru mereka, Neo QLED. Selain kualitas gambar dan desain salah satu daya jualnya adalah dukungan untuk para gamers. Neo QLED dari Samsung merupakan partner resmi dari XboX Series X untuk wilayah AS dan Kanada.

Fitur gaming yang ada di TV ini seperti yang dikutip dari WindowsCentral antara lain mendukung up to 120FPS, response time 5.8ms dan rata-rata resolusi dari model yang tersedia adalah 4K.

Neo QLED dari Samsung ini juga mendukung Freesync Premium Pro yang mendukung HDR. Selanjutnya adalah fitur Game Bar yang memungkinkan view untuk gaming yang lebih luas.

Online Gaming di India Diprediksi Tumbuh 40%

Berdasarkan hasil studi Deloitte India, industri gaming di India diprediksi tumbuh sampai angka $2 miliar di tahun 2022. Angka ini naik dari $1.1 miliar tahun 2019.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan perangkat smartphone yang terjangkau, paket data yang murah serta tumbuhnya kemampuan belanja. Dikutip dari VentureBeat, pandemi juga memberikan sumbangan akan tumbuhnya waktu akses pada game. Angka gamers di India sudah mencapai 350 juta.

Perusahaan Oli Motul Mensponsori GT Sport Circuit di Brazil

Jika Anda sering melihat nama Motul di acara balapan offline, maka kini nama perusahaan oli ini akan juga makin banyak tampil di acara balapan online alias esports. Motul menjadi sponsor utama untuk dua turnamen Gran Turismo Sport di Brazil.

Dua turnamen ini adalah ApexGT Racing League dan ApexGT Access. Brand Motul, seperti dikutip dari EsportsObserver, akan muncul di live stream Youtube acara turnamen serta beberapa produk mereka.

Razer DevCon Akan Disiarkan langsung tanggal 7 Mei

Razer-DevCon

Razer tengah bersiap untuk menyelenggarakan acara Razer DevCon, sebuah program yang ditujukan untuk para developer yang tertarik mengembangkan produk terkait ekosistem Razer. Acara seperti ini sebenarnya sudah biasa dilakukan perusahaan digital, misalnya Microsoft atau Apple.

DevCon dari razer ini bertujuan untuk menggaet para pengembang untuk mengembangkan berbagai layanan untuk mengintegrasikan ekosistem Razer yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan layanan lain. Beberapa produk populer Razer selain perangkat keras adalah layanan pembayaran Razer Gold serta THX Spatial Audio. Dari acara ini tentunya, konsumen berharap akan ada produk atau layanan baru dari Razer yang menarik. Acara akan disiarkan lewat akun Twitch Resmi Razer tanggal 7 Mei.

Webcam Terbaru Razer Didesain untuk Kebutuhan Video Conferencing Sekaligus Streaming

Tren bekerja dan belajar dari rumah yang terus berkelanjutan merupakan kabar baik bagi produsen webcam. Begitu baiknya, bahkan brand seperti Razer pun sekarang juga ikut berjualan webcam.

Dijuluki Kiyo Pro, webcam ini Razer rancang untuk kebutuhan video conferencing sekaligus streaming. Kalau namanya terdengar familier, itu karena Razer pernah meluncurkan webcam bernama Kiyo di tahun 2017, jauh sebelum work from home jadi kebiasaan baru bagi kita.

Fitur unggulan Kiyo Pro adalah Adaptive Light Sensor, yang dapat mendeteksi kondisi pencahayaan di ruangan secara otomatis, lalu menyesuaikan sendiri parameter gambarnya sampai ke titik yang paling optimal. Sederhananya, kualitas gambar yang dihasilkan bakal konsisten meski kondisi cahaya di sekitar berubah-ubah.

Secara teknis, Kiyo Pro mengemas sensor berukuran 1/2,8 inci yang mampu mengambil gambar dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps. Ia juga dilengkapi mode HDR yang akan meningkatkan dynamic range secara signifikan, tapi sebagai gantinya frame rate akan diturunkan menjadi 30 fps. Selain itu, Kiyo Pro turut dibekali mikrofon dengan pickup pattern omni-directional.

Untuk lensanya, Kiyo Pro menawarkan tiga opsi field of view — 103°, 90°, atau 80° — sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi ketika sedang streaming, pengguna bisa memilih perspektif yang paling luas, sedangkan ketika sedang mengikuti rapat, pengguna dapat memilih field of view 80° untuk tampilan yang lebih terfokus. Razer pun tidak lupa melapisi lensanya dengan kaca Gorilla Glass 3 sebagai proteksi ekstra.

Terkait mounting, Kiyo Pro tergolong cukup fleksibel karena dapat dengan mudah diposisikan langsung di atas meja, di atas monitor, atau di atas tripod. Saat sedang tidak dipakai, pengguna bisa menutup lensanya dengan cover yang termasuk dalam paket penjualan seandainya perlu jaminan ekstra akan privasinya.

Rencananya, Razer Kiyo Pro bakal mulai dijual di Indonesia pada bulan Maret dengan harga Rp3.299.000. Kehadiran webcam ini semakin melengkapi penawaran Razer di kategori non-gaming setelah sebelumnya mereka memperkenalkan keyboard dan mouse Razer Pro Click dan Pro Type, maupun laptop Razer Book 13.

Razer Huntsman V2 Analog Padukan Switch Optical dengan Input Analog ala Controller

Razer baru saja menyingkap Huntsman V2 Analog, penerus langsung dari keyboard andalannya yang dirilis di tahun 2018 lalu. Sepintas penampilannya memang kelihatan identik, akan tetapi Razer telah menerapkan pembaruan yang signifikan pada jeroannya.

Generasi pertama Huntsman sejatinya berhasil membuat gebrakan berkat switch-nya yang bertipe optical ketimbang mechanical. Di versi keduanya ini, switch tersebut telah berevolusi menjadi switch optical sekaligus analog. Ya, analog seperti istilah yang kita asosiasikan ke controller PlayStation maupun Xbox.

Itu berarti switch-nya bisa menghasilkan input yang berbeda tergantung seberapa dalam kita menekan masing-masing tuts. Contoh yang paling gampang, kalau kita menekan tombol W sedikit saja, maka karakter dalam game kita akan berjalan, sedangkan kalau tombolnya kita tekan sampai mentok, maka karakternya akan berlari.

Hasil akhirnya adalah tombol WASD di Huntsman V2 dapat mewujudkan pergerakan 360° yang mulus ala joystick, bukan pergerakan 8 arah yang kaku seperti pada keyboard biasa. Razer memang bukan yang pertama mengimplementasikan teknologi analog pada keyboard, sebab di tahun 2016 dan 2017 sudah ada Wooting dan Roccat yang meluncurkan keyboard berteknologi serupa.

Kendati demikian, Razer adalah yang pertama mengombinasikannya dengan switch optical. Buat yang tidak tahu, switch optical menawarkan responsivitas yang lebih baik ketimbang switch mechanical berkat cara kerjanya yang melibatkan sinar inframerah ketimbang kontak fisik dengan pelat logam. Selain lebih responsif, switch optical juga lebih awet, dengan klaim ketahanan hingga 100 juta klik.

Juga unik pada Huntsman V2 adalah opsi kustomisasi yang diberikan. Pengguna dapat mengatur aktuasi tiap-tiap tuts antara 1,5 mm hingga 3,6 mm, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi semisal pengguna sedang mengetik, tentunya akan lebih nyaman menekan tiap-tiap tombol sampai mentok. Sebaliknya, saat sedang bermain game kompetitif, tingkat aktuasi yang rendah pastinya bisa membantu mewujudkan pergerakan yang lebih lincah.

Tidak kalah menarik adalah fitur aktuasi dua langkah, yang memungkinkan satu tuts untuk mengaktifkan dua fungsi yang berbeda yang telah diprogram pada dua titik aktuasi yang berbeda pula. Contohnya, dalam game shooter, menekan tombol F sedikit akan meng-equip granat, lalu jika ditekan sampai mentok, maka granatnya akan dilempar.

Selain switch anyar, Huntsman V2 juga menghadirkan sejumlah pembaruan lain yang didasari oleh masukan dari komunitas pengguna Huntsman Elite. Yang paling utama, Huntsman V2 memakai keycap dari bahan doubleshot PBT yang lebih kokoh dan tahan lama, dan bentuk tuts di baris bawahnya pun sudah mengikuti standar sehingga lebih fleksibel perihal kustomisasi.

Selanjutnya, Razer turut menambahkan port USB 3.0 passthrough di sisi kiri keyboard. Namun untuk bisa menggunakannya, pengguna harus memasangkan kabel kedua terlebih dulu. Untuk konektornya, pengguna bebas memilih antara USB-C atau USB-A dengan bantuan adaptor (yang termasuk dalam paket penjualan). Sama seperti sebelumnya, Huntsman V2 juga hadir bersama wrist rest yang dapat dilepas-pasang secara magnetis.

Kabar terbaiknya, Anda yang menginginkan keyboard ini tidak perlu menunggu terlalu lama. Razer Huntsman V2 Analog kabarnya akan segera tersedia di Indonesia pada akhir bulan Februari ini juga. Harga resminya dipatok Rp4.199.000.

Razer Viper 8KHz Diklaim Sebagai Mouse Gaming Tercepat Sejagat

Diperkenalkan di tahun 2019, Razer Viper dengan cepat menjadi salah satu mouse favorit para gamer kompetitif. Mulai dari bentuknya yang ambidextrous, bobotnya yang sangat ringan, sampai responsivitas switch beserta sensornya, ada banyak yang bisa disukai dari mouse ini.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana cara meningkatkan performa mouse yang sudah sangat cekatan seperti Viper? Dengan mendongkrak polling rate-nya berkali-kali lipat kalau menurut Razer. Berangkat dari pemikiran tersebut, lahirlah Viper 8KHz, yang Razer sebut sebagai mouse gaming tercepat sejagat.

Embel-embel 8KHz pada namanya merujuk pada spesifikasi polling rate maksimumnya yang mencapai angka 8.000 Hz. Bagi yang tidak tahu, polling rate pada dasarnya adalah seberapa sering mouse mengirim data input ke komputer. Semakin tinggi angka polling rate, berarti semakin sering mouse-nya meneruskan data setiap detiknya.

Sebagai referensi, sebagian besar mouse gaming memiliki polling rate sebesar 1.000 Hz, yang artinya perangkat bisa mentransmisikan data sebanyak 1.000 kali per detik. Mengacu pada perhitungan yang sama, itu berarti Viper 8KHz mampu mengirimkan delapan kali lebih banyak data setiap detiknya, dan otomatis latency-nya dapat dipangkas lebih jauh lagi dari 1 milidetik menjadi 1/8 milidetik.

Ini bukan pertama kalinya kita menjumpai mouse gaming dengan polling rate di atas normal. Tahun lalu, Corsair merilis mouse bernama Dark Core RGB Pro yang memiliki polling rate 2.000 Hz, dan keyboard terbaru mereka pun turut dibekali polling rate sebesar 4.000 Hz. Kalau boleh menebak, kemungkinan kita bakal melihat produsen periferal berlomba-lomba menawarkan polling rate setinggi mungkin mulai sekarang.

Pertanyaannya, bisakah kita membedakan responsivitasnya? Bisakah kita membedakan antara jeda 1 milidetik dan 0,125 milidetik? Kalau Anda tanya saya, saya pasti menjawab tidak bisa, sebab saya memang tidak punya ketangkasan sekelas atlet esport. Lain halnya kalau yang Anda tanyai adalah Nikolay “Nikobaby” Nikolov, carry andalan tim Dota 2 Alliance. Menurutnya, ia bisa langsung membedakan antara polling rate 1.000 Hz dan 8.000 Hz.

Wujud Viper 8KHz sendiri sangat identik dengan Viper orisinal, akan tetapi bobotnya naik sedikit menjadi 71 gram. Jeroannya juga sudah banyak dirombak. Optical switch-nya sudah diganti dengan switch generasi kedua yang terasa sekaligus terdengar lebih memuaskan saat diklik, sedangkan sensornya ditukar dengan sensor Focus+ yang memiliki sensitivitas maksimum 20.000 DPI dan kecepatan tracking 650 IPS – sensor yang sama yang tertanam di mouse high-end Razer lainnya.

Kabar baiknya, semua pembaruan itu bisa konsumen nikmati tanpa perlu menebus tarif ekstra. Razer Viper 8KHz saat ini sudah dijual seharga $80, banderol yang sama persis seperti Viper orisinal ketika diluncurkan dua tahun silam.

Sumber: Razer.

Razer Jadi Rekan Resmi M2 World Championship, PMGC Final Tertunda Karena Masalah Teknis

Pada minggu lalu, ada berbagai berita menarik terkait industri esports. Moonton menetapkan Razer sebagai rekan untuk M2 World Championship, sementara Team Vitality dari Prancis bekerja sama dengan Garmin. Sebanyak 35 pemain CS:GO dilarang bermain karena melanggar kode ESIC dan babak final PMGC harus ditunda karena masalah teknis.

ESIC Tetapkan Larangan Bermain untuk 35 Pemain CS:GO

Esports Integrity Commission (ESIC) mengumumkan bahwa mereka telah menetapkan hukuman larangan bermain pada 35 pemain Counter-Strike: Global Offensive. Durasi larangan bermain yang ditetapkan oleh ESIC beragam. Tergantung pada kesalahan yang pemain buat, mereka bisa mendapatkan ban selama 1 -5 tahun. Alasan para pemain CS:GO ini terkena ban adalah karena mereka membuat taruhan pada tim lain atau tim mereka sendiri, yang merupakan pelanggaran dari Anti-Corruption Code, lapor VP Esports.

Team Vitality Kena Denda Karena Lakukan Stream-Sniping

Selain menetapkan hukuman pada 35 pemain CS:GO, ESIC juga memberikan denda sebesar US$10 ribu pada pemain-pemain CS:GO dari Team Vitality. Pasalnya, mereka melakukan stream-sniping di BLAST Premier Global Final. Sebuah tim dianggap melakukan stream-sniping ketika mereka menonton siaran pertandingan untuk mengetahui posisi atau strategi musuh mereka. Di babak final BLAST Premier Global, Vitality dapat mengalahkan Team Liquid dengan skor 2-1, menurut laporan Talk Esport.

Babak Final PMGC Tertunda Karena Masalah Teknis

Babak final dari PUBG Mobile Global Championship sempat tertunda karena sebagian pemain mengalami masalah jaringan internet. Pada awalnya, pertandingan akhir dari PMGC hendak diadakan secara offline di Coca Cola Arena di Dubai. Namun, karena ada tiga pemain PUBG Mobile yang terbukti positif COVID-19, pihak penyelenggara akhirnya memutuskan untuk mengadakan PMGC Finals secara online, lapor Talk Esport. Perubahan mendadak ini menyebabkan pihak penyelenggara tidak siap untuk menghadapi sejumlah masalah yang muncul, termasuk jaringan internet yang buruk bagi sebagian pemain.

VSPN Dapatkan Investasi US$60 Juta

Versus Programming Network (VSPN), perusahaan penyedia solusi esports asal Tiongkok, mengumumkan bahwa mereka mendapatkan investasi Seri B sebesar US$60 juta. Ronde pendanaan ini dipimpin oleh Prospect Avenue Capital (PAC) dan diikuti oleh Guotai Junan International dan Nan Fung Group. Sementara itu, Lighthouse Capital menjadi satu-satunya penasehat finansial dalam pendanaan kali ini.

Berdasarkan pengumuman dari VSPN, mereka akan menggunakan dana ini untuk mengembangkan “teknologi inovatif” demi membuat produk dan konten esports baru. Investasi itu juga akan digunakan untuk ekspansi bisnis ke luar Tiongkok. Menurut laporan The Esports Observer, Dino Ying, Co-founder dan CEO VSPN, mengatakan bahwa saat ini, VSPN ingin memperkaya tipe produk dan konten esports yang mereka bisa mereka tawarkan pada rekan bisnis serta fans esports di dunia.

Razer Jadi Rekan Moonton di M2 World Championship 2021

Moonton menyambut Razer sebagai rekan peripheral resmi untuk turnamen Mobile Legends: Bang Bang, M2 World Championship 2021. Salah satu bentuk kerja sama ini adalah Razer akan membuat versi khusus dari gaming headset BlackShark V2. Dalam versi khusus M2 itu, BlackShark V2 akan menampilkan ilustrasi dari salah satu karakter Mobile Legends, yaitu Miya. Gambar Miya pada BlackShark V2 menjadi tanggung jawab dari Shane Tortilla, seniman asal Indonesia, lapor Esports Insider.

razer sponsor m2
Moonton gandeng Razer untuk M2 World Championship.

Team Vitality Bekerja Sama dengan Garmin

Team Vitality, organisasi esports asal Prancis, mengumumkan kerja sama dengan Garmin. Melalui kerja sama ini, Garmin akan menyediakan Instinct Esports Edition untuk Team Vitality. Selain itu, Garmin juga akan berkolaborasi dengan Team Vitality untuk melakukan riset dan mengembangkan produk esports dari Garmin.

“Setiap perusahaan punya keahlian mereka masing-masing. Garmin adalah perusahaan yang punya tim riset dan pengembangan yang berbakat,” kata CEO Team Vitality, Nicolas Maurer, seperti dikutip dari Esports Insider. “Sementara itu, kami punya para pemain profesional berpengalaman.”

Sumber header: ONE Esports

Razer Naga X Dirilis, Masih dengan Selusin Tombol Macro tapi Lebih Enteng Sekaligus Lebih Terjangkau

Kombinasi sensor 20.000 DPI, optical switch, dan panel samping yang modular menjadikan Razer Naga Pro sebagai mouse idaman para gamer MMO. Sayangnya tidak semua bisa menyanggupi banderol harganya yang cukup mahal: $150, atau Rp2.399.000 di Indonesia. Padahal, seperti yang kita tahu, gamer MMO setidaknya ada dua macam: yang sultan, dan yang sebisa mungkin menghemat pengeluaran alias free player.

Kabar baiknya, Razer telah meluncurkan varian baru Naga untuk kaum non-gacha ini. Dinamai Razer Naga X, ia punya banyak kemiripan dengan Naga Pro dari segi spesifikasi. Utamanya berkat optical switch generasi kedua yang tertanam di tombol kiri dan kanannya, yang lebih responsif sekaligus tahan lama ketimbang mechanical switch.

Sensor yang tertanam memang belum secanggih milik Naga Pro, akan tetapi dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS, ia tetap agak overkill buat sebagian besar pemain. Tanpa harus terkejut, Naga X yang didedikasikan untuk kaum jelata ini tidak punya konektivitas wireless dan masih mengandalkan kabel. Namun untungnya Razer masih menyertakan kabel SpeedFlex-nya yang tebal sekaligus lentur.

Bobot Naga X juga tergolong ringan di angka 85 gram (tidak termasuk kabel), sekitar 40% lebih enteng daripada Naga Trinity yang dirilis di tahun 2017, atau 32 gram lebih ringan daripada Naga Pro. Namun perbedaan terbesarnya terletak pada panel sampingnya. Naga X memang masih mengemas 12 tombol macro di sisi kirinya, akan tetapi bagian tersebut tidak modular seperti yang terdapat pada Naga Trinity maupun Naga Pro.

Di Naga Trinity dan Naga Pro, panel sampingnya itu bisa dilepas dan diganti dengan dua panel lain yang memiliki layout tombol berbeda, sehingga dapat dicocokkan dengan jenis game yang dimainkan. Di Naga X tidak demikian. Mouse ini benar-benar dikhususkan untuk pemain MMO yang membutuhkan selusin tombol ekstra guna memberikan akses cepat ke seabrek skill yang karakternya miliki.

Seandainya selusin masih kurang, jumlahnya masih bisa dilipatgandakan berkat dukungan fitur Razer HyperShift. Untuk bisa menggunakan fitur ini, syaratnya tentu software Razer Synapse harus selalu aktif di laptop atau PC Anda. Dua hal terakhir yang membedakan Naga X dari Naga Pro adalah tombol pengganti DPI-nya cuma satu, dan scroll wheel-nya tidak bisa di-tilt ke kiri atau kanan.

Di Amerika Serikat, Razer Naga X saat ini sudah dijual dengan harga $80. Harganya ini sama persis seperti Razer Viper maupun Razer Basilisk V2, sehingga mungkin di Indonesia harganya akan berada di kisaran 1,3 sampai 1,4 juta rupiah (seandainya memang tersedia di sini), alias hampir separuh lebih murah daripada Naga Pro.

Via: Windows Central.

Razer Perbarui Blade 15 dan Blade Pro 17 dengan GPU RTX 30 Series dan Opsi Layar 360 Hz

Seperti biasa ketika Nvidia atau AMD memperkenalkan seri GPU baru untuk laptop, produsen laptop gaming pun langsung tancap gas memperkenalkan penawaran-penawaran terbarunya. Peristiwa yang sama terjadi pekan lalu setelah Nvidia menyingkap RTX 30 Series untuk laptop. Dikatakan bahwa sejauh ini sudah ada lebih dari 70 model laptop yang hadir mengusung seri GPU berarsitektur Ampere tersebut.

Dari lusinan laptop itu, lebih dari separuhnya mengemas layar dengan refresh rate 240 Hz atau lebih. Dua di antaranya datang dari Razer, yakni Razer Blade 15 dan Razer Blade Pro 17. Keduanya sama-sama dapat dikonfigurasikan dengan layar 1080p dan refresh rate 360 Hz, lebih tinggi lagi daripada yang ditawarkan tahun lalu.

Razer Blade 15

Alternatifnya, konsumen Blade 15 juga bisa memilih dua kombinasi lain, yaitu 1440p 240 Hz atau 4K 60 Hz dengan panel OLED, sedangkan konsumen Blade Pro 17 memiliki dua opsi alternatif berupa 1440p 165 Hz atau 4K 120 Hz. Tentu saja semua itu tidak akan bisa diwujudkan tanpa melibatkan GPU RTX 30 Series, dan di sini konsumen bebas memilih antara RTX 3060, RTX 3070, atau RTX 3080.

Untuk prosesornya, Razer ternyata masih memercayakan prosesor yang sama, yakni Intel Core i7-10875H pada varian termahalnya. Seandainya saya sempat membeli Razer Blade 15 atau Blade Pro 17 edisi 2020, saya pasti bakal sangat menyesal. Pasalnya, yang berubah kali ini memang hanyalah spesifikasi layar dan GPU-nya, dan Razer pun tidak menaikkan harganya secara drastis.

Razer Blade Pro 17 / Razer
Razer Blade Pro 17 / Razer

Sebagai contoh, Blade 15 edisi 2020 dijual seharga $1.600 untuk varian termurahnya yang mengemas GPU GTX 1660 Ti. Untuk tahun ini, varian termurah Blade 15 yang mengusung GPU RTX 3060 dihargai $1.700. Razer Blade Pro 17 pun juga demikian; varian paling murahnya tahun lalu dibanderol $2.600, sedangkan tahun ini varian termurahnya yang ditenagai RTX 3060 dijual seharga $2.300.

Harga tersebut memang jauh dari patokan harga yang Nvidia tetapkan, akan tetapi Razer cukup bangga menyebut Blade 15 sebagai salah satu laptop gaming 15 inci paling ringkas yang ditenagai RTX 30 Series yang ada di pasaran saat ini, serta Blade Pro 17 sebagai salah satu yang paling tipis, dengan tebal bodi tidak lebih dari 2 cm. Di saat yang sama, Razer juga masih bisa menyematkan konektivitas yang lengkap, termasuk halnya SD card reader, dan ini tentu bisa menjadi daya tarik tersendiri di kalangan kreator konten.

Sumber: Razer.

Razer Pamerkan Konsep Kursi Gaming Futuristis, Project Brooklyn

Razer meluncurkan kursi gaming pertamanya pada bulan Oktober 2020. Baru beberapa bulan berselang, mereka rupanya sudah punya gambaran ke mana kategori produk ini bakal mengarah ke depannya. Gambaran itu mereka tuangkan dalam wujud konsep kursi gaming canggih bernama Project Brooklyn.

Dalam posisi normal, Project Brooklyn tampak seperti kursi gaming standar yang dibekali aksen pencahayaan RGB. Namun senjata rahasianya tersembunyi pada bagian yang menopang punggung pengguna, yakni sebuah layar OLED fleksibel berukuran 60 inci yang bisa diposisikan persis di depan pengguna, menyuguhkan visual yang lebih immersive dari monitor gaming tradisional.

Bukan hanya itu, di dalam sandaran tangannya juga tersembunyi meja lipat untuk menaruh keyboard dan mouse. Lalu supaya pengalaman bermain yang dirasakan jadi kian immersive, Razer turut menyematkan teknologi haptic feedback HyperSense ke sandaran punggung kursi berangka serat karbon ini.

Secara keseluruhan, premisnya cukup mirip seperti yang ditawarkan oleh Predator Thronos, kursi gaming seharga Rp200 juta yang Acer perkenalkan dua tahun silam. Bedanya, Acer memanfaatkan teknologi yang sudah ada, sedangkan Project Brooklyn masih berstatus konsep karena memang layar yang sefleksibel itu belum eksis sampai saat ini.

Kapan konsep ini bisa direalisasikan menurut saya sepenuhnya bergantung pada perkembangan teknologi display. Seandainya produsen panel OLED macam Samsung atau LG sudah siap memproduksi layar secanggih itu secara massal, saya kira sah-sah saja Razer menawarkan produk semacam ini ke publik.

Untuk sekarang, yang mungkin sudah bisa diterapkan adalah inovasi-inovasi macam meja lipat dan sistem haptic feedback itu tadi. Pencahayaan RGB pun tentu juga sangat memungkinkan, dan saya tidak akan terkejut seandainya kursi gaming kedua Razer hadir mengusung elemen dekorasi warna-warni tersebut.

Rencananya, Razer akan terus mengembangkan konsep kursi gaming futuristis ini, mengujinya bersama atlet-atlet esport kenamaan dan kalangan influencer guna mendapatkan tolok ukur performa, kenyamanan, dan kelayakannya. Harapannya tentu adalah supaya masukan-masukan yang ditampung bisa Razer terapkan ke portofolio kursi gaming-nya dalam waktu dekat.

Sumber: PC Gamer dan Razer.