8 dari 10 Pekerja di Indonesia Merasa Siap untuk Bekerja Jarak Jauh dalam Jangka Panjang

Kaget dan panik, mungkin itulah yang dirasakan banyak pekerja di Indonesia ketika pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB pertama kalinya pada bulan April 2020. Dalam sekejap saja, rutinitas bekerja sehari-hari langsung berubah menjadi tren baru bekerja dari kediaman masing-masing.

Sebagian orang tentu menemui tantangan tersendiri selama mengadaptasikan diri dengan kebiasaan baru ini. Melihat pandemi yang tak kunjung berakhir, kita perlu menanyakan ini kepada diri masing-masing: “Sudah siapkah kita melanjutkan tren bekerja jarak jauh untuk jangka panjang?”

8 dari 10 pekerja di Indonesia rupanya menjawab siap. Angka ini didapat dari riset Indeks Kesiapan Bekerja Jarak Jauh yang diprakarsai Dell belum lama ini, yang menyurvei lebih dari 7.000 pekerja dengan usia 18 tahun ke atas di kawasan Asia Pasifik dan Jepang, 1.030 dari antaranya berasal dari Indonesia. Hasil surveinya menunjukkan bahwa 81% pekerja di Indonesia merasa siap untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang.

Data yang dikumpulkan juga mencakup tentang kesiapan mereka untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang, serta apa saja faktor-faktor penting yang mereka butuhkan agar bisa sukses bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. Secara umum, lebih dari separuh pekerja di Indonesia (55%) merasa perusahaan tempat mereka bekerja sudah mendukung cara bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. Sentimen ini konsisten di ketiga kategori utama survei, yaitu gender, kelompok umur, dan skala organisasi.

Martin Wibisono, Direktur Commercial Client Dell untuk kawasan Indonesia dan Filipina, mengatakan bahwa konsep bekerja jarak jauh sebenarnya bukan konsep yang asing bagi sebagian besar tenaga kerja Indonesia. Hanya saja tetap ada kekhawatiran apabila tren ini berlanjut dalam jangka panjang. Jadi walaupun pekerja di Indonesia merasa siap, mereka tetap mengharapkan dukungan yang lebih besar dari perusahaan mereka, terutama sumber daya teknologi dan yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM).

Kebiasaan bekerja jarak jauh memunculkan kekhawatiran atas kaburnya batasan kehidupan kerja dan pribadi / Sumber gambar: Depositphotos.com

Masih banyak tugas yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi oleh karyawan mereka, serta untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan agar para karyawan tersebut bisa sukses bekerja jarak jauh dalam jangka panjang.

Dari sisi sumber daya teknologi, hanya 54% pekerja di Indonesia yang sepakat bahwa perusahaan tempat mereka bekerja telah melakukan semua yang mereka bisa untuk menyediakan sumber daya teknologi yang dibutuhkan. Tantangan terbesar yang mereka rasakan adalah stabilitas jaringan remote, termasuk bandwith internet (41%).

Mereka juga sering kali masih harus menggunakan perangkat pribadi untuk bekerja (32%), dan ini patut mendapat perhatian khusus dari perusahaan jika mempertimbangkan berbagai risiko keamanan TI yang bisa muncul. Para pekerja juga mengalami kesulitan mengakses sumber daya internal perusahaan (28%) begitu kebijakan PSBB diberlakukan.

Dari sisi SDM, sekitar 45% pekerja merasa perusahaan tempat mereka bekerja telah berupaya maksimal dalam menyediakan dukungan SDM yang dibutuhkan. Tantangan terbesarnya sendiri adalah kurangnya sesi pelatihan dan pengembangan, termasuk pelatihan untuk alat-alat digital (48%). Berikutnya adalah kebijakan dan pedoman untuk bekerja jarak jauh yang tidak terbarui (43%), dan kurangnya akses ke perangkat digital untuk melakukan penilaian kinerja, pengajuan cuti, dan lain sebagainya (40%).

“Saat ini bekerja sudah tidak terpaku pada satu tempat dan waktu, tapi fokus pada hasil kerja,” jelas Martin. “Organisasi-organisasi di Indonesia harus siap untuk membantu semua karyawan mereka mewujudkan peran profesional dan personal secara efektif, di mana pun mereka bekerja – inilah cara bekerja yang baru.”

Terkadang, solusi yang dibutuhkan bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti saling berbagi pengalaman pada saat sesi video conference rutin berlangsung setiap minggunya, bukan sebatas membahas hasil dan progres pekerjaan saja. Budaya baru ini pun juga sudah Dell terapkan sendiri di kalangan internal.

Terlepas dari siap atau tidaknya kita beradaptasi dengan cara bekerja jarak jauh, salah satu kekhawatiran terbesar yang dirasakan adalah kaburnya batasan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, terutama di kalangan pekerja Gen X (34%) dan Millennial (32%). Sementara kalangan Gen Z khawatir mereka akan bosan menjalani cara bekerja jarak jauh dalam jangka panjang (35%).

Gambar header: Depositphotos.com.

Tips Menjaga Tim tetap Efektif selama Remote Working

Sistem kerja remote working kini bukan hal yang baru bagi perusahaan. Masa pandemi yang tak kunjung berakhir juga membuat banyak perusahaan mau tidak mau mengadopsi sistem kerja ini. Di satu sisi, sistem ini membuat para karyawan dapat bekerja lebih fleksibel serta menghemat biaya operasional perusahaan. Di sisi lain, sistem ini juga mendatangkan kekhawatiran terkait menurunnya produktivitas perusahaan yang disebabkan inefisiensi koordinasi jarak jauh yang diterapkan.

Untuk itu, perusahaan perlu mencari cara terbaik untuk dapat mengelola karyawannya dengan lebih baik meski harus bekerja secara remote working. Berikut kami hadirkan beberapa hal yang harus diperhatikan perusahaan atau manajer tim, agar dapat menjaga para karyawannya untuk dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.

Ciptakan Kebijakan Baru Terkait Remote Working

Dalam mengadaptasi remote working, perusahaan perlu menciptakan kebijakan baru yang disesuaikan dengan kondisi para karyawannya yang harus bekerja dari jarak jauh. Kebijakan ini perlu mencakup hal-hal seperti prosedur kerja yang harus ditaati, waktu bekerja dan tidak bekerja, serta alur komunikasi yang dijadikan landasan bekerja. Selain itu, kebijakan-kebijakan tersebut juga harus dapat merepresentasikan ekspektasi perusahaan terhadap para karyawannya.

Hal ini cukup penting mengingat masing-masing karyawan akan memiliki kondisi yang berbeda, sehingga diperlukan ketentuan yang dapat dijadikan landasan tersebut. Dengan begitu, karyawan dapat menyesuaikan kondisi kerja masing-masing agar tetap bisa produktif.

Tumbuhkan Kepercayaan Terhadap Karyawan

Setelah menciptakan kebijakan baru, kini waktunya para manajer atau pemimpin tim lainnya untuk memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahannya. Kepercayaan merupakan satu kunci penting pada sistem kerja remote working karena Anda tidak dapat melihat serta berinteraksi langsung dengan rekan kerja Anda. Tidak melakukan micromanage juga disarankan untuk menghindari tekanan berlebih yang dirasakan karyawan. Di sisi lain, para pemimpin di perusahaan juga perlu percaya terhadap kebijakan yang telah dibuat dapat membantu para karyawan untuk bekerja secara efektif dan efisien saat bekerja secara remote.

Jalankan Meeting Secara Reguler

Saat bekerja secara remote, intensitas komunikasi tim mungkin akan berkurang. Namun, hal ini dapat diatasi dengan mengatur jadwal meeting yang wajib diikuti tim secara reguler. Upaya seperti ini juga dapat membantu menjaga interaksi tiap anggota tim sehingga hubungan tetap dapat bekerja dengan baik secara profesional maupun personal.

Bentuk aktivitas dari meeting reguler ini pun beragam. Tidak hanya sekadar melakukan check-in harian, Anda juga dapat menjaga konektivitas karyawan sekaligus memperhatikan kondisi masing-masing anggota tim. Melalui meeting reguler ini, Anda dapat mengetahui keluhan atau kesulitan yang sedang dialami rekan kerja lainnya. Dengan begitu, tim dapat menciptakan koordinasi yang lebih baik untuk tetap menjaga produktivitasnya.

Sediakan Platform Berkolaborasi Secara Lengkap

Selain menetapkan jadwal meeting bersama yang bersifat reguler, perusahaan juga harus menyediakan platform team collaboration yang memudahkan para karyawannya untuk bekerja secara kolaboratif dari jarak jauh. Platform seperti ini dapat mengatasi batasan jarak saat bekerja secara remote. Dengan platform team collaboration, tiap anggota dapat saling berkolaborasi dalam mengerjakan dokumen secara real-time sehingga membuat kinerja menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, pastikan platform project management yang digunakan juga memudahkan koordinasi setiap anggota tim, agar masing-masing anggota tidak perlu berpindah-pindah aplikasi saat bekerja.

Seperti yang ditawarkan oleh Lark. Dengan menggunakan Lark, masing-masing anggota tim dapat berkolaborasi untuk mengerjakan dokumen, mengadakan meeting reguler, memonitor pekerjaan, serta memiliki ruang komunikasi yang lebih mudah dan dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kerja lainnya.

Buat Monitoring Sheet untuk Tim Anda

Memiliki monitoring sheet untuk memudahkan kolaborasi dan memonitor kinerja karyawan adalah salah satu hal penting untuk dilakukan selama bekerja secara remote. Bagi para manajer, lembar kerja seperti ini akan memudahkan Anda untuk memantau kemajuan tim dalam sebuah proyek. Anda dapat menambahkan detail seperti jenis tugas yang sedang dilakukan, status kemajuan pengerjaan, penanggung jawab tugas, serta linimasa dan deadline detail dari tugas-tugas tersebut.  Masing-masing anggota tim juga dapat saling mengingatkan bila terdapat kekurangan pengerjaan dalam proyek tersebut, dengan fitur mention. Sehingga anggota tim lainnya bisa langsung menghubungi kepada task owner dan follow up apabila ada yang ingin ditanyakan. Hal ini juga membantu para karyawan menjaga produktivitas dengan lebih baik dalam pengerjaan proyek, sehingga pengerjaan dapat lebih efektif dan efisien meski memiliki keterbatasan intensitas koordinasi.

Tidak hanya berfungsi sebagai platform kolaborasi, Lark memiliki sejumlah fitur lainnya yang akan bermanfaat bagi para pekerja. Misalnya dengan kapasitas penyimpanan cloud gratis sampai dengan 200GB, sampai dengan fitur penerjemah otomatis di chat apabila harus berkoordinasi dengan pegawai yang berada di negara lain.

Sejumlah kemudahan yang ditawarkan ini dapat membantu perusahaan menjaga karyawannya untuk tetap saling terkoneksi dan menjaga produktivitasnya. Dengan begitu, perusahaan tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan efektif dan efisien meski harus bekerja secara remote working.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Lark

Pandangan Bukalapak, Warung Pintar, dan Ralali tentang Konsep “Full Remote Working” Permanen

Sejak Juni lalu, perusahaan di Indonesia memulai adaptasi terhadap situasi new normal. Sejumlah perusahaan sudah mulai membuka kembali kantornya dengan mematuhi protokol kesehatan, namun masih banyak perusahaan yang tetap menerapkan kebijakan Work From Home (WFH).

Bagi sejumlah perusahaan, penerapan WFH menjadi tantangan besar untuk mengelola sumber daya dan produktivitas yang sama seperti bekerja di kantor. Padahal situasi ini kemungkinan bakal terus berlanjut, bahkan menjadi permanen.

Muncul konsep baru, yang sedikit berbeda dengan WFH, yang disebut Full Remote Working (FRW). Laporan Gartner per Maret 2020 yang menyurvei 317 senior finance leader menyebutkan sebanyak 74 persen responden berencana shifting untuk menerapkan FRW secara permanen selama dan pasca pandemi Covid-19.

Apakah FRW menjadi jawaban bagi tren bekerja ke depan?

FRW vs WFH

Secara umum, baik FRW maupun WFH memampukan para pekerja profesional untuk bekerja di luar lingkungan perkantoran. Kedua term ini seringkali dianggap sebagai konsep kerja yang sama. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan mendasar, yakni lokasi dan jam kerja.

WFH secara harafiah dapat berarti bekerja dari tempat tinggal mereka, baik itu rumah, apartemen, atau residensi lain. Model kerja ini kian familiar pasca-pemerintah menetapkan kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial empat bulan lalu.

Sebaliknya, FRW banyak diadopsi full time freelancer yang jam kerjanya tidak terikat waktu dan dapat dilakukan di mana saja. FRW juga populer di kalangan industri startup sebagai salah satu cara mereka untuk mendorong agility pada pengembangan produk/inovasi.

Seiring berkembangnya teknologi digital, pandangan terhadap konsep FRW dan WFH semakin kabur. Hal ini karena semakin banyak kehadiran platform digital yang mendukung produktivitas bekerja WFH dan FRW, misalnya Google Meet, Zoom, Slack, dan Asana.

Di sesi “Life After COVID-19: Indonesian Startup Adapts to Full Remote Work Permanently”, CEO Campaign.com William Gondokusumo menilai perbedaan kedua model kerja ini tidak sebatas pada lokasi dan jam kerja. Misalnya jam kerja WFH terikat jam kantor, kegiatan meeting WFH umumnya dilakukan secara lisan melalui video call, dan pengenalan tim/proyek juga memakan waktu lalu karena perlu ada briefing.

Sementara FRW fokus pada kualitas kerja dengan jam kerja yang disesuaikan dengan waktu masing-masing sesuai kebijakan kantor (termasuk apabila jika ada perbedaan zona waktu). Proses rekrutmen pun dilakukan sepenuhnya secara remote.

Perbedaan mencolok lainnya adalah kegiatan meeting dapat dilakukan secara tertulis menggunakan Slack atau Google Docs. Bahkan meeting dapat diikuti semua orang secara online meskipun berada di tempat yang sama.

Kendati FRW menawarkan banyak nilai tambah, William menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen kuat dan kesiapan infrastruktur yang matang. FRW juga dinilai tidak bisa diaplikasikan begitu saja bagi sejumlah sektor bisnis.

We should not bring office to home. Ketika bekerja, kita sudah mengganti pola pikir. FRW itu orientasinya sudah sepenuhnya kerja berbasis online. Makanya, FRW menjadi sebuah komitmen besar,” ungkapnya.

Pada kesempatan sama, HR Podcaster askHRlah Monica Anggar menilai WFH menawarkan nilai tambah karena karyawan karena mengurangi biaya transportasi dan menekan stres akibat macet di perjalanan.

Namun, WFH memiliki kekurangan karena perusahaan belum siap mengeluarkan aset (komputer, kamera, dan lain0lain) ke luar kantor dalam jangka waktu lama, adanya pengeluaran biaya lebih (pulsa telepon dan paket data), dan kesulitan menghasilkan output kerja yang sama dengan bekerja di kantor.

Komunikasi paling utama

Sejumlah perusahaan, baik korporasi maupun startup, sama-sama menerapkan WFH atau FRW sebagai bentuk penyesuaian terhadap situasi pembatasan sosial. Bagaimana startup Indonesia merefleksi penerapan WFH?

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, saat ini pihaknya masih menerapkan kebijakan WFH/FRW dan bekerja dari kantor dengan ketentuan protokol new-normal. Sebelum pandemi, operasional Bukalapak dijalankan melalui kantor. Kebijakan bekerja dari kantor saat itu dinilai  dapat menambah efektivitas kinerja dan efisiensi komunikasi, mengingat kantor Bukalapak sempat berada di 28 titik berbeda.

Selama WFH/FRW, pihaknya fokus membantu lebih banyak lagi UMKM untuk onboard, dan melengkapi SKU–baik itu barang maupun jasa. Kehadiran platform/aplikasi digital sangat bermanfaat untuk berkomunikasi saat WFH/FRW maupun membuat perencanaan dan evaluasi rutin meski tidak bertemu tatap muka dalam bekerja.

“Kami menyadari bahwa melakukan komunikasi secara intensif dan optimistis baik kepada para pelapak, mitra maupun karyawan Bukalapak merupakan salah satu upaya kami dalam menjaga performa bisnis,” ujarnya kepada DailySocial.

Pada pengalaman Warung Pintar, perusahaan telah menerapkan kebijakan remote working pada level senior di divisi Engineering dan Product sejak lama. Dengan catatan, karyawan harus tetap berkoordinasi selama Work From Anywhere (WFA) dan remote working. Sekitar 10 persen dari total 109 karyawan di Engineering dan Product telah menjalankan remote working sebelum pandemi karena infrastruktur pendukung sudah siap.

Selama periode tersebut, CEO & Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro juga menyoroti pentingnya komunikasi terhadap keberlangsungan WFH/FRW. Ia menilai terlalu banyak komunikasi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Pada awal penerapan WFH/FRW di divisi non-operasional, tantangannya lebih banyak terasa karena ada penyesuaian terhadap pola kerja karyawan. Contoh paling banyak ditemui adalah ruang kerja dan koneksi yang kurang mumpuni, menghambat komunikasi. Ada juga masalah pendekatan ke user bagi tim yang tidak biasa turun ke lapangan.

Sementara CEO Ralali Josep Aditya juga menyoroti bagaimana mengatur ekspektasi bersama selama masa pandemi. Ekspektasi ini untuk memaksimalkan KPI dengan tolok ukur yang lebih result-driven. Artinya, perusahaan tidak lagi berkutat pada aspek kehadiran sehingga kegiatan meeting menjadi lebih efisien.

Selain itu, Joseph juga melihat bagaimana kegiatan bisnis belum terbiasa dengan distance culture. Pada aktivitas yang berkaitan dengan legal, seperti tanda tangan nota kesepakatan, interaksi tatap muka sangat diutamakan.

“Demikian halnya dengan investor. Untuk mencapai decision making, biasanya beberapa investor dari negara Asia masih mengutamakan tatap muka. Dengan kondisi pandemi, kami harus lakukan penyesuaian,” ungkap Joseph.

Ralali telah menerapkan remote working untuk divisi Tech. Namun, kebijakan ini baru diberlakukan untuk divisi lain selama periode Maret-Mei. Sekarang, semua karyawan bekerja di kantor dengan protokol kesehatan.

Tren FRW bagi pelaku startup

Menurut Bukalapak, tren FRW bisa saja diterapkan asalkan menggunakan metode parsial. Artinya, perusahaan memberikan opsi untuk bekerja di rumah atau kantor apabila dibutuhkan. Rachmat mengungkap, metode ini dapat menjadi satu solusi untuk mengombinasikan model kerja terbaik, terutama di situasi semacam ini.

Menurutnya, model ini sangat memungkinkan bagi perusahaan mengingat Bukalapak kini telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan. Dengan kata lain, karyawan memiliki kesempatan bekerja remote secara terbatas.

“Selama empat bulan terakhir ini kami telah beradaptasi dan melakukan pembelajaran dalam melakukan remote working. Ada dampak positif terhadap  karyawan. Tapi kami sadar mereka juga butuh interaksi sosial. Jadi kami memberikan kesempatan face to face meeting, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan kebersihan di kantor,” jelas Rachmat.

Bagi Warung Pintar, Agung mengaku tak menutup kemungkinan tren bekerja bakal bergeser ke depannya. Menurutnya, tren ini dapat dirangkul selama perubahan tersebut bisa  berdampak positif bagi perusahaan, kesejahteraan Juragan, dan produktivitas karyawan. Itupun dengan catatan adaptasinya tidak berdasar pada satu skenario saja, tetapi juga beragam skenario yang tidak dapat dikontrol.

Menurutnya, perusahaan perlu adaptif, relevan, dan efisien demi menunjang produktivitas dan pertumbuhan bisnis. “Bagi kami, komunikasi lisan maupun tertulis, masih menjadi kunci utama terciptanya kondisi kerja yang ideal, terlepas WFH/FRW atau tidak. Dengan sistem squad dan tribe yang telah kami miliki, koordinasi proyek menjadi lebih cepat tanpa perlu ada centralized order,” pungkasnya.

Joseph menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen besar dari setiap divisi/departemen untuk mempersiapkan infrastruktur dan proses bisnis. Meskipun demikian, konsep FRW berpotensi untuk dijalankan mengingat penyesuaian sangat diperlukan sesuai kondisi pekerjaan dan tuntutan zaman.

“Dalam satu hingga dua tahun ke depan, kami masih menggali dan belajar apakah sistem [remote working] ini relevan dengan berbagai role dan fungsi pekerjaan terkait,” papar Joseph.

Optimisme Startup SaaS Synergo Permudah Manajemen Kerja Karyawan

Synergo, startup SaaS penyedia solusi SDM, membuat rangkaian sistem teranyar yang dapat memfasilitasi kerja remote semakin meningkat di tengah kebijakan kerja dari rumah diberlakukan. Selama ini penerapan sistem yang terpisah-pisah, alih-alih memaksimalkan pekerjaan justru bisa menurunkan kinerja karyawan.

Sistem tersebut dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang tak lain adalah target pengguna dari Synergo. Dalam perjalanannya, sejak didirikan pada awal 2017, perusahaan fokus pada pengembangan fitur Performance dan Appraisal. Lalu perlahan masuk ke E-Learning, KPI Tracking, Project Management, dan Chat for Work.

Kini Synergo memperkenalkan diri dengan produk terbarunya sebagai Integrated Business Software dengan membuat sistem yang diberi nama Workflow Management System. Fungsinya untuk mengubah berbagai aplikasi penunjang kerja yang biasa dipakai perusahaan seperti Trello, Slack, Salesforce, Asana, dan Dropbox.

“Sehingga perusahaan tetap bisa menjalankan bisnisnya dengan baik dan normal meski seluruh karyawan bekerja dari rumah,” ucap Co-Founder & CEO Synergo Domenico Tukiman kepada DailySocial.

Di dalam Workflow tersebut, Synergo mengakomodir kebutuhan perusahaan untuk memantau jam kerja karyawan secara real time melalui fitur clock-in/clock-out. Karyawan cukup melakukan selfie melalui smartphone dan Background Tracking berbasis GPS dari Synergo akan otomatis mencatat absensi dan di-approve oleh atasannya secara online.

Fitur lainnya adalah SygoChat untuk permudah komunikasi antar tim. Berikutnya, manajemen proyek dengan memanfaatkan kanban board yang dapat digunakan tim untuk mengakses semua data yang ada, serta memonitor tugas karyawan secara lebih efektif melalui SygoChat.

“Dalam waktu dekat kami akan meluncurkan fitur tambahan yakni video dan voice call. Sekarang tengah memasuki tahap beta testing dan akan segera bisa digunakan dalam waktu dekat. Kami harapkan tambahan fitur ini, Synergo semakin dapat melengkapi kebutuhan para pelaku bisnis untuk menjaga produktivitas karyawan.”

Rencana berikutnya

Domenico melanjutkan, solusi SaaS yang ditawarkan Synergo di tengah pandemi memberi dampak terhadap bisnis perusahaan. Tanpa merinci lebih detail, dia mengaku sejak tiga minggu terakhir, jumlah pengguna Synergo yang melakukan self sign up naik 10 kali lipat.

Untuk mengakomodasi lonjakan, perusahaan akan permudah alur self sign up yang lebih mudah agar lebih banyak yang bergabung. Pengguna Synergo datang dari perusahaan skala kecil hingga besar. Beberapa namanya adalah Astra, Ciputra, Bina Nusantara, Elnusa, AEON Credit, Lion Wings, dan Vivere.

Di samping itu, dia mengungkapkan perusahaan sedang mencari putaran pendanaan baru untuk terus mengembangkan produk dan fitur agar semakin seamless. Sebagai catatan, Synergo mengantongi pendanaan pada tahun yang sama di saat mereka berdiri dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan.

Selain fitur video dan voice call, perusahaan akan mengembangkan aplikasi yang akan mengintegrasikan layanan e-commerce, POS, accounting, dan lainnya. “Synergo menjadi Communication Hub utama dalam melakukan kontrol bisnis secara menyeluruh,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Introducing Attendance Application to Support Work From Home System

In supporting the work from home (WFH) system as recommended by the government to avoid the Corona Virus outbreak, Talenta by Mekari has launched the mobile app to manage employee attendance in a practical and simple way named Attendance by Talenta.

Mekari’s CEO, Suwandi Soh told DailySocial that the application is now available on Play Store and allows free access for everyone working remotely in time of this pandemic.

This app offers free access for 120 days after the activation within March 17-31, 2020. However, it’s possible to extend the period whether the work-from-home notice is still ongoing.

“Furthermore, the Attendance by Talenta app will use the freemium format, there is the possibility of additional charges for accessing certain features or services. In addition, Attendance can also be linked to the Talenta application which has more complete HR support features such as payroll or employee benefits management,” Suwandi said.

Attendance by Talenta introduced with aims to be the practical and transparent attendance management solution for business owners and employees. It was designed to be more flexible for companies without such term as to involve the whole company, there can be just 1 team to use it for employee management and monitoring, the most-mobile division, for example, the sales team.

“This application uses all mobile-based technology, therefore, employee monitoring can be done in real-time by the company’s admin via a smartphone. There will be two types of users, admin and employee. This monitoring will be seen on users who log in as the admin,” he added.

There are some leading features to be utilized by companies, including Live Attendance, Real-Time Monitoring, Automatic Attendance Recap to Shifting Management. With the selfie check-in and check-out feature and GPS-based location recording, employees will be able to make an absence directly from their cellphone.

“Most smartphone users in Indonesia are currently using the Android operating system, therefore, we put this application first on Playstore. However, it will soon be available on iOS,” Suwandi said.

In fact, other than attendance, business owners can also do other things to make a successful WFH system. For example, Kata.ai provides a technology-based workspace that makes it easier for teams to produce and measure their output. Instead of attendance, they choose to hold meetings through video calls to ensure smooth communication in order to complete tasks on the day.

It’s agreed by eFishery, increasing collaboration through digital media became a choice. Collaboration indirectly supports the presence of each employee. Using the to-do list application will also ensure that every division in the company is always on a measurable productivity path.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Attendance Diluncurkan sebagai Sistem Absensi “Work From Home”

Mendukung kegiatan work from home (WFH) yang digalakkan oleh pemerintah demi mencegah penyebaran Virus Corona, Talenta by Mekari meluncurkan aplikasi mobile pengelolaan absensi karyawan yang praktis dan mudah digunakan yakni Attendance by Talenta.

Kepada DailySocial CEO Mekari Suwandi Soh mengungkapkan, saat ini aplikasi tersebut sudah bisa diunduh di Play Store dan memberlakukan free akses untuk siapapun yang sedang menjalani WFH di masa pandemi ini.

Aplikasi ini dapat diakses gratis selama 120 hari, jika melakukan aktivasi di periode 17-31 Maret 2020. Tapi tidak menutup kemungkinan masa gratis ini akan diperpanjang jika lebih dari jangka waktu 120, jika imbauan WFH masih diberikan oleh pemerintah.

“Ke depannya, aplikasi Attendance by Talenta akan menggunakan format freemium, ada kemungkinan additional charge untuk akses fitur atau layanan tertentu. Selain itu, Attendance juga bisa dihubungkan dengan aplikasi Talenta yang memiliki fitur pendukung HR yang lebih lengkap seperti payroll ataupun manajemen benefit karyawan,” kata Suwandi.

Attendance by Talenta hadir dengan harapan bisa menjadi solusi pengelolaan absensi yang transparan dan praktis digunakan bagi pemilik usaha maupun karyawan. Aplikasi didesain agar lebih fleksibel bagi perusahaan, jadi tidak ada ketentuan 1 perusahaan langsung yang menggunakan aplikasinya, bisa saja hanya 1 tim yang pakai untuk mengelola dan monitor karyawan, misal divisi sales yang lebih sering mobile.

“Untuk aplikasi ini, semua mobile-based, jadi monitoring karyawan dapat dilakukan secara real-time oleh admin perusahaan tersebut melalui smartphone. Akan ada dua jenis user, yakni admin dan employee. Monitoring ini akan dilihat pada pengguna yang login sebagai admin,” kata Suwandi.

Ada beberapa fitur menarik yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan, di antaranya adalah Live Attendance, Real-Time Monitoring, Rekap Absensi Otomatis hingga Pengelolaan Shifting. Dengan fitur selfie check-in dan check-out serta pencatatan lokasi berbasis GPS, karyawan akan dimudahkan untuk melakukan absensi langsung dari ponselnya.

“Saat ini pengguna smartphone di Indonesia kebanyakan masih menggunakan sistem operasi Android, jadi kami mendahulukan aplikasi ini di Playstore. Namun, tentu saja ke depannya akan tersedia di iOS,” kata Suwandi.

Namun di luar absensi, sebenarnya untuk suksesnya WFH ada beberapa hal yang bisa dilakukan pebisnis. Misalnya yang dilakukan Kata.ai, menyediakan workspace berbasis teknologi yang memudahkan tim melakukan produktivitas dan mengukur keluarannya. Alih-alih absensi, mereka memilih mengadakan meeting melalui video call untuk memastikan komunikasi yang lancar guna menyelesaikan tugas-tugas di hari tersebut.

Demikian pula disampaikan eFishery, meningkatkan kolaborasi melalui medium digital menjadi pilihan. Kolaborasi secara tidak langsung menunjang kehadiran tiap karyawan. Penggunaan aplikasi to-do list juga akan memastikan tiap divisi di perusahaan selalu dalam jalur produktivitas yang terukur.

Application Information Will Show Up Here

Kiat Kata.ai dan eFishery Mengoptimalkan Produktivitas Saat “Work From Home”

Kebijakan “Work From Home” tengah mencuat di saat penyebaran COVID-19 semakin meluas di Indonesia. Bagi startup, kebijakan ini sebetulnya sudah tidak asing lagi. Mereka sudah lebih dulu menerapkan bekerja dari rumah sebagai salah satu upaya efisiensi.

Misalnya, startup di bidang Natural Language Processing (NLP), Kata.ai, mengungkap bahwa konsep WFH ini sebetulnya sudah dilakukan sejak perusahaan pivot dari bisnis terhadulunya Yesboss di 2015.

Jumlah karyawan Kata.ai berkisar antara 50-200 orang, 20 orang dari engineering dan product kerja remote dari Malang. Ditambah lagi, Kata.ai juga punya kebijakan bagi karyawan di Jakarta untuk bekerja dua kali seminggu dari rumah.

Kemudian, startup pemberi pakan ikan otomatis eFishery tidak memberlakukan kebijakan WFH secara sepenuhnya. Sebagian karyawannya di kantor pusat memang sudah mulai bekerja dari rumah. Namun, untuk beberapa tim yang tidak berbasis di kantor pusat diberlakukan WFH dengan sistem shift atau assigment tertentu.

Untuk mengoptimalkan WFH atau remote working, baik Kata.ai dan eFishery memberikan pro-tips yang bermanfaat bagi startup yang baru merintis.

Mengukur produktivitas dan output

Bagi Kata.ai, efektivitas bekerja dapat diukur dari produktivitas dan output-nya. Dengan situasi bekerja remote, kedua hal ini terkadang sulit untuk dioptimalkan.

Untuk mengakomodasi kedua hal tersebut, pihaknya memanfaatkan sejumlah aplikasi sebagai “workspace” mereka. Misalnya, Slack untuk instant messaging, Zoom untuk video conferencing dan online meeting, dan Asana untuk mendukung work management karyawan.

“[Divisi] engineering dan product sudah terbiasa dengan culture ini. Terutama setiap pagi ada daily stand-up [meeting], ada bot yang mengingatkan di Slack. Jadi walaupun jauh, kita tetap kasih trust dan accountability ke mereka,” ungkap Co-founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya kepada DailySocial.

Melakukan “silent meeting”

Tak banyak yang tahu bahwa konsep “silent meeting” sudah banyak diterapkan oleh sejumlah perusahaan teknologi dunia. Sebagai contoh, Amazon.

Bagi Irzan, silent meeting menjadi opsi alternatif untuk mengakomodasi karyawannya yang situasinya tidak siap untuk melakukan meeting. Umumnya, salah satu kendala yang sering ditemui adalah koneksi internet yang tidak stabil.

“Apalagi kalau sedang meeting via video call. Kalau internet tidak stabil, mereka cenderung masuk-keluar aplikasi. Ini akan menghambat proses meeting karena kelamaan,” papar Irzan.

Dalam hal ini, silent meeting yang dimaksud Irzan adalah memanfaatkan working sheet untuk melakukan update pekerjaan, yang dapat dipakai secara real-time oleh seluruh karyawan. Tim dapat menentukan dulu apa meeting goals dan catatan pengingatnya. “Kita spend 1/4 waktu meeting untuk update dan sisanya tinggal sesi Q&A,” tambahnya.

Embrace budaya apresiasi

Selain menjaga produktivitas, lanjut Irzan, ia juga menekankan pentingnya budaya apresiasi kepada setiap karyawan. Hal ini dapat dimulai dengan melontarkan pertanyaan sederhana, seperti “Are you OK?”,What did you do during weekend?”, atau “Whom do you wanna thank for?”.

“Salah satu tantangan WFH adalah kita tidak bertatap muka sehingga terkadang kita tidak dapat membaca tone mereka, baik lisan maupun tulisan. Kita perlu juga untuk mengecek mood meter karyawan. Makanya kita coba embrace culture untuk lebih humanize,” tutur Irzan.

Sinkronisasi dari atas hingga ke bawah

Irzan menambahkan catatan penting lain bagi startup yang baru merintis saat menerapkan kebijakan WFH adalah menyamakan mindset dari top-down dan sebaliknya bottom-up. Hal ini untuk menghindari gap informasi terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan.

“Kalau WFH is actually harus lebih produktif. Makanya, [organisasi] harus ada common belief dulu supaya lebih tersinkronisasi terhadap apa yang ingin dikerjakan. Bahkan kalau perlu over-communicate ya, daripada kurang jelas, ” jelasnya.

Atur waktu fokus dan buat to-do list

Pro-tips menarik dari eFishery adalah mengatur focus time atau waktu yang tepat untuk mulai mengerjakan task A, B atau C. Buat slot waktunya agar Anda tidak bablas seharian hanya menjawab atau merespons update pekerjaan dari Slack.

Setelah itu, buat to-do list kecil. Cacah apa saja pekerjaan yang ingin dielesaikan dalam rentang waktu tertentu. Tips ini akan bermanfaat bagi kita yang suka bingung mau mulai mengerjakan dari mana dulu.

Monitoring dengan collaboration tools

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh siapapun yang berada di head level adalah memantau kerja setiap anggota timnya. Untuk memudahkan memantau pekerjaan, eFishery menggunakan sejumlah aplikasi yang saling terintegrasi.

Sebagai contoh Slack dan Trello. Slack memang dirancang untuk memisahkan kehidupan pekerjaan dan pribadi. Aplikasi ini akan memudahkan komunikasi antar-karyawan dan antar-divisi.

Sementara, Trello digunakan untuk monitoring pekerjaan. Trello memiliki fitur untuk memberikan real-time update dari kita membuat task board, mengerjakannya, dan menyelesaikannya. Aplikasi ini juga dapat diintegrasikan ke Slack sehingga atasan dapat otomatis tahu progress pekerjaan kita.

eFishery juga memberikan opsi aplikasi alternatif untuk memantau pekerjaan, yaitu Google Sheet. Sama-sama real-time, kita dapat membuat tabel progress yang dapat diperbarui dan diakses sendiri oleh masing-masing tim.

No distraction!

Siapa di antara kita yang sering terdistraksi oleh media sosial? Terkadang kita butuh distraksi untuk menghilangkan sedikit kecemasan. Tapi, distraksi bisa menjadi musuh terbesar kala kita sedang fokus-fokusnya mengerjakan sesuatu.

Biasanya, kalau pikiran sudah penat, kita sering sekali membuka media sosial sebagai selingan atau hiburan. Bagi eFishery, ini bukanlah tips yang tepat karena bisa menghilangkan fokus kita dalam bekerja.

Rehat boleh saja, tapi ingat tetap fokus tanpa terdistraksi.

Kerja dari Rumah? Deretan Layanan Ini Diciptakan untuk Memudahkan Kolaborasi Secara Online

Jutaan manusia sedang berusaha sebaik mungkin untuk bekerja dari kediamannya masing-masing, tidak terkecuali di Indonesia. Karena begitu mendadak, tidak sedikit yang kaget dan merasa kurang nyaman melakukannya, tapi mau tidak mau kerja dari rumah tetap harus dilangsungkan demi memperlancar upaya flattening the curve.

Sejatinya penyebab rasa kurang nyaman itu adalah faktor kebiasaan. Bagi yang belum terbiasa, bekerja dari rumah tentu akan terasa sulit. Komunikasi sesama tim yang biasanya dilakukan secara tatap muka, kini harus dilaksanakan secara online. Bukan masalah sebenarnya, sebab layanan online yang tersedia juga semakin banyak.

Di artikel ini, saya akan mencoba memberikan sejumlah rekomendasi layanan kolaborasi online yang dapat dimanfaatkan selama kita dihimbau untuk bekerja dari rumah. Namun sebelumnya, sedikit background kenapa Anda boleh percaya dengan saya: saya merupakan penulis tetap di DailySocial sejak 2015, dan selama itu juga saya selalu bekerja dari rumah.

Slack

Slack

Medium utama komunikasi kami di DailySocial, Slack boleh dianggap sebagai WhatsApp-nya dunia pekerjaan. Ya, WhatsApp Group memang bisa saja digunakan untuk komunikasi tim, tapi tidak akan ideal jika melibatkan jumlah anggota tim yang begitu banyak. Slack di sisi lain mengatasi masalah ini dengan fitur channel.

Berkat channel, saya tidak perlu dipusingkan dengan obrolan super-teknis tim tech DailySocial. Begitu juga sebaliknya, tim tech pun tak perlu dipecahkan konsentrasinya oleh obrolan saya dengan Yoga seputar game. Semuanya punya tempat sendiri-sendiri, tapi ketika bos besar perlu memberikan pengumuman ke semua karyawan, itu pun tetap bisa dilakukan tanpa harus meninggalkan Slack.

Slack bisa digunakan secara cuma-cuma, tapi mereka juga menawarkan paket berlangganan dengan fitur yang lebih lengkap, semisal group video call. Versi gratis Slack di sisi lain cuma menawarkan video call satu lawan satu, fitur search-nya dibatasi pada 10.000 pesan terakhir, dan integrasi aplikasinya tidak bisa lebih dari 10.

Trello

Trello

Kalau Slack kami gunakan untuk berkomunikasi, maka Trello kami pakai untuk membagi tugas. Menggunakan Trello ibarat memiliki papan tulis virtual di mana kita dapat menempelkan kertas-kertas Post-It yang bertuliskan tugas masing-masing anggota tim. Kita bisa memantau siapa yang kebagian tugas apa, dan kapan tenggat waktunya.

Lebih efektif lagi adalah ketika Trello diintegrasikan ke Slack, sehingga tim dapat menerima notifikasi Trello dari Slack, dan harapannya tidak ada hal yang terlewatkan. Sama seperti Slack, Trello merupakan layanan gratis, tapi ada versi berbayarnya jika membutuhkan fitur lebih, seperti misalnya batas ukuran attachment yang lebih besar.

Asana

Asana

Alternatifnya, kita bisa memakai Asana. Sepintas layanan ini punya banyak kemiripan dengan Trello, akan tetapi fokusnya lebih ke arah workflow, sehingga lebih cocok untuk pengerjaan proyek yang lebih kompleks. Definisi “tim” di Asana juga ditentukan berdasarkan proyeknya. Sebelum ini Asana hanya menawarkan paket berbayar, namun sekarang sudah ada paket gratisan untuk tim kecil yang hendak mencoba.

Office 365

Office 365

Buat yang pekerjaannya selalu melibatkan software seperti Word, Excel, atau PowerPoint, mungkin tidak ada layanan kolaborasi online yang lebih cocok selain Office 365 dari Microsoft sendiri. Layanan berbayar ini sudah mencakup semuanya, mulai dari medium berkomunikasi (Microsoft Teams), email dan kalender (Outlook), maupun cloud storage (OneDrive).

Paket berbayar yang ditawarkan pun bervariasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Office 365 cocok untuk skala apapun, mulai dari penggunaan pribadi sampai bisnis besar sekalipun.

G Suite

G Suite

Alternatifnya, terutama bagi yang banyak memanfaatkan layanan dari Google, adalah G Suite. Fasilitas inti yang ditawarkan sejatinya tidak terlalu berbeda dari Office 365, mencakup akses ke software produktivitas (Docs, Sheets, Slides), medium komunikasi (Hangouts), email dan kalender, serta cloud storage (Google Drive).

Sama seperti Office 365, G Suite juga menawarkan paket berlangganan yang bervariasi. Oh iya, Google juga cukup murah hati dengan menggratiskan fitur Hangouts Meet yang sebelumnya berbayar sampai tanggal 1 Juli mendatang.

Dropbox Paper

Dropbox Paper

Dropbox yang kita kenal sudah bukan sebatas layanan penyimpanan cloud saja. Sejak 2017, mereka sudah menawarkan Dropbox Paper sebagai wadah untuk berkolaborasi. Meski gratis, fitur-fitur yang disajikan Paper tergolong lengkap. Ia punya task/project management tool-nya sendiri, dan kita juga dapat membuat template dokumen dengan mudah sehingga format yang digunakan semua anggota tim bisa seragam.

Paper juga memungkinkan pembuatan dokumen secara langsung. Kalau boleh disimpulkan, Paper adalah platform kolaborasi minimalis dengan interface yang modern, dan tentu saja ia sangat cocok bagi mereka yang sudah mengandalkan Dropbox sebagai media penyimpanan online-nya. Paper bisa digunakan bersama semua paket Dropbox, baik yang gratis ataupun berbayar.

Discord

Discord

Sebagian dari Anda mungkin kaget melihat namanya di sini, akan tetapi Discord sebenarnya lebih dari sebatas Slack-nya para gamer. Pada kenyataannya, tidak sedikit startup yang memanfaatkannya sebagai medium komunikasi utama, dan alasan utamanya biasanya adalah terkait fitur voice channel yang ditawarkan Discord.

Fitur ini memungkinkan sejumlah orang untuk bergabung dan berkomunikasi secara lisan (tanpa video). Slack tidak punya fitur spesifik seperti ini, dan meskipun Discord menciptakannya untuk memudahkan interaksi sesama gamer, tidak ada yang melarang penggunaannya dalam konteks pekerjaan.

Discord juga banyak digunakan dalam konteks pendidikan. Pada kenyataannya, Discord baru saja menyempurnakan fitur live streaming-nya karena banyak guru dan murid yang menggunakannya semenjak virus corona mewabah dan memaksa mereka melangsungkan kegiatan belajar-mengajar dari rumah masing-masing.

Seperti halnya Slack, Discord bisa digunakan tanpa mengeluarkan biaya satu sen pun, akan tetapi tersedia pula versi berbayar dengan fitur yang lebih lengkap. Dua fitur premiumnya yang cocok untuk konteks pekerjaan adalah batasan ukuran upload file yang lebih besar, serta resolusi live stream dan screen sharing yang lebih tinggi (1080p).

Ketimbang WhatsApp, saya pribadi akan lebih memilih Discord untuk keperluan bekerja dan berkolaborasi, terutama berkat fitur voice channel-nya itu tadi. Biarkan saja WhatsApp menjadi ‘gudang hoax‘ yang berasal dari deretan grup keluarga yang kita punyai masing-masing.

Gambar header: Pexels.

7 Highlights for the “Work From Home” Strategy by Gojek

The COVID-19 pandemic in Indonesia encouraged a number of companies in Jakarta to begin the “Work From Home” or WFH policy from Monday, 15 March 2020. This policy was no exception for unicorn startups, including Gojek.

This decision was inevitably taken by company officials to reduce the spread of the COVID-19 virus which was increasingly unstoppable, especially in the Jakarta area as the economic center in Indonesia.

Meanwhile, Gojek is one that captures the attention regarding WFH’s policies. It is not stated whether this policy applies to all employees or not. The management of Gojek said the work-from-home trial will last for a short period.

“Compared to a combination of employees working from the office and home, or from home for 1-2 days, it feels like working full time from home has its own unique challenges. Having a team that is spread out in various locations means it requires a number of different ways to communicate with each other, make decisions and connect with each other, “Gojek management stated.

For this reason, DailySocial summarizes a number of important notes from Gojek for managers and staff. This note can be guidance for new startups.

Set limits when working at home

Prepare your own workspace in one of your home spots. This is important to create a comfortable, focused work atmosphere and avoid distractions. Don’t forget, for those who are married and have children, you need to give a “signal” that this is your time to start working.

However, don’t hesitate or worry, if your child makes a sound or suddenly appears on the screen while you are having a conference call with the team. They certainly understand.

Prepare a channel for communication

Communication is the most important element in work. And now Slack is the “virtual workspace” most used by professionals. Now, make sure your status remains “online” so the manager knows that you are always active to be contacted.

It should also be understood that the response in the office will certainly be different from at home. To manage your expectations in communication, make sure the entire team and manager prepare an alternative communication channel if the internet connection is unstable. Email and WhatsApp for example.

Over-communicating doesn’t matter

Because it is not under one office roof, of course, there will be adjustments when communicating between teams. For example, coordinating work problems. In some cases, don’t assume that your team knows everything.

So, there’s nothing wrong to say it back – if necessary over and over – about what you are doing. This is to reduce the potential for ambiguity/miscommunication/misinformation from your team.

Managing daily productivity

As a manager, one of the other challenges of WFH is managing and measuring the productivity of each person on your team. To make it easier for you to get started, you can set a work schedule, if necessary, set time on Google Calendar to your team.

Then, manage your expectations of team productivity. First, set and share everything to your team. For example, telling what will be done today or how to deal with a crisis in a situation. The more clear and concise the daily process and plan on your team, the less likely your team will be confused and ask questions.

Next, ensure to your team that time is worth the effort. One of the advantages of working in the same room is a fast response from your team. Since working from a different location, encourage your team to work on an easy task intelligently, not linger.

Manage your focus on work

When you work from home, one day will just run out just to check Slack and email. As the head of the team, you need to arrange a time with your team about when you will receive a report. If you need to make provisions, such as reports in the morning and evening.

On the other hand, you also have a load of work that needs to be completed. Decide on a priority job and temporarily turn off Slack or e-mail so that you are more focused. This can be done while waiting for your team to finish their work and report back to you.

Break the ice with emojis

In situations like this, we will be more sensitive. Thus, this becomes a reminder for the head level and staff to always be careful in speaking and gesturing, both oral and written. To reduce tension, you can use softer tones by saying “Help” and “Thank you”. If you need to include emojis like this 🙏.

Don’t forget to take a break

Working from home is indeed very challenging considering the house is a place to rest, not work. Now, in this case, there are times when you will be very focused on doing something. Do not forget to take about 1-2 hours to rest from the computer.

Occasionally you can do small exercises by stretching your body. Or you can do other relaxing things, like cooking or watering plants, before returning to your computer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

7 Poin Penting Strategi “Work From Home” dari Gojek

Pandemi COVID-19 di Indonesia mendorong sejumlah perusahaan di Jakarta untuk mulai melakukan uji coba kebijakan “Work From Home” atau WFH sejak Senin, 15 Maret 2020. Kebijakan ini tak terkecuali diterapkan startup unicorn, termasuk Gojek.

Keputusan ini mau tak mau harus diambil para petinggi perusahaan untuk meredam penyebaran virus COVID-19 yang semakin tak terbendung, terutama di wilayah DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian di Indonesia.

Adapun, Gojek menjadi salah satu yang mengambil perhatian lebih terkait kebijakan WFH. Memang tidak disebutkan apakah kebijakan ini berlaku untuk seluruh karyawannya atau tidak. Pihak manajemen Gojek menyebut pihaknya sedang menguji coba bekerja dari rumah untuk periode pendek.

“Dibandingkan kombinasi karyawan bekerja dari kantor dan rumah, atau dari rumah selama 1-2 hari, rasanya bekerja full time dari rumah memiliki tantangan unik tersendiri. Memiliki tim yang tersebar di berbagai lokasi berarti membutuhkan sejumlah cara berbeda untuk saling berkomunikasi, membuat keputusan, dan saling terhubung,” demikian disampaikan manajemen Gojek.

Untuk itu, berikut ini DailySocial merangkum sejumlah catatan penting dari Gojek bagi para manager dan staf. Catatan ini sekiranya dapat menjadi guidance bagi startup-startup baru.

Menetapkan batasan saat bekerja di rumah

Siapkan workspace tersendiri di salah satu spot rumah Anda. Hal ini penting untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman, fokus, dan terhindar dari distraksi. Jangan lupa, bagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, Anda perlu memberikan sebuah “sinyal” bahwa ini adalah waktu Anda untuk memulai kerja.

Tapi, tidak usah sungkan atau khawatir, apabila anak Anda bersuara atau tiba-tiba muncul di layar saat Anda sedang melakukan conference call dengan tim. Mereka pasti memahami.

Persiapkan channel untuk berkomunikasi

Komunikasi adalah elemen paling penting dalam pekerjaan. Dan saat ini Slack menjadi “virtual workspace” yang paling banyak digunakan oleh profesional. Nah, pastikan status Anda untuk tetap “online” agar manager tahu bahwa Anda selalu aktif untuk dihubungi.

Perlu dipahami juga bahwa respons di kantor tentu akan berbeda dengan di rumah. Untuk mengelola ekspetasi Anda dalam berkomunkasi, pastikan kepada seluruh tim dan manager untuk menyiapkan channel komunikasi alternatif apabila koneksi internet tidak stabil. Email dan WhatsApp misalnya.

Over-communicate tidak masalah

Karena tidak berada dalam satu atap kantor, tentu akan ada penyesuaian saat berkomunikasi antar-tim. Misalnya berkoordinasi masalah pekerjaan. Dalam beberapa hal, jangan berasumsi bahwa tim Anda tahu semuanya.

Jadi, tak ada salahnya untuk menyampaikannya kembali–kalau perlu berulang–mengenai apa yang sedang Anda dikerjakan. Hal ini untuk mengurangi potensi adanya ambigu/miskomunikasi/misinformasi dari tim Anda.

Mengatur produktivitas harian

Sebagai manager, salah satu tantangan lain dari WFH adalah mengelola dan mengukur produktivitas dari masing-masing orang di tim Anda. Agar memudahkan Anda untuk memulai, Anda dapat mengatur jadwal kerja, kalau perlu buat di Google Calendar ke tim Anda.

Kemudian, mengelola ekspetasi Anda terhadap produktivitas tim. Pertama, set and share segalanya kepada tim Anda. Misalnya, mengabarkan apa yang akan dikerjakan hari ini atau bagaimana cara menghadapi krisis dalam sebuah situasi. Semakin jelas dan ringkas proses dan rencana harian di tim Anda, semakin sedikit kemungkinan tim Anda bingung dan bertanya-tanya.

Selanjutnya, memastikan kepada tim Anda bahwa waktu setara dengan usaha. Salah satu keuntungan bekerja dalam satu ruangan yang sama adalah respons yang cepat dari tim Anda. Berhubung bekerja dari lokasi berbeda, dorong tim Anda untuk mengerjakannya sebuah task mudah secara cerdas, bukan berlama-lama.

Mengelola fokus pada pekerjaan

Ketika Anda bekerja dari rumah, satu hari akan habis begitu saja hanya untuk mengecek Slack dan email. Sebagai kepala tim, Anda perlu mengatur waktu dengan tim Anda tentang kapan Anda akan menerima report. Kalau perlu buat ketentuan, seperti report di pagi dan sore hari.

Di sisi lain, Anda juga memiliki load pekerjaan yang perlu diselesaikan. Tentukan pekerjaan yang menjadi prioritas dan matikan Slack atau email untuk sementara agar Anda lebih fokus. Ini dapat dilakukan sembari menunggu tim Anda menyelesaikan pekerjaannya dan report kembali ke Anda.

Cairkan suasana dengan emoji

Di situasi seperti ini, kita akan menjadi lebih sensitif. Maka itu, ini menjadi reminder bagi head level dan stafnya untuk selalu berhati-hati dalam berbicara dan bergestur, baik lisan maupun tertulis. Untuk mengurangi ketegangan, Anda dapat menggunakan tone yang lebih halus dengan mengucapkan “Tolong” dan “Terima kasih”. Jika perlu sertakan emoji seperti ini 🙏.

Jangan lupa rehat sebentar

Bekerja dari rumah memang sangat menantang mengingat rumah adalah tempat beristirahat, bukan bekerja. Nah, pada kasus ini, ada kalanya Anda akan sangat fokus mengerjakan sesuatu. Jangan lupa meluangkan waktu sekitar 1-2 jam untuk beristirahat dari komputer.

Sesekali Anda dapat melakukan olahraga kecil dengan merenggangkan tubuh Anda. Atau Anda dapat melakukan hal-hal santai lain, seperti memasak atau menyiram tanaman, sebelum kembali ke komputer Anda.