Proyek Tokenisasi Obligasi IDDB Disetujui OJK Masuk Regulatory Sandbox

PT Sejahtera Bersama Nano (SBN) resmi mencatatkan sejarah dengan menjadi penerbit token pertama di Indonesia yang mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk proyek tokenisasi aset kripto berbasis obligasi pemerintah. Proyek ini, yang dikenal sebagai ID Digital Bonds (IDDB), merupakan tokenisasi obligasi pemerintah pertama yang masuk ke dalam sandbox OJK berdasarkan surat persetujuan No. S-514/IK.01/2024 pada 8 Oktober 2024. Sejatinya IDDB sudah mulai diajukan SBN sejak Agustus lalu.

Tokenisasi ini merupakan langkah inovatif untuk mendigitalkan instrumen obligasi menggunakan teknologi blockchain. Melalui proyek ini, obligasi yang sebelumnya hanya dapat diakses dengan modal besar, kini dapat dipecah menjadi aset kripto yang dapat diperjualbelikan secara luas melalui platform digital. Hal ini membuka akses yang lebih luas bagi investor ritel maupun institusi untuk berinvestasi dalam obligasi pemerintah.

Menurut laporan dari Boston Consulting Group (BCG), nilai pasar aset yang ditokenisasi, termasuk obligasi, diproyeksikan akan meningkat pesat dalam beberapa tahun ke depan. Laporan tersebut memperkirakan bahwa pasar tokenisasi aset dunia akan mencapai nilai lebih dari $16 triliun pada tahun 2030, mencakup tokenisasi obligasi, properti, dan ekuitas. Teknologi tokenisasi ini mempermudah akses bagi investor, meningkatkan efisiensi, transparansi, serta menurunkan biaya transaksi.

CEO PT Sejahtera Bersama Nano Gumarus Dharmawan William menyatakan, “Ini adalah langkah besar bagi Indonesia. OJK menjadi regulator keuangan pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, yang mengizinkan implementasi proyek tokenisasi obligasi pemerintah. Melalui produk kami, ID Digital Bonds, kami bangga menjadi pelopor di Indonesia dengan obligasi INDON34 sebagai aset dasar.”

Sebelumnya, obligasi INDON34 yang berdenominasi dolar AS hanya dapat diakses oleh investor dengan pembelian minimum sebesar $200 ribu (sekitar Rp3,1 miliar). Dengan tokenisasi melalui IDDB, akses ini diperluas dengan pembelian minimum sebesar $1.000 (sekitar Rp15,5 juta) per token, menjadikan IDDB lebih inklusif untuk berbagai lapisan masyarakat.

Presiden Direktur Nanovest Billy Surya Jaya menyatakan, “Inovasi tokenisasi melalui IDDB merupakan langkah strategis untuk membawa perubahan dalam pasar obligasi di Indonesia. Kami berharap produk ini dapat mendorong arus modal masuk ke dalam negeri dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Selama 12 bulan ke depan, IDDB akan melalui fase uji coba di sandbox OJK sebelum menerima regulasi penuh. Proyek ini melibatkan kolaborasi antara SBN sebagai penerbit token, Nanovest sebagai platform pertukaran kripto Indonesia, STAR Asset Management sebagai mitra manajer investasi, dan Bank Sinarmas sebagai kustodian.

Hanif Mantiq, Direktur STAR Asset Management, menambahkan, “Inovasi tokenisasi ini membuktikan bahwa aset kripto dan obligasi pemerintah dapat bersinergi dengan harmonis, menawarkan opsi investasi yang lebih aman dan terjangkau. Investor kripto kini dapat berinvestasi dalam obligasi pemerintah dengan kemudahan yang sama seperti investasi kripto.”

Proyek tokenisasi ini tidak hanya bertujuan untuk memodernisasi pasar modal Indonesia, tetapi juga meningkatkan inklusi keuangan dengan membuka peluang bagi lebih banyak investor, baik domestik maupun internasional, untuk berpartisipasi dalam instrumen keuangan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) untuk periode 2024-2028. Peluncuran ini dilakukan dalam acara Digital Financial Innovation Day atau OJK Digination Day 2024 di Jakarta.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa kehadiran bidang baru IAKD di OJK diharapkan mampu menjadi platform yang membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. “Industri IAKD memiliki kontribusi penting dalam pembangunan nasional,” ujarnya.

Fokus empat pilar strategis

Peta Jalan IAKD 2024-2028 ini disusun untuk mendukung pertumbuhan sektor IAKD yang kuat, seimbang, inklusif, dan berkelanjutan. Fokus utamanya mencakup empat pilar strategis, yaitu Pengaturan dan Pengembangan, Pengawasan dan Penegakan Hukum, Perizinan dan Informasi, serta Inovasi.

Kepala Eksekutif Pengawas IAKD OJK, Hasan Fawzi, menyatakan bahwa peta jalan ini akan diimplementasikan dalam tiga fase yang saling berkesinambungan hingga tahun 2028. “Sembilan program strategis telah kami rumuskan untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkapnya. Program-program ini mencakup berbagai aspek penting, seperti pengembangan Regulatory Sandbox, peningkatan literasi keuangan digital, dan transformasi organisasi.

OJK juga menegaskan pentingnya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kementerian, lembaga, pelaku industri, dan masyarakat. Kolaborasi ini dianggap sebagai kunci keberhasilan implementasi Peta Jalan IAKD.

Dalam acara peluncuran ini, OJK juga mengadakan talk show bertema “Arah Pengembangan dan Penguatan Industri IAKD ke Depan,” yang menghadirkan berbagai pembicara kunci dari internal OJK dan perwakilan asosiasi.

Rangkuman Peta Jalan IAKD 2024-2028

Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) 2024-2028 yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki beberapa poin utama sebagai berikut:

  1. Empat Pilar Strategis
  • Pengaturan dan Pengembangan: Membangun regulasi yang mendukung inovasi, sambil memastikan mitigasi risiko yang efektif.
  • Pengawasan dan Penegakan Hukum: Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk menjaga stabilitas dan integritas pasar.
  • Perizinan dan Informasi: Memperkuat proses perizinan dan meningkatkan transparansi informasi di sektor IAKD.
  • Inovasi: Mendorong pengembangan inovasi teknologi yang berkelanjutan di sektor keuangan.
  1. Tiga Fase Implementasi
  • Fase 1 (2024-2025): Penguatan Fondasi Pengaturan dan Pengawasan.
  • Fase 2 (2026-2027): Akselerasi Pengembangan dan Penguatan.
  • Fase 3 (2027-2028): Pendalaman dan Pertumbuhan Berkelanjutan.
  1. Sembilan Program Strategis
  • Regulatory Sandbox: Pengembangan klaster Regulatory Sandbox untuk pengujian inovasi keuangan.
  • Digital Innovation Center: Pembentukan pusat inovasi digital untuk mendukung ekosistem keuangan.
  • Standarisasi dan Pedoman Inovasi: Penyusunan standar dan pedoman untuk inovasi teknologi di sektor keuangan.
  • Suptech dan Regtech: Penggunaan teknologi untuk mendukung pengawasan dan regulasi.
  • Pilot Project: Implementasi proyek percontohan untuk pertumbuhan sektor jasa keuangan.
  • Literasi dan Inklusi Keuangan Digital: Peningkatan literasi dan inklusi digital di masyarakat.
  • Transformasi Organisasi dan SDM: Transformasi kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia.
  • Aliansi Strategis: Pembentukan aliansi strategis dengan berbagai pemangku kepentingan.
  1. Target Utama
  • Peningkatan Produk dan Layanan: Diharapkan jumlah produk dan layanan ITSK meningkat dari 5 menjadi 100.
  • Peningkatan Kemitraan: Jumlah kemitraan di sektor ITSK diproyeksikan meningkat dari 953 menjadi 5.000.
  • Pertumbuhan Pengguna ITSK: Keterlibatan pengguna ITSK diharapkan meningkat dari 277.887 menjadi 5 juta pengguna.
  • Nilai Transaksi Aset Kripto: Nilai transaksi aset kripto diproyeksikan mencapai Rp 1.000 triliun pada tahun 2028.
  1. Penguatan Keamanan Siber
  • Peningkatan keamanan siber untuk melindungi ekosistem keuangan digital dari ancaman serangan siber.
  1. Komitmen Terhadap Keberlanjutan
  • Integrasi prinsip keberlanjutan (Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam setiap inisiatif dan inovasi di sektor IAKD.

Poin-poin ini mencerminkan fokus OJK dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang inovatif, berkelanjutan, dan inklusif, sekaligus menjaga stabilitas dan integritas pasar keuangan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Terbitkan Aturan Baru untuk Awasi Pelaku Fintech dan Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Peraturan OJK Nomor 3 Tahun 2024 (POJK 3/2024) tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang memuat beberapa pasal pokok, yakni Regulatory Sandbox dan aset keuangan digital.

Aturan ini dibuat berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Melalui POJK 3/2024, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem fintech yang terintegrasi dengan pendekatan berbasis aktivitas. Tujuannya untuk mendukung inovasi yang memastikan pelindungan konsumen dan mitigasi risiko.

DailySocial.id merangkum beberapa pasal pokok POJK /2024, di dalamnya terdapat penyempurnaan mekanisme Regulatory Sandbox atau fasilitas untuk menguji dan mengembangkan inovasi teknologi keuangan. Penyempurnaan ini meliputi sejumlah aspek, seperti penambahan kriteria kelayakan, persyaratan pengujian, hingga kebijakan keluar (exit policy).

Pasal 50 Ayat 1 menetapkan bahwa penyelenggara inovasi keuangan digital yang sedang dalam proses permohonan dan peserta yang masih dalam pelaksanaan Regulatory Sandbox seperti diatur dalam POJK 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital diberikan status:

  • Direkomendasikan dengan kewajiban melakukan pendaftaran atau izin usaha kepada OJK.
  • Direkomendasikan tanpa kewajiban melakukan pendaftaran atau izin usaha kepada OJK.
  • Tidak direkomendasikan, paling lambat enam bulan sejak berlakunya POJK 3/2024.

Kemudian, aset keuangan digital juga diatur dalam Pasal 2 POJK 3/2024 sebagaimana juga telah diatur dalam Pasal 6 UU P2SK. Adapun, ruang lingkup ITSK yang diatur dalam Pasal 2 meliputi:

  • Penyelesaian transaksi surat berharga.
  • Penghimpunan modal.
  • Pengelolaan investasi.
  • Pengelolaan risiko.
  • Penghimpunan dan/atau penyaluran dana.
  • Pendukung pasar.
  • Aktivitas terkait aset keuangan digital, termasuk aset kripto.

“POJK 3/2024 juga menetapkan kewajiban untuk memperoleh status izin bagi penyelenggara, meningkatkan koordinasi antarpengawas dalam pengaturan dan pengawasan, serta meningkatkan literasi keuangan dan pelindungan konsumen,” demikian tertulis dalam pernyataan resmi OJK beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, transisi pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK diberikan masa waktu peralihan selama 2 tahun. Sementara, Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengawal transisi ini akan disusun dalam 6 bulan ke depan dengan mengacu pada beberapa langkah, termasuk mekanisme pengalihan.

Secara keseluruhan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat terdapat 336 perusahaan fintech terdaftar di Indonesia. Sementara, Bappebti mencatat ada 33 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang terdaftar dan teregulasi.

Kemenkes Umumkan Hasil “Regulatory Sandbox” pada 14 Platform Healthtech

Kementerian Kesehatan melalui unit Digital Transformation Office (DTO) mengumumkan sebanyak 14 platform layanan kesehatan yang telah melewati uji coba Regulatory Sandbox.

“Tadinya ada 15, tetapi 1 [platform] akan tutup akhir tahun ini,” ujar Setiaji, Chief DTO Kemenkes pada saat membuka Konferensi pers “Pemberian Rekomendasi Program Regulatory Sandbox”, Kamis (21/12).

Disampaikan Setiaji, ke-14 platform ini telah melewati berbagai proses, mulai dari live testing, simulasi, hingga pengecekan administrasi. Hasilnya pengujiannya dibagi dalam tiga kategori status, yaitu “Direkomendasikan”, “Direkomendasikan Bersyarat”, dan “Perbaikan”.

“Namun, tidak ada yang lolos kategori ‘Direkomendasikan’, hanya lolos bersyarat dan perlu perbaikan,” tambah Setiaji. Berikut daftar 14 platform yang telah melalui uji coba:

Sumber: DTO Kemenkes / Diolah kembali oleh DailySocial

Disampaikan pula, ke-6 platform dengan status Direkomendasikan Bersyarat, diberikan waktu 3 bulan sejak hari ini untuk melakukan penyesuaian pada layanannya. Mereka juga berhak memakai logo Kementerian Kesehatan dengan status “Dibina Kemenkes”, yang berarti masyarakat tidak perlu ragu lagi untuk mengakses layanan kesehatan lewat platform ini.

Sementara, ke-8 platform dengan status Perbaikan, diberikan waktu 6 bulan sejak hari ini untuk melakukan perbaikan pada layanannya. Mereka berhak memakai logo Kementerian Kesehatan dengan status “Diawasi Kemenkes”, yang berarti status ini akan dicabut apabila tidak ada perubahan selama periode waktu yang diberikan.

Dalam melakukan pengujian sandbox ini, Kemenkes menggunakan enam aspek uji yang terdiri dari:

  1. Fungsionalitas; menguji apakah fitur dapat berjalan dengan baik.
  2. Keamanan; mencakup praktik keamanan untuk perlindungan data.
  3. Privasi data; mencakup keamanan data pribadi hingga data medis.
  4. Uji spesifik klaster; tata kelola terkait fitur tertentu, seperti telemedis, peresepan, dan penyampaian informasi medis.
  5. Inklusivitas; menguji apakah inovasinya inklusif, tak hanya dari sisi teknologi (bandwith untuk akses layanan), fitur untuk disabilitas.
  6. Integrasi; kemampuan platform dan aplikasi untuk terintegrasi dengan Satu Sehat.

Setiaji mengungkap sebagian besar platform tersebut mendapat catatan minor terkait aspek inklusivitas untuk kalangan disabilitas. Misalnya, apakah aplikasinya memiliki fitur text-to-voice atau fitur untuk meningkatkan kontras warna layar untuk kaum tuna netra.

Dihubungi secara terpisah, Setiaji mengungkap bahwa masih ada 17 klaster lagi yang  pengujian sandbox-nya akan dibuka pada tahun depan. Misalnya, klaster industrial dan inovasi. “Pada umumnya, aspek pengujiannya tetap sama, akan disesuaikan dengan solusi pada klaster tersebut,” ujarnya lewat pesan singkat kepada DailySocial.id.

PrivyID Supports Local Banking, Providing Online Credit Card Service

The digital signature platform developer startup PrivyID forms a strategic partnership with Bank Mandiri, BRI, BNI, BNI Syariah, Bank CIMB Niaga, and Bank Mega. This strategic collaboration has resulted in a process to facilitate customers to apply for credit cards online using a digital signature. The company claims to have assisted more than 50 thousand customers within one year.

PrivyID’s CEO, Marshall Pribadi told DailySocial that his team understands that credit card issuers need a solution to help them grow customers while simultaneously increasing the volume of credit card transactions with more efficient way.

“Well, the digital signature solution that PrivyID provides makes the credit card application process faster, more convenient, and safer. It’s faster because filling out forms is just a merely typing, more convenient because it can be done from anywhere and anytime, and safer because customer registration data is directly connected to the bank, without going through a third party,” Marshall said.

PrivyID has been registered as a Financial Technology Supporting Operator at Bank Indonesia since 2018. The regulatory sandbox program is designed to provide limited trial opportunities, evaluation, and monitoring various product innovations, services, technology, and business models of financial technology (fintech) companies. selected. Fintech organizers who passed the trial space program were considered to have products or services that were both feasible and safe for use by the wider community.

Contactless approach

Aside from safety, in terms of health protocols, the implementation of digital signatures in the online credit card application process has also resulted in a very high level of satisfaction among customers. Customers who want to use this service can directly access PrivyID, after filling in the form the customer can embed a digital signature on the platform. After the credit card issuer performs the underwriting process, the customer will be informed whether it has been approved or rejected.

“With digital signatures in the online application process, customers do not need to meet face to face or go to public places such as shopping centers to make credit cards. Digital signatures are the right contactless solution for financial service providers,” Marshall added.

Was founded in 2016, PrivyID has been trusted by more than 6 million users and 500 companies in Indonesia. PrivyID digital identity and signature services have also been used by other well-known companies such as Telkom, XL, Indosat, Unilever Indonesia, BCA Finance, Gramedia, Akulaku, and Kredivo.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PrivyID Dukung Perbankan Lokal Hadirkan Layanan Pengajuan Kartu Kredit Online

Startup pengembang platform tanda tangan digital PrivyID menjalin kerja sama strategis Bank Mandiri, BRI, BNI, BNI Syariah, Bank CIMB Niaga, dan Bank Mega. Kolaborasi strategis ini menghasilkan proses yang memudahkan nasabah mengajukan aplikasi kartu kredit secara online memanfaatkan tanda tangan digital. Perusahaan mengklaim dalam waktu satu tahun, sudah mempermudah proses lebih dari 50 ribu nasabah.

Kepada DailySocial CEO PrivyID Marshall Pribadi mengungkapkan, pihaknya memahami bahwa credit card issuer membutuhkan solusi yang mampu membantu mereka menumbuhkan jumlah nasabah sekaligus mendorong volume transaksi kartu kredit secara lebih efisien.

“Nah, solusi tanda tangan digital yang PrivyID sediakan membuat proses pengajuan kartu kredit jadi lebih cepat, lebih nyaman, sekaligus lebih aman. Lebih cepat karena isi formulir jadi tinggal diketik, lebih nyaman karena bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja, dan lebih aman karena data registrasi nasabah langsung terhubung dengan bank, tanpa melalui pihak ketiga,” kata Marshall.

PrivyID telah terdaftar sebagai Penyelenggara Penunjang Teknologi Finansial di Bank Indonesia sejak 2018. Program regulatory sandbox sendiri dirancang untuk memberikan kesempatan uji coba terbatas, evaluasi, dan monitoring terhadap berbagai inovasi produk, layanan, teknologi, serta model bisnis perusahaan-perusahaan teknologi finansial (tekfin) terpilih. Penyelenggara tekfin yang lulus dari program ruang uji coba ini dinilai memiliki produk atau layanan yang layak sekaligus aman untuk digunakan oleh masyarakat luas.

Pendekatan “contacless

Selain lebih aman dari segi protokol kesehatan, implementasi tanda tangan digital pada proses aplikasi kartu kredit secara online juga menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi di tengah nasabah. Bagi nasabah yang ingin menggunakan layanan ini bisa langsung mengakses PrivyID, setelah mengisi formulir nasabah bisa menyematkan tanda tangan secara digital dalam platform. Setelah credit card issuer melakukan proses underwriting, nantinya akan diketahui apakah nasabah tersebut mendapatkan persetujuan atau ditolak.

“Dengan penggunaan tanda tangan digital pada proses aplikasi secara online, nasabah tidak perlu bertatap muka atau pergi ke tempat umum seperti pusat perbelanjaan untuk melakukan pembuatan kartu kredit. Tanda tangan digital merupakan solusi contactless yang tepat bagi penyedia jasa keuangan”, ungkap Marshall.

Didirikan pada tahun 2016, PrivyID telah dipercaya oleh lebih dari 6 juta pengguna dan 500 perusahaan di Indonesia. Layanan identitas dan tanda tangan digital PrivyID juga telah digunakan oleh perusahaan ternama lainnya seperti Telkom, XL, Indosat, Unilever Indonesia, BCA Finance, Gramedia, Akulaku, dan Kredivo.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Alumak Mudahkan UKM Temukan Platform Digital yang Tepat

Untuk memudahkan UKM menjalankan bisnisnya selama pandemi COVID-19, Alumak Indonesia yang merupakan startup teknologi finansial penyedia rekening dan kartu kredit digital bagi bisnis, meluncurkan platform direktori yang mengkoleksi berbagai diskon dan akses gratis dari aplikasi dan layanan bisnis.

Kepada DailySocial Head of Growth Alumak Donnie Silalahi mengungkapkan, platform direktori tersebut diharapkan bisa memudahkan mereka untuk tetap jalankan bisnis seperti biasa.

“Dalam platform ini, kami tidak sendiri, melainkan mengkoleksi berbagai penawaran spesial yang juga disediakan berbagai perusahaan teknologi untuk jalankan bisnis lebih mudah dari rumah.”

Untuk kebutuhan bisnis, Alumak turut andil menawarkan bebas biaya transfer bank selama periode April 2020, pembukaan rekening gratis tanpa saldo setoran awal, dan tidak ada biaya admin bulanan. Selain itu, dari mitra dan perusahaan teknologi lain, ada juga penawaran spesial yang bisa dinikmati.

Melalui situs TogetherAtHome.co, pengguna bisa memanfaatkan mulai dari gratis akses aplikasi virtual workplace untuk bekerja remote, layanan finansial, hingga software absensi jarak jauh bagi karyawan.

“Telah ada lebih dari 50 koleksi di platform ini. Harapannya semoga tidak berhenti di situ, para pelaku teknologi lain juga ikut berkontribusi menambahkan koleksi baru bagi keberlangsungan UKM,” kata Donnie.

Beda entitas dengan Aspire

Disinggung apa hubungan antara Alumak dengan Aspire, yang merupakan platform layanan perbankan digital, Donnie menegaskan Alumak Indonesia adalah entitas berbeda dengan Aspire.

“Untuk Singapura dan Thailand platform tersebut (Aspire) masih ada, hanya di Indonesia yang sudah tidak ada. Dulu yang ditawarkan Aspire hanya lini kredit revolving, serupa dengan Pinjaman Rekening Koran. Alumak menawarkan lebih banyak layanan melalui kemitraan yang dijalin dengan platform teknologi berlisensi,” kata Donnie.

Alumak Indonesia dan Aspire memiliki investor yang sama yaitu Aspire PTE Ltd. Secara khusus Alumak menyediakan berbagai layanan perbankan untuk bisnis kecil melalui kerja sama dengan mitra-mitra institusi keuangan terdaftar. Produk Alumak meliputi rekening bisnis multi fungsi untuk kelola kebutuhan keuangan usaha dan membantu UKM dalam mendapatkan pinjaman bisnis melalui mitra.

Didirikan pada Januari 2018 oleh mantan pendiri dan eksekutif Lazada, perusahaan ini lulus dari Y Combinator angkatan Winter 2018 dan merupakan bagian dari program Pertumbuhan Berkelanjutan YC angkatan Winter 2020. Alumak meluncur akhir bulan Febuari lalu, dan saat ini resmi tercatat sebagai penyelenggara IKD dari OJK, masuk ke fase Sandbox.

“Kami ingin membuka akses inklusif ke lebih banyak layanan finansial bagi para pelaku bisnis. Beberapa proyek besar yang akan kami luncurkan di tahun ini mencakup, aplikasi mobile banking terdedikasi untuk bisnis di pertengahan tahun ini, meluncurkan corporate card dengan reward management produktif dan multi akses yang mudah, dan layanan lain seperti transfer antar negara berbiaya terjangkau,” kata Donnie.

TokoPandai Mudahkan Akses Toko Tradisional ke Prinsipal dengan Platform Digital

Kehadiran inovasi digital seringkali dianggap “gangguan” untuk sektor tradisional, namun pendekatan yang diambil TokoPandai justru sebaliknya. Sektor tradisional tetap dapat dapat terbantu mengembangkan bisnisnya lewat platform digital tanpa harus terganggu dengan bisnis hariannya.

TokoPandai merupakan platform digital supply chain hasil kolaborasi antara Valdo Group dan Astrum. Platform ini memungkinkan prinsipal produk, distributor, dan toko-toko tradisional skala UKM melakukan transformasi bisnis, dari pendekatan berbasis manual menjadi digital.

“TokoPandai ingin meningkatkan kemampuan dan kompetisi toko-toko skala kecil menengah dengan membuka akses mereka dengan stakeholders melalui cara digital,” terang Presiden Direktur Valdo Group Reza Valdo Maspaitella, kemarin (16/10).

Ia menerangkan TokoPandai berkolaborasi dengan prinsipal FMCG dan bank untuk menciptakan ekosistem buat toko tradisional saat ingin membeli produk yang mau dijual. Pemilik toko hanya perlu memesan lewat aplikasi dan pembayarannya bisa langsung dilakukan dari sana.

Dalam tahap awal, TokoPandai menggandeng Unilever dan Bank Mandiri sebagai mitra perdana. Jadi setiap pemilik yang ingin menyediakan stok barang dari Unilever bisa langsung memesan dari aplikasi. Kemudian membayarnya lewat dompet elektronik yang disediakan Bank Mandiri.

“Unilever kami ajak untuk jadi mitra pertama karena secara brand mereka sudah sangat kuat dan produk-produknya yang kita pakai sehari-hari. Berikutnya kami akan undang prinsipal lainnya dari industri FMCG untuk bergabung.”

Tak hanya permudah suplai barang, TokoPandai juga menggabungkan unsur inklusi keuangan dengan membantu pemilik toko untuk merekap invoice mereka sebagai catatan keuangan. Nantinya catatan tersebut bisa dipergunakan saat ingin mengambil pinjaman dari bank atau institusi lainnya.

“Pembiayaan itu bisa mereka pakai untuk mengembangkan usahanya. Selama ini mereka kesusahan dalam mencari pinjaman karena tidak ada pencatatan yang baik. Kami ingin toko yang bergabung punya bisnis yang sustain.”

Masuk dalam regulatory sandbox

Sebelum resmi dihadirkan ke publik, TokoPandai terpilih sebagai startup masuk ke dalam uji coba regulatory sandbox Bank Indonesia pada kuartal pertama 2018. Reza menuturkan sejak saat itu, konsep bisnis TokoPandai diuji betul-betul oleh BI karena mengandung unsur fintech.

Sebelumnya, perusahaan juga melakukan proof of concept yang dimulai di Yogyakarta pada kuartal kedua 2017. Memulainya dari satu distributor Unilever dengan 30 toko tradisional.

Setelah hampir sembilan bulan masuk ke regulatory sandbox, akhirnya BI memberi restu operasi untuk TokoPandai dan dapat segera berekspansi ke seluruh Indonesia.

Rencana berikutnya, TokoPandai akan agresif menggandeng prinsipal lainnya di industri FMCG agar bermitra dengan perusahaan, setidaknya ada tambahan tiga sampai empat prinspal lagi yang bergabung. Jumlah toko UKM yang bergabung diharapkan sampai tahun ini bisa tembus di angka 15 ribu dari posisi saat ini sekitar 300 toko.

“Fokus tahun ini kita sempurnakan engine dari TokoPandai agar tahun depan bisa lebih banyak merekrut toko UKM. Harapannya tahun depan minimal bisa jutaan toko.”

Tak hanya itu, TokoPandai juga berencana menambah layanan untuk toko UKM agar dapat menjual berbagai produk digital. Sehingga pada akhirnya mereka bisa memperoleh tambahan penghasilan saat bergabung ke aplikasi.

“TokoPandai ingin persiapkan mereka sebagai agen Laku Pandai yang dapat menerima berbagai channel pembayaran agar mereka bisa mendapat penghasilan tambahan,” pungkasnya.

Bank Indonesia Selects a Company to be Part of Regulatory Sandbox

Bank Indonesia has selected PT Toko Pandai Nusantara to enter regulatory Sandbox. It is decided after considering the 8 criteria to be fulfilled by financial technology (fintech) players in accordance with Governor Board Regulation Number 19/14/PADG/2017 on Financial Technology’s Preliminary Space (Regulatory Sandbox).

Currently, there are 15 fintech players already registered in BI. They are Cashlez Mpos, Pay by QR, Bayarind Payment Gateway, Toko Pandai, YoOk Pay, Halomoney, Saldomu, Disitu, PajakPay, Wallezz, Lead Generation, Netzme, Mareco Pay, and iPaymu.

Toko Pandai has a B2B business model for merchants and distributors providing store, customer, and cash management feature, provides access to products, digital service, and financial products.

Onny Widjanarko, BI’s Department Head of Payment System Policy explained the regulatory sandbox is a safe trial space to test the fintech players along with its products, services, technology, and/or other business model.

“There are 25 [companies] already registered, which filtered into 15. Of those 15, a select company to enter regulatory sandbox is Toko Pandai,” he said on Monday (4/2).

In addition, after registered in BI, a fintech company (to be reviewed) should include the elements of the payment system, innovation, and fully equipped with risk identification and mitigation.

Regulatory sandbox mechanism

Companies entering the regulatory sandbox are required to apply the consumer’s safety, risk management, and prudential principles. They have to report to BI and follow the regulations.

The responsibilities are to provide facts and accurate data, information, and documents. Safety and reliability systems are used to run the preliminary products, services, technology, and/or business model in the regulatory sandbox.

During the regulatory sandbox implementation, BI will be assisting and reviewing. It will last for six months, but, if required, it’s open for one-time extension up to six months. The preliminary status set by BI.

Successful preliminary will be followed by licensing, otherwise, the product will be prohibited.

Widjanarko confirms other registered company that has conformed with the criteria will be next in the pipeline.

The regulation is to create a healthy fintech ecosystem to support continuous and inclusive national economy growth by keeping monetary and financial stability, safer, easier, efficient, and reliable payment system.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bank Indonesia Tetapkan Satu Perusahaan Masuk Regulatory Sandbox

Bank Indonesia menetapkan startup fintech PT Toko Pandai Nusantara masuk ke dalam uji coba regulatory Sandbox. Perusahaan perdana ini dipilih BI setelah mempertimbangkan terpenuhinya 8 kriteria yang harus dipenuhi penyelenggara tekfin (teknologi finansial) sesuai dengan Peraturan Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial.

Terhitung saat ini terdapat 15 penyelenggara tekfin yang telah terdaftar di BI. Perusahaan yang telah terdaftar adalah Cashlez Mpos, Pay by QR, Bayarind Payment Gateway, Toko Pandai, YoOk Pay, Halomoney, Saldomu, Disitu, PajakPay, Wallezz, Lead Generation, Netzme, Mareco Pay, dan iPaymu.

Toko Pandai memiliki model bisnis B2B bagi toko dan distributor yang menyediakan fitur manajemen kas, pelanggan, dan toko, membuka akses ke produk, jasa digital, serta produk keuangan.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menerangkan regulatory sandbox adalah suatu ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji penyelenggara tekfin beserta produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnis lainnya telah memenuhi kriteria tekfin.

“Yang daftar kurang lebih sampai hari ini 25 [perusahaan], yang sudah dicek terdaftar ada 15. Dari 15 itu yang sementara masuk regulatory sandbox adalah Toko Pandai,” kata Onny, Senin (2/4).

Dia melanjutkan agar dapat masuk ke dalam uji coba regulatory sandbox, selain harus terdaftar di BI, tekfin yang dapat diuji dalam regulatory sandbox merupakan tekfin yang mengandung unsur yang dapat dikategorikan ke dalam sistem pembayaran. Selain itu, mengandung unsur inovasi, dapat digunakan secara massal, telah dilengkapi dengan identifikasi dan mitigasi risiko serta hal lain yang dianggap penting oleh BI.

Mekanisme regulatory sandbox

Perusahaan yang masuk ke dalam regulatory sandbox, mereka berkewajiban untuk memastikan dilakukannya prinsip perlindungan konsumen, manajemen risiko dan kehati-hatian yang memadai. Mereka wajib menyampaikan laporan pelaksanaan uji coba, baik secara reguler maupun insentil sesuai dengan permintaan BI, serta menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun tanggung jawabnya kepada BI, perusahaan tersebut harus memberikan kebenaran dan keakuratan data, informasi, dan dokumen yang disampaikan. Keamanan dan keandalan sistem yang digunakan untuk menjalankan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis yang diuji coba dalam regulatory sandbox.

Selama pelaksanaan uji coba dalam regulatory sandbox, BI melakukan pendampingan dan review sebagai dasar untuk menetapkan status hasil uji coba penyelenggara tekfin. Jangka waktu uji coba ditetapkan paling lama enam bulan namun bila diperlukan dapat diperpanjang 1x paling lama enam bulan.

Setelah jangka waktu uji coba habis selama enam bulan, BI akan menetapkan status hasil uji coba berdasarkan penilaian atas seluruh rangkaian kegiatan. Status hasil uji coba tersebut terdiri dari tiga, yaitu berhasil, tidak berhasil, dan status lain yang ditetapkan BI.

Apabila berhasil, dapat dilanjutkan dengan proses perizinan. Namun bila tidak berhasil, dilarang untuk memasarkan produknya.

Onny meyakinkan apabila ada perusahaan lainnya yang sudah terdaftar di BI dan bisa memenuhi kriteria untuk masuk ke regulatory sandbox, maka akan masuk dalam radar BI berikutnya.

Diharapkan ketentuan tersebut dapat mendorong ekosistem tekfin yang sehat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif, dengan tetap menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal.