Dinamika yang Terjadi di Sektor Travel Selama Tahun 2017

Sepanjang tahun 2018 banyak perkembangan menarik di sektor pariwisata, terutama yang menyasar kepada Online Travel Agent (OTA). Sebagai salah satu industri yang menunjukkan peningkatan, bahkan mengalahkan layanan e-commerce berdasarkan laporan dari Bain & Company, disebutkan penjualan tiket pesawat, hotel, penyewaan tempat tinggal sementara hingga tiket untuk acara dan atraksi wisata menjadi pilihan orang banyak dan paling populer.

Memasuki tahun 2018 diperkirakan industri OTA dan terkaitnya makin menunjukkan kompetisi yang sengit, dengan diakuisisinya Tiket oleh Blibli, hingga status unicorn dari Traveloka. Berikut adalah rangkuman peristiwa sepanjang tahun 2017 di sektor OTA Indonesia.

Januari 2017

Awal tahun belum banyak aktivitas yang berarti di sektor pariwisata dan OTA di tanah air. Namun demikian mulai banyak bermunculan beberapa startup baru yang mencoba untuk menghadirkan layanan penyediaan travel dan hotel. Di antaranya adalah peluncuran Tinggal, startup yang menjajakan hotel-hotel independen dengan harga bersaing saat ini telah menawarkan lebih dari 400 hotel sejak pertama kali beroperasi awal tahun lalu. Tinggal ingin terus berbenah untuk bisa menjembatani kesenjangan antara banyaknya hotel budget dengan konsumen melalui teknologi yang inovatif.

Februari 2017

Di bulan kedua tahun 2017, layanan penyedia kamar hotel ekonomis NIDA Rooms mendapatkan pendanaan seri A senilai $5,6 juta dari Shanda Group dan beberapa investor Asia Tenggara lainnya. Dengan pendanaan ini, artinya NIDA Rooms telah membukukan total pendanaan senilai $11 juta. Investasi ini akan difokuskan untuk memperluas kerja sama dan jaringan hotel serta meningkatkan kapabilitas teknologi NIDA Rooms.

Sementara itu kerja sama strategis juga mulai marak hadir, dengan diumumkannya kemitraan antara ZEN Rooms dan Tokopedia memberikan harga istimewa untuk pengguna di Indonesia yang membeli tiket kereta api melalui desktop atau aplikasi mobile Tokopedia, kemudian secara otomatis akan mendapatkan diskon hingga 30% untuk pemesanan hotel di ZEN Rooms.

Maret 2017

Sebagai pemain yang cukup dominan di sektor travel dan pariwisata, awal bulan Maret 2017 lalu, Traveloka mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI. Layanan yang sudah hadir sejak akhir tahun 2016 ini, diklaim mendapatkan sambutan baik dari pengguna Traveloka, yang ingin mendapatkan tiket kereta api langsung melalui aplikasi.

Di bulan yang sama Bukalapak juga tidak mau ketinggalan, dan mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI dalam hal pembelian tiket kereta api melalui Bukalapak. Sebelumnya Tokopedia telah terlebih dulu memiliki kanal pembelian tiket kereta api.

Bulan Maret 2017 juga diramaikan dengan kehadiran HelloWings yang menyediakan perbandingan harga tiket maskapai di level pasar LCC (Low Cost Carrier).

April 2017

Memasuki bulan April 2017 penyedia akomodasi budget hotel di Indonesia RedDoorz mengumumkan keberhasilannya dalam meraih pendanaan sebesar $1 juta (atau senilai Rp13,3 miliar) dari InnoVen Capital yang merupakan joint venture dari Temasek Holding Singapura dan Bank UOB. Ini menjadi pendanaan lanjutan setelah sebelumnya RedDoorz membukukan pendanaan seri A tahun 2016 yang dipimpin oleh Asia Investment Fund, World Bank Group dan Jungle Ventures.

Sementara itu di bulan yang sama, ZEN Rooms mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Pendanaan tersebut diperoleh dari investor Redbadge Pacific dan SBI Investment Korea, turut berpartisipasi juga Asia Pacific Internet Group (APACIG). Nilai yang digelontorkan mencapai $4,1 juta atau setara dengan Rp54,4 miliar. Pendanaan tersebut melambungkan nilai ekuitas perusahaan menjadi $8 juta.

Di akhir bulan April 2017 StubHub, marketplace jual beli tiket asal Amerika Serikat, mengumumkan ekspansinya ke Indonesia dengan menggandeng Kaskus sebagai mitra eksklusif untuk pengadaan konten. Lewat kerja sama ini, Kaskus akan memberikan konten terkait event terkini yang dapat diakses melalui widget StubHub di Kaskus, untuk mendorong transaksi jual beli tiket.

Mei 2017

Di pertengahan bulan Mei 2017, DailySocial secara eksklusif memberitakan tentang adanya rencana akuisisi dari GDP Venture terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket. Tiket adalah startup yang dibangun Wenas Agusetiawan, Gaery Undarsa, Dimas Surya, dan Natali Ardianto. Sejak awal dibangun di tahun 2011, Tiket termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

Sementara itu layanan OTA Pegipegi merayakan HUT mereka yang ke 5. Selain melakukan transformasi Pegipegi juga berniat untuk meningkatkan layanan dan teknologi mereka agar bisa bersaing dengan Traveloka dan Tiket.

Juni 2017

Setelah sempat diberitakan sebelumnya oleh DailySocial, pada bulan Juni akhirnya diumumkan akuisisi 100% Blibli terhadap layanan OTA Tiket. Hal tersebut akhirnya dikonfirmasi melalui acara pengumuman akuisisi 100% saham Tiket oleh Blibli, salah satu perusahaan di bawah naungan Global Digital Prima (GDP) Venture. Fokus dari Tiket selanjutnya adalah lebih kepada penjualan, teknologi dan akuisisi pelanggan.

Di bulan yang sama, Traveloka mengumumkan penjualan tiket masuk tempat rekreasi. Layanan yang dinamai Aktivitas & Rekreasi ini memberikan kesempatan pengguna Traveloka membeli tiket tempat wisata di genggaman mereka, baik melalui web maupun melalui aplikasi. Selain tempat wisata domestik, Traveloka juga menawarkan untuk kawasan internasional seperti Universal Studios Singapore, Hong Kong Disneyland, Legoland Malaysia, hingga tiket F1 Singapore Grand Prix 2017.

Sementara itu Pegipegi juga mengumumkan kehadiran CEO baru, Takeo Kojima, yang masih dari kalangan eksekutif Recruit Holdings. Takeo menggantikan Hideki Yamada yang baru menjabat selama satu tahun. Kendati kerap berubah, Deputy CEO PegiPegi Ryan Kartawidjaja memastikan kepemimpinan Takeo bakal mendukung ambisi perusahaan untuk menjadi pemain OTA terbaik di Indonesia.

Untuk menambah wawasan pembaca terkait dengan aplikasi budget hotel di Indonesia, DailySocial juga meluncurkan laporan terkait dengan hal tersebut, yang bisa diunduh secara gratis.

Juli 2017

Setelah menguasai pasar OTA di Indonesia, sekitar akhir bulan Juli 2017 lalu, Traveloka mendapatkan pendanaan sebesar $350 juta (lebih dari 4,6 triliun Rupiah) dari Expedia. Selain dari Expedia, dalam setahun terakhir Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Menurut The Information, yang pertama kali memberitakan informasi ini, Traveloka kini bervaluasi lebih dari $2 miliar dan menjadikannya startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia. Nilai valuasinya di Indonesia hanya kalah dari Go-Jek yang disebutkan mencapai $3 miliar pasca perolehan pendanaan dari Tencent.

Di bulan yang sama Triprockets salah satu layanan marketplace yang mencoba untuk menghadirkan marketplace aktivitas, kegiatan, dan tempat wisata yang unik resmi meluncur di tanah air. Startup yang didirikan Raymond Iskandar selaku CMO ini menerapkan cara yang sama dilakukan oleh Airbnb, yaitu sharing economy antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

Agustus 2017

Sementara itu di bulan Agustus 2017, Tiket pasca Blibli masuk sebagai pemegang saham baru, Tiket mulai kebut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dimulai dari merekrut developer berkualitas. Talenta tersebut nantinya akan diarahkan menyempurnakan aplikasi Tiket, sehingga dapat menggenjot transaksi baru dari sana. Tiket menargetkan tahun ini secara bisnis keseluruhan dapat tumbuh 250 persen dibandingkan sebelumnya.

September 2017

Setelah resmi meluncur awal tahun 2017 lalu, layanan Pemesanan Hotel Budget Tinggal dikabarkan Tutup Layanan. Tinggal didirikan di awal tahun 2016 dengan dukungan pendanaan $1 juta dari sejumlah investor, termasuk CEO Wudstay Prafulla Mathur. Wudstay adalah layanan serupa yang beroperasi di India.

Oktober 2017

Memasuki bulan Oktober 2017, ZuzuHOTELS setelah sempat meluncurkan layanan online hospitality di Indonesia bulan November 2016 lalu, memutuskan menghentikan layanan hotel budget mereka di Indonesia dan kemudian hanya fokus kepada hotel budget di Taiwan. Keputusan ini diambil co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia, Dan Lynn, setelah menjalankan bisnis dan mendapatkan pendanaan awal dari angel investor beberapa waktu yang lalu.

Situs penyedia paket wisata Tripvisto dikabarkan menutup layanannya. Didirikan Bernardus Sumartok, yang sebelumnya juga sempat menutup bisnis serupa, Flamingo, Tripvisto sendiri sempat mengalami pertumbuhan bisnis yang positif dengan merekrut anggota tim yang cukup banyak, pindah ke kantor yang lebih besar, hingga menghadirkan ribuan perjalanan wisata lokal hingga mancanegara.

Sementara itu Traventure merupakan sebuah marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia resmi hadir di Indonesia. Traventure ini tak ubahnya tempat transaksi dan berbagi pengalaman berwisata, bedanya mereka mengemasnya dalam paket bisnis wisata.

November 2017

Setelah diakuisisi bulan Juni 2017, secara resmi manajemen baru dari Tiket mengumumkan rencana rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu layanan e-commerce yang menyajikan barang-barang dengan jaminan orisinal, JD.id, merilis fitur teranyarnya. Seakan tak mau ketinggalan dengan pemain e-commerce lain di Indonesia, JD.id menghadirkan kanal pembelian tiket pesawat. Berjuluk JD Flight, fitur ini hadir dengan dukungan penuh dari Traveloka. Induk perusahaan JD.id, JD.com, merupakan investor di Traveloka.

Masih di bulan November, RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.

Desember 2017

Menjelang akhir tahun, pengumuman tentang akuisisi kembali mencuat. Kali ini giliran Indonesia Flight yang sebelumnya dikenal sebagai “sister company” dari Tiket. Akuisisi tersebut juga dilakukan oleh Blibli. Dengan kepemilikan Tiket dan Indonesia Flight di dalam lini bisnis Blibli, disampaikan akan banyak aktivitas strategis yang akan digaungkan pada tahun 2018 mendatang untuk lanskap travel di Indonesia.

RedDoorz Obtains Further Investment for Indonesian Market

RedDoorz, the budget hotel’s online booking platform, said to have received further investment to expand its market in Indonesia. However, it is not directly revealed, either from which VC and the amount they’re getting.

In yesterday’s media meeting (11/15), RedDoorz’s Founder and CEO, Amit Saberwal, said that they’re ready to allocate more than $10 million (approximately 130 billion Rupiah) to develop Indonesia market until the end of next year.

The funds will be used to recruit new talents, training costs, standardize services, and improve room quality. Moreover, RedDoorz will add nine new cities in Indonesia for business expansion.

Per interview with DailySocial, Saberwal said that they confirmed the allocation fund came from an unannounced fundraising.

“It is true, as a RedDoorz policy not to announce our funding rounds derived from VC. Please understand. We only announce a one-time venture debt of $1 million,” he said.

He continued, this funding round comes from a venture capital. Previously, the company also received investment commitments that were not publicly announced from SIG (Susquehanna International Group), Jungle, and IFC. According to Saberwal, the three investors showed their commitment to continue supporting the company.

Funding received by the company and publicly announced was a $1 million debt financing from InnoVen Capital in April 2017. Some others RedDoorz investors are 500 Startups and IFC.

Developing the Lead Market

Indonesia is RedDoorz’s leading market and stands as company’s focus on providing the best service. Beside Indonesia, RedDoorz is also exist in Singapore and will open a new operation in the Philippines shortly. Singapore becomes RedDoorz’s headquarters, while India becomes technological development center.

In Indonesia, the company has partnered with 450 property owners with more than 3 thousand rooms spread across seven cities in Indonesia. RedDoorz claims to have served about 500 thousand users in Indonesia with reorder rate of 65%.

It means everyone is using RedDoorz service five times a year on average. RedDoorz application has been downloaded more than 500 thousand times.

To increase RedDoorz’s market penetration in Indonesia, the company will expand to nine new cities next year. The cities to be targeted are Aceh, Balikpapan, Lombok, Makassar, Manado, Medan, and Solo.

The company will continue to expand its presence in existing seven cities. Those cities are Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, and Bali.

The selection of this new city, for Saberwal, is not without reason. They review the entire city, although not a big one but the most-visited.

“We believe that the right team, the right investors, and the right market opportunity have played a key role for our success in Indonesia. Our Indonesian team is a good combination of talents who have extensive and thrive experience in startup dynamics of the country. ”

In fact, Saberwal optimistic with all these strategies they can generate profitability in the third quarter of 2018. Currently RedDoorz’s coverage of total budget hotel industry in Indonesia only reached 0.16%.

RedDoorz COO Rishabh Singhi added that Indonesian market has proved to be a great start for RedDoorz. The company has worked closely with middle-class budget hotels, private properties, and lodges to innovate, collaborate, and focus on creating an unique experience.

“We are actively seeking to reach more than 100 million digital consumers. Through our platform, the hotel can target specific markets and ensure the sustainability of good occupancy levels,” said Singhi.

They believe this industry is a great opportunity in Southeast Asia that can continue to be developed. The fact is, compared with India alone, the potential in Southeast Asia has reached three times larger worth of $20 billion.

RedDoorz was first established in Indonesia on July 2015. Last year, RedDoorz’s business grew 11 times larger, while expected to grow 5-fold this year. For the next five years, the company’s growth is targeted to remain stable in the range of 4-5 times.

In marketing its service, RedDoorz partnered with other OTA service providers. Some of them including Agoda, Booking, Expedia, MG, Airbnb, Goibibo, Pegipegi, Ctrip, and Hotels.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

RedDoorz Raih Investasi Lanjutan Khusus untuk Pasar Indonesia

RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.

Dalam pertemuan bersama media yang diadakan kemarin (15/11), Founder dan CEO RedDoorz Amit Saberwal menuturkan pihaknya siap mengalokasikan lebih dari US$10 juta (sekitar Rp130 miliar) untuk mengembangkan pasar RedDoorz khusus Indonesia saja sampai akhir tahun depan.

Dana tersebut akan dipergunakan untuk merekrut talenta baru, biaya pelatihan, standarisasi layanan, dan meningkatkan kualitas kamar. Terlebih, RedDoorz akan menambah sembilan kota baru di Indonesia untuk ekspansi bisnis.

Secara terpisah kepada DailySocial, Amit menuturkan pihaknya mengonfirmasi bahwa dana alokasi ini berasal dari penggalangan pendanaan baru yang tidak diumumkan ke publik.

“Ini benar, sebagai kebijakan RedDoorz tidak mengumumkan putaran pendanaan kami yang berasal dari VC. Semoga kamu mengerti. Kami hanya mengumumkan venture debt satu kali saja sebesar US$1 juta,” katanya.

Yang pasti, sambungnya, putaran pendanaan ini berasal dari modal ventura. Sebelumnya, perusahaan juga mendapat komitmen investasi yang tidak diumumkan secara publik dari SIG (Susquehanna International Group), Jungle, dan IFC. Menurut Amit, ketiga investor tersebut menunjukkan komitmennya untuk terus mendukung perusahaan.

Pendanaan yang diterima perusahaan dan diumumkan secara publik adalah berjenis debt financing sebesar US$1 juta dari InnoVen Capital pada April 2017. Beberapa investor RedDoorz lainnya adalah 500 Startups dan IFC.

Mengembangkan pasar utama

Indonesia adalah pasar utama RedDoorz, sehingga perusahaan fokus memberikan pelayanan yang terbaik untuk penggunanya. Bisnis RedDoorz sendiri, selain di Indonesia, juga terdapat di Singapura dan dalam waktu dekat akan membuka operasional baru di Filipina. Singapura menjadi kantor pusat RedDoorz, sementara India menjadi pusat pengembangan teknologi.

Untuk bisnisnya di Indonesia, perusahaan kini telah menggandeng 450 pemilik properti dengan lebih dari 3 ribu kamar yang tersebar di tujuh kota di Indonesia. RedDoorz mengklaim telah melayani sekitar 500 ribu pengguna di Indonesia dengan tingkat pemesanan ulang mencapai 65%.

Artinya, setiap orang secara rerata menggunakan layanan RedDoorz lima kali dalam setahun. Aplikasi RedDoorz disebutkan telah diunduh lebih dari 500 ribu kali.

Agar penetrasi bisnis RedDoorz di Indonesia meningkat, perusahaan akan ekspansi ke sembilan kota baru sepanjang tahun depan. Kota yang akan disasar di antaranya Aceh, Balikpapan, Lombok, Makassar, Manado, Medan, dan Solo.

Perusahaan pun akan terus memperluas kehadirannya di tujuh kota yang telah beroperasi saat ini. Diantaranya, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Pemilihan kota baru ini, menurut Amit, bukan tanpa alasan. Pihaknya melihat seluruh kota tersebut, meski bukan tergolong kota besar namun memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi. Sehingga ada potensi bisnis dan perputaran ekonomi di sana.

“Kami percaya tim yang tepat, berbagai investor yang tepat dan peluang pasar yang tepat telah memainkan peranan kunci bagi kesuksesan kami di Indonesia. Tim kami di Indonesia merupakan perpaduan yang hebar dari para talenta yang memiliki pengalaman luas dan berkembang di dalam dinamika startup di tanah air.”

Bahkan, Amit optimis dengan seluruh strateginya ini dapat menghasilkan profitabilitas di Indonesia pada kuartal III 2018. Kendati, cakupan RedDoorz terhadap total industri hotel budget di Indonesia baru mencapai 0,16%.

COO RedDoorz Rishabh Singhi menambahkan, pasar Indonesia terbukti menjadi awal yang hebat bagi RedDoorz. Perusahaan telah bekerja sama secara erat dengan hotel budget kelas menengah, properti pribadi, dan penginapan untuk berinovasi, berkolaborasi, dan fokus menciptakan pengalaman unik.

“Kami secara aktif ingin menggapai lebih dari 100 juta konsumen digital. Melalui platform kami, hotel dapat menyasar pasar khusus dan memastikan keberlanjutan tingkat okupansi yang baik,” terang Rishabh.

Pihaknya percaya bahwa industri ini di Asia Tenggara adalah peluang besar yang bisa terus dikembangkan. Pasalnya, secara total bila dibandingkan dengan India saja, potensi di Asia Tenggara mencapai tiga kali lipat lebih besar senilai US$20 miliar.

RedDoorz pertama kali berdiri di Indonesia pada Juli 2015. Tingkat pertumbuhan bisnis yang diklaim cukup signifikan. Pada tahun lalu bisnis RedDoorz tumbuh 11 kali lipat, sementara tahun ini diperkirakan tumbuh 5 kali lipat. Ditargetkan sampai lima tahun mendatang, pertumbuhan perusahaan bisa tetap stabil di kisaran 4-5 kali lipat.

Dalam memasarkan layanannya, RedDoorz bermitra dengan penyedia layanan OTA lainnya. Beberapa diantaranya seperti Agoda, Booking, Expedia, MG, Airbnb, Goibibo, Pegipegi, Ctrip, dan Hotels.

Aplikasi “Budget Hotel” dan Penerimaan Konsumen di Indonesia

Budget hotel tergolong tren baru dalam industri travel, menawarkan layanan penginapan sesuai kebutuhan konsumen. Karakteristiknya pengguna dapat memilih jenis layanan yang dibutuhkan saat menginap –jika layanan hotel umum secara otomatis menyajikan full-services—sehingga cenderung memberikan lebih banyak penghematan di sisi konsumen.

Mengikuti tren digital, budget hotel juga ditawarkan oleh OTA (Online Travel Agency), bahkan sudah ada beberapa pemain spesifik yang hadir di Indonesia, sebut saja Airy Rooms, NIDA Rooms, RedDoorz, hingga ZEN Rooms.

Untuk mengetahui popularitas dan pandangan konsumen di Indonesia terhadap budget hotel, DailySocial bekerja sama dengan JakPat melakukan survei kepada pengguna smartphone di Indonesia untuk mengetahui ketertarikannya terhadap layanan tersebut. Sekurangnya ada 1005 responden yang mengikuti survei tersebut.

Tesis kami diawali dengan mengetahui kecenderungan pengguna ketika hendak menyewa sebuah tempat penginapan, sebanyak 65.77% telah memanfaatkan aplikasi atau layanan web agregasi, 41% mendatangi langsung hotel untuk menyewa, 18,81% melalui telepon, dan 17,31% melalui agen travel (offline).

Kecenderungan orang menggunakan layanan budget hotel

Porsinya sudah jelas, ada separuh lebih dari responden yang telah memanfaatkan layanan digital untuk memesan tempat penginapan. Lalu tentang penggunaan aplikasi budget hotel responden mengaku telah mengenal beberapa nama pemain, di antaranya ZEN Rooms, RedDoorz, NIDA Rooms, dan Tinggal.

Budget Hotel Survey 1

Habit pemesanan langsung tetap dilakukan konsumen tatkala memesan budget hotel. Cukup masuk akal, karena pada umumnya orang memilih jenis penginapan tersebut lantaran membutuhkan efisiensi biaya atau hanya butuh sekedar menginap –umumnya dilakukan oleh pelancong, atau istilah kekiniannya backpackers. Selain penghematan dari sisi biaya, ternyata alasan lain orang-orang menggunakan budget hotel adalah efisiensi waktu.

Budget Hotel Survey 2

Dasar pemilihan budget hotel untuk menginap

Bagi pengguna budget hotel sendiri, ada beberapa kriteria yang ditentukan dalam memilih sebuah tempat. Faktor harga menjadi dominan, disusul jarak dengan destinasi terdekat. Berkaitan dengan faktor lain seperti tingkatan bintang suatu hotel dan fasilitas justru tidak terlalu menjadi perhatian. Konsiderasi ini bisa ditarik menjadi sebuah pola tentang konsumen budget hotel, yaitu hemat dan mudah dijangkau.

Budget Hotel Survey 3

Terkait dengan temuan lain seputar karakteristik konsumen budget hotel di Indonesia, bisa diunduh selengkapnya dalam laporan bertajuk “Budget Hotels Apps in Indonesia Survey 2017”. Temukan juga kabar terbaru tentang ekspansi, pendanaan, dan pergerakan baru pemain OTA di sektor budget hotel di Indonesia.

Laporan DailySocial: “Budget Hotel Apps” di Indonesia 2017

Sudah beberapa tahun belakangan ini beberapa aplikasi & web aggregator hotel budget beroperasi di pasar Indonesia. Masyarakat pun semakin akrab menggunakan berbagai apps ini karena telah nyata terbukti menghemat pengeluaran dan waktu konsumen dalam menyiapkan penginapan dan perjalanan mereka.

DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat mobile survey platform telah mengadakan survei mengenai aplikasi Budget Hotel, direspon oleh 1005 responden yang adalah sampel diambil dari seluruh pengguna smartphone dari seantero Indonesia.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • Lebih banyak responden (65,87%) melaporkan mereka lebih sering bepergian ke luar kota untuk berlibur daripada untuk kepentingan pekerjaan
  • Sebagian besar responden (65,77%) lebih memilih melakukan reservasi hotel, khususnya budget hotel, menggunakan apps ataupun situs web aggregator budget hotel daripada metode lainnya
  • Ternyata aplikasi khusus budget hotel di Indonesia belum populer. Rata-rata hanya digunakan kurang dari 10% responden. Zen Rooms (11,64%) adalah yang paling populer, diikuti RedDoorz (9,65%).

Untuk laporan lebih lengkapnya, unduh laporan “Budget Hotels Survey 2017” secara gratis.

DScussion #78: RedDoorz dan Tren Bisnis Hotel Budget di Indonesia

Hotel budget menjadi suatu segmen niche baru di sektor travel, seiring dengan makin digemari kebiasaan traveling kaum millennial yang mencari akomodasi dengan harga terjangkau. Salah satu pemain di vertikal ini adalah RedDoorz.

Dalam wawancara kali ini, kami berbincang dengan COO RedDoorz Rishabh Singhi tentang bisnis hotel budget dan bagaimana trennya di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Sebagai sebuah startup, RedDoorz mengklaim telah menghasilkan uang sejak hari pertama, bahkan diperkirakan mencapai BEP akhir tahun ini.

Simak wawancara selengkapnya dalam DScussion berikut ini.

RedDoorz Hadirkan Ragam Sistem Pembayaran Baru untuk Memikat Pelanggan

Persaingan antar penyedia akomodasi budget hotel di Indonesia kian riuh. Dari tiga pemain terbesar saat ini, NIDA Rooms, ZEN Rooms dan RedDoorz, ketiganya sama-sama terus diperkuat dengan inovasi, terakhir ketiganya juga baru saja mendapatkan suntikan pendanaan seri A untuk perluasan cakupan bisnis. Maka dibutuhkan strategi lain yang berorientasi kepada pengguna untuk mendapatkan minat dari pasar.

Salah satu yang diupayakan oleh RedDoorz ialah dengan memberikan kenyamanan lebih dari sisi sistem pembayaran. Baru-baru ini pihaknya meluncurkan tiga mekanisme baru, yakni dengan transfer via ATM, Pay at Hotel (membayar di hotel saat check-in) dan menggunakan RedCash. Metode-metode pembayaran baru ini diperkenalkan agar pelanggan mendapatkan pengalaman yang lebih nyaman dari proses pemesanan hingga pembayaran akomodasi.

“Kami ingin menawarkan keuntungan lebih tidak hanya untuk tamu-tamu kami, tapi juga untuk semua partner bisnis kami. Salah satu dari komitmen kami adalah untuk menghadirkan metode-metode pembayaran yang akan mempermudah keseluruhan proses transaksi,” ujar Founder & CEO RedDoorz Amit Saberwal.

Salah satu yang menarik adalah RedCash. RedCash adalah fitur mata uang virtual yang didapatkan dalam bentuk loyalty points dari setiap pemesanan langsung melalui situs RedDoorz. Poin RedCash akan di kreditkan ke akun tamu saat proses check-in.

“Kami juga menyadari bahwa kebanyakan tamu-tamu kami adalah pelancong budget atau ekonomi yang memilih untuk membayar langsung di hotel atau melalui ATM. Sekarang, tamutamu RedDoorz akan bisa melakukan pemesanan terlebih dulu dan bayar kemudian. Hal ini diharapkan dapat menjadikan proses pembayaran, yang juga bisa dilakukan dengan RedCash, lebih nyaman,” jelas Amit.

Seiring meningkatnya kepuasan pelanggan dengan penambahan metode pembayaran ini, RedDoorz juga telah memperluas jaringan akomodasinya di Bogor dan Yogyakarta. Hingga saat ini RedDoorz mengklaim telah memiliki lebih dari 550 hotel di pulai Jawa dan Bali.

Application Information Will Show Up Here

RedDoorz Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 13,3 Miliar Rupiah

Hari ini platform penyedia reservasi budget hotel RedDoorz mengumumkan keberhasilannya dalam meraih pendanaan sebesar $1 juta (atau senilai Rp13,3 miliar) dari InnoVen Capital yang merupakan joint venture dari Temasek Holding Singapura dan Bank UOB. Ini menjadi pendanaan lanjutan setelah sebelumnya RedDoorz membukukan pendanaan seri A tahun 2016 yang dipimpin oleh Asia Investment Fund, World Bank Group dan Jungle Ventures.

Di masa awal pendiriannya, pada tahun 2015, RedDoorz juga sempat mendapatkan pra-seri A dari 500 Startup. Misi perusahaan untuk menghadirkan rangkaian akomodasi budget dengan kualitas terjaga membawa pada kepercayaan investor tersebut. Saat ini RedDoorz mengklaim telah memiliki 500 kanal budget hotel yang tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya.

“Kami bangga bekerja sama dengan InnoVen yang percaya dengan model bisnis kami karena perusahaan peminjaman modal hanya mencari perusahaan yang memiliki arus kas yang sehat dan kemampuan untuk membayar kredit. Anggaran untuk berwisata juga ikut meningkat seiring dengan pertumbuhan pendapatan per kapita dan kemampuan belanja masyarakat lokal, dan kami menjawab kebutuhan mereka dengan menyediakan akomodasi berkualitas,” tutur Founder & CEO RedDoorz Amit Saberwal.

Pendanaan tersebut akan difokuskan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya dan mematangkan brand RedDoorz di pangsa pasar Asia Tenggara. Meningkatnya peminat layanan tren online travel agency (OTA) khususnya pada segmentasi budget hotel diklaim telah membawakan RedDoorz peningkatan pendapatan hingga 12 kali lipat hingga saat ini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Google, pasar pemesanan kamar hotel online di Asia Tenggara akan meningkat dari $6,6 miliar di 2015 ke $36,4 miliar di 2025 dengan peningkatan 19 persen setiap tahunnya.

Sebelumnya dengan nilai lebih besar, pesing langsung RedDoorz yakni NIDA Rooms juga baru saja mendapatkan pendanaan seri A sejumlah $5,6 juta ari Shanda Group dan beberapa investor Asia Tenggara lainnya. Dengan tujuan sama, pendanaan tersebut juga difokuskan untuk mematangkan kehadiran NIDA Rooms sebagai spesialis buget hotel di Indonesia dan Asia Tenggara.

Sementara para pemain lain seperti Airy Rooms, ZUzu Hotels dan Zeen Rooms juga terus mencoba mengembangkan bisnis di Indonesia. Salah satu strategi yang digalakkan ialah dengan menggandeng OTA lokal, seperti yang dilakukan oleh AiriRooms dan Traveloka. Sedangkan Zen Rooms memiliki strategi yang sedikit berbeda, yakni mencoba memfokuskan pada konsumen korporasi dan konsumen jangka panjang. Beberapa kemitraan dengan online marketplace juga sempat dijalankan oleh beberapa pemain budget hotel online di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Di Balik Gerak Agresif RedDoorz Kuasai Pasar Hotel Budget di Indonesia

Potensi wilayah Indonesia yang cocok untuk melancong dan kawasan wisata menjadikan platform hotel budget asal Singapura Reddoorz kian agresif mengembangkan bisnisnya. Pihak Reddoorz menginfokan baru mendapatkan dana segar seri A untuk menjadi leading player hotel budget di Indonesia, hanya saja nominal pendanaan dan identitas investor tidak disebutkan.

Reddoorz meyakini investasi yang didapat ini akan membantu pihaknya dalam memperlancar ekspansinya ke dua kota baru yakni Yogyakarta dan Medan. Saat ini Reddoorz sudah beroperasi di tiga kota besar Jakarta, Bali dan Bandung. Totalnya lebih dari 500 hotel bintang tiga ke bawah, dengan total kamar mencapai 3 ribu.

Sekadar informasi, Reddoorz terakhir kali mendapatkan pendanaan pra-seri A dari 500 Startup sebesar US$ 1,4 juta pada Januari 2016. Sebelumnya, Reddoorz juga mendapatkan dana dari Jungle Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan di September 2015.

“Apa kami lakukan di hadapan investor saat pitching adalah menambah jumlah kota. Ini cara yang paling logis bagi kami untuk meningkatkan investasi. Kami mengatakan akan fokus ke tiga kota pertama terlebih dahulu. Jika menemukan mode bisnis yang cocok di sana, maka kami bisa ekspansi ke kota lainnya, kemudian baru melangkah ke Asia Tenggara,” ucap Co-Founder Reddoorz Amit Saberwal seperti dikutip dari Web In Travel.

Menurutnya, perusahaan bakal lebih yakin dengan pedoman bisnis seperti ini dan peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih bertumbuh. Reddoorz akan banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia sebelum akhirnya melancong ke negara lain.

“Orang Indonesia sangat sosialis, dinamis, so last minute, so mobile-driven, dan penuh spontanitas. Ini sangat cocok untuk profil bisnis kami.”

Terinspirasi dari OYO Rooms

Model bisnis Reddoorz sebenarnya terinspirasi dari pemain hotel budget terbesar di India, OYO Rooms. Perusahaan tersebut sudah berdiri sejak 2012 dan diklaim sebagai pemain terbesar dengan menguasai 200 kota di India dan Malaysia mengoperasikan 700 ribu kamar hotel. Malaysia adalah negara pertama yang disinggahi OYO Rooms pada awal tahun lalu.

Tingkat persaingan operator hotel budget dengan pemain Online Travel Agent (OTA) di India sudah cukup ketat. Pasalnya, pemain OTA memberikan subsidi diskon gila-gilaan kepada para mitranya sekitar 30%-40% dari harga tiket.

Kendati demikian, Saberwal percaya pasar hotel budget di Asia sangat terfragmentasi dan cukup besar, sehingga konsep “the winner takes all” tidak berlaku untuk bisnis ini.

“Ini bukan kompetisi antara Uber dengan Lyft. Lihat jaringan hotel yang ada sekarang, seperti Accor, Marriott, dan Hilton, perbedaannya adalah kami itu tech-enabled.”

Terlebih domisili Saberwal di Singapura, dia melihat adanya potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis hotel budget di Indonesia dan Asia Tenggara.

Reddoorz menganut model bisnis bekerja sama dengan properti yang bersifat kecil dan independen, misalnya Ibis dan Holiday Inn Express, yang memiliki standar penginapan. Jumlah kamar yang diakuisisi tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Hotel pun harus menawarkan layanan 24 jam dan Reddoorz memiliki program loyalitas berbentuk koin, disebut Red Cash.

Akan segera ekspansi bila sudah menguasai Indonesia

Saberwal percaya, ketika Reddoorz sudah terbukti jadi pemain leading di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan menggunakan pedoman yang sama ketika akan ekspansi ke Vietnam, Thailand, dan Filipina. Sebab, bagi dia bisnis hotel budget itu mengenai bisnis per kota bukan per negara.

Dia melihat ada banyak kemiripan antara India dan Indonesia. Akan tetapi, Saberwal menilai Indonesia lebih maju dalam hal keterlibatan mobile daripada konsumen di India.

Secara profil konsumen Reddoorz di Indonesia, kebanyakan berusia 24-29 tahun, 50% di antaranya adalah laki-laki, dan last minute decision maker. Adapun secara transaksi rata-ratanya sekitar US$35 sampai US$38.

Saat ini, jumlah tim lokal Reddoorz di Indonesia mencapai 110 orang berlokasi di Jakarta. Mayoritas di antara mereka sebelumnya sudah pernah bekerja di hotel.

“Tim kami terdiri dari orang-orang muda yang penuh aspirasi ingin mengedepankan hospitality sekaligus mencari pertumbuhan bisnis yang cepat.” pungkas dia.

Layanan Situs “Budget Hotel” Belum Banyak Dikenal Masyarakat

Seiring makin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan perjalanan, membuat sektor ini makin banyak bertumbuhan inovasi layanan baru.  Terlebih di negara tujuan wisata seperti Indonesia. Salah satu inovasi yang turut berkembang dewasa ini adalah layanan online berbasis situs budget hotel. Yakni sebuah layanan online yang memberikan informasi penyewaan kamar hotel atau penginapan untuk kelas menengah ke bawah, alias dengan harga sangat murah.

Memang model bisnis ini masih cukup baru, terbukti hasil survei W&S Market Research yang menyasar sekurangnya 2.000 responden dari berbagai kalangan di Indonesia, hanya 7 persen (atau sekitar 170 orang) saja yang mengetahui tentang situs budget hotel. Kendati demikian, secara “offline” model penyewaan guest house atau kamar kos harian sudah begitu menjamur di tempat-tempat populer wisata, seperti Yogyakarta atau Bandung.

Dari beberapa situs budget hotel yang kini telah melayani pengguna di Indonesia, yang paling diketahui responden dari survei tadi adalah Zenrooms (17,9%), RedDoorz (12,9%), AiryRooms (9,3%), dan NidaRooms (7,1%). Hal ini cukup senada dengan cakupan kota yang masuk dalam layanan, Zenrooms tercatat sebagai penyedia layanan situs budget hotel dengan cakupan kota paling banyak di Indonesia. Rata-rata pun harga yang ditawarkan memang cenderung lebih terjangkau, kendati demikian memang terkait harga hampir semua layanan tersebut bersaing sengit.

Jika berbicara tentang brand awareness, dari yang paling umum, tentang apa itu situs budget hotel, masih sangat sedikit yang mengetahuinya. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan strategi pemasaran dan pengenalan yang lebih menjangkau dan lebih serius. Memang tak mudah, karena layanan online ticekting yang sudah umum digunakan, seperti situs Traveloka atau Tiket.com nyatanya juga memberikan opsi sampai penginapan kelas bawah dalam daftar pencariannya.

Namun meskipun akan memfokuskan pada kalangan niche, sekali lagi, strategi pemasaran menjadi landasan yang cukup fundamental untuk mengembangkan bisnis. Masih dari hasil survei yang sama, bahwa nama Zenrooms lebih banyak dikenal melalui dua hal, yakni rekomendasi orang ke orang dan dari artikel di internet. Metode tersebut memang tak jauh dari kultur masyarakat ketika hendak merencanakan suatu perjalanan wisata, tanya kepada kerabat yang pernah berkunjung ke tempat terkait atau membaca pengalaman orang lain di internet. Nah bisa jadi dua metode ini yang layak ditekuni dan mendapatkan investasi lebih untuk memperkenalkan layanan secara lebih luas.