MDI Ventures: Kolaborasi dengan Perusahaan Besar adalah Strategi Terbaik Membesarkan Startup di Indonesia

Dalam sebuah tulisannya, Head of Rider Growth Uber Andrew Chen menyebutkan kini startup semakin “murah” untuk dimulai, tetapi semakin “mahal” untuk dikembangkan. Seribu startup bisa dibuat dalam waktu setahun-dua tahun, tapi mengembangkan 10% di antaranya hingga sebesar Go-Jek, Tokopedia, atau Traveloka adalah pekerjaan yang jauh lebih sulit.

MDI Ventures, sebuah corporate venture capital yang berada di bawah naungan Grup Telkom, dalam laporannya melihat hal ini karena ekosistem startup di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Silicon Valley.

Di Silicon Valley sana, arah membesarkan startup melalui “model VC” lebih mudah karena strategi exit-nya lebih jelas, antara diakuisisi perusahaan teknologi raksasa (atau perusahaan investasi besar) atau go public di bursa saham. Yang disebut “model VC” adalah VC memompa dana sebesar-sebesarnya untuk pertumbuhan eksponensial. Hal yang sama dinilai tidak berlaku di tanah air.

Kolaborasi adalah kunci

Hipotesis MDI adalah untuk berkembang, startup harus berkolaborasi dengan perusahaan besar yang bisa mendukung pertumbuhan bisnis startup tersebut. Meskipun sejatinya adalah VC, sebagai CVC, CEO MDI Nicko Widjaja kepada DailySocial mengaku pihaknya kini bertindak sebagai “katalis inovasi”.

MDI berusaha mendorong sinergi portofolio startupnya dengan bisnis Grup Telkom yang fokus di bidang Telekomunikasi, Informasi, Media & Edutaintment, dan Services (TIMES). Contohnya PrivyID yang mengembangkan teknologi tandatangan digital bagi perusahaan-perusahaan Grup Telkom atau Kata.ai yang mengembangkan sistem chatbot untuk layanan pelanggan Telkomsel.

Kondisi di Indonesia

mdi_report_graphic_1

Di tanah air, menurut data yang dikompilasi MDI, disebutkan dari 53 startup yang mendapatkan pendanaan awal di tahun 2015, hanya ada 17 pengumuman perolehan dana Seri A di tahun 2016 dan sejauh ini baru 9 buah selama tahun 2017. Hal ini menunjukkan mayoritas tidak dapat memperoleh pendanaan lanjutan untuk mendukung bisnisnya.

Fakta lain yang disebutkan dalam laporan ini adalah bagaimana proses exit dalam 8 tahun terakhir, sejak Koprol diakuisisi Yahoo!, hanyalah melalui proses akuisisi. Ada 37 proses M&A (merger dan akuisisi) dan belum ada cara lain yang mendukung proses exit, meskipun Bursa Efek Indonesia sendiri bercita-cita untuk mendorong startup teknologi IPO di bursa saham dengan menawarkan berbagai insentif.

Hal-hal diyakini MDI sebagai bukti bahwa “model VC” tidak cocok dengan pasar Indonesia. Tidak adanya kesetiaan konsumen, kesulitan kesempatan pertumbuhan, dan ketiadaan ekosistem yang mendukung proses exit yang solid membuat aktivitas investasi di sektor ini menjadi rapuh.

mdi_report_graphic_2

MDI menyatakan sangat sulit bagi firma modal ventura independen di Indonesia untuk mengumpulkan dana lebih besar dari $50 juta (sekitar 650 miliar Rupiah) dan memperoleh kesuksesan di dalam waktu dekat. Disebutkan “model VC” baru dianggap sukses jika dana yang dikelola memberikan keuntungan 3-5 kali lipat dalam jangka waktu 5-8 tahun.

Penawaran MDI

MDI melihat bahwa meskipun pasarnya sangat potensial, membesarkan startup di Indonesia sangatlah menantang. Untuk itu MDI menawarkan dua pendekatan untuk memenangkan ekosistem startup di Indonesia.

Yang pertama adalah “akses ke pertumbuhan”. Akses di sini tidak cuma soal dana tapi juga kanal pengembangan bisnis. MDI menyugestikan startup untuk memanfaatkan potensi besarnya berbagai unit bisnis korporasi di Indonesia, mengubahnya “from bricks to bits” atau dengan bahasa mudahnya mendigitalkan proses bisnis konvensional yang sudah ada.

Menurut Nicko, kredo “bricks to bits” ini menjadi manifesto MDI, seperti halnya “spray and pray” dari 500 Startups atau “sprinkle and reflect” dari Wavemaker Partners.

Yang kedua adalah mengemulasi model Alibaba dalam mengembangkan ekosistem dari ujung ke ujung, dengan menciptakan perusahaan enabler di sektor logistik, finansial, dan operator e-commerce.

mdi_report_graphic_3

MDI percaya bahwa startup di Indonesia akan sukses jika mampu menciptakan ekosistem dari ujung ke ujung seperti ini, di vertikal manapun.

MDI mengakui bahwa penawaran ini tidak serta merta menjawab permasalahan di ekosistem startup Indonesia saat ini. Meskipun demikian, mereka percaya bahwa kemitraan strategis antara bisnis yang sudah ada/matang (legacy) dan startup teknologi terbukti memberikan nilai yang substansial untuk semua pihak yang terlibat.

Laporan Duff & Phelps: Total Investasi Masuk ke Indonesia di Kuartal I 2017 Capai US$4,7 Miliar, Suntikan ke Go-Jek adalah yang Terbesar

Duff & Phelps, perusahaan penasihat keuangan korporat, melaporkan sepanjang kuartal I 2017 total investasi di semua sektor, terdiri dari merger & acquisition (M&A), private equity/venture capital (PE/VC), dan initial public offering (IPO), yang masuk ke Indonesia mencapai US$4,7 miliar dengan total 118 kesepakatan.

Dari data yang dikompilasi Duff & Phelps, angka tersebut naik 80,77% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya senilai US$2,6 miliar dengan total 90 kesepakatan. Bila dibandingkan dengan Malaysia, total investasi yang masuk pada kuartal I 2017 mencapai US$13,6 miliar naik 44,68%. Sementara untuk Singapura, investasi yang masuk mencapai US$46,1 miliar naik tipis sebesar 6,22%.

“Kawasan ini [Asia Tenggara] telah menunjukkan pertumbuhan M&A dan aktivitas investasi yang kuat di kuartal I 2017, meskipun ada prospek negatif di sektor-sektor tertentu. Dana investasi banyak yang mengucur ke pasar global, memanfaatkan valuasi rendah di sektor tertentu dan mengincar pertumbuhan tinggi di sektor lainnya,” terang Managing Director Duff & Phelps Srividya Gopalakrishnan dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, “Singapura telah berkontribusi dalam bagian penting dari kesepakatan, didorong oleh investasi outbound. Sementara Malaysia dan Indonesia telah berkontribusi pada banyaknya kesepakatan transaksi, didorong oleh investasi inbound.”

Menurut Srividya, untuk prediksi di kuartal kedua tahun ini, pihaknya melihat ada sentimen pasar negatif yang menyebabkan ketidakpastian dalam kesepakatan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak yang lebih lambat, berkurangnya jumlah perusahaan yang melakukan IPO, melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara berkembang, dan perubahan peraturan global yang cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Di sisi lain, ada beberapa tren positif yang muncul di kawasan yang bakal berdampak pada paruh kedua tahun ini. Diantaranya, isu mengenai pertumbuhan volume dan nilai investasi M&A, peningkatan investasi PE/VC yang signifikan, perkembangan signifikan dalam ekosistem startup teknologi di Asia Tenggara, berpengaruh pada bertambahnya jumlah perusahaan Unicorn, dan faktor lainnya.

“Meski demikian, kami tertarik untuk menyaksikan bagaimana perkembangan berikutnya sepanjang tahun ini dan menantikan momentum berkelanjutan dalam kesepakatan investasi swasta ke depannya.”

Pendanaan untuk Go-Jek adalah investasi M&A terbesar

Dalam laporannya, Duff & Phelps merangkum untuk investasi dari M&A mencapai 81 kesepakatan dengan perkiraan nilai sekitar US$4 miliar. Berdasarkan jenis sektor perusahaan sasaran M&A, sekitar 32% dikontribusikan dari teknologi, sebanyak 26% dari sektor lainnya, 17% dari agrikultur.

Selain itu, juga merangkum tujuh investasi M&A terbesar sepanjang kuartal I 2017. Posisi pertama ditempati oleh Go-Jek yang — dikabarkan — mendapat pendanaan dipimpin oleh Tencent Holdings Ltd sebesar US$1,2 miliar. Go-Jek jadi satu-satunya perusahaan teknologi yang berada dalam daftar tersebut.

Berikutnya diikuti oleh sektor agrikultur yang diwakili oleh PT Eagle High Plantation, mendapat investasi sebesar US$505 juta. Dan sisanya, dari sektor industrial, material, utilitas, dan energi.

Investasi dari PE/VC untuk Indonesia capai US$498 miliar

Untuk investasi dari PE/VC kepada perusahaan Indonesia dilaporkan mencapai US$498 miliar dengan total 21 kesepakatan. Bila melihat gambaran dari empat tahun belakangan, investasi PE/VC sempat alami pasang surut. Pada 2013, angkanya mencapai US$1,77 miliar untuk 16 kesepakatan. Namun di tahun berikutnya, surut menjadi US$230 juta untuk enam kesepakatan.

Kondisi mulai membaik dimulai sejak tahun lalu, angka investasi yang dikucurkan mencapai US$1,47 miliar untuk 33 kesepakatan.

Dari tiga negara yang menjadi acuan Duff & Phelps, yakni Singapura, Malaysia, dan Indonesia, secara total investasi yang dikucurkan PE/VC mencapai kisaran US$4,5 miliar untuk 124 kesepakatan.

Singapura menjadi negara kontributor utama yang mendapat investasi tersebut dengan kisaran nilai US$3,2 miliar atau dengan porsi 70% dari total investasi. Sementara, Malaysia sekitar 19% dan Indonesia 11%.

Adapun, sektor yang paling banyak disasar PE/VC adalah teknologi dengan porsi mencapai 61% dari total investasi. Sisanya ditempati sektor telekomunikasi 13%, konsumen 12%, industri 7%, dan lain-lain 7%.

Laporan DailySocial: “Budget Hotel Apps” di Indonesia 2017

Sudah beberapa tahun belakangan ini beberapa aplikasi & web aggregator hotel budget beroperasi di pasar Indonesia. Masyarakat pun semakin akrab menggunakan berbagai apps ini karena telah nyata terbukti menghemat pengeluaran dan waktu konsumen dalam menyiapkan penginapan dan perjalanan mereka.

DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat mobile survey platform telah mengadakan survei mengenai aplikasi Budget Hotel, direspon oleh 1005 responden yang adalah sampel diambil dari seluruh pengguna smartphone dari seantero Indonesia.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • Lebih banyak responden (65,87%) melaporkan mereka lebih sering bepergian ke luar kota untuk berlibur daripada untuk kepentingan pekerjaan
  • Sebagian besar responden (65,77%) lebih memilih melakukan reservasi hotel, khususnya budget hotel, menggunakan apps ataupun situs web aggregator budget hotel daripada metode lainnya
  • Ternyata aplikasi khusus budget hotel di Indonesia belum populer. Rata-rata hanya digunakan kurang dari 10% responden. Zen Rooms (11,64%) adalah yang paling populer, diikuti RedDoorz (9,65%).

Untuk laporan lebih lengkapnya, unduh laporan “Budget Hotels Survey 2017” secara gratis.

Laporan DailySocial: Penggunaan Aplikasi Buatan Startup Indonesia

Sudah cukup lama startup-startup dari Indonesia membuat aplikasi smartphone untuk melayani berbagai kebutuhan layanan yang khas pasar Indonesia. Beberapa aplikasi ini bahkan dapat bertahan di hadapan gempuran aplikasi serupa yang buatan startup luar negeri. Meskipun demikian, tidak semua aplikasi “Karya Anak Bangsa” bisa bertahan di pasar bebas aplikasi Indonesia. Bagaimanakah tanggapan masyarakat teknologi Indonesia terhadap aplikasi karya anak bangsa?

DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat mengadakan sebuah survei yang menanyakan kepada sampel 1018 pengguna smartphone di seluruh Indonesia, bagaimana tanggapan mereka terhadap berbagai aplikasi lokal yang telah diluncurkan. Beberapa temuan survei antara lain:

  • Go-Jek masih merupakan aplikasi lokal yang paling banyak diinstalasi (54.33% dari responden)
  • Mayoritas responden menggunakan aplikasi buatan startup lokal terutama karena memang benar-benar bermanfaat dan digunakan sehari-hari (74.47%)
  • Keluhan terbesar responden tentang kualitas aplikasi buatan lokal adalah masih banyaknya error/bug yang terjadi (41.54%)

Untuk laporan lebih lengkap (dalam Bahasa Inggris), unduh laporan “Local Indonesian Startups Survey 2017” dari DailySocial, secara gratis dengan terlebih dahulu mendaftarkan diri Anda menggunakan akun Facebook atau Linkedin.

Laporan DailySocial: Kondisi Industri Startup Teknologi Indonesia Tahun 2016

Dimulai tahun lalu, kami kembali merilis laporan tahunan kondisi startup teknologi Indonesia tahun 2016. Laporan ini berisi lanskap bisnis teknologi, rangkuman data dan informasi menarik, dan prediksi sektor yang bakal menarik perhatian di tahun 2017.

CEO DailySocial Rama Mamuaya mengatakan, “Report ini bertujuan untuk memberikan gambar besar mengenai posisi Indonesia dari sudut pandang ekosistem startup, dan menganalisis beberapa potensi pertumbuhan yang diharapkan bisa membantu para pelaku startup, korporasi, investor dan juga regulator.”

Beberapa hal menarik yang disampaikan dalam laporan 75 halaman ini di antaranya:

  • Go-Jek mendominasi pemberitaan tahun ini dengan perolehan pendanaan terbaru $550 juta yang mendorongnya menjadi startup unicorn pertama di Indonesia. Go-Jek juga mengakuisisi 4 startup teknologi India dan disebutkan telah mengakuisisi 1 layanan pemilik lisensi e-money lokal
  • 40% investasi startup tahun ini untuk tahap awal (seed) dan 24% untuk tahap Seri A
  • E-commerce dan Fintech bersaing ketat sebagai segmen yang paling banyak mendapatkan investasi, dengan masing-masing 21% dan 20%
  • MDI Ventures, Alpha JWC Ventures, East Ventures, dan 500 Startups adalah investor teraktif tahun 2016
  • Fintech diprediksikan menjadi sektor terpopuler, baik dari sisi investasi maupun perkembangan startup, tahun 2017
  • Kurangnya talenta dan akses ke pendanaan masih bakal jadi momok terbesar startup tahun 2017

Laporan lengkapnya dapat diakses member DailySocial (pendaftaran gratis!) di http://dly.social/startupreport2016.

Adopsi Cloud di Perusahaan Sudah Tinggi dan Mulai Mencari Pemanfaatan Baru

Cloud computing menjadi salah satu teknologi yang menjadi tulang punggung startup. Pasalnya cloud computing menawarkan kemudahan integrasi dan juga nilai investasi yang terjangkau, sehingga dengan biaya minimal startup sudah bisa menjalankan produk atau layanan mereka di infrastruktur cloud untuk dengan segera menjangkau calon pengguna alih-alih membangun infrastruktur sendiri. Perlahan atau pasti cloud menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan bagi industri digital era modern. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan IDC, yang didukung Cisco,dijelaskan bahwa sekarang sudah semakin jamak perusahaan menggunakan cloud, bahkan sekarang sudah masuk pada babak menuai keuntungan dan mulai mencari peluang pemanfaatan baru teknologi cloud.

Dalam laporan tersebut dipaparkan bahwa ada peningkatan sekitar 61% perusahaan pengguna cloud dibanding tahun lalu. Dari total semua responden sebanyak 68% mengungkapkan telah mengadopsi dan menggunakan cloud untuk bisnis mereka. Sisanya masih dalam tahap edukasi, perencanaan, dan ada juga yang tidak tertarik sama sekali.

Survei IDS mengenai cloud

Baik itu private cloud, public cloud, atau hybrid cloud sama-sama mendapat porsi perhatian yang lebih di perusahaan-perusahaan. Salah satu yang banyak digunakan adalah hybrid cloud, alasannya perusahaan menggunakan layanan cloud dari beberapa penyedia yang berbeda dan bisa dengan mudah menggabungkan aset yang ada di public cloud dan private cloud.

Teknologi cloud hadir untuk jawaban bagi mereka yang membutuhkan sebuah infrastruktur IT yang fleksibel dan mudah untuk diintegrasikan satu sama lain. Cloud sendiri difungsikan dalam berbagai bentuk di masing-masing perusahaan. Ada yang menggunakan cloud untuk arsitektur micro service , DevOps, bahkan sampai pada implementasi penggunaan IoT.

Untuk beberapa perusahaan yang sudah matang, penggunaan cloud tidak semata-mata sebagai bagian dari menghemat anggaran biaya untuk membangun infrastruktur. Cloud di perusahaan-perusahaan tersebut malah kebanyakan diharapkan bisa membantu meningkatkan revenue.

Selain itu untuk perusahaan yang matang dalam penggunaan teknologi cloud mulai melirik IoT sebagai “jodoh” teknologi cloud yang baru. Ada sekitar 62% responden perusahaan yang sudah matang dalam penggunaan cloud melihat atau berencana menjadikan cloud sebagai teknologi untuk mendukung penerapan IoT.

Laporan Experian: Pola Perilaku Konsumen Digital di Indonesia 2016

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu pasar yang sangat diperhitungkan. Sehingga wajar banyak penelitian mengenai pasar dan kebiasaan pengguna di Indonesia. Tujuannya sama, mencari pola dan data mengenai seberapa besar potensi dan strategi apa yang sekiranya cocok dilakukan untuk bisa memenangi pasar Indonesia.

Yang paling baru adalah laporan bertajuk The Digital Consumer View 2016 (Asia) yang dikeluarkan oleh Experian dengan analisis dan penelitian oleh International Data Corporation (IDC). Meski tidak spesifik melaporkan kondisi di Indonesia, laporan ini banyak menyinggung tentang bagaimana pola perilaku konsumen digital di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut laporan yang diambil dari survei dengan 1.200 responden ini, Indonesia menunjukkan angka tertinggi untuk konsumen yang melakukan pencarian produk dan mencari harga terbaik menggunakan media sosial dengan angka 67-68%, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan Thailand (58%) dan Malaysia (49%).

Sementara itu, untuk memicu ketertarikan terhadap suatu produk, SMS disebutkan masih menjadi media paling ampuh di Indonesia dengan persentase 62%. Sementara Malaysia dan Thailand media sosial masih menjadi media yang cukup digandrungi untuk memicu ketertarikan produk.

Laporan Consumer Behaviour / Experian

Untuk kategori ketertarikan untuk membeli, dengan pendekatan online to offline lagi-lagi SMS masih menjadi media yang ampuh di Indonesia. Sementara Singapura dengan media email, dan Malaysia dan Thailand melalui media sosial. Kategori lainnya yang dipaparkan dalam laporan ini adalah brand engagement, untuk kategori ini banner ads masih menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan 56%.

Yang paling mencengangkan adalah ternyata hampir semua pelanggan di Indonesia memasukan identitas palsu jika merujuk pada keperluan-keperluan marketing. Tercatat hampir 93% untuk nama, 94% untuk nomor telepon, dan 95% persen untuk email diisikan dengan salah atau palsu oleh konsumen Indonesia kepada pemasar.

Managing Director of Southeast Asia Experian Jeff Price berkesimpulan bahwa pasar Asia Tenggara ini merupakan pasar dengan pertumbuhan yang cepat dan dengan perilaku konsumen yang unik. Ada peta perbedaan yang signifikan bagaimana konsumen mencari produk, membandingkan harga, dan memutuskan untuk membeli.

Laporan: Mayoritas “Online Shopper” Puas dengan Layanan E-Commerce di Indonesia

DailySocial kembali melakukan penelitian terhadap konsumen layanan e-commerce di Indonesia. Melalui survei “Customer Satisfaction in Indonesia’s E-Commerce Services (2016)” yang diterbitkan hari ini, kami mencoba mencari tahu tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan e-commerce di Indonesia yang mulai merangkak naik ke permukaan sejak tujuh tahun silam. Di sini, kami mencoba mengungkap perilaku konsumen terhadap e-commerce di Indonesia, kendala yang pernah dialami, hingga faktor apa yang membuat konsumen puas dan tidak puas terhadap layanan e-commerce.

Survei ini merupakan hasil kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk memberikan gambaran besar mengenai faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berbelanja online hingga pelayanan apa yang dirasa oleh pelanggan Indonesia harus ditingkatkan oleh pelaku e-commerce di Indonesia.

[Baca juga: DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016]

Beberapa hal menarik yang bisa ditemukan dalam survei 21 halaman ini di antaranya yaitu:

  • Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak merupakan tiga besar layanan e-commerce yang populer digunakan oleh konsumen untuk berbelanja online dan Go-Jek berhasil merangsek ke posisi empat di sini, meski inti layanan adalah transportasi on-demand.
  • Meski tak banyak perubahan berarti dalam metode pembayaran favorit, namun pilihan pembayaran melalui minimarket rupanya berhasil menyalip pilihan pembayaran kartu kredit.
  • Harga yang terjangkau dan diskon menjadi pertimbangan utama konsumen untuk berbelanja online dan menjadi faktor utama ukuran tingkat kepuasan mereka.
  • Pelaku e-commerce Indonesia sudah cukup cepat menyelesaikan kendala dengan lebih dari setengah responden menyebutkan kendala mereka bisa selesai di rentang 1-3 hari.
  • 93,45% responden menyatakan sudah puas dengan layanan e-commerce di Indonesia dan sebagian besar dari mereka juga bersedia untuk berlangganan newsletter dari layanan e-commerce yang bersangkutan.

Hasil survei Customer Satisfaction in Indonesia’s E-Commerce Services (2016) secara lengkap dapat diakses cuma-cuma setelah Anda menjadi member DailySocial.

DailySocial.id Luncurkan Laporan Perilaku Konsumen Digital Indonesia 2016

Setelah di tahun 2014 lalu kami menginisiasi DS10 dan di awal tahun ini meluncurkan Laporan Startup 2015, kini kami memperluas kembali cakupan laporan melalui “Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia”.  Di sini, kami coba mengungkap seperti apa perilaku masyarakat ketika menggunakan layanan Social Media, Streaming Services, Online Transportation, Online Shopping, hingga Smartphone Buying Decision.

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia merupakan kolaborasi DailySocial dan JakPat untuk mengumpulkan informasi perilaku konsumen digital di Indonesia dan memberikan perspektif makro mengenai kebiasaan masyarakat dalam menggunakan layanan digital.

Beberapa hal menarik yang bisa ditemukan dalam laporan 48 halaman ini di antaranya adalah:

  • Jam selepas bekerja (18.00 ke atas) menjadi waktu favorit responden untuk mengakses media sosial dan sebagian besar mengunakannya untuk browsing topik yang menghibur.
  • Skema pembayaran menjadi tantangan bagi penyedia layanan streaming di Indonesia, meski lebih dari setengah responden sudah menikmati layanan streaming
  • Go-Jek adalah raja di layanan on-demand app untuk transportasi, khususnya di layanan transportasi, pengiriman barang, dan pesan antar makanan.
  • Harga dan ukuran layar menjadi pertimbangan masyarakat dalam membeli smartphone
  • Perilaku belanja online via mobile masih banyak didominasi kegiatan browsing dan pembandingan harga

Laporan Perilaku Konsumen Digital 2016 di Indonesia secara lengkap dapat diakses cuma-cuma (menjadi member DailySocial terlebih dahulu) melalui tautan ini.

Compass Ajak Penggiat Startup di Indonesia Berpartisipasi dalam Survei Ekosistem Startup Global 2015

2015 Startup Ecosystem Report / Compass

Tiga tahun yang lalu, Compass yang berbasis di Silicon Valley membuat laporan tentang Ekosistem Startup  (Startup Ecosystem Report) 2012. Tahun ini mereka akan membuat laporan serupa dan mengajak penggiat startup di Indonesia, untuk pertama kalinya, berpartisipasi. Cukup meluangkan 10 menit untuk merepresentasikan kondisi ekosistem startup di Indonesia dengan mengakses http://startup-ecosystem.compass.co/.

Continue reading Compass Ajak Penggiat Startup di Indonesia Berpartisipasi dalam Survei Ekosistem Startup Global 2015