[Review] Xiaomi Mi TV Stick: Membuat Semua TV Menjadi Pintar dan Android

Semenjak kepemimpinan Alvin Tse di Indonesia, Xiaomi Indonesia berkembang lebih baik. Tidak hanya produk smartphone saja yang gencar diperkenalkan, tetapi juga produk-produk AIoT yang saat ini mulai dipasarkan kepada konsumen Indonesia. Salah satu produk AIoT yang mereka jual bisa membuat TV biasa menjadi sebuah smart TV. Produk tersebut adalah Mi TV Stick.

Mi TV Stick merupakan sebuah perangkat Android berbentuk persegi panjang yang memiliki interface HDMI. Tinggal menancapkan Mi TV Stick ke port HDMI yang ada pada TV, maka bisa membuat TV menjadi memiliki sistem operasi Android TV. Bahkan, sebuah TV tabung lawas yang memiliki port RCA juga bisa dibuat menjadi smart TV, asalkan memiliki konverter RCA ke HDMI. Semua itu bisa berjalan dengan lancar asalkan ada koneksi internet.

Mi TV Stick

Hal itu berarti Mi TV Stick bisa membuat semua TV menjadi seperti Mi TV 4 yang sedang gencar dijual oleh Xiaomi. Tentunya, hal ini akan membuat konsumen yang memiliki dana pas-pasan bisa melakukan upgrade murah ke smart TV. Bahkan hasilnya bisa lebih baik dari sebuah smart TV, jika konsumen tersebut memiliki TV dengan panel yang lebih baik dari sebuah smart TV yang dijual di pasaran saat ini.

Mi TV Stick memiliki spesifikasi yang kurang lebih sama dengan Mi TV 4. Spesifikasinya adalah sebagai berikut

SoC AMLogic T960X-H
CPU 4 x Cortex A53 1,4 GHz
GPU Mali 450 MP3
RAM 1 GB
Internal 8 GB
Konektor HDMI, WiFi 802.11a/b/g/n/ac, Bluetooth 4.2
Suara Dolby dan DTS Surround Sound
Dimensi 92,4 x 30,2 x 15,2 mm
Bobot 28,5 gram
OS Android 9

Hasil dari CPU-Z dan AIDA64 adalah sebagai berikut

Spesifikasinya memang mirip dengan Mi TV 4 43 inci. Namun, Mi TV Stick mendukung WiFi 5 sehingga transfer data akan menjadi lebih kencang. Satu hal yang hilang dari Mi TV Stick adalah PatchWall yang dibanggakan oleh Xiaomi pada saat peluncurannya. Oleh karena itu, Mi TV Stick hanya memberikan launcher bawaan dari Android TV.

Unboxing

Inilah isi dari paket penjualan Mi TV Stick.

Mi TV Stick - Unboxing

Ada sebuah kabel pemanjang untuk HDMI, kabel microUSB, dan kepala charger.

Desain

Jika ditanya seperti apa bentuk dari Mi TV Stick, jawaban paling tepat adalah seperti sebuah USB Flash Disk berukuran besar. Desainnya benar-benar hanya persegi panjang dengan dua jenis finishing yang berbeda, yaitu glossy di bagian bawah dan matte pada bagian atasnya. Ukurannya pun juga cukup kecil, walaupun tidak semua TV bisa ditancapkan Mi TV Stick.

Mi TV Stick - HDMI

Bagian atas dari Mi TV Stick adalah sebuah konektor HDMI. Konektor ini bisa langsung ditancapkan pada port HDMI di TV. Seperti yang sudah ditulis di atas, tidak semua TV memiliki dimensi yang pas untuk sebuah perangkat HDMI. Oleh karena itu, gunakan saja kabel extender HDMI yang ada pada paket penjualannya.

Pada sisi sebelah kiri terdapat sebuah port microUSB. Port ini hanya khusus digunakan untuk memberikan tenaga untuk Mi TV Stick. Jadi, Mi TV Stick tidak memiliki expandable port atau pun slot microSD dan tidak bisa ditambahkan penyimpanan internalnya. Jadi, ruang kosong sebanyak 5,1 GB adalah satu-satunya tempat untuk menyimpan aplikasi yang dipasang.

Mi TV Stick - USB Port

Mi TV Stick datang dengan sebuah remote controlRemote yang satu ini sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Mi TV 4. Perbedaannya hanya pada warna tombol dari Netflix dan Amazon Prime serta tombol menu. Pada remote Mi TV 4, tombol menu digunakan untuk masuk ke dalam launcher Patchwall.

Remote yang ada juga sangat minim dengan tombol. Hanya ada tombol daya, Google Assistant, direksional, OK, menu, backhome, Netflix, Amazon Prime, dan volume naik turun. Pada remote ini juga terdapat sebuah microphone yang melengkapi fungsi Google Assistant. Hal tersebut membuat beberapa perintah TV bisa digunakan dengan suara, seperti mematikan Mi TV Stick atau membuka aplikasi seperti Youtube.

Mi TV Stick - vs Mi TV 4 remote

Mi TV Stick mendukung TV dengan resolusi hingga 1920×1080 saja. Hal ini bisa dimaklumkan karena belum banyaknya penggunaan TV dengan resolusi 4K. Saat ini, kebanyakan TV 43 inci juga hanya mendukung resolusi Full HD saja.

Sistem operasi yang digunakan pada Mi TV Stick adalah Android 9 Pie. Seperti Mi TV 4, sepertinya perangkat ini tidak akan mendapatkan upgrade sistem operasi Android 10. Hal tersebut tentu berkaitan dengan RAM 1 GB yang dimiliki serta 8 GB penyimpanan internalnya.

Pengalaman Menggunakan: TV Bodoh menjadi Pintar

TV LED biasa saat ini tentu saja mudah ditemukan. Beberapa TV LED yang ada saat ini sudah memiliki teknologi panel yang bagus, sehingga banyak orang yang enggan untuk menukar TV mereka dengan smart TV. Oleh karena itu, Mi TV Stick menjadi salah satu problem solver yang sangat baik bagi mereka yang sudah memiliki TV LED. Saya adalah salah satunya.

Pertama kali membuka paket penjualan dari Mi TV Stick, saya cukup ketar-ketir. Hal tersebut dikarenakan posisi port HDMI pada TV LED yang saya miliki cukup sempit. Mi TV Stick tidak akan muat jika langsung ditancapkan ke port HDMI karena dimensinya yang kepanjangan. Untung saja saya melihat adanya kabel extender HDMI pada paket penjualannya.

Mi TV Stick - Plugged at TV

Setelah menancapkan kabel HDMI tersebut, waktunya untuk menyalakan Mi TV Stick. Untung saja, TV LED yang saya miliki punya dua buah port USB 2.0 sehingga saya tidak lagi harus menggunakan kepala charger bawaannya. Mi TV Stick pun langsung menyala dengan menampilkan lampu LED berwarna putih pada bagian depannya.

Booting pertama juga tidak terlalu makan waktu yang cukup lama. Namun, cukup kaget juga melihat tampilan launcher standar Android TV pada Mi TV Stick. Hal tersebut dikarenakan Xiaomi selalu membanggakan launcher Patchwall 3.0 buatan mereka yang diklaim lebih mudah untuk digunakan (walaupun sebenarnya sama saja sih).

Mi TV Stick - Remote

Remote TV yang dimiliki oleh Mi TV Stick juga mirip dengan yang digunakan pada Mi TV 4. Oleh karena sudah pernah melakukan review-nya, tentu saja saya tidak asing lagi dalam menggunakannya. Yang membedakan adalah tombol Patchwall yang ada pada Mi TV 4 diganti dengan tombol menu. Selain itu, tombol Netflix dan Amazon Prime Video pada Mi TV Stick memiliki warna putih.

Mi TV Stick juga akan booting pada resolusi 720p. Hal ini bisa langsung diatur pada 1080p dari menu Device Preferences. Fitur suara juga bisa langsung diatur pada menu yang sama. Jadi sebelum menggunakan Mi TV Stick, ada baiknya untuk melakukan pengaturan terlebih dahulu agar lebih nyaman saat menonton.

Mi TV Stick - Setting

Hal selanjutnya adalah menyambungkan Mi TV Stick dengan internet. Cukup menyenangkan di mana Mi TV Stick bisa mendeteksi jaringan WiFi 5 GHz yang ada di rumah saya. Setau saya, Mi TV 4 43″ saja hanya bisa mendeteksi WiFi 2,4 GHz. Apa untungnya? Koneksi ke sebuah NAS yang digunakan untuk menyimpan video dan terhubung dengan router tentu saja menjadi lebih lancar.

Berbeda dengan Mi TV 4 yang sudah terinstalasikan layanan dan aplikasi yang cukup banyak, Mi TV Stick hanya memiliki Netflix dan Amazon Prime saja untuk aplikasi pihak ketiga. Jadi jika Anda ingin menonton siaran TV Digital, bisa langsung melakukan download dari Google Play, seperti aplikasi Vidio.

Satu hal yang cukup menjengkelkan dari perangkat Android TV bawaan Xiaomi adalah sideloadSideload merupakan istilah pemasangan aplikasi yang tidak dilakukan melalui Google Play dan dari file .APK. Semua aplikasi yang diinstalasikan langsung dengan menggunakan file .APK nantinya tidak akan muncul pada launcher bawaan. Jadi, kita harus mengaksesnya melalui menu App yang cukup membingungkan atau melakukan instalasi launcher tambahan seperti Sideload launcher.

Mi TV Stick - HomeScreen

Bagi kalian yang ingin membeli sebuah alat untuk melakukan mirroring dari smartphone atau tablet ke TV, tentu saja bisa menggunakan Mi TV Stick. Screen mirroring akan dapat dilakukan dengan sangat mudah jika Anda adalah pengguna Xiaomi. Saya mencoba screen mirroring ke Mi TV Stick dengan perangkat Samsung dan realme dan harus menggunakan aplikasi Google Home agar bisa terkoneksi dengan lancar.

Mi TV Stick juga memiliki ruang penyimpanan internal yang tidak terlalu besar. Dengan hanya sisa 5.1 GB saat pertama kali dipasang, membuat ruang penyimpanan data memang tidak terlalu besar. Jika Anda memiliki sebuah NAS, tentu akan lebih baik karena penyimpanan video dan file musik menjadi lebih luas. Namun, jangan berharap untuk bisa banyak memasang game pada Mi TV Stick.

Berbicara mengenai game, tentu saja Mi TV Stick mampu menjalankannya. Hal ini dikarenakan Mi TV Stick memiliki SoC yang sama dengan Mi TV 4, yaitu dengan AMLogic T960H. Saya juga melakukan benchmarking pada Mi TV Stick. Berikut adalah hasilnya

Hasilnya memang lebih rendah dari Mi TV 4. Hal tersebut bisa terjadi karena RAM yang dimiliki oleh Mi TV Stick hanya 1 GB dan cip penyimpanan internalnya juga tidak sekencang Mi TV 4 55″. Namun hasil tersebut masih mampu menjalankan beberapa game yang tersedia pada Google Play.

Oh ya satu lagi, Mi TV Stick akan terasa panas saat dipegang. Saya juga membaca beberapa kasus Mi TV Stick akan terasa lag saat panasnya berlebih pada grup-grup di sosial media. Namun, saya tidak mengalami hal tersebut bahkan pada saat bekerja penuh dengan benchmarking. Semua berjalan sangat lancar tanpa adanya gangguan.

Mi TV Stick sendiri juga memiliki fungsi update OTA yang akan meningkatkan tingkat keamanan dan menghilangkan bug. Namun sayang, sepertinya Mi TV Stick akan mengikuti Mi TV 4 yang tidak akan mendapatkan update sistem operasi ke Android 10. Hal itu mungkin karena SoC yang digunakan tidak mumpuni untuk ditingkatkan ke sistem operasi baru dari Google tersebut.

Verdict

Dengan begitu banyaknya penawaran TV pintar yang memiliki sistem operasi Android, tentu saja akan membuat bingung konsumen. Di satu sisi, mereka tidak tahu TV lama akan ditaruh di mana jika membeli sebuah smart TV baru. Sedangkan di sisi lainnya, fitur-fitur sebuah smart TV sangat menggiurkan. Itulah mengapa Xiaomi menawarkan Mi TV Stick.

Kinerja yang dimiliki oleh Mi TV Stick kurang lebih sama dengan Mi TV 4. Hal tersebut berarti Mi TV Stick tidak akan lambat saat dioperasikan sehari-hari. Semua aplikasi dan game pada Google Play juga bisa dijalankan dengan cukup baik. Sayang memang, panas yang dihasilkan bisa membuat sang pemiliki cukup khawatir akan ketahanannya.

Mi TV Stick - Box

Fitur-fitur yang ditawarkan oleh Mi TV Stick memang sangat menarik. Mulai dari suara Dolby dan DTS-HD, siaran TV melalui internet, Netflix pada layar lebar, Youtube, dan lain sebagainya. Mi TV Stick juga bisa digunakan sebagai pengganti Chromecast yang dijual dengan harga yang tidak terlalu jauh. Dan tentunya hal ini menambah tingkat kenyamanan seseorang dalam mengakses konten hiburan.

Mi TV Stick dijual dengan harga yang tidak memberatkan kantung. Xiaomi hanya membanderol perangkat ini dengan harga Rp. 499.000 saja. Dengan harga tersebut, sebuah TV yang hanya memiliki fungsi dasar bisa menjadi sebuah smart TV seperti perangkat yang memiliki harga 10 kali lipatnya. Mi TV Stick benar-benar membuat TV bodoh menjadi TV pintar.

Sparks

  • Sistem operasi Android
  • Kinerja yang mumpuni
  • Harga terjangkau
  • Remote minimalis namun fungsional
  • Bisa menggantikan sebuah Chromecast
  • Bisa digunakan di hampir setiap TV

Slacks

  • Panas saat digunakan
  • Tanpa Patchwall 3.0
  • Tidak bisa menggunakan perangkat eksternal seperti microSD atau flash disk

[Review] 1MORE Dual Driver ANC Pro: Suara Bagus dengan ANC melalui Bluetooth dan Kabel

Mendengarkan musik sambil berolah raga maupun bekerja mungkin sudah menjadi kebiasaan setiap orang saat ini. Apalagi saat sedang melakukan perjalanan ke kantor cukup membosankan sehingga hiburan seperti musik cukup dibutuhkan. Namun mencari sebuah in-ear monitor (IEM) yang nyaman memang tidak mudah, apalagi memiliki Active Noise Cancelling. Nah, produsen asal Tiongkok yang benama 1More sepertinya memiliki solusinya saat ini.

1More sendiri didirikan oleh tiga orang mantan orang besar di Foxconn. Nama besar Xiaomi disebut sebagai salah satu investor dari 1More. 1More memiliki tujuan untuk mengubah persepsi bahwa produk buatan Tiongkok itu murah dan berkualitas rendah.

1More Dual Driver ANC Pro

Saat ini, saya kedatangan sebuah wireless earphone dengan nama 1More Dual Driver ANC Pro. Wireless earphone ini sendiri menggunakan model neckband dan bisa menggunakan dua buah koneksi, yaitu bluetooth dan kabel serta memiliki earpiece dengan model in ear. IEM ini juga memiliki dua buah speaker pada setiap earpiece yang akan memisahkan antara kanal low dengan mid dan high.

1More Dual Driver ANC Pro memiliki spesifikasi sebagai berikut

Berat 44.6 gram
Impendansi 32 Ω
Versi Bluetooth / Codec 5.0 / SBC, AAC, LDAC
Ukuran Driver ø13.6mm
Rating IPX5
Kapasitas Baterai 160 mAh

Kata Pro pada nama IEM ini menandakan adanya dukungan LDAC dan sertifikasi audio resolusi tinggi. LDAC dari Sony sendiri mampu mentransfer data musik hingga 990 Kbps, sehingga kualitas lagu yang didengar (seharusnya) akan lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan SBC atau AAC. Untuk non Pro sendiri sepertinya tidak dijual di Indonesia oleh EraSpace.

Unboxing

Inilah isi dari paket penjualan 1More Dual Driver ANC Pro

1More Dual Driver ANC Pro - Unbox

Desain

1More Dual Driver ANC Pro menggunakan bahan berjenis karet pada kabelnya dan neckband-nya. Karet yang digunakan juga memiliki finishing yang cukup lembut sehingga membuatnya cukup nyaman saat tersentuh dengan kulit bagian belakang leher yang biasanya sensitif. Karet kalungnya sendiri juga lentur dan lembut serta tahan terhadap kerusakan akibat terkena keringat.

1More Dual Driver ANC Pro - Tombol

Panel kontrol yang ada pada 1More Dual Driver ANC Pro ada pada sisi sebelah kiri. Pada panel tersebut di sisi sebelah dalam terdapat beberapa tombol seperti volume naik dan turun, Play/Pause, dan microphone. Di sisi atasnya bisa ditemukan power dan dua tombol ANC. Pada panel yang sama juga bisa ditemukan port USB-C yang tertutup oleh cover yang terbuat dari plastik polikarbonat.

Pada bagian belakang kedua earpiece terdapat magnet yang dapat menarik cukup kuat. Pada saat kedua earpiece tertempel, akan membuat musik yang sedang dimainkan akan terhenti serta memutuskan hubungan bluetooth-nya. Hal ini tentu saja sangat membantu jika kita tidak ingin repot mematikan musik dengan mengeluarkan smartphone dari kantung.

1More Dual Driver ANC Pro - USB-C

1More juga sudah memiliki aplikasi pendukung. Pada saat pengujian, saya langsung ditawari untuk melakukan update firmware. Hal ini tentu saja membuat penggunaan earphone bluetooth ini menjadi lebih nyaman. Pengguna juga bisa mendapatkan fitur baru atau bug fix langsung dari produsen.

Pengalaman Menggunakan: LDAC Memang Berbeda

Saat membuka paket penjualannya pertama kali, saya cukup terkesan dengan packaging dari 1More. Sangat terlihat sekali bahwa mereka mendesain semuanya dengan premium. Saat mengangkat tempat earphone-nya, 1More juga memberikan tiga pasang earbuds dengan ukuran yang berbeda dan ditempatkan dengan cukup premium.

Saat pertama kali saya melakukan pairing, bluetooth pada smartphone saya langsung mendeteksi dengan baik. Setelah kedua perangkat tersambung, ternyata secara default, keduanya terkoneksi dengan codec LDAC. Biasanya, saya harus menyalakan dari SBC ke AAC terlebih dahulu.

1More Dual Driver ANC Pro - Buds

Sebagai informasi saja, LDAC bisa mentransfer data hingga 990 kbps. Namun untuk mendapatkan bitrate tersebut, pada perangkat Android harus terlebih dahulu ditingkatkan pada mode developer. Jika tidak, biasanya Android akan terpasang pada bitrate 660 kbps. Codec lainnya akan melakukan transfer data sekitar 320 kbps.

Saya pun langsung berinisiatif untuk melakukan burn-in pada earphone ini. Setelah memainkan beberapa file, saya melakukan instalasi aplikasi 1More Music dari Google Play. Ternyata, aplikasi ini memiliki fitur Burn-In otomatis tersendiri sehingga memudahkan penggunanya untuk membuat driver-nya lebih lentur. Tentu saja saya menggunakan fitur ini untuk melakukan burn-in dalam beberapa jam.

1More Dual Driver ANC Pro - Burn In

Saya menggunakan file FLAC untuk menguji 1More Dual Driver ANC Pro. Selain itu, saya juga menggunakan Spotify agar bisa membedakan antara FLAC dan OGG dengan baik dengan menggunakan codec LDAC. Dan ternyata, saya bisa mendengar perbedaannya dengan cukup jelas.

Terus terang, ini adalah perangkat LDAC pertama yang saya uji. Sebelumnya, saya hanya bisa merasakan codec SBC dan AAC pada sebuah wireless headphone/earphone. Setiap lagu yang saya dengarkan pada 1More Dual Driver ANC Pro memberikan detail suara yang sangat baik. Bahkan ada detail suara yang baru saya ketahui pada beberapa lagu yang hampir tiap hari saya dengarkan dengan menggunakan 1More Dual Driver ANC Pro.

1More Dual Driver ANC Pro - in ear

Untuk bassnya sendiri, pada volume yang tidak penuh juga terasa “nendang” dan mendalam. Untuk frekuensi mid, suara vokal dari penyanyi juga terasa lebih tajam dan jelas. Frekuensi tingginya juga terdengar dengan baik dan jelas. Saya juga merasa nyaman saat mendengarkan musik-musik akustik 1More Dual Driver ANC Pro.

Suara saat mendengarkan melalui bluetooth dan kabel USB-C ke audio ternyata cukup berbeda. Suara yang dikeluarkan melalui kabelnya tidak setajam melalui LDAC. Jelek? Tidak! Semua itu tergantung masing-masing orang yang mendengarkannya. Hanya saja, tingkat bass dan treble yang ada sedikit menurun dan akan menghilangkan delay.

1More Dual Driver ANC Pro - USB Audio 3.5mm

Berbicara mengenai delay, tentu tidak terlepas dengan penggunaannya untuk bermain game. Saat menggunakan bluetooth, jeda antara aksi dan suara memang cukup terasa. Hal tersebut memang dapat ditanggulangi dengan menggunakan kabel USB-C ke audio. Detail suara yang ada memang membuatnya menjadi IEM gaming yang sangat baik.

Fungsi tombol yang ada pada 1More Dual Driver ANC Pro cukup responsif saat ditekan. Pengguna nantinya akan kerap tertukar antara tombol untuk volume dan ANC. Perlu diperhatikan bahwa tombol Play/Pause tidak akan bekerja saat 1More Dual Driver ANC Pro terkoneksi melalui kabel. Tombol ini sendiri bisa berfungsi sebagai pemanggil Google Assistant pada perangkat Android.

1More Dual Driver ANC Pro - Settings

Active Noise Cancelling juga menarik pada 1More Dual Driver ANC Pro. Ada tiga mode ANC pada IEM ini, yaitu mild, strong, dan wind. Mode terakhir khusus digunakan pada saat lingkungan sekitar sedang berhembus angin yang cukup kencang dan sedang menggunakan microphone. Dua mode untuk speaker-nya, yaitu mild dan strong, dapat menghalau suara dari luar dengan lumayan baik. Namun, jangan berharap bahwa semua suara tidak akan terdengar sama sekali.

Baterai pada 1More Dual Driver ANC Pro memiliki kapasitas 160 mAh. Pengujian kali ini hanya menggunakan mode bluetooth secara panjang dengan codec LDAC. Saya mendapatkan total penggunaan sekitar kurang dari 8 jam. Angka ini tentu saja cukup baik untuk digunakan dalam satu hari.

Verdict

Pasar AIoT saat ini sedang gencar-gencarnya diperlihatkan oleh para produsen. Hal tersebut tentu saja termasuk dalam perangkat suara seperti wireless headphone. Hal tersebut dikarenakan kita bisa mengendalikan perangkat lain melalui perintah suara sekaligus mendengarkan musik. Hal tersebut termasuk 1More Dual Driver ANC Pro.

1More Dual Driver ANC Pro sendiri merupakan sebuah wireless in ear monitor yang memiliki fungsi lengkap. Mendukung LDAC untuk menghantarkan suara dengan lebih baik dan juga memiliki kemampuan untuk terkoneksi melalui kabel. Dengan menggunakan interface USB-C, membuatnya mudah untuk diisi ulang karena kabelnya sudah umum digunakan saat ini.

Suara yang dihasilkan terdengar sangat baik di telinga saya. Semua frekuensi terdengar dengan baik dan jelas hampir tanpa kekurangan. Saya juga bisa mendapatkan sedikit ketengangan dengan menggunakan Active Noise Cancelling yang ada pada 1More Dual Driver ANC Pro.

1More Dual Driver ANC Pro dijual dengan harga Rp. 1.499.000 dan saat ini sudah tersedia untuk pasar Indonesia. Dengan harga tersebut, Anda akan mendapatkan berbagai fitur yang lengkap, sekali lagi termasuk LDAC, ANC, WNC, dan koneksi kabel serta suara yang bagus. Jadi, harga tersebut masih bisa dibilang terjangkau.

Sparks

  • LDAC dengan suara yang sangat baik di segala sisi
  • Bisa terkoneksi melalui kabel
  • WNC yang membuat microphone tidak berisik
  • Daya tahan baterai yang cukup panjang
  • IPX5 tahan terhadap air dan keringat

Slacks

  • ANC tidak 100% menghalau suara
  • Tombol cukup membingungkan

 

[Review] Honor Watch GS Pro: Desain Keren, Kokoh, dan Baterai Lebih dari 3 Minggu

Beberapa orang mungkin tidak melirik sebuah smartwatch karena modelnya yang terasa ringkih. Biasanya mereka adalah orang-orang yang menyukai model-model rugged seperti G-Shock dari Casio. Hal tersebut dikarenakan model rugged sering disamakan dengan ketahanannya, kekuatannya, serta ketangguhannya untuk aktivitas outdoor seperti olah raga alam. Ternyata, Honor memiliki jam tangan pintar yang memiliki model rugged.

Perusahaan asal Tiongkok ini memperkenalkan Honor Watch GS Pro. Honor Watch GS Pro adalah smartwatch terbaru dari Honor yang mengkombinasikan desain rugged dengan durabilitas tinggi serta fitur yang lengkap. Biasanya, jam tangan pintar dari Honor dan Huawei tidak memiliki tambahan aplikasi yang membuat orang juga cukup menyayangkannya. Ternyata, Honor Watch GS Pro sudah dilengkapi dengan toko aplikasi.

Honor Watch GS Pro

Spesifikasi yang dibawa oleh Honor Watch GS Pro masih sama dengan MagicWatch 2. Hal ini juga berarti spesifikasinya masih sama pula dengan Huawei Watch GT 2. Berikut adalah spesifikasi lengkap dari Honor Watch GS Pro yang saya dapatkan

SoC HiSilicon Kirin A1
CPU ARM Cortex M7 200 MHz
RAM 32 MB
Internal 4 GB
Layar 1.39 inci OLED 454×454
Baterai 790 mAh
Sistem Operasi Huawei Lite OS
Konektivitas Bluetooth 5.1 + BLE, GPS + GLONASS
Dimensi 48 x 48 x 13,6 mm
Bobot 45.5 gram

Honor juga memberikan baterai yang lebih besar pada Watch GS Pro. Menurut situs resmi mereka, Honor Watch GS Pro dibenamkan baterai sebesar 790 mAh yang mampu bertahan hingga 25 hari. Hal ini tentu hampir dua kali lipat dari Magic Watch 2  46mm yang hanya 455 mAh dan bisa bertahan 14 hari saja.

Unboxing: Hanya Charger

Didalam paket penjualannya hanya akan ditemukan charger saja. Charger ini sendiri masih sama dengan jam pintar keluaran Honor generasi sebelumnya, sehingga mereka yang memiliki Magic Watch 2 masih bisa digunakan charger-nya.

Honor Watch GS Pro - Charger

Desain

Saat membuka paket penjualannya, saya langsung terkesan dengan bentuknya yang terlihat kokoh. Pertama kali melihat saya memang langsung teringat dengan desain-desain kokoh dari jam tangan Casio, yaitu G-Shock. Bentuk layarnya sendiri bundar sehingga memang mirip dengan kebanyakan jam tangan yang beredar di pasaran.

Tali jam tangan yang terpasang pada Honor Watch GS Pro sudah menggunakan bahan karet. Bahan ini tentu saja lebih cocok untuk mereka yang gemar berolah raga. Talinya sendiri bisa diganti dengan mudah, yaitu dengan menggeser pin kecil yang ada hingga terlepas. Strap Huawei Honor Watch GS Pro menggunakan standar 22 mm.

Honor Watch GS Pro - Strap pin

Layar dari Honor Watch GS Pro sudah menggunakan jenis AMOLED yang jika menggunakan background hitam, akan lebih hemat daya. Layarnya memiliki dimensi 1,39 inci dengan resolusi 454×454. Sayangnya, belum ada informasi apakah layarnya menggunakan Gorilla Glass atau tidak. Namun melihat dari generasi-generasi sebelumnya, seharusnya Watch GS Pro juga sudah menggunakan Gorilla Glass atau Sapphire Glass.

Berbicara mengenai kekuatan, Honor Watch GS Pro juga memiliki sertifikasi militer, yaitu MIL-STD-810G. Secara teoritis, jam tangan ini seharusnya lebih tahan terhadap benturan keras dan kondisi lingkungan yang lebih keras. Ada 14 pengujian yang telah dilakukan pada perangkat ini, seperti benturan, rendaman air, radiasi solar, tinggi rendahnya suhu, dan lain sebagainya. Hal ini membuatnya lebih cocok untuk mereka yang gemar olah raga seperti hiking dan panjat tebing.

Honor Watch GS Pro - Sensors

Walaupun memiliki desain yang berbeda, penempatan tombol pada Watch GS Pro masih sama dengan pendahulunya, yaitu pada bagian kanannya dan jumlahnya juga dua buah. Yang bagian atas digunakan untuk menampilkan menu fungsi yang ada pada jam tangan pintar ini serta menjadi tombol home. Tombol yang bawah dibuat khusus untuk fungsi-fungsi olah raga. Saat digeser layarnya dari bagian atas ke bawah, akan muncul quick setting seperti perangkat Android.

Di bagian bawahnya terdapat sensor untuk mendeteksi detak jantung. Jam tangan pintar ini juga sudah dilengkapi dengan GPS, gyroscopeaccelerometer, sensor tekanan udara dan cahaya. Pada bagian bawah itu pula terdapat tulisan bahwa jam tangan ini sudah memiliki kemampuan menyelam dengan 5 ATM, yaitu 50 meter atau 50 atmosphere.

Honor Watch GS Pro - Buttons

Dan akhirnya, jam tangan pintar dari Honor saat ini sudah mendukung instalasi aplikasi khusus. Hal ini juga hadir pada update firmware versi 10.1.2.56 yang sudah dapat diinstalasikan saat ini juga. Saat ini, jam tangan yang saya dapatkan sudah mendapatkan firmware dengan versi 10.1.3.32.

Toko aplikasi untuk Honor masih menjadi satu pada aplikasi Health. Aplikasinya sendiri masih dapat dihitung dengan tangan. Semoga saja Honor menggandeng banyak developer sehingga bisa meramaikan aplikasi untuk jam tangan pintarnya sehingga bisa memiliki fungsi yang lebih luas lagi.

Pengalaman Menggunakan: Keren dan benar tahan lama

Saya mencoba jam tangan Honor Watch GS Pro mulai pada tanggal 22 November 2020 yang lalu. Saat pertama kali menyalakan dan melakukan pairing dengan smartphone, sebuah notifikasi update firmware pun muncul. Cukup senang pada saat membaca bahwa pada firmware tersebut, Honor Watch GS Pro mendukung aplikasi pihak ketiga yang menandakan bahwa ekosistem jam tangan pintar mereka yang berkembang.

Paket penjualan dari jam tangan pintar ini memang hanya berisikan Watch GS Pro, kabel USB-C, serta kepala charger itu sendiri. Ternyata, kepala charger yang dimiliki oleh Watch GS Pro sama dengan Honor Magic Watch 2 dan Huawei Watch GT 2. Jika Anda memiliki kedua jam tangan tersebut, tentu saja bisa menggunakan alat pengisi baterai yang lama. Hal ini juga menandakan bahwa Honor Watch GS Pro tidak mendukung wireless charging.

Honor Watch GS Pro - update firmware

Setelah melakukan update firmware, saya melakukan pengisian ulang baterai dari sekitar 40% sampai penuh yang memakan waktu kurang dari satu jam. Saya menggunakan jam tangan pintar ini dengan menyalakan koneksi bluetooth hanya pada hari pertama saja. Selanjutnya, saya mematikan koneksi tersebut karena lebih sering di rumah saja.

Saya mencoba beberapa hal yang dikeluhkan oleh pengguna jam tangan pintar dari Honor, yaitu masalah notifikasi dari Whatsapp Call. Ternyata tidak ada masalah mengenai notifikasi tersebut, asalkan jam tangan pintar ini dipasang di tangan. Namun sayangnya, hanya notifikasinya saja yang bisa diterima di jam tangan pintar ini. Jadi, panggilan telepon melalui aplikasi pihak ketiga seperti Whatsapp, Telegram, dan FB Call hanya notifikasinya saja dan tidak bisa menerima langsung dari jamnya.

Honor Watch GS Pro - SpO2

Jika kita mendapatkan panggilan telepon melalui jaringan seluler, Watch GS Pro yang terhubung melalui bluetooth akan memberikan tanda terima atau tolak. Saya juga bisa langsung berbicara melalui jam tangan ini tanpa harus mengeluarkan smartphone dari kantung. Jadi, kita bisa berlagak seperti James Bond dengan langsung berbicara melalui jam tangan pintar ini. Hal tersebut bisa diwujudkan karena ada microphone dan speaker pada jam tangan pintar ini.

Saya juga bisa mendengarkan musik langsung pada jam tangan ini. Suara yang dikeluarkan dari speaker yang ada pada bagian bawahnya ternyata cukup kencang. Selain melalui speaker tersebut, saya juga bisa membuat perangkat ini untuk terhubung dengan TWS melalui bluetooth. Fungsi musik yang ada juga bisa juga dipakai untuk mengontrol perintah dasar aplikasi musik seperti Spotify, seperti untuk skip lagu yang sedang diputar.

Honor Watch GS Pro - Di Tangan

Fungsi-fungsi lain yang sangat penting pada jam tangan pintar ini adalah deteksi detak jantung, tingkat stres, dan juga kadar oksigen dalam darah. Walaupun produsen jam tangan pintar mengatakan bahwa perangkat ini bukanlah perangkat medis, namun setidaknya informasi yang diberikan cukup akurat. Kadar SpO2 sendiri saat ini cukup penting karena mampu mendeteksi salah satu gejala COVID-19. Jadi, memiliki jam tangan dengan fungsi-fungsi ini sangat penting dalam keadaan pandemi seperti sekarang.

Fitur lainnya yang saya juga sering coba adalah kompas. Kompas yang ada juga bisa memberikan informasi akurat mengenai arah mata angin. GPS juga sudah ada didalam jam tangan pintar ini, sehingga bisa membantu pada saat berolah raga. Mode olah raga pada jam tangan ini juga mencapai 100 jenis.

Honor Watch GS Pro - 3rd party application

Hari ini (Senin tanggal 14 Desember 2020) merupakan hari ke 23 saya menggunakan Honor Magic GS Pro. Sisa baterai yang ada pada perangkat ini tinggal 19% tanpa pengisian ulang lagi semenjak tanggal 22 November 2020 yang lalu. Hal ini cukup membuktikan bahwa Honor Watch GS Pro memang bisa bertahan hingga 25 hari, sesuai dengan klaim mereka. Oh iya, saya tidak menyalakan fungsi Always-On pada jam tangan ini.

Verdict

Selama ini, jam tangan pintar Honor selalu menyasar pada pengguna mainstream. Hal seperti ini yang mungkin belum terlihat oleh mereka yang suka melakukan olah raga ekstrim seperti mendaki gunung atau panjat tebing. Oleh karena itu, Honor membuat desain dari jam tangannya yang bisa menarik mereka yang suka akan olah raga ekstrim tersebut dengan Honor Watch GS Pro.

Chipset Kirin A1 lagi-lagi digunakan pada jam tangan yang satu ini. Kinerjanya memang tidak perlu dipertanyakan lagi untuk menjalankan sebuah jam tangan pintar dengan daya tahan yang cukup lama. Saya juga tidak pernah menemukan lag pada saat mengoperasikannya. Baterainya pun juga bisa bertahan lebih dari 23 hari pada saat saya memakainya.

Fungsi pada jam tangan yang satu ini memang cukup standar untuk ukuran smartwatch di tahun 2020. Hal tersebut diperkuat lagi dengan kemampuannya untuk bisa diinstalasikan aplikasi pihak ketiga. Hal tersebut cukup melengkapi fitur-fitur yang ada seperti pendeteksi detak jantung serta SpO2. Hal ini menambah kenyamanan dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Harga dari Honor Watch GS Pro juga tidak terlalu mahal jika dibandingkan dengan fitur yang dimilikinya. Harganya memang lebih mahal jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yaitu Rp. 2.999.000, yang tidak memiliki fungsi selengkap Watch GS Pro. Namun hal tersebut menandakan bahwa jika Watch GS Pro terasa lebih mahal, maka Anda bisa memilih generasi sebelumnya seperti MagicWatch 2.

Sparks

  • Daya tahan baterai lebih dari tiga minggu
  • Responsif saat bernavigasi
  • Desain kokoh
  • Feature bawaan cukup lengkap, seperti SpO2 dan heart rate
  • 5 ATM
  • Mendukung aplikasi pihak ketiga

Slacks

  • Tidak bisa digunakan untuk menerima panggilan VOIP Messenger seperti Whatsapp Call dan Telegram Call
  • Tidak mendukung Wireless charging

 

[Review] Realme Buds Air Pro: ANC, Transparency, dan Super Low Latency di Harga 1 Jutaan Saja

Selain mengeluarkan produk smartphone, realme juga serius dalam mengeluarkan produk AIoT. Salah satu produk AIoT yang saat ini sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah Audio yang berbentuk True Wireless Stereo (TWS). Saat ini, realme punya lagi yang baru dengan nama realme Buds Air Pro.

TWS yang baru saja diluncurkan ini tentu berbeda dengan yang sudah dikeluarkan oleh realme sebelumnya. Realme menambah beberapa fitur yang ternyata hanya ada pada perangkat dengan harga yang mahal. Hal tersebut seperti Active Noise CancellingTransparency (audio passthrough), dan latensi yang lebih kecil dari produk realme sebelumnya.

Realme Buds Air Pro - With box

Latensi pada produk sebelumnya, seperti realme Buds Air adalah 130 ms. Saya masih bisa merasakan adanya jeda pada saat bermain beberapa game dengan menggunakan Buds Air. Pada versi pro, latensinya diturunkan lagi menjadi hanya 94 ms dan disebut sebagai Super Low Latency. Hal ini tentu saja membuatnya seperti tidak memiliki jeda suara saat sedag bermain.

Spesifikasi dari realme Buds Air Pro adalah sebagai berikut

Bobot 5 gram per earbuds, 39,5 gram case
Chipset S1 Headphone Chip
Versi Bluetooth 5.0
Ukuran Driver ⌀10 mm dynamic
Dimensi 60.5 x 56 x 24mm (case)
Kapasitas Baterai 486 mah (case)

Unboxing

Inilah isi dari paket penjualan realme Buds Air Pro:

Realme Buds Air Pro - Unboxing

Desain

Pada seri Pro-nya, realme memilih desain eartips yang berbeda dengan Buds Air yang lama. Hal ini membuat realme Buds Air Pro menjadi sebuah model in-ear dan bukan open-ear seperti model yang lama. Hal ini tentu saja membuat semua suara akan masuk ke dalam rongga telinga tanpa ada yang keluar.

Untuk bahan yang digunakan, realme masih menggunakan plastik polikarbonat. Build-nya sendiri terasa sangat kokoh untuk earbuds dan juga shellcase. Saya juga tidak merasa was-was saat menaruh case tersebut pada kantung belakang celana.

Pada setiap earbuds nya terdapat dua buah sensor dan sebuah speaker. Pada ujung bagian atas dari batangnya, terdapat sensor sentuh yang bisa diubah fungsinya melalui aplikasi Realme Link. Ada beberapa fungsi yang bisa dilakukan pada sensor sentuh ini. Salah satunya adalah gaming mode yang bisa diaktifkan dengan menekan kedua tombol sentuh selama 3 detik sampai berbunyi suara mobil.

Realme Buds Air Pro - USB-C

Dengan model in-ear tentu saja membuat semua suara yang keluar dari driver-nya akan masuk seluruhnya ke telinga. Hal ini membuat realme Buds Air Pro memiliki suara yang cukup besar dibandingkan dengan Buds Air biasa yang cenderung open-ear. Realme Buds Air Pro memiliki driver 10mm yang dapat dibilang besar untuk sebuah model in-ear.

Realme Buds Air Pro juga sudah memiliki standarisasi IPX4. Hal tersebut menandakan bahwa TWS ini sudah cocok digunakan untuk berolah raga. Keringat tidak lagi menjadi masalah yang bakal merusak TWS tersebut.  Eartips-nya sendiri juga bisa diganti ke yang lebih besar atau kecil, sehingga akan lebih pas menutup lubang kuping penggunanya.

Baterai yang terdapat pada setiap earbuds sepertinya cukup besar. Dengan menggunakan cip baru, yaitu realme S1 membuat earbuds-nya dapat menyala hingga 6 jam. Charging Case-nya pun juga membawa baterai sebesar 486 mAh yang memang bisa membuatnya tahan lama. Untuk mengisi baterai padai case-nya, realme memilih untuk menggunakan port USB-C yang saat ini sudah umum digunakan. LED-nya pun juga akan menyala pada saat baterai sedang diisi.

Aplikasi Realme Link menjadi pusat kendali untuk realme Buds Air Pro. Mulai dari penggantian perintah sentuh, menyalakan ANC, menyalakan Transperancy, dan upgrade firmware bisa dilakukan pada aplikasi yang satu ini. Hal tersebut memang membuat Buds Air Pro serasa seperti perangkat dengan harga yang lebih mahal.

Pengalaman Menggunakan realme Buds Air Pro

Saya sangat senang karena saat ini beberapa TWS sudah menggunakan model eartips yang seperti ada pada earphone dengan kabel. Hal ini tentu saja membuatnya tidak lagi tergeser keluar seperti pada model realme Buds Air yang pertama. Semua suara juga dipastikan akan masuk ke rongga telinga sehingga pengguna akan mendengarkannya secara penuh.

Menggunakan realme Buds Air saat pertama kali membuat saya yakin kalau model seperti ini akan lebih sulit untuk jatuh. Suara dari luar juga menjadi lebih pelan saat menancapkan earbuds ini ke lubang kuping. Menggeleng-gelengkan kepala dengan keras juga tidak menjatuhkan TWS ini dari telinga saya. Dan yang pasti, TWS ini tidak akan tergeser dari lubang kuping yang menyebabkan kurangnya suara yang diterima telinga.

Realme Buds Air Pro - buds

Bahan eartips yang dimiliki juga cukup nyaman di lubang telinga. Hal ini membuat saya tidak risih saat menggunakannya selama berjam-jam. Eartips-nya juga bisa diganti-ganti sesuai dengan besar kecilnya lubang telinga yang dimiliki oleh sang penggunanya.

Untuk melakukan pairing, saya harus menekan tombol yang berada pada sisi kanannya. Tombol ini hampir tidak terlihat oleh mata jika tidak diperhatikan dengan seksama. Saya juga langsung menggunakan aplikasi Realme Link yang sudah ada pada smartphone yang digunakan, sehingga tinggal mengikuti petunjuk yang ada di layar. TWS ini pun dengan mudah dapat terhubung dengan mudah.

Hal yang perlu diingat adalah realme Buds Air Pro secara default akan terkoneksi pada Sub Band Codec (SBC). Agar suaranya lebih bagus, gunakan codec Advanced Audio Coding (AAC) yang bisa dipilih pada setting bluetooth di smartphone. Hal tersebut akan terdengar saat jelas jika Anda menggunakan file musik dengan kompresi lossless seperti FLAC atau APE.

Dalam menguji suara bass, saya menggunakan beberapa lagu dengan menggunakan file FLAC. Suara bass yang dikeluarkan oleh TWS ini memang cukup mendominasi, tetapi tidak terlalu “nendang”. Hal yang sama juga saya rasakan bahkan pada saat Bass Boost+ dinyalakan.

Pada beberapa lagu, saya juga mendengar bahwa mid dan high nya kurang terdengar dengan detail. Dan saat menaikkan suaranya ke volume paling tinggi, ada sedikit distorsi yang terdengar pada beberapa lagu. Saya harus menggunakan TWS lain dalam mengkonfirmasi hal ini. Namun saya tidak mencoba untuk mendengarkannya dengan menggunakan Volume Enhancer.

Secara keseluruhan, suara dari TWS ini cukup bagus untuk kebanyakan telinga. Suara yang baik juga didapatkan pada saat melakukan panggilan atau telepon. Microphone yang ada juga membuat lawan bicara dapat mendengat suara saya dengan jelas. Suara yang paling baik saya dapatkan saat melakukan panggilan dengan menggunakan VoLTE/VoWiFi.

Tiga mode kontrol suara yang ada pada TWS ini juga membuat saya ingin menggunakannya lebih lama. Jika anak-anak saya sedang bercanda satu dengan lainnya, tentu saja menjadi cukup ribut. ANC yang ada cukup menekan suara yang ada dengan cukup baik. Walaupun begitu, biasanya suara-suara lengkingan yang cukup keras masih akan terdengar pada TWS ini.

Realme Buds Air Pro - Shell and buds

Mode Transperancy juga memungkinkan kita mendengarkan suara sekitar dengan cukup baik. Saya mencoba mode ini saat berjalan kaki dari rumah ke salah satu mini market. Suara dari luar terdengar cukup baik asalkan suara musik tidak terlalu keras. Suara klakson mobil pun cukup keras terdengar.

Mode Game tentu saja saya gunakan untuk bermain. Saya mencoba PUBG Mobile dan CoDM saat mencoba TWS ini. Suara yang ada terasa cukup cepat dan memang tidak ada lag yang saya alami. Oleh karena itu, TWS ini sangat cocok bagi mereka yang gemar bermain game.

Dan saya pun sampai pada pengujian yang paling menyebalkan, yaitu baterai😁. Saya harus mendengarkan musik sampai 4 jam, dan TWS ini masih belum mau mati juga. Hal ini saya lakukan tanpa menyalakan fungsi ANC. Tentunya, baterai ini akan lebih boros saat ANC dan Transperancy dinyalakan karena hal tersebut juga akan menyalakan microphone-nya secara terus menerus.

Realme menjanjikan daya tahan baterai yang cukup lama, yaitu total 25 jam penggunaan tanpa ANC dan 20 jam saat menyalakan ANC. Untuk mengisinya baterainya, realme Buds Air Pro akan penuh dalam waktu sekitar 1 jam saja.

Verdict

Realme tidak henti-hentinya mengeluarkan produk-produk baru selain dari lini smartphone-nya. Mereka pun juga mulai serius dalam mengeluarkan produk audio-nya. Setelah realme Buds Air dan Buds Q, mereka pun meluncurkan satu lagi yang ditujukan ke kelas yang di atasnya. TWS itu adalah realme Buds Air Pro.

Suara yang dihasilkan oleh realme Buds Air Pro memang cukup baik. Perangkat ini bisa menjadi pilihan bagi konsumen yang ingin mendapatkan TWS dengan fitur ANC dan voice passthrough (Transperancy). Suara untuk melakukan panggilan juga bisa terdengar dengan cukup baik, apalagi saat menggunakan mode HD yang dimiliki oleh beberapa operator.

Bermain game pada perangkat ini juga cukup nyaman. Hal ini dikarenakan latensi rendah yang dimiliki realme Buds Air Pro membuat para pemain tidak telat dalam mendengar suara langkah yang ada di sekitarnya. Suara desingan peluru juga bisa terdengar saat bermain game-game first person shooter.

Harga dari realme Buds Air Pro adalah Rp. 1.299.000. Mahal? Tentu tidak jika kita melihat dari segala fitur yang ditawarkan. Fitur seperti ANC dan Transperancy kerap ditemukan pada perangkat dengan harga dua jutaan ke atas. Bisa dikatakan bahwa realme Buds Air Pro adalah TWS dengan fitur paling lengkap di harga satu jutaan.

Sparks

  • Harganya cukup terjangkau berbanding fitur yang dimiliki
  • Latensi rendah membuat suara game tidak lag
  • Model in-ear membuat isolasi suara dari luar
  • Touch button yang cukup sensitif
  • Daya tahan baterai yang panjang
  • Realme Link mendukung update firmware

Slacks

  • Suaranya kurang detail
  • Tidak ada fitur wireless charging
  • Bass Boost+ mengurangi detail pada beberapa lagu

[Review] Amazfit Bip U, Smartwatch untuk Sehari-hari

Menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh amat penting di kondisi pandemi saat ini, seperti mengatur pola makan hingga olahraga secara teratur. Untuk memudahkan merekam segala aktivitas harian dan menunjang gaya hidup sehat, maka perlu bantuan perangkat smartwatch atau fitness tracker.

Berbagai macam bentuk dari brand yang berbeda banyak tersedia di pasaran, dari yang murah sampai yang mahal. Kali ini meja redaksi Dailysocial kedatangan jam tangan pintar terjangkau dari Huami, bernama Amazfit Bip U.

Bentuk kotak yang sekilas mirip Apple Watch memang menjadi daya tarik tersendiri, terlihat keren saat dipakai. Dibanderol dengan harga Rp795.000, apa saja fitur-fitur yang ditawarkan? Berikut review Amazfit Bip U selengkapnya.

Desain Stylish

Review-Amazfit-Bip-U-2

Sebagai alat pelacak, maka perangkat ini harus senantiasa dikenakan. Bobot yang ringan di angka 31 gram dan dimensi ringkas 40.9×35.5×11.4 mm membuat Amazfit Bip U nyaman dipakai seharian, termasuk saat diajak olahraga maupun dibawa pergi tidur.

Bicara build quality, ada harga tentu ada rupa. Smartwatch yang tersedia dalam tiga opsi warna yaitu hijau, hitam, dan pink ini bodinya terbuat dari material polikarbonat. Strap-nya dapat dilepas, terbuat dari karet silikon dengan lebar 20mm dan memiliki panjang yang bisa disesuaikan dari 76mm hingga 118mm.

Bagian muka menampilkan layar sentuh 1,43 inci beresolusi 320×302 piksel berbentuk kotak dengan kaca 2,5D Gorilla Glass 3 dan lapisan anti sidik jari. Bezel samping layarnya berukuran sedang dengan bagian dagu sedikit lebih tebal karena menampung tulisan Amazfit.

Review-Amazfit-Bip-U-3

Pada sisi kanan terdapat satu-satunya tombol fisik di jam tangan ini. Tombol ini dapat digunakan untuk membangunkan layar, tekan sekali untuk mengakses app list, tekan dan tahan akan membuka mode latihan, dan juga berfungsi untuk kembali ke menu sebelumnya.

Review-Amazfit-Bip-U-4

Kemudian pada bagian belakang, terdapat pin pengisi daya yang menempel secara magnetis. Bersama sensor SpO2 dan BioTracker 2 PPG Biological Optical.

Bodi Amazfit Bip U sudah dilengkapi dengan peringkat ketahanan air hingga 50 meter dan mendukung mode latihan renang. Hal ini juga berarti pengguna tidak perlu khawatir saat mencuci tangan dan tak perlu melepasnya saat mengambil air wudhu.

Aplikasi Zepp

Amazfit Bip U dapat digunakan oleh pengguna smartphone Android maupun iOS. Anda harus menginstal aplikasi bernama Zepp di smartphone untuk mengatur lebih lanjut smartwatch ini dan menyinkronkan data.

Secara default, Amazfit Bip U hanya dapat menampung maksimal empat watch face. Dua di antaranya dapat disesuaikan, Anda dapat memilih informasi yang ingin ditampilkan di layar.

Terdapat 50 pilihan yang bisa dipilih lewat aplikasi Zepp yang dikelompokkan dalam delapan kategori. Mulai dari digital dashboard, artistic & creative, exercise & health, simple & modern, quirky, traditional & classic, mechanical punk, dan retro sentiment.

Bila ingin lebih personal, Anda juga bisa mengubah wallpaper watch face menggunakan foto. Namun informasi yang ditampilkan sebatas waktu, hari, dan tanggal.

Antarmuka aplikasi Zepp terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu homepage, enjoy, dan profile. Pada homepage, tab ini menampilkan beragam data yang terkumpul seperti jumlah langkah kaki, kalori yang terbakar, heart rate, SpO2, tingkat stres, dan sebagainya.

Kemudian pada tab enjoy, di sini menampilkan berbagai fitur untuk memaksimalkan penggunaan Amazfit Bip U. Misalnya alarm, find device, target setting, watch face, incoming call, app alerts, cycles, dan lainnya. Sedangkan pada tab profile, untuk mengkonfigurasi smartwatch lebih lanjut dengan pengguna.

User Experience

Review-Amazfit-Bip-U-11

Pengoperasian Amazfit Bip U sangat simpel, cukup dengan swipe. Usap ke atas dari homescreen untuk membuka notification center dan usap ke bawah untuk membuka control center yang menyediakan akses cepat untuk fitur do not disturb, alarm, kecerahan layar, dan setting.

Kemudian usap ke kiri atau kanan pada homescreen untuk mengakes berbagai fitur utama seperti activity goal, heart rate, SpO2, stress, PAI, wheather, dan music. Ada sepuluh slot shortcut yang bisa diatur sesuai kebutuhan di setting > preference > shortcut apps.

Layarnya terbilang responsif saat dioperasikan dan visibilitas layar di bawah sinar matahari cukup baik pada tingkat kecerahan 100%. Saya dapat melihat informasi di layar tanpa kesulitan.

Amazfit Bip U dilengkapi dengan fitur lit upon lift wrist, yang secara otomatis membangunkan layar saat mengangkat pergelangan tangan. Sangat praktis, fitur ini dapat diaktifkan sepanjang hari atau pada rentang jam tertentu. Durasi layar menyala bisa diatur di dalam fitur auto screen off, minimum 5 detik dan maksimum 15 detik.

Mengemas baterai 230 mAh, smartwatch ini diklaim dapat bertahan hingga sembilan hari untuk pemakaian normal dengan pengaturan yang fokus pada efisien daya. Dalam pengujian saya, dengan kecerahan layar 50%, durasi layar 15 detik, dan fitur app alerts aktif untuk aplikasi WhatsApp, smartwatch ini bisa menemani sampai satu minggu lebih.

Saya cukup puas dengan daya tahan baterainya. Dalam paket penjualan dibekali charger yang terpasang secara magnetis. Sayangnya, proses pengisian dayanya berlangsung cukup lama hampir dua jam.

Fitur Kesehatan dan Kebugaran

Review-Amazfit-Bip-U-12

Meski terjangkau, Amazfit Bip U membawa banyak sekali fitur untuk menunjang gaya hidup sehat. Mulai dari pemantauan detak jantung secara real-time mengandalkan sensor BioTracker 2 PPG Biological Optical. Secara default smartwatch ini mengukur denyut nadi secara otomatis pada interval 10 menit, di pengaturan tersedia juga opsi 1 menit, 5 menit, 10 menit, 30 menit, atau off.

Selain itu, Amazfit Bip U juga dapat mengukur tingkat oksigen dalam darah menggunakan sensor SpO2. Sleep tracking untuk memantau kualitas tidur dan juga dapat mengukur kualitas pernapasan saat tidur, stress monitoring, serta pelacak siklus menstruasi untuk wanita.

Terdapat 60 lebih mode olahraga yang didukung oleh smartwatch ini. Beberapa yang utama seperti outdoor running, treadmill, outdoor cycling, indoor cycling, walking, pool swimming, rope skipping, yoga, free exercise, rowing machine, elliptical trainer, badminton, cricket, dance, strength training, dan masih banyak lagi.

Semua mode latihan ini dikelompokkan ke dalam 10 kategori. Meliputi run-walking sports, cycling sports, indoor sports, outdoor sports, swimming sports, winter sports, ball sports, dance sports, boxing sports, dan other sports.

Perlu dicatat, Amazfit Bip U tidak dilengkapi dengan GPS bawaan sehingga sangat bergantung pada GPS di smartphone. Saat menggunakan mode latihan yang membutuhkan akses GPS, kita harus memastikan smartwatch tetap terhubung dengan smartphone agar dapat merekam data dengan akurat.

Daftar aplikasi lain yang bisa diakses di smartwatch ini adalah PAI atau Personal Activity Intelligence untuk membantu mengelola status kesehatan sendiri berdasarkan aktivitas tujuh hari terakhir. Lalu, ada weather, music, countdown, stopwatch, pomodoro tracker, world clock, camera remote, dan find phone.

Verdict

Review-Amazfit-Bip-U-13

Amazfit Bip U memenuhi tugasnya dengan sangat baik sebagai activity dan fitness tracker. Agar dapat merekam data secara optimal kita harus menggunakan smartwatch ini siang malam dan menjaga agar tetap terhubung dengan smartphone. Meski begitu, tidak disarankan untuk menggunakan data yang direkam sebagai dasar diagnosis dan pengobatan.

Di Amazfit Official Tokopedia, Amazfit Bip U dijual Rp795.000 dan harga normalnya tertera Rp999.000. Saya pikir dari segi fungsi, gaya, dan harga terbilang pas. Kalau pakai smartwatch premium juga sayang, baru sekitar dua minggu pemakaian saja, saya sudah mengalami beberapa kali terbentur ringan.

Sparks

  • Bentuk ringkas dan ringan sehingga nyaman dipakai
  • Desain kotak stylish, sekilas mirip Apple Watch
  • Layar cerah dan bodinya tahan air 
  • Kaya fitur dan mendukung 60+ mode latihan
  • Bisa mengutak-atik pengaturan di smartwatch tanpa perlu smartphone
  • Harga relatif cukup terjangkau

Slacks

  • Bezel samping layar masih sedikit tebal
  • Build quality standar
  • Tanpa GPS bawaan, sehingga sangat bergantung pada smartphone

[Review] Xiaomi Poco X3 NFC, Tawarkan Spesifikasi Tinggi Melampui Harganya

Pada pertengahan bulan Oktober lalu, Xiaomi merilis Poco X3 NFC di Indonesia. Smartphone Poco kali ini membidik segmen menengah dan menyebut dirinya sebagai ‘The Real Mid-Range Killer‘ alias pembunuh smartphone kelas menengah.

Dibanderol dengan harga Rp3.199.000 untuk versi 6GB/64GB dan Rp3.599.000 untuk versi 8GB/128GB, tak diragukan lagi spesifikasi Poco X3 NFC memang melebihi harga jualnya. Sebut saja, chipset Snapdragon 732G, layar dengan refresh rate 120Hz, quad camera dengan kamera utama 64MP, dan banyak lagi.

Apakah Poco X3 NFC benar-benar mampu mengungguli smartphone kelas menengah lainnya? Simak review Xiaomi Poco X3 NFC berikut.

Desain Kamera Sangat Menonjol

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-3
Desain Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Hal unik yang juga menjadi pembeda dengan smartphone lain pada Poco X3 NFC ialah desain modul kamera belakangnya yang tidak biasa dan sangat menonjol. Empat unit kamera dan sebuah LED flash disusun seperti huruf X dan dibingkai persegi panjang dalam orientasi horizontal yang agak membulat pada bagian kanan kirinya.

Tak hanya itu, ada tulisan ‘POCO’ berukuran cukup besar di punggungnya dan memiliki pola bergaris yang memberi kesan simetris. Unit Poco X3 NFC yang saya pakai berwarna cobalt blue, bagian belakangnya ini terbuat dari material polikarbonat dan sedikit melengkung di sisi pinggirnya.

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-4
Layar Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bagian muka terpampang layar 6,67 inci DotDisplay dengan lubang kamera depan kecil 20MP di bagian tengah atas. Permukaan layarnya diproteksi Gorilla Glass 5 dan dilapisi anti gores, dalam paket penjualan disertakan soft case yang diklaim sudah anti-bacterial.

Bingkainya dari aluminium dan bodinya tahan percikan air dengan sertifikasi IP53. Hadir dengan dimensinya 165,3×76,8×9,4 mm dan bobot 215 gram, bodi Poco X3 NFC ini memang relatif cukup tebal dan berat, meski bisa dimaklumi karena membawa baterai sebesar 5.160 mAh.

Untuk atributnya, di sebelah kanan ada tombol volume dan power yang terintegrasi dengan sensor fingerprint, sedangkan sebelah kiri ada SIM tray berbentuk hybrid. Bagian atas memiliki IR blaster dan mikrofon, lalu di bawah menampung jack audio 3,5mm, port USB Type-C, mikrofon, dan speaker.

Layar 120Hz DotDisplay

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-6
Layar Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bentang layar IPS 6,67 incinya ditopang resolusi 1080×2400 piksel yang menghasilkan kepadatan sekitar 395 ppi dalam aspek rasio 20:9. Tentunya fitur kunci yang membuat Poco X3 NFC sanggup memukul lawannya di kelas menengah ialah layarnya memiliki refresh rate 120Hz.

Semakin tinggi refresh rate, maka semakin cepat layar mampu memperbarui gambar dalam satu detik sehingga gerakan dalam game terlihat lebih mulus. Keuntungan layar 120Hz dapat dirasakan saat bermain game-game kompetitif dan dengan touch sampling rate 240Hz, perbedaan seperkian detik saja bisa menentukan hasil akhir.

Meski mungkin tidak bisa dirasakan secara langsung, refresh rate tinggi juga membuat animasi dan gerakan scroll atau swipe bakal lebih lancar. Agar konsumsi daya tetap irit, Poco melengkapinya dengan fitur DynamicSwitch yang secara pintar menyesuaikan refresh rate berdasarkan aktivitas.

Lebih lanjut, layar Poco X3 NFC ini memiliki tingkat kecerahan hingga 450 nit, dibekali sertifikasi TUV Rheinland, dan juga Widevine L1 DRM. Artinya memungkinkan menonton film di Netlfix dalam kualitas FHD dan streaming konten HDR10 di YouTube.

Tampilan layarnya bisa disesuaikan di pengaturan, ada fitur color scheme yang menawarkan tiga preset yaitu auto, saturated, dan standard. Opsi auto adalah yang direkomendasikan sistem karena mencakup sepenuhnya ruang warna DCI-P3 dan juga bisa menyesuaikan warna agar sesuai dengan pencahayaan di lingkungan.

Kamera Utama 64MP

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-7
Kamera Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Poco memasang sensor Sony IMX 682 64MP sebagai kamera utama, ditemani kamera ultrawide 13MP. Sisanya kurang begitu mengesankan, karena sebatas 2MP untuk macro dan 2MP sebagai depth sensor.

Sensor Sony IMX 682 ini berukuran 1/1.73 inci dan dengan teknologi Quad Bayer, Poco dapat menghasilkan foto optimal 16MP dengan piksel besar 1,6um atau resolusi tinggi 64MP dengan piksel 0,8um. Serta, memberikan kemampuan optical zoom sebanyak 2x.

Yang menarik ialah kelengkapan fitur kameranya yang bakal memanjakan para pembuat konten. Berbagai mode foto dan video disediakan Poco, lengkap dengan fitur-fitur berbasis AI.

Mode Pro juga tersedia untuk foto dan video, dengan opsi pengaturan cukup lengkap yang bisa diatur sendiri. Foto bisa disimpan dalam format Raw dan video juga bisa disimpan dalam format LOG, kedua fitur ini memberi lebih banyak fleksibilitas dalam pasca-pemrosesan.

Perekam videonya mendukung sampai resolusi 4K 30fps dan pada mode slow motion bisa rekam video dengan frame rate tinggi 1080p 120fps hingga 720p 960fps. Fitur video lainnya ada short video untuk kemudahan ambil footage 15 detik, mode vlog, front & back, time-lapse, dan clone.

Berikut beberapa hasil foto Poco X3 NFC:

Performa Powerful

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-5
About phone Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sistem operasi yang dijalankan Poco X3 NFC ialah MIUI 12 yang masih berbasis Android 10 dan digerakkan oleh Qualcomm Snapdragon 732G. Chipset 4G premium paling tinggi di Snapdragon 7 series yang dibangun pada arsitektur 8nm dengan AI Engine generasi ke-4 yang memungkinkan kalkulasi hingga 3,6 triliun per detik.

SoC ini mengemas prosesor octa-core yang terdiri dari 2-core 2.3GHz Kryo 470 Gold (Cortex-A76) dan 6-core 1.8GHz Kryo 470 Silver (Cortex-A55), serta GPU Adreno 618 800MHz dengan beberapa fitur Snapdragon Elite Gaming, Game Turbo 3.0, dan LiquidCool Technology 1.0 Plus yang dapat mengurangi panas pada prosesor hingga 6 derajat.

Kinerjanya ditopang RAM 6GB/8GB LPDDR4X dan penyimpanan internal hingga 128GB UFS 2.1. Sangat jelas, Poco X3 NFC merupakan smartphone kelas menengah terkuat di kelasnya. Berikut ini hasil benchmark-nya.

Tangki baterai Poco X3 NFC berkapasitas 5.160 mAh yang menjanjikan bertahan lama lebih dari dua hari untuk penggunaan normal, 10 jam bermain game, dan 24 jam nonton video. Isi ulangnya berlangsung cepat berkat fast charging 33W yang dapat mengisi penuh 65 menit dan 63% dalam waktu 30 menit berkat teknologi Middle Middle Tab (MMT) yang mengisi daya dari tengah.

Verdict

Review-Xiaomi-Poco-X3-NFC-8
Desain Poco X3 NFC | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Layar dengan refresh rate setinggi 120Hz dan chipset Snapdragon 732G yang powerful merupakan fitur mewah di smartphone kelas menengah. Apalagi di rentang harga Rp3 jutaan, sangat jelas spesifikasi tinggi yang ditawarkan Poco X3 NFC melampaui harga jualnya.

Aspek lain seperti desain, kamera, dan baterai juga terbilang cukup kuat. Menurut saya, Poco X3 NFC sangat mampu bersaing dengan smartphone kelas menengah kompetitor yang dibanderol Rp5 jutaan sekalipun. Jadi dengan budget terbatas sekitar Rp3 jutaan, Anda sudah bisa mendapatkan beberapa fitur premium.

Sparks

  • Layar memiliki refresh rate tinggi 120Hz
  • Kamera utama menggunakan sensor Sony IMX 682 64MP
  • Chipset Snapdragon 732G yang powerful di kelasnya
  • Baterai besar 5.160 mAh dengan fast charging 33W
  • Harga relatif terjangkau

Slacks

  • Bodi sedikit tebal 9,4mm
  • Kamera 2MP macro dan depth sensor tidak terlalu berguna

[Review] ASUS Zephyrus M15 GU502L: Laptop Gaming Mainstream dengan Intel Generasi ke 10

Sekitar satu bulan yang lalu, saya ditawarkan sebuah laptop gaming buatan ASUS untuk diuji. Karena menyandang nama ASUS, tentu saja tanpa berpikir dua kali saya langsung menerimanya (well, kalau dari produsen lain juga pasti saya terima kok, hehe…). Ternyata, unit review yang dikirimkan adalah ASUS ROG Zephyrus M15 GU502L.

ROG Zephyrus sendiri memiliki badan yang lebih ramping jika dibandingkan dengan keluarga ROG lainnya. Dengan badan ramping ini pula lah yang membuat ASUS bisa menyematkan prosesor Intel Core i7-10750H ke dalam laptop ini. Unit yang saya dapatkan menggunakan kartu grafis NVIDIA GeForce GTX 1660 Ti.

ASUS Zephyrus M15

Layar yang digunakan pada laptop yang satu ini juga sudah mendukung refresh rate 240Hz. Hal ini tentu saja sudah menjadi sebuah standar bagi para gamer mainstream. Mungkin hal ini lah yang membuat Zephyrus M15 lebih menonjol dibandingkan dengan laptop gaming sejenis yang memiliki harga sama.

Spesifikasi dari ASUS ROG Zephyrus M15 adalah sebagai berikut

Prosesor Intel Core i7-10750H (6C/12T) 2,6 GHz Turbo 5 GHz
GPU NVIDIA GeForce GTX 1660Ti
RAM 16 GB DDR4 3200 MHz Single Channel
Storage SSD PCIe NVMe 1 TB
Monitor 15,6 inci Full HD 240 Hz 3ms IPS
OS Windows 10
Bobot 1.9 Kg
Dimensi 360 x 252 x 18.9 mm
Baterai 76 WHr, 4 Cell

Untuk hasil dari CPU-Z dan GPU-Z bisa Anda lihat di bawah ini

Desain

Jika Anda membaca artikel pengujian saya pada ASUS TUF Gaming A15 yang menggunakan AMD Ryzen 7 4800H, dapat dilihat bahwa Zephyrus memiliki dimensi yang lebih kecil dan tipis. Bobot yang dimiliki oleh Zephyrus M15 ternyata tidak mencapai 2 kg, yang membuatnya cukup nyaman untuk dibawa bermain game di mana saja.

ASUS Zephyrus M15 - Sisi Kiri

ASUS Zephyrus M15 menggunakan sasis metal. Pada bagian depannya, ASUS menggunakan bahan aluminium dan memiliki desain yang disebut dot prismatik. Yang cukup saya suka adalah absennya pencahayaan RGB pada bagian depannya yang kadang membuat kesan norak.

Berbeda dari seri ROG lainnya, Zephyrus M15 ternyata tidak memiliki tombol Numeric pada bagian kanannya. Namun, ada beberapa tombol tambahan pada bagian atasnya yang memiliki fungsi lebih baik untuk bermain game seperti tombol volume, microphone, dan ROG. Keyboard-nya sendiri juga sudah menggunakan LED backlit dengan warna RGB yang bisa diubah melalui Aura Creator.

ASUS Zephyrus M15 - Sisi Kanan

Keyboard yang ada juga memiliki teknologi yang bernama  N-Key rollover. Teknologi ini memastikan bahwa setiap klik akan tertekan dengan benar dan bisa dilakukan dengan sangat cepat. Dan dibagian bawah dari keyboard tersebut terdapat sebuah touchpad yang berfungsi sebagai mouse.

Laptop yang satu ini menggunakan layar dengan dimensi 15,6 inci dengan jenis IPS. Layarnya sendiri juga sudah mendukung refresh rate 240 Hz dengan response time 3 ms. Untuk bingkainya sendiri juga sudah didesain dengan dimensi yang cukup tipis pada sisi kanan kirinya serta bagian atas. Namun, Anda tidak akan menemukan sebuah webcam pada laptop yang satu ini.

ASUS Zephyrus M15 - Keyboard

Pada sisi sebelah kiri dari ASUS ROG Zephyrus M15 dapat ditemukan port DC-In, LAN, HDMI, USB 3, microphone, dan audio 3,5mm. Pada sisi kanannya terdapat port USB-C dan dua USB 3. Untuk ventilasi pergantian udara dari dalam laptop ini, ASUS menempatkannya pada bagian belakang dari Zephyrus M15.

Pengujian

ASUS Zephyrus M15 menggunakan prosesor terbaru dari Intel yang diluncurkan pada kuartal kedua tahun 2020 ini. Dengan arsitektur bernama Comet Lake, Intel Core i7 10750H ini memiliki 6 core dan 12 threads. Sayangnya, Intel masih menggunakan proses pabrikasi 14nm. Namun sepertinya, 14 nm yang digunakan oleh Intel ini memang yang paling optimal.

Intel Core i7 10750H sendiri memiliki kecepatan 2,6 GHz. Turbonya dapat mencapai kecepatan 5 GHz, namun saat pengujian berlangsung saya hanya mendapatkan sekitar 4.2 GHz saja. Kemungkinan karena cuaca yang memang panas membuat Thermal Velocity terdeteksi pada batas maksimumnya.

ASUS ROG Zephyrus M15 juga memiliki dua buah grafis. Yang pertama adalah grafis terintegrasi Intel UHD 630 dan yang kedua adalah NVIDIA GeForce GTX 1660 Ti. Tentu saja pada pengujian ini saya hanya menggunakan discrete graphics saja, untuk menghemat waktu. Untuk menghemat baterai, gunakan grafis terintegrasi Intel UHD 630.

Pada pengujian kali ini, saya menghadirkan kembali laptop ASUS TUF Gaming A15. Hal tersebut dikarenakan kinerja yang dimiliki oleh keduanya hanya terpaut sedikit saja. Selain itu, kita juga bisa membandingkan kinerja antara kedua prosesor. Untuk kartu grafisnya, memang yang satu menggunakan GeForce RTX2060 yang sudah pasti lebih unggul dari GTX 1660 Ti, di mana kita bisa melihat perbedaan kinerja antara keduanya.

Berikut adalah hasil benchmark sintetisnya

Pada bagian Crystal Disk Mark, kita bisa melihat bahwa SSD yang digunakan pada laptop ini sangat kencang. Hal tersebut karena memang ASUS ROG Zephyrus M15 menggunakan SSD NVMe PCIe yang jauh lebih kencang dibandingkan dengan SATA.

Dengan hasil seperti ini, mereka yang memiliki pekerjaan editing video dan foto tentu saja akan menerima manfaat besar dari kinerja yang dihasilkan. Semua pekerjaan tersebut akan lebih cepat selesai berkat prosesor yang kencang serta SSD NVMe PCIe. Mereka yang bekerja dengan menggunakan aplikasi Office juga akan terbantu dengan RAM berkapasitas besar tersebut.

Untuk pengujian gaming dapat dilihat hasilnya seperti berikut ini

Jika dilihat, maka hasil dari keduanya memang terpaut cukup sedikit. Semua game dipasang pada mode paling tinggi tanpa mengubah setting apa pun. Tentunya keduanya diset pada pilihan yang sama. Dapat dilihat bahwa ASUS ROG Zephyrus M15 memiliki kinerja yang sangat baik dan hanya kalah telak pada game yang membutuhkan daya lebih besar pada sisi GPU.

Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 7 jam 44 menit. Tentu saja saat digunakan dalam menggunakan Office ringan, hasilnya bisa jadi lebih lama. Tetapi jika digunakan untuk melakukan rendering video dan bermain game, sepertinya akan lebih cepat habis.

Verdict

Jika kita mendengar kata “laptop gaming“, tentu saja yang ada didalam pikiran adalah sebuah notebook yang tebal serta berbobot berat. Namun, hal tersebut lah yang ingin ditepis oleh ASUS dengan mengeluarkan seri Zephyrus. Salah satunya adalah dengan ASUS Zephyrus M15 GU502L ini.

ASUS Zephyrus M15 - Belakang

Menggunakan prosesor Intel Core i7-10750H sudah berarti bahwa laptop ini auto-kencang. Kinerja tersebut dapat dilihat pada benchmark yang sudah saya lakukan sebelumnya. Hasilnya bisa membuat para gamer serta pembuat konten menjadi lebih nyaman di mana saja karena performa yang cepat serta bobot yang cukup ringan.

ASUS Zephyrus M15 dengan prosesor Intel Core i7-10750H dan GPU NVIDIA GeForce GTX 1660Ti ini dijual dengan harga resmi Rp. 28.999.000. ASUS juga memiliki versi yang lebih tinggi lagi yang menggunakan Intel Core i7-10875H dan menggunakan GPU GeForce GTX 2060 dan GTX 2070. Tentunya, ketiga varian ini akan membuat penggunanya untuk bisa bermain dan bekerja dengan nyaman.

Sparks

  • Daya tahan baterai yang cukup baik untuk sebuah laptop gaming
  • Menggunakan SSD NVMe PCIe
  • Kinerja tinggi dengan Intel Core i7 10750H
  • Dukungan layar 240 Hz
  • Desain yang terlihat keren

Slacks

  • Tidak ada Webcam
  • RAM dalam mode single channel

[Review] ASUS VivoBook Ultra 14 (K413), Lebih Hemat untuk Gen Z

Pada akhir bulan September lalu, ASUS meluncurkan VivoBook Ultra 14 (K413). Laptop berlayar 14 inci ini dirancang untuk anak muda, terutama Gen Z. Hadir dengan tiga pilihan warna kece, bodi ringkas, performa cukup powerful dengan prosesor Intel Core generasi ke-10, dan dibanderol dengan harga terjangkau.

Mulai dari Rp8.599.000 untuk varian prosesor Intel Core i3-10110U, Rp10.799.000 dengan Intel Core i5-10210U, dan Rp12.799.000 dengan Intel Core i7-10510U. Meja redaksi Dailysocial telah kedatangan ASUS VivoBook Ultra 14 (K413) dengan konfigurasi prosesor Intel Core i5-10210U.

Menurut saya ini versi paling aman, karena bila memilih model dasar performanya terbatas  dan selisih harganya lumayan bila memilih model paling top. Langsung saja, berikut review ASUS VivoBook Ultra 14 (K413) selengkapnya.

Desain

Review-ASUS-VivoBook-Ultra-14-K413-3

Tiga warna kece yang ditawarkan di VivoBook Ultra 14 (K413) yang pertama transparent silver, warna ini bakal cocok untuk mereka yang menyukai desain elegan. Lalu, ada indie black yang merupakan varian warna yang mencerminkan jiwa tangguh dan hearty gold untuk yang lebih suka dengan nuansa lembut.

Unit yang saya review berwarna transparent silver, desain laptop ini sangat mirip seperti VivoBook S14 series yang tampil simpel dan minimalis. Cover-nya juga mengusung desain negative space, dengan tulisan ‘ASUS VivoBook’ kecil berwarna senada. ASUS menyertakan beberapa stiker eksklusif di paket penjualan yang bisa ditempelkan ke area kosong tersebut.

Review-ASUS-VivoBook-Ultra-14-K413-4

Dimensi bodinya ringkas 324x215x17,9 mm dengan bobot 1,4 kg, sangat mudah untuk ditenteng dan praktis diajak buat bepergian setiap hari. Meski mirip, berbeda dengan VivoBook S14 yang memiliki kerangka dari aluminium alloy dengan diamond cut di bagian tepinya, build quality VivoBook Ultra 14 (K413) mengalami sedikit penyesuian karena sebagian besar bodi laptop ini terbuat dari material plastik polikarbonat.

Sebagai laptop kekinian untuk anak muda yang hidup di era digital, VivoBook Ultra 14 (K413) sudah dilengkapi konektivitas cepat WiFi 6 (802.11ax) dengan fitur dual-band yang mendukung koneksi dengan frekuensi 2,4GHz dan 5GHz. Serta, Bluetooth 5.0 yang memungkinkan berbagai aksesori nirkabel seperti mouse dan headphone untuk terhubung ke VivoBook Ultra 14 (K413).

Sementara untuk konektivitas kabelnya, di sebelah kanan laptop terdapat microSD card reader dan dua port USB 2.0. Sedangkan di sebelah kiri terdapat port DC-in, HDMI, USB 3.1 Type-A, USB 3.0 Type-C (USB 3.1 Gen 1) yang memberikan kecepatan transfer data secara cepat, dan combo audio jack.

Layar

Review-ASUS-VivoBook-Ultra-14-K413-7

Layar VivoBook Ultra 14 (K413) membentang seluas 14 inci, ukuran yang ideal untuk mengerjakan berbagai tugas dengan nyaman, dari belajar online, virtual meeting, dan pekerjaan lainnya. Layarnya dikemas dalam desain NanoEdge Display, di mana bezel samping kanan dan kiri layarnya cukup tipis, meski dagu dan dahinya masih sedikit lebih tebal. Area sekeliling bezel layarnya menggunakan plastik dan memiliki screen-to-body ratio sekitar 84%.

ASUS menggunakan panel LED backlit beresolusi Full HD (1920×1080 piksel), kualitas layarnya cukup baik saat laptop ini digunakan di dalam ruangan. Dengan cakupan warna 45% NTSC yang siap mengakomodir kebutuhan para content creator awal guna membantu pembuatan konten kreatif seperti editing foto maupun video.

Namun meski layarnya sudah anti-glare, VivoBook Ultra 14 (K413) kurang nyaman saat dipakai di luar ruangan (siang hari). Tingkat kecerahannya tidak terlalu tinggi dan di sudut tertentu layarnya terlihat abu-abu atau kurang jelas akibat pantulan.

Ke bagian bawah layar, terpampang chiclet keyboard dilengkapi backlit berwarna putih dan masih membawa ciri khas dari VivoBook S14 yaitu punya tombol enter yang unik dengan tepian color-blocking. Keyboard-nya memiliki key travel 1,4mm, aktivitas mengetik cepat dapat dilakukan dengan lancar.

Di pojok kanan atas touchpad, ada sensor fingerprint yang terintegrasi dengan fitur Windows Hello. Fitur keamanan biometrik dari Microsoft di Windows 10 ini memberikan cara praktis untuk masuk ke sistem tanpa perlu repot-repot mengetikkan kata sandi.

Bagi penikmat musik dan suka nonton film series Netflix atau streaming video YouTube di laptop, laptop ini memiliki speaker bersertifikasi Harman/Kardon. Keluaran suaranya tidak terlalu lantang, tetapi lumayan enak didengar.

Hardware

Review-ASUS-VivoBook-Ultra-14-K413-10

Selain ingin laptop dengan desain stylish, para anak muda ‘zaman now‘ juga sangat memperhatikan aspek performa. Maklum kebutuhan mereka untuk pembuatan konten kreatif di era digital saat ini terbilang tinggi, kabar baiknya VivoBook Ultra 14 (K413) ini sudah ditenagai oleh prosesor Intel Core generasi ke-10.

Seperti yang saya bilang di awal, laptop ini memiliki tiga varian yaitu dimulai dari prosesor Intel Core i3-10110U. Namun rekomendasi saya setidaknya pilih varian i5-10210U atau i7-10510U, karena sudah dilengkapi kartu grafis NVIDIA GeForce MX350 dengan dedicated video memory (VRAM) sebesar 2GB yang membuat VivoBook Ultra 14 (K413) lebih powerful dalam hal pemrosesan grafis. Berikut spesifikasi menurut CPU Z dan GPU Z:

Unit saya review menggunakan Intel Core i5-10210U yang memiliki konfigurasi 4 core 1,6 GHz dan 8 thread, dengan Turbo Boost hingga 4,2GHz, cache 6MB, dan thermal design power 15 Watt. Serta ditopang RAM 8 GB DDR4 dual channel, penyimpanan berbasis PCIe SSD berkapasitas 512GB, dan baterai 42Whrs.

Sebagai gambaran untuk menilai kemampuan performanya, VivoBook Ultra 14 (K413) meraih skor multi-core 2.965 dan 1.079 untuk single-core pada software benchmark Geekbench 5. Sementara, untuk Cinebench R15 mendapatkan skor CPU 612 cb dan 1.138 pts untuk Cinebench R20, serta di PCMark 10 mendapat nilai 3.820 poin.

No Pengujian Skor
1 GeekBench 4 Single Core 1079
2 GeekBench 4 Multi Core 2965
3 PCMark 10 3820
4 Cinebench R15 612
5 Cinebench R20 1138
6 3DMark Sky Diver 11334
7 3DMark Cloud Gate 13733
8 3DMark Fire Strike 3589
9 3DMark Ice Storm Extreme 72373

Verdict

Review-ASUS-VivoBook-Ultra-14-K413-11

ASUS VivoBook Ultra 14 (K413) merupakan versi hemat dari VivoBook S14 series. Keduanya sama-sama menyasar kalangan muda dengan desain stylish dan performa CPU yang cukup mumpuni bisa diajak ngebut sesekali untuk tugas berat, serta memiliki pemrosesan grafis yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan pembuatan konten kreatif seperti edit foto dan video 1080p.

Mengingat harganya lebih terjangkau, dibanding VivoBook S14 series ada beberapa penyesuaian yang terjadi. Seperti build quality yang tak sepremium saudaranya, karena sebagian besar bodinya dari material plastik polikarbonat dan keterbacaan layar yang sulit bila digunakan di tempat terang. Walaupun dua kelehaman tersebut, ditutupi dengan banyaknya kelebihan yang ditawarkan oleh VivoBook Ultra 14 (K413).

Sparks

  • Desain stylish & bodi ringkas
  • Ditenagai prosesor Intel Core generasi ke-10
  • Didukung kartu grafis NVIDIA GeForce MX350
  • Harga relatif terjangkau

Slacks

  • Sebagian besar bagian bodinya dari plastik
  • Keterbacaan layar sulit bila digunakan di luar ruangan (siang hari) 

[Review] Huawei Watch GT 2 Pro: Desain Lebih Premium, Fitur Bertambah, Namun Tambah Mahal

Mungkin para pembaca sudah sering mendengar tentang jam tangan pintar buatan Huawei yang bernama Watch GT 2. Jam tangan yang penjualannya meningkat 200% di tahun 2019 tersebut ternyata memiliki sebuah keluarga baru. Huawei belum lama ini meluncurkan Watch GT 2 Pro yang memiliki fitur lebih dari generasi sebelumnya.

Huawei Watch GT2 Pro

Huawei Watch GT 2 Pro kembali membawa daya tahan yang sama dengan GT 2, yaitu ketahanan selama dua minggu. Spesifikasi yang dibawa juga sama dengan GT 2, yaitu menggunakan HiSilicon Kirin A1. Namun, pada GT 2 Pro ada penambahan berupa sensor yang bisa mendeteksi untuk swing yang berfungsi untuk memberikan informasi pada olah raga Golf dan Ski.

Spesifikasi lengkap dari Watch GT 2 Pro adalah sebagai berikut

SoC HiSilicon Kirin A1 + STL4R9
CPU ARM Cortex M7 200 MHz
RAM 32 MB
Internal 4 GB
Layar 1.39 inci OLED 454×454
Baterai 455 mAh
Sistem Operasi Huawei Lite OS
Konektivitas Bluetooth 5.1 + BLE, GPS + GLONASS
Dimensi 46.7 x 46.7 x 11.4 mm
Bobot 52 gram

Perbedaan yang terlihat pada sisi spesifikasi hanyalah ada pada dimensi dan bobotnya saja. Selain itu, saya sama sekali tidak melihat adanya perbedaan. Baterainya yang berkapasitas 455 mAh juga sama-sama mampu bertahan selama dua minggu. Oh ya, yang saya bandingkan adalah GT 2 versi 46 inci, ya…

Unboxing

Didalam paket penjualannya, terdapat perlengkapan seperti berikut ini

Huawei Watch GT2 Pro - Unboxing

Desain

Huawei mengubah desain depan dari jam tangan pintar dengan bentuk bundar ini. Jika pada GT 2 desainnya seperti jam tangan olah raga, maka pada GT 2 Pro desainnya disamakan dengan jam tangan premium. Hal itu berarti bahwa lingkarannya hanya memiliki 12 garis yang menunjukkan jam saja tanpa menit.

Huawei Watch GT2 Pro - Tombol

Huawei menyertakan dua buah tali jam tangan pada paket penjualan Watch GT 2 Pro. Secara default, tali jam tangan yang terpasang adalah yang terbuat dari kulit. Jika ingin berolah raga, gunakan saja yang terbuat dari bahan karet silikon, karena kulit asli sering kali bau saat terkena keringat. Untuk menggantinya pun mudah, hanya dengan menggeser pin yang ada dan langsung terbuka.

Sama seperti Watch GT 2, jam tangan pintar yang satu ini juga menggunakan layar dengan jenis OLED. Dimensi layarnya sebesar 1.39 inci dengan resolusi 454×454. Layarnya sendiri juga sudah menggunakan Sapphire Glass yang kuat terhadap goresan dan benturan. Materialnya sendiri terbuat dari titanium.

Huawei Watch GT2 Pro - Bawah

Pada sisi sebelah kanan dari Huawei Watch GT 2 Pro, terdapat dua buah tombol. Yang bagian atas digunakan untuk menampilkan fungsi-fungsi yang sudah ada untuk jam ini. Tombol yang bawah dibuat khusus untuk fungsi-fungsi olah raga. Saat digeser layarnya dari bagian atas ke bawah, akan muncul quick setting seperti perangkat Android.

Di bawah kedua tombol tersebut, terdapat sebuah speaker mono yang suaranya cukup keras. Di sebelahnya juga terdapat sebuah microphone membuat jam tangan pintar ini dapat dipakai untuk menerima panggilan. Di bagian bawahnya terdapat sensor untuk mendeteksi detak jantung. Jam tangan pintar ini juga sudah dilengkapi dengan GPS, gyroscopeaccelerometer, sensor tekanan udara, swing, dan cahaya.

Huawei Watch GT2 Pro - GT2

Masih sama dengan semua wearables buatan Huawei, sangat disayangkan bahwa tidak ada aplikasi pihak ketiga yang bisa terpasang pada jam tangan pintar ini. Nantinya, penambahan feature akan datang melalui update firmware. Hal ini juga pernah terjadi pada Huawei Watch GT 2 saat menambahkan fungsi SpO2.

Kurang lebih sama dengan GT 2, tetapi lebih elegan

Terus terang, seperti yang sudah sering saya beritahukan sebelumnya, saya sangat menyukai jam tangan pintar dengan dimensi bundar. Hal tersebut karena pada umumnya memang sebuah jam tangan memiliki desain tersebut. Walaupun memang cukup banyak juga yang menggunakan model kotak. Tetapi, semua itu memang menjadi pilihan masing-masing penggunanya.

Saat dikeluarkan dari kotak paket penjualannya, ada satu hal yang cukup mengganggu. Huawei mengubah cara pengisian baterainya menjadi wireless charging. Hal ini membuat mereka yang memiliki Watch GT 2 tidak lagi dapat menggunakan charger yang sama dengan Watch GT 2 Pro. Untungnya, Watch GT 2 Pro mendukung power bank yang memiliki fungsi wireless charging.

Huawei Watch GT2 Pro - Wireless Charger

Setelah melakukan pengisian ulang sampai penuh, jam tangan pintar ini pun mulai saya gunakan setiap hari. Sayangnya, pada masa pandemi seperti ini membuat kegiatan sangat terbatas. Selama 14 hari pun saya tidak pernah keluar rumah untuk berjalan-jalan mau pun berolah raga. Akan tetapi, saya tetap menggunakan jam tangan ini untuk mengetahui informasi mengenai detak jantung serta oksigen dalam darah.

Berbicara mengenai jumlah oksigen dalam darah, pada firmware terbaru yang saya unduh (versi 10.1.2.36), Huawei memperkenalkan pemindaian SpO2 secara berkesinambungan. Kadar oksigen dalam darah sendiri sering digunakan untuk melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan gejala COVID-19. Untungnya, kadar oksigen dalam darah saya selalu di atas 97. Jika Anda terdeteksi di bawah 90, ada baiknya Anda langsung menghubungi dokter atau rumah sakit.

Huawei Watch GT2 Pro - Menu-Heart Rate

Pada jam tangan ini terdapat sebuah speaker dan microphone. Oleh karena itu, saya bisa menerima panggilan dan berbicara langsung pada jam tangan ini seperti seorang mata-mata :). Namun sayangnya, sampai saat ini Huawei belum membuat perangkat ini untuk bisa menerima panggilan suara dari aplikasi messenger seperti Whatsapp, FB Messenger, atau Telegram.

Menggunakan sistem operasi buatan Huawei sendiri membuat jam tangan pintar ini tidak dapat ditambahkan aplikasi. Tidak seperti jam tangan pintar yang menggunakan Android Wear, Huawei OS Lite ini hanya akan mendapatkan fitur baru jika Huawei memasukkannya dalam firmware barunya. Cukup sayang memang, makna “pintar” pada jam tangan ini menjadi sedikit berkurang. Mungkin hal ini pula yang membantu perangkat ini bisa mencapai 14 hari masa penggunaannya.

Anda juga bisa mendengarkan musik langsung pada jam tangan ini. Suara yang dikeluarkan dari speaker yang ada pada bagian bawahnya ternyata cukup kencang. Selain melalui speaker tersebut, saya juga bisa membuat perangkat ini untuk terhubung dengan TWS melalui bluetooth. Saat berolah raga, hal ini tentu membuat bawaan lebih ringan karena tidak memerlukan smartphone lagi.

Huawei Watch GT2 Pro - New Sports

Pengalaman saya dalam menggunakan Huawei Watch GT 2 Pro memang hampir tidak berbeda dengan Watch GT 2. Hal yang membedakan dari sisi visual hanyalah desain dari Watch GT 2 Pro memang lebih elegan dari sang pendahulunya. Namun secara fungsi, tidak ada perbedaan mendasar antara keduanya dan saya juga tidak bermain ski atau pun Golf. Keduanya benar-benar mengesankan.

Verdict

Huawei sekali lagi mengeluarkan sebuah jam tangan pintar dengan desain yang apik. Desain tersebut pun masih diikuti dengan ketahanan baterai yang sangat panjang untuk sebuah jam tangan pintar. Selain itu, fungi-fungsi yang ada pada sebuah jam tangan juga dirasa cukup lengkap pada smartwatch yang bernama Huawei Watch GT 2 Pro ini.

Kinerja dari Huawei Watch GT 2 Pro memang cukup mengesankan. Dalam pemakaiannya, tidak ada lag yang saya temukan atau kesulitan sensor dalam membaca informasi seperti detak jantung dan SpO2. Namun dengan menggunakan sistem operasi tersendiri, membuat pengguna tidak bisa menambahkan aplikasi pada jam tangan ini.

Kapasitas baterai yang digunakan termasuk cukup besar pada kelasnya, yaitu 455 mAh. Tanpa menggunakan sistem operasi Android Wear, membuat baterainya mampu bertahan hingga 14 hari. Baterai ini sendiri juga bisa diisi dengan menggunakan charger apa pun yang mendukung wireless charging. Hal ini menambah kenyamanan dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Huawei menjual jam tangan elegan yang satu ini pada harga Rp. 4.299.000. Harga ini memang tergolong cukup jauh jika dibandingkan dengan non Pro-nya. Namun, memang target market yang dituju cukup berbeda, sehingga harga tersebut memang masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan para pesaingnya. Jika harga tersebut terasa mahal, Anda bisa membeli versi non Pro yang terlihat lebih murah dari Watch GT 2 Pro.

Sparks

  • Daya tahan baterai dua minggu
  • Responsif saat bernavigasi
  • Desain elegan
  • Feature bawaan cukup lengkap, seperti SpO2 dan heart rate
  • 5 ATM
  • Mendukung wireless charging
  • Bonus strap karet pada paket penjualannya

Slacks

  • Tidak ada aplikasi pihak ketiga
  • Harga lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya
  • Tidak bisa digunakan untuk menerima panggilan VOIP Messenger seperti Whatsapp Call

[Review] Western Digital My Passport SSD 1 TB: Mungil namun Sangat Kencang Berkat NVMe

Western Digital saat ini sudah bukan lagi produsen hard disk drive saja. Semenjak mengakuisisi SanDisk, saat ini WD juga mengeluarkan produk-produk berbasis NAND flash. Namun, saat ini WD tidak mematikan merek SanDisk sehingga keduanya juga bersaing di pasaran. Seperti salah satu produk WD yang baru-baru ini diluncurkan untuk mengambil hati para konsumen dengan WD My Passport SSD.

WD My Passport SSD dengan kode WDBAGF0010BBL-WESN ini merupakan sebuah perangkat SSD eksternal yang menggunakan teknologi NVMe. Perangkat ini sendiri baru diluncurkan pada bulan September 2020 silam. Sebuah SSD eksternal tentu saja akan menambah kinerja dari sebuah pekerjaan yang dilakukan pada sebuah komputer. Hal yang sangat terasa tentu saja pada saat PC tersebut menggunakan HDD.

WD MyPassport SSD

Sebuah SSD tentu saja memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sebuah HDD. Yang pertama (dan sering kali saya katakan pada artikel-artikel sebelumnya dan setelah ini) adalah ketahanannya terhadap guncangan yang bahkan ekstrim sekali pun. Anda bisa mengguncang-guncangkan SSD ini saat sedang digunakan dan tidak perlu takut kehilangan data.

Spesifikasi dari WD My Passport SSD yang saya dapatkan adalah sebagai berikut

Kapasitas 1TB
Interface USB 3.2 Gen 2×2
Tipe konektor USB-C dan USB-A adaptor
Dimensi 100 x 55.12 x 8.89 mm
Bobot 45.7 gram

Selain dengan 1 TB, Western Digital juga menjual My Passport SSD yang baru ini dengan kapasitas lainnya. Yang lebih murah dijual pada kapasitas 500 GB sedangkan yang paling mahal memiliki kapasitas 2 TB.

Unboxing

Hanya kabel USB-C ke USB-C dan adaptor USB-C ke USB-A saja yang ada pada paket penjualannya

WD MyPassport SSD - Unboxing

Desain

Sepertinya bentuk mungil saat ini sudah menjadi standar drive portabel dari Western Digital. Setelah WD GameDrive P50 dan SanDisk Extreme Pro yang memiliki ukuran kecil, My Passport SSD juga memiliki dimensi yang mirip. Hal ini tentu saja berkaitan dengan tipe SSD NVMe yang dipasang didalamnya. Dengan ukuran sebesar kartu kredit, tentunya sangat mudah dimasukkan ke dalam kantong baju atau celana.

WD MyPassport SSD - USB-C

WD My Passport SSD yang satu ini menggunakan body dengan bahan plastik polikarbonat. WD memang membuat lapisan plastiknya cukup tebal sehingga saat ditekan, badan dari perangkat ini tidak mudah masuk ke dalam. Namun, finishing dari SSD yang berwarna merah ini terasa licin di tangan, sehingga cukup mudah untuk selip dari tangan.

Seperti kebanyakan perangkat eksternal, bagian port USB-C yang ada pada WD My Passport SSD ini tidak tertutup. Semoga saja, pengguna perangkat ini tidak menjatuhkan minumannya saat perangkat ini sedang tertancap pada sebuah laptop. Kabel bawaannya sendiri memiliki interface USB-C ke USB-C. Untuk menancapkan ke USB-A, tinggal memasang adaptor yang ada pada paket penjualannya.

WD MyPassport SSD - Converter

Bobot yang dimiliki oleh WD My Passport SSD ini sangat ringan, hanya 45,7 gram saja. Perangkat ini memiliki dimensi 100 x 55.12 x 8.89 mm, yang membuatnya paling mungil yang pernah saya pegang hingga artikel ini dibuat. Kabel USB-C yang dimiliki juga cukup tebal sehingga tidak mudah tertekuk.

Pengujian

Mengetahui bahwa WD My Passport SSD ini menggunakan NVMe, saya sudah membayangkan betapa kencangnya dalam membaca dan menulis data. WD sendiri menjanjikan kecepatan hingga 1.050 MB/s pada SSD yang satu ini. Hal tersebut tentu saja akan tercapai jika kita menggunakan USB 3.2 Gen 2 atau 3.1 Gen 2. Jika tidak, maka kecepatan yang didapat pasti di bawah angka tersebut.

Saat ini saya melakukan pengujian pada WD My Passport SSD ini dengan menggunakan port USB 3.1 Gen 2. Di atas kertas, port USB ini memiliki bandwidth tinggi, yaitu 10 Gb/s. Kinerja yang didapat dengan menggunakan port USB yang satu ini tentu saja akan membuat WD My Passprot SSD akan berlari dengan kecepatan tinggi.

Untuk menguji perangkat yang satu ini, saya menggunakan laptop yang digunakan sehari-hari pada kantor DailySocial. Laptop ThinkPad A485 yang saya gunakan memiliki sebuah port USB-C dan USB 3.1 Gen 2 yang bisa membuat WD My Passport SSD ini bekerja pada kecepatan paling tingginya. Berikut adalah hasil pengujian dengan menggunakan software benchmark

Saat digunakan dalam jangka waktu yang lama, tentu saja panas akan timbul pada SSD yang satu ini. Hal tersebut memang berkaitan erat dengan penggunaan SSD NVMe yang memang menimbulkan panas yang cukup terasa. Namun saat dipegang, panas yang dihasilkan tidak terlalu mengganggu. Mungkin hal ini berkaitan dengan penggunaan bahan plastik polikarbonat tersebut.

Kinerja ini sudah sangat bagus dijadikan sebuah drive untuk menyimpan game. Selain itu, pengguna PC atau laptop yang masih memakai HDD dengan kecepatan yang tidak kencang bisa mendapatkan manfaat dari SSD ini. Saat pengujian berlangsung, saya menggunakan WD My Passport SSD ini sebagai drive ReadyBoost Windows 10. Hal ini tentu saja sangat membantu meningkatkan kinerja PC secara keseluruhan.

Satu hal yang pasti, saya melakukan instalasi game Valorant yang biasanya memakan waktu cukup lama untuk loading pada sebuah HDD di laptop. Dengan melakukan perpindahan dari HDD ke SSD, tentu saja waktu loading serta kinerja gaming akan menjadi lebih baik.

Verdict

Untuk seorang profesional dan gamer, menggunakan sebuah hard disk eksternal sepertinya bisa menghambat kerja mereka. Hal tersebut dikarenakan selain membutuhkan kapasitas, kecepatan transfer data juga sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu, sebuah SSD yang mampu dibawa ke mana saja saat ini sudah diperlukan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan WD My Passport SSD.

WD MyPassport SSD - 02

Tak usah meragukan kinerja dari perangkat penyimpanan yang mungil ini. Dengan kecepatan di atas 900 MB/s, membuat SSD ini bisa digunakan untuk bermain game-game AAA serta melakukan rendering video secara langsung. Selain itu, SSD ini juga bisa meningkatkan kinerja perangkat yang masih menggunakan hard disk, seperti menggunakannya sebagai cache drive. 

Solusi WD pada SSD ini untuk keterbatasan dukungan port USB-C memang cukup unik. Dengan memberikan sebuah adaptor dan bukan kabel USB-A, memastikan bahwa bandwidth yang dibutuhkan tidak akan bottleneck pada kabelnya. Namun, adaptor seperti ini kerap hilang karena tidak memiliki tali penghubung dengan kabel utama.

Western Digital mematok harga yang cukup tinggi pada SSD yang satu ini. Anda bisa memiliki My Passport SSD dengan kapasitas 1 TB pada harga Rp. 2.999.000. Dengan harga tersebut, pengguna bisa mendapatkan sebuah drive eksternal berkapasitas besar dan memiliki kecepatan transfer data yang tinggi pula.

Sparks

  • Kinerja tinggi dengan NVMe
  • Menyediakan solusi dua port, USB-C dan USB-A
  • Tahan benturan
  • Ringan

Slacks

  • Harga yang cukup mahal untuk sebuah penyimpan 1 TB
  • Tanpa indikator LED
  • Adaptor USB-C ke USB-A mudah hilang