[Review] Xiaomi Redmi 7: Tampil Fresh, Spesifikasi Nanggung

Bagi penggemar seri Redmi dari Xiaomi, mungkin Anda sedikit kecewa dengan Redmi 6 series. Sebab tak ada perubahan desain dari seri sebelumnya dan chipset yang digunakan bukan besutan Qualcomm melainkan MediaTek.

Namun pada seri Redmi 7 series, Xiaomi kembali beralih menggunakan chipset Qualcomm – aspek ini merupakan salah satu kelebihan smartphone Redmi dari dulu. Serta, mendesain ulang punggung smartphone dengan balutan warna lebih menarik. Lalu, peningkatan apalagi yang bawanya? Berikut review Xiaomi Redmi 7 selengkapnya.

Pilih Redmi 7 atau Redmi Note 7?

Review-Xiaomi-Redmi-7-11
Unboxing Xiaomi Redmi 7, Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Redmi 7 by Xiaomi dirilis pada bulan April lalu, ada dua varian yang tersedia. Varian pertama datang dengan RAM 2 GB dan internal 16 GB, dibanderol Rp1,6 juta. Varian kedua memiliki RAM 3 GB dan internal 32 GB, dijual dengan harga Rp1,9 juta.

Bukankah pada harga Rp2 juta ada Redmi Note 7? Tunggu dulu, sudah menjadi kebiasaan Xiaomi merilis smartphone dengan “harga flash sale“. Di mana waktu dan jumlahnya telah ditentukan.

Sementara, harga normal jika nanti sudah tersedia di pasaran biasanya sedikit lebih tinggi. Flash sale Redmi Note 7 berikutnys dengan harga Rp2 juta akan berlangsung pada 30 Mei.

Dari pantauan saya di Official Store Tokopedia, Redmi Note 7 juga sudah tersedia di beberapa toko dan paling murah dipatok Rp2,4 juta. Selisihnya sekitar Rp400 ribu, bila budget kalian memang mepet dan mencari smartphone di bawah Rp2 juta maka Redmi 7 bisa menjadi jawabannya.

Desain Baru Dalam Balutan Warna Menarik

Selamat datang notch berbentuk waterdrop, sebenarnya agak telat dan justru saat ini sebagian orang mungkin sudah merasa jenuh dengan notch. Panel IPS yang diusung membentang 6,26 inci beresolusi HD+ (720×1520 piksel) dalam aspek rasio 19:9 dan sudah berlapis Corning Gorilla Glass 5.

Unit yang saya review ini berwarna comet blue, bagian ini justru yang lebih menarik. Tampil lebih ‘fresh‘ dengan punggung bergradasi, dari biru hitam di atas dan biru terang di bawah. Material yang digunakan ialah polikarbonat dan kerangka metalnya juga di cat biru.

Bagian belakang ada dua buah kamera, LED flash, dan keterangan AI dual camera yang tersusun secara vertikal. Lalu, ada fingerprint sensor dan keterangan Redmi by Xiaomi di bagian bawah. Meskipun seri Redmi katanya sudah pisah dan dijadikan sub-brand, tapi di Indonesia Redmi masih dibawa oleh Xiaomi.

Lanjut ke sisi kanan, didapati tombol power dan volume. SIM card ada di sisi sebrangnya. Bagian atas ada jack audio 3,5mm, mikrofon, dan sensor infrared sehingga dapat mengontrol beberapa perangkat seperti TV, AC, dan lain sebagainya. Lalu, di sisi bawah ada port microUSB, speaker sebelah kanan, dan mikrofon utama sebelah kiri.

Satu lagi, Redmi 7 sudah menggunakan coating P2i yang bisa menghindarkan perangkat ini dari kerusakan saat terkena cipratan air. Coating ini sendiri akan membuat air untuk langsung jatuh tanpa menempel, tapi bukan berarti Redmi 7 tahan air.

Chipset Qualcomm Snapdragon 632

Review-Xiaomi-Redmi-7-20
OS Android 9 Pie Xiaomi Redmi 7, Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kalau sudah menyandang ‘Snapdragon 632 mobile platfrom’, maka performa smartphone dijamin mantap. Pada high-tier Snapdragon 6 series ini Qualcomm membelah menjadi dua yakni seri yang menonjolkan kinerja CPU dan satu lagi yang lebih mengutamakan efisiensi daya.

Snapdragon 632 masuk dalam golongan kedua, chipset ini dibangun berdasarkan proses fabrikasi 14 nm, namun sudah menggunakan custom core yaitu Kryo. Di dalam Snapdragon 632 ada CPU octa-core, di mana empat inti merupakan Kryo 250 Gold 1.8 GHz dan empat inti lainnya Kryo 250 Silver 1.8 GHz. Serta, pengolahan grafis (GPU) Adreno 506.

Pada aplikasi benchmark AnTuTu, Redmi 7 memperoleh nilai 103.812 poin, di PCMark mendapatkan 5.880 poin, 3DMark Sling Shot meraih 929 poin, 3DMark Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 513 poin dan Vulkan 541 poin, serta Geekbench 4 single-core 1.237 poin dan multi-core 4.255 poin.

Seiring makin canggihnya aplikasi dan game di Android, mereka mencaplok banyak ruang penyimpanan. Agar smartphone mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, tentunya harus didukung oleh kapasitas RAM dan memori internal yang memadai.

Bila penggunaan smartphone Anda cukup aktif dan berencana menggunakannya sebagai daily driver dalam waktu lama – sebaiknya pilih konfigurasi RAM 3 GB dan memori internal 32 GB. Kalau pilih konfigurasi RAM 2 GB dan memori internal 16 GB yang pas-pasan, maka aktivitas harian Anda mungkin akan terganggu dengan masalah seperti memori internal penuh atau aplikasi keluar tiba-tiba.

Unit Redmi 7 yang saya review menggunakan konfigurasi RAM 3 GB, berjalan di atas Android 9.0 Pie dengan MIUI 10. Sebagai smartphone entry-level, overall kinerja Redmi 7 memadai untuk kebutuhan dasar ber-smartphone. Proses membuka aplikasi, multitasking, scroll media sosial, dan pergerakan pada antarmuka terbilang cukup lancar, tapi ada sesuatu yang mengganggu.

Kok ada iklan di mana-mana? Apakah terkena virus? Antarmuka MIUI yang cakep pun jadi berantakan gara-gara iklan. Ya, sebagai informasi kalau smartphone Xiaomi memang disisipi iklan.

Iklan ini terintegrasi pada MIUI dan layanan internet dari Xiaomi. Ada di sisi home screen paling kiri, kadang-kadang muncul saat sedang membuka aplikasi, muncul di galeri, dan banyak bloatware pula.

Kenapa? Apakah karena smartphone Xiaomi murah? Tidak juga, sekarang sudah banyak brand lain yang juga menawarkan smartphone murah dengan performa kencang.

Xiaomi memang menegaskan bahwa mereka bukan hanya perusahaan hardware, tapi merupakan perusahaan internet. Dengan menyisipkan iklan ini, Xiaomi pun bakal mendatang untung berkali-kali selama bertahun-tahun. Xiaomi tidak berencana mengcabut iklan tersebut, tapi mereka akan berupaya menempatkan iklan lebih baik.

Bagi sebagian orang, iklan ini mungkin sangat mengganggu dan sebagian yang lain mungkin tidak mempermasalahkan. Lagi pula, pasti ada cara untuk menonaktifkan iklan tersebut.

AI Dual Camera

DSC09836

Redmi 7 mengusung AI dual camera, kamera utamanya 12 MP dengan pixel ukuran 1.25µm, dan aperture f/2.2. Sementara, kamera keduanya sebatas pemanis 2 MP sebagai depth sensor.

Untuk sekedar mengabadikan momen sehari-hari dan hasilnya di-share ke media sosial, kamera Redmi 7 dapat menangkap dengan cukup baik. Fitur dan pengaturan yang disediakan juga terbilang lengkap.

Pada mode photo, ada fitur AI camera – di mana sistem akan mengidentifikasi objek dan situasi, lalu memberikan pengaturan yang sesuai. Ada juga fitur pendukung seperti HDR, filter, beautify, group selfie, dan Google lens.

Kebalikan dari fitur AI camera, bagi yang menyukai kontrol penuh bisa menggunakan mode Pro. Di sini Anda dapat menyesuaikan white balance, shutter speed, manual focus, dan ISO.

Pada mode video, Redmi 7 mampu merekam video FHD 30 fps atau 60 fps, serta tersedia mode time-lapse dan slow-motion. Codec video juga bisa dipilih, H.264 yang punya kompabilitas tinggi atau generasi terbarunya H.265 yang mampu mengurangi ukuran file tanpa mengorbankan kualitas video.

Berikut adalah beberapa hasil bidikan dari Redmi 7 by Xiaomi:

Verdict

Redmi 7 by Xiaomi adalah smartphone entry-level yang mampu menangani kebutuhan dasar ber-smartphone dengan sangat baik. Lebih dari itu, chipset Snapdragon 632 akan sedikit kewalahan untuk aktivitas seperti gaming.

Kapasitas baterai 4.000 mAh yang cukup besar membuatnya memungkinkan buat bertahan seharian, sayangnya tanpa fitur fast charging. Dibanderol di bawah Rp2 juta, spesifikasi dan fitur-fitur yang ditawarkan bukan yang terbaik di kelasnya. Posisinya terlalu dekat dengan Redmi Note 7, tapi dengan perbedaan kemampuannya sangat jauh.

Sparks

  • Desain punggung baru dengan balutan warna menarik
  • Chipset Snapdragon 632
  • Baterai 4.000 mAh

Slacks

  • Kapasitas RAM dan memori internal kecil
  • Resolusi layar sebatas HD+
  • Tanpa fast charging

[Review] Vivo V15 Pro; Perekam Video Mumpuni, Performa Cekatan

Kalau ada versi ‘Pro’, kenapa harus memilih yang ‘standar’? Utamanya buat Anda yang merasa memiliki kebutuhan ber-smartphone yang sudah sangat tinggi.

Ya, setelah mengulas Vivo V15 – kali ini Dailysocial akan lanjut me-review Vivo V15 Pro. Versi Pro ini memiliki kemampuan kamera yang lebih bisa diandalkan, performa jauh lebih superior, dan dilengkapi beberapa fitur premium yang tidak ada di versi biasa.

Vivo V15 Pro sendiri dijual dengan harga Rp5.699.000, sementara Vivo V15 dibanderol Rp4.399.000. Dengan selisih harga Rp1,3 juta, apa yang membuat Vivo V15 Pro begitu worth untuk dibeli?

AI Triple Camera

Vivo V15 Pro mengemas tiga kamera belakang, kamera utamanya menggunakan sensor berukuran 1/2,25 inci, resolusinya 48 MP dengan pixel berukuran 0,8μm, dan aperture f/1.8. Vivo mengadopsi teknologi ‘Quad Pixel‘ yang menggabungkan empat piksel menjadi satu pixel.

Kita diperbolehkan memilih, memotret pada resolusi tinggi 48 MP tapi dengan pixel berukuran 0,8μm atau membidik pada resolusi 12 MP dengan ukuran pixel 1,6μm yang lebih besar dan lebih peka terhadap cahaya.

Bandingkan dengan Vivo V15, jepretan 12 MP yang dihasilkan menggunakan pixel berukuran 1,12µm. Kalau ukuran pixel-nya lebih besar, artinya cahaya yang masuk lebih banyak dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas foto terutama di kondisi minim cahaya.

Dengan aperture f/1.8 yang cukup besar dan AI Super Night mode, Anda bisa mengabadikan keindahan malam hari. Pastikan pegang smartphone dengan stabil, karena kamera akan menggunakan shutter speed rendah (beberapa detik).

Review-Vivo-V15-Pro-18

Beralih ke kamera kedua, resolusinya 8 MP dengan aperture f/2.2 dan lensa ultrawide 13mm yang menyuguhkan sudut pandang yang ekstra lebar hingga 120 derajat. Anda dapat memasukkan area yang luas dalam foto dan berguna saat foto grup dengan banyak orang yang berjejer. Bila tidak menyukai efek distorsi yang dihasilkan, Anda bisa mengaktifkan fitur ultra wide-angle correction untuk mendapatkan foto yang minim distori.

Satu kamera lagi 5 MP dengan aperture f/2.4 sebagai depth sensor. Kamera pada V15 Pro juga dilengkapi fitur-fitur berbasis kecerdasan buatan, seperti AI Scene Identification, AI Portrait Framing, AI Beauty, dan AI Body Shaping.

Bila AI Scene Identification diaktifkan, kamera akan mengidentifikasi subjek foto dan situasi, lalu secara otomatis menyesuaikan pengaturan. Sementara, AI Portrait Framing akan membantu memberikan komposisi foto yang menarik. Berikut beberapa hasil bidikan Vivo V15 Pro:

Perekam Video 4K dan 1080p 60 fps

Review-Vivo-V15-Pro-10

Kalau Anda berminat bikin konten video, V15 Pro dapat menjadi peralatan yang tepat. Smartphone ini punya capability video yang tergolong mumpuni, pertama karena mampu merekam video 4K 30 fps.

Artinya Anda bisa memproduksi footage yang berkualitas, footage 4K sendiri merupakan aset yang bernilai tinggi. Tentu saja, karena keterbatasan sensor kamera smartphone yang kecil – V15 Pro lebih optimal bila digunakan di luar ruangan dengan cahaya yang ideal.

Lalu untuk mendapatkan gerakan yang smooth, Anda bisa berinvestasi dengan membeli gimbal smartphone. Sebut saja seperti DJI Osmo Mobile 2, Zhiyun Smooth 4, dan Moza Mini – harganya tidak terlalu mahal.

Fitur video yang kedua, 1080p pada 60 fps. Selain menyuguhkan gerakan yang lebih nyata, merekam video dengan frame rate tinggi memiliki banyak keuntungan. Seperti untuk slow motion dan fleksibilitas dalam mengedit video, karena pada 60 fps – satu detik dapat bernilai dua detik.

Wide-angle view sangat penting dalam video dan mode wide-angle pada kamera belakang V15 Pro tersedia untuk foto maupun video. Sudut pandangnya di mode video memang tidak seluas pada mode foto, tapi sudah cukup lebar dan ideal untuk bikin konten.

Satu lagi, fitur ini mungkin bakal sangat disukai oleh vlogger cewek yaitu AI Beauty dan AI Body Shaping yang bekerja pada mode video. Bisa untuk membuat wajar tampak sedikit lebih cerah dan membuat bentuk tubuh terlihat proporsional di depan kamera, Anda dapat mengatur preferensi secara manual.

32 MP Pop-up Camera

Fitur andalan V15 yaitu 32 MP Pop-up camera juga hadir pada V15 Pro. Harus diakui, kamera depan dengan mekanisme ‘pop-up‘ ini terasa futuristis dan smartphone dengan notch sudah ada di titik jenuh.

Sejauh ini kinerja kamera depan sangat lancar, saya tidak menemukan kasus kamera depan yang macet atau tidak muncul saat dibutuhkan. Menurut Vivo, sistem pop-up ini sudah teruji dan mampu bertahan hingga 300.000 kali.

Kamera depannya ini beresolusi 32 MP dengan ukuran pixel 0.8µm, dan aperture f/2.0. Lengkap dengan fitur-fitur berbasis kecerdasan buatan seperti AI Beauty, AI Body Shaping, dan AI Portrait Lighting.

Tidak ada mode wide-angle di kamera depan, tapi sudut pandangnya sudah lumayan luas mencakup kepala sampai dada atas. Video yang direkam bisa disimpan pada 1080p 30fps, fitur AI Beauty, AI Body Shaping, dan sejumlah efek juga tersedia.

Hardware & Performa

Review-Vivo-V15-Pro-9

Pusat dari V15 Pro mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 675 AIE dengan pengolah grafis Adreno 612. Daya tempurnya ditopang RAM sebesar 6 GB dan penyimpanan internal 128 GB.

Snapdragon 675 AIE sendiri dibangun berdasarkan proses fabrikasi 11 nm. SoC ini terdiri dari CPU octa-core yang meliputi dual-core 2.0 GHz Kryo 460 Gold dan hexa-core 1.7 GHz Kryo 460 Silver.

Seberapa kencang bila dibandingkan chipset MediaTek Helio P70 yang ada pada Vivo V15? Sebagai gambaran, biarlah hasil benchmark dari aplikasi AnTuTu yang bicara. V15 yang saya review sebelumnya memperoleh nilai 141.022 poin, sementara V15 Pro mendapatkan 175.339 poin.

Sementara, di PC Work 2.0 performance – V15 Pro mendapatkan nilai 7.616 poin, 3DMark Sling Shot 1.744 poin, 3DMark Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 1.075 poin, 3DMark Sling Shot Extreme – Vulkan 1.164 poin, Geekbench 4 single-core 2.394 poin, dan multi-core 6.542 poin.

Berdasarkan pengujian, smartphone Android 9.0 Pie dengan Funtouch 9 ini sangat cekatan dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan. Pergerakan antarmuka dan berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya juga responsif.

Sampai batas tertentu, Snapdragon 675 ialah chipset yang benar-benar powerful. Kecuali bila Anda memiliki kebutuhan khusus, misalnya untuk mengedit video di smartphone atau bermain game dengan grafis tinggi – maka saya sarankan memilih smartphone dengan Snapdragon 845.

Fitur-fitur Premium

Vivo V15 Pro adalah smartphone yang penuh dengan elemen kekinian dan dilengkapi beberapa fitur premium. Dari luar, smartphone juga cukup modis dengan pilihan warna topaz blue atau coral red.

Berkat mekanisme kamera depan pop-up, Vivo mengemas desain Ultimate All Screen pada V15 Pro – layar berukuran 6,39 inci Full HD+ tampil nyaris tanpa bezel. Panel yang digunakan ialah Super AMOLED untuk mengakomodasi fitur Screen Touch ID dan Always On Display.

Review-Vivo-V15-Pro-14

Fingerprint sensor bekerja cukup cepat, tak perlu menekan tombol power untuk membuka kunci layar. Screen Touch ID pada V15 Pro masih berbasis optical dan belum ultrasonic, hanya ada satu area saja – tapi pada unit V15 Pro yang saya review sepertinya ada sedikit bug.

Ketika menambahkan sidik jari jempol kanan, saya kombinasikan dengan jempol kiri di fase tertentu. Proses pendaftarkan berhasil dan ternyata kedua jempol tangan kanan dan kiri saya bisa membuka kunci layar smartphone, padahal hanya satu jempol kanan yang saya daftarkan. Semoga saja, celah ini segera diperbaiki oleh Vivo.

Selain sidik jari, V15 Pro dapat mengenali pemiliknya dengan wajah. Fitur face unlock yang sempat absen pada V15, tetap dimiliki V15 Pro. Ada dua metode yang disediakan, pertama saat menekan tombol power maka kamera depan akan langsung nongol. Cara ini sangat instan, tapi juga cukup riskan – bagaimana bila tombol power tidak sengaja kita tekan?

Saran saya, pilih metode face unlock yang kedua. Di mana ketika menekan tombol power, Anda harus usap ke atas agar kamera depan muncul. Proses pengenalannya terbilang cepat dan kinerjanya konsisten.

Review-Vivo-V15-Pro-12

Melihat apa yang ditawarkan V15 Pro, kapasitas baterai 3.700 mAh yang dimilikinya tidak akan mampu mengimbangi kehebatannya. Tapi itu bukan masalah besar, karena smartphone ini sudah dibekali dengan teknologi dual engine fast charging yang mempersingkat proses isi ulang. Satu-satunya elemen jadul pada V15 Pro adalah port microUSB yang digunakan.

Satu lagi yang harus diketahui, bentuk SIM card pada V15 Pro bertipe hybrid. Artinya Anda harus merelakan slot kartu SIM kedua dan tidak bisa menggunakan fungsi dual SIM jika ingin menambah kapasitas memori lewat penggunaan microSD.

Verdict

Review-Vivo-V15-Pro-13

Kebutuhan ber-smartphone tiap orang memang berbeda-beda, tapi buat Anda yang sedang mencari smartphone premium dengan cita rasa flagship – Vivo V15 Pro jelas salah satunya.

Dibanderol Rp5.699.000, memang bukanlah uang yang sedikit. Namun menurut saya harganya worth it karena menimbang fitur premium dan kelengkapan elemen kekiniannya.

Berbekal konfigurasi yang ada, smartphone ini memberikan respon yang cekatan dan mampu menjalankan semua aplikasi serta tugas yang diterima tanpa masalah sedikit pun sampai pada batas tertentu.

Sparks

  • Kamera depan pop-up yang futuristis
  • Panel Super AMOLED
  • Ada fitur face unlock
  • Ada fitur Screen Touch ID
  • Snapdragon 675 yang kencang

Slacks

  • Port micro USB
  • Slot SIM hybrid
  • Ada bug pada fitur Screen Touch ID

[Review] Canon EOS RP, Mirrorless Full Frame Generasi Anyar Paling Terjangkau

Saat Canon merilis kamera mirrorless full frame perdana mereka pada bulan September 2018 lalu, Canon menegaskan bahwa EOS R baru yang pertama. Kini mirrorless full frame kedua dari Canon; yaitu EOS RP telah tersedia di Indonesia dan masuk dalam kategori entry-level dengan harga hampir setengah lebih murah dibanding EOS R.

Harga EOS R saat dirilis di Indonesia adalah Rp39.999.000 untuk body only. Sementara, body only EOS RP dibanderol sekitar Rp19.999.000. Pendekatan ini membuat Canon EOS RP menjadi mirrorless full-frame paling murah di generasinya. Sebagai pembanding, Panasonic Lumix S1 body only (BO) dibanderol Rp37.990.000, Nikon Z 6 BO (plus adaptor) Rp35 juta, dan Sony A7 III BO Rp27 juta.

Bagaimana kemampuan foto dan videonya? Serta, apa perbedaan antara EOS RP dan EOS R? Selengkapnya simak review Canon EOS R berikut ini.

Canon EOS RP Vs. EOS R

Pertama dari resolusi kameranya, EOS RP mengusung sensor CMOS full frame beresolusi 26,2 MP, sedikit lebih rendah dari EOS R dengan 30,3 MP. Keduanya didukung oleh prosesor gambar Digic 8 yang sama, meski begitu kemampuan memotret berturut-turut EOS RP hanya 5 fps – sedangkan EOS R 8 fps.

Sistem fokusnya sama-sama menggunakan teknologi Dual Pixel AF. Total ada 4.779 titik fokus yang dapat dipilih pada EOS RP, sedangkan EOS R memiliki 5.655 titik fokus. Autofocus-nya mencakup 88 persen bentang vertikal dan 100 persen bentang horizontal dari frame.

Penempatan kedua kamera ini juga berbeda. EOS R ditujukan untuk para fotografer kelas kakap, sementara EOS RP diposisikan sebagai mirrorless full frame entry-level. Target pasarnya ialah para fotografer pemula hingga advance yang masih menggunakan kamera dengan sensor APS-C agar beralih ke dunia full frame.

EOS RP untuk Still Photography

Tak perlu diragukan lagi, Canon merancang sistem EOS R dengan sangat baik. Utamanya untuk kebutuhan still photography, resolusi 26,2 MP pada EOS RP sudah mencakup banyak kebutuhan.

Unit EOS RP yang saya review ini berpasangan dengan lensa RF 24-105mm f/4 IS USM. Meski hanya mengandalkan aperture maksimum f/4, saya merasakan sendiri bahwa performa di kondisi low light sangat mengesankan.

Ukuran sensor memang berkaitan dengan kualitas. Ukuran sensor yang lebih besar dibanding format APS-C dan MFT, membuat Anda bisa menekan ISO lebih kecil. Ditambah dengan menggunakan shutter speed rendah, memotret di dalam ruangan dengan kondisi cahaya temaran pun tetap dapat menghasilkan foto yang layak.

Tentu saja, hasilnya pasti bakal lebih mengagumkan bila menggunakan lensa dengan aperture maksimum besar dan mahal seperti Canon RF 28-70mm f/2L USM atau Canon RF 50mm f/1.2L USM.

EOS RP untuk Videography

Saat berhembus rumor yang mengisyaratkan Canon akan merilis mirrorless full frame keduanya, banyak yang berharap akan ada peningkatan di sisi video. Harapannya kasusnya bakal mirip-mirip seperti Sony A7 III, Nikon Z 6, dan Panasonic Lumix S1 – di mana meski punya resolusi lebih rendah tapi memiliki kemampuan video lebih baik.

Sayangnya, ekspektasi tersebut tidak sesuai kenyataan. Kemampuan video EOS RP masih identik dengan EOS R bahkan setingkat di bawahnya, tanpa dukungan profil picture Canon Log dan mode video slow-mo HD 120p. Fitur in-body image stabilization juga tidak didukung, sehingga akan bergantung IS pada lensa.

Bila EOS R dapat merekam video 4K 30p/24p pada bitrate 480 Mbps dengan kedalaman warna hingga 10 bit untuk perekam eksternal. EOS RP hanya mampu merekam video 4K 24p pada bitrate 120 Mbps dengan crop 1.7x dan kedalaman warna 8-bit untuk perekaman internal dan eksternal.

Seberapa parah akibat crop itu sendiri? Wide-angle view sangat penting dalam video, gara-gara crop bidang pandang yang didapat menjadi lebih sempit. Selain itu, crop artinya kamera hanya menggunakan sebagian area sensor yang akibatnya dapat menimbulkan noise.

Satu lagi yang paling banyak diprotes adalah pada perekaman video 4K, EOS RP kehilangan fitur Dual Pixel AF. Intinya, opsi untuk mendapatkan rekaman terbaik berada di resolusi 1080p. Anda dapat merekam video 1080p hingga 60p dan autofocus yang bisa diandalkan.

Desain Canon EOS R

Dibanding EOS R dan kamera DSLR Canon, body EOS RP memang jauh lebih ringkas dengan dimensi 127x97x61 mm. Tetapi memiliki grip yang nyaman, kontrol intuitif, serta EVF dan layar cukup besar.

Masalahnya adalah ukuran lensa-lensa RF cukup bongsor, misalnya lensa RF 24-105mm F4L. Saat lensa dipasang ke kamera, kesan compact pun seketika lenyap.

Secara garis besar, desain EOS RP dan EOS R terlihat identik. Tampil modern dengan layar fully articulated yang bisa ditarik ke samping dan diputar hingga 180 derajat. Bedanya, EOS RP tidak memiliki panel OLED kecil di pelat atas dan M-Fn bar.

Bagi para content creator, utamanya yang bekerja solo – mekanisme layar tersebut sangat membantu dalam mengatur framing. Bagi fotografer mungkin agak merepotkan dan harus berhati-hati saat mengeluarkan layar ke samping.

Panel LCD tersebut sudah mendukung touchscreen dan berukuran 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot yang cukup responsif digunakan. Di atas layar, bercokol electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot dengan eye cup cukup besar sehingga cukup nyaman digunakan untuk membidik.

Sasis EOS RP terbuat dari paduan material polikarbonat, body kamera ini cukup solid tidak terasa versi murah dari EOS R. Grip besarnya bisa dibilang sangat comfortable, tapi mungkin akan kepayahan menangani lensa-lensa RF yang besar.

Meskipun EOS RP ditawarkan sebagai mirrorless full-frame entry-level, opsi konektivitasnya cukup lengkap. Ada HDMI out yang mendukung output video khusus, jack mikrofon, jack headphone, dan port USB-C.

Saat mencoba mengisi baterai melalui port USB-C, bekerja menggunakan charger MacBook tapi tidak jalan menggunakan charger smartphone. Slot SD card-nya sendiri hanya disediakan satu dan mendukung standar UHS-II, letaknya di sisi bawah berdampingan dengan baterai.

Tombol kontrol fisik pada EOS RP secara keseluruhan diimplementasikan dengan cukup baik. Ada dua dial atau roda untuk mengendalikan shutter speed serta aperture, dan fitur favorit saya adalah control ring.

Cincin ekstra pada lensa RF ini dapat di-customize untuk ISO, meskipun saya sampai mabuk mengubek-ubek untuk mencari fitur ini. Tombol navigasi pada ESO RP juga dapat disesuaikan untuk akses cepat fitur yang Anda butuhkan.

EOS RP menggunakan baterai tipe LP-E17 seperti yang ada pada kamera APS-C EOS M series. Tentu saja, karena RP yang mengendarai sensor lebih besar membuatnya lebih haus daya. Alhasil, EOS RP hanya menawarkan 250 shot saja sekali charge. Jelas sekali perlu baterai kedua atau harus terus-menerus memikirkan pengisian ulang.

Sample Gallery dari Canon EOS RP

EOS RP merupakan mirrorless full-frame kedua dari Canon. Seperti saudaranya, ia juga mengadopsi dudukan baru; mount RF berdiameter 54 mm dan kompatibel dengan banyak lensa EF dan EF-S Canon lewat penggunaan adaptor.

Bagian intinya ialah sensor CMOS 26 MP, prosesor Digic 8, dan sistem Dual Pixel AF yang cukup mengesankan, cepat dan akurat. Fitur favorit saya adalah Eye Detection AF yang tersedia pada continuous AF mode (juga pada Servo mode), kamera akan melacak mata subjek meski mereka bergerak.

Performa Eye Detection AF ini bekerja cukup baik, utamanya pada jarak yang relatif dekat – ketika wajah subjek mengambil proporsi pada frame cukup besar. Hasil foto EOS R bisa disimpan di format CRaw untuk fleksibel dalam editing tapi tetap hemat memori.

Bila budget Anda mepet, penggunaan adaptor memang diperkenankan untuk memasang lensa EF. Bila ingin lensa native, lensa zoom RF 24-105mm f/4 IS USM adalah pilihan basic yang sangat ideal untuk berbagai keperluan – meskipun membuat ukuran kamera menjadi besar dan biaya tambahan.

Antarmuka kamera dengan layar sentuhnya cukup baik. Tapi banyak fitur sekali fitur yang terpendam di dalam menu. Solusinya Anda bisa menggunakan tab my menu untuk mengeluarkan fitur atau fungsi penting yang kerap Anda gunakan.

EOS RP memiliki konektivitas WiFi dan Bluetooth LE. Lewat aplikasi Camera Connect Canon, Anda dapat dengan mudah mentransfer foto ke smartphone atau mengontrol kamera dari jarak jauh.

Secara keseluruhan, performa EOS RP sangat baik. Kontrol layar sentuhnya sangat responsif, sangat memanjakan penggunanya. Meskipun interface menu utamanya memang sangat padat, kemungkinan Anda akan butuh banyak waktu untuk menguliknya. Berikut sejumlah foto yang diambil menggunakan Canon EOS RP:

Verdict

Canon merancang sistem EOS R dan mount lensa RF baru dengan sangat baik untuk still photography. Namun masih ‘setengah hati’ di sisi video, terutama dibandingkan dengan para kompetitornya.

Bila porsi kebutuhan foto Anda lebih besar dibanding video, EOS RP adalah kamera dengan fitur foto sentris generasi baru dengan sensor full frame dan lensa RF yang canggih. Bagi fotografer profesional yang memiliki ekosistem Canon, EOS RP bisa menjadi pilihan yang sempurna sebagai kamera kedua.

Bagi videografer, terus terang EOS RP bukan pilihan yang tepat. Untuk kebutuhan hybrid foto dan video, benchmark saya masih pada Sony A7 III. Sementara, untuk kamera video benchmark saya pada Lumix GH5. Saat ini, kamera mirrorless APS-C terbaru seperti Fujifilm X-T30 dan Sony A6400 juga menawarkan kemampuan video cukup baik.

Harga sekitar Rp20 juta ini hanya body only Canon EOS RP. Solusi yang lebih terjangkau Anda bisa menggunakan adaptor untuk menggunakan lensa EF atau menggunakan lensa dari pabrikan lensa pihak ketiga.

Bila ingin lensa native, paling terjangkau ialah lensa fix RF 35mm f/1.8 IS Macro STM yang dijual sekitar Rp8 jutaan. Kalau untuk lensa RF 24-105 f/4L IS USM, harganya sekitar Rp17 jutaan. Masih tergolong sangat mahal, mengingat EOS RP ditujukan sebagai mirrorless full frame entry-level.

Sparks

  • Dilengkapi port headphone dan mikrofon
  • Video 1080p hingga 60p dengan Dual Pixel AF 
  • Foto bisa disimpan di format CRaw yang lebih irit memori
  • Eye Detection AF bekerja di mode Servo
  • Body kamera cukup compact dan memiliki kontrol yang intuitif

Slacks

  • Kemampuan video sedikit tertinggal untuk kamera generasi baru
  • Crop pada video 4K
  • Dual Pixel AF tidak bekerja di rekaman video 4K

[Review] OPPO A5s, Penyempurna A3s dengan Sensor Sidik Jari

Nggak semua orang butuh smartphone flagship atau premium dengan spesifikasi mewah, OPPO sangat memahami segmentasi pasar tersebut. Sebab itu, OPPO punya A series; versi hemat dari F series yang menyasar segmen mid-low dan digarap dengan cukup baik.

Setelah meluncurkan OPPO A3s pada akhir tahun lalu, kini OPPO telah merilis A5s. Sebagai anggota seri A, perangkat ini tetap mewarisi kapasitas baterai besar dan sejumlah elemen kekinian. Sebut saja, desain notch waterdrop screen dan konfigurasi dual camera.

Unit OPPO A5s yang saya review merupakan varian RAM 2 GB dan memori internal 32 GB yang dibanderol Rp1.999.000. Berikut review OPPO A5s selengkapnya.

Perbedaan OPPO A5s dan A3s

Review-OPPO-A5s
OPPO A5s – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Saat pertama kali A3s dirilis, harganya juga Rp1.999.000. Sekarang harganya sudah turun menjadi Rp1.799.000, dengan selisih Rp200.000 ini apa perbedaan A5s dan A3s?

Keduanya sama-sama memiliki layar 6,2 inci resolusi HD+ dalam rasio 19:9 dan berlapis Corning Gorilla Glass 3. Kemampuan kameranya juga identik dan kapasitas baterainya sama-sama 4.230 mAh.

Review-OPPO-A5s
OPPO A3s – Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Review-OPPO-A5s
OPPO A3s – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bedanya A3s punya desain notch ala iPhone X, sementara A5s mempunyai notch waterdrop screen. Namun perbedaan besar kedua terdapat pada chipset yang digunakan, A3s dengan Snapdragon 450 dan A5s dengan Helio P35.

Selain itu meski semuanya dibekali RAM 2 GB, memori internal A5s lebih lapang yakni 32 GB (A3s hanya 16 GB). Satu lagi yang penting, A5s memiliki fingerprint sensor yang melekat di punggungnya.

Jadi, mending pilih A3s atau A5s? Baca dulu review OPPO A5s sampai habis.

Desain dengan Notch Waterdrop Screen

OPPO A5s memiliki bentang layar 6,2 dengan dimensi 155.9 x 75.4 x 8.2 mm dan bobot 170 gram. Panel IPS mengemas desain notch waterdrop screen, resolusinya HD+ (720×1520 piksel; 271 ppi) dalam rasio layar 19:9, dan diproteksi oleh Corning Gorilla Glass 3.

Body-nya memiliki kerangka dari logam dan bagian belakangnya menggunakan material komposit berjenis tempered glass seperti kebanyakan smartphone OPPO lainnya. Uniknya adalah balutan warnanya, ada hitam dan merah.

Unit yang saya review berwarna merah yang terlihat sangat pekat mendekati merah hati atau Superhero Iron Man. Desainnya cukup stylish untuk ukuran smartphone Rp2 jutaan, warna merah ini tentunya mampu mendukung gaya hidup Anda yang ingin tampil fashionable. Sementara, warna hitamnya tampil ke arah yang lebih klasik dan terlihat netral.

Review-OPPO-A5s
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Untuk kelengkapan atributnya, pada bagian belakang terdapat fingerprint sensor, serta setup kamera ganda dan LED flash dengan sentuhan warna emas pada tepiannya persis seperti yang terdapat pada OPPO F9.

Lanjut ke sisi kanan terdapat tombol power, sedangkan pada sisi kiri ada tombol volume dan SIM Tray yang berisi tiga slot, dua untuk kartu seluler nano SIM dan satu lagi microSD. Sisi atasnya polos, speaker, port microUSB, mikrofon, dan jack audio 3.5mm berkumpul di sisi bawah.

Android 8.1 Oreo dengan ColorOS 5.2

Review-OPPO-A5s
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Tidak seperti F11 series yang sudah menjalankan Android 9 Pie dengan ColorOS 6 versi terbaru, A5s masih tertahan pada sistem operasi lebih lawas; yakni Android 8.1 Oreo dengan ColorOS versi 5.2.

Fitur seperti swipe-up gesture navigation tersedia untuk memaksimalkan pengalaman ber-smartphone layar penuh. Fitur Smart Assistant juga ada yang menyediakan informasi personal dan akses cepat ke sejumlah fungsi dan aplikasi.

Split-screen atau membuka dua aplikasi secara berdampingan juga bisa. Hanya saja, tampilan multitasking-nya sangat sederhana – bukan berbentuk kartu aplikasi melainkan hanya sebatas logo saja.

Selain bisa menggunakan sidik jari untuk membuka gembok smartphone dengan mudah, kita juga bisa membuka kunci dengan wajah (face unlock) yang bekerja cukup baik di kondisi cahaya cukup.

Dual Camera

Review-OPPO-A5s
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kamera utama yang bercokol di belakang A5s mempunyai resolusi 13 MP (AF) dengan aperture f/2.2, berdampingan dengan kamera 2 MP dengan aperture f/2.4 sebagai depth sensor. Sementara, untuk aktivitas selfie, video call, dan face unlock mengandalkan kamera 8 MP dengan aperture f/2.0.

Ada empat mode utama yang disematkan, yaitu portrait untuk foto dengan efek bokeh, photo dan video yang dilengkapi fungsi optical zoom 2x, dan pano. Jadi, tidak terdapat mode pro atau manual dan mode night untuk memotret di malam hari seperti yang ada pada F11 series.

Bagaimana dengan kemampuan perekam videonya? Baik kamera belakang maupun kamera depan bisa merekam video hingga 1080p. Jadi, setidaknya resolusi tersebut sudah cukup baik bila ingin membuat video atau nge-vlog dengan mengandalkan A5s.

Foto-foto berikut diambil menggunakan OPPO A5s:

Hardware & Performa

A5s ditenagai chipset Mediatek MT6765 Helio P35 yang dibuat pada proses fabrikasi 12nm, artinya cukup efisien dan hemat baterai. SoC ini mengemas konfigurasi octa-core, yang terdiri dari quad-core 2,3 GHz Cortex-A53 dan octa-core 1.8 GHz Cortex-A53, serta GPU PowerVR GE8320.

Pada aplikasi benchmark AnTuTu, A5s memperoleh nilai 84.082 poin. Lalu, pada PCMark mendapatkan 5.335 poin, 3DMark Sling Shot 704 poin, serta Geekbench 4 single-core 922 poin dan multi-core 4.003 poin.

Untuk kebutuhan standar smartphone harian, A5s terbukti mampu melayani keinginan saya dengan cukup baik. Loading saat membuka dan berpindah antar aplikasi tergolong lancar.

Sayangnya, OPPO hanya menanamkan RAM sebesar 2 GB. Anda harus lebih selektif dalam menginstal aplikasi, biar kinerja A5s tidak ngos-ngosan. Lalu, bagaimana untuk gaming?

Ada fitur Game Space yang akan mengoptimalkan kinerja hardware. Saya mencoba game PUBG Mobile, mendukung graphic hingga kualitas ‘balance‘ dengan frame rate ‘medium’. Kinerjanya tersendat-sendat, solusinya pakai kualitas graphic ke ‘smooth‘ dan frame rate ‘low‘. Hasilnya A5s bisa main PUBG Mobile dengan minim lag, setidaknya gerakannya tidak patah-patah.

Bekal memori internal 32GB memang cukup lapang, bila manajemen file Anda baik bahkan tak perlu menyisipkan microSD. Bila masih kurang, slot microSD dedicated bisa ditambah hingga kapasitas 256 GB. Baterainya sendiri punya daya tampung 4230 mAh, tapi tanpa fast charging.

Verdict

Review-OPPO-A5s
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

OPPO A5s hadir untuk menyempurnakan A3s, utamanya kehadiran fitur pembaca sidik jari yang membuat membuka gembok smartphone lebih instan. Berbekal memori internal 32 GB, Anda bisa bertahan tanpa perlu menyisipkan microSD.

Harga di bawah Rp2 juta, tepatnya Rp1.999.000 sejujurnya cukup menarik. Bagi orang tua, A5s bisa dijadikan kado manis untuk anak yang masih sekolah. Sebaliknya, sang anak yang sudah bekerja bisa membelikan A5s untuk orang tua mereka.

Hanya saja, perlu ditekankan bahwa besaran RAM 2 GB hanya sekadar cukup untuk kebutuhan dasar ber-smartphone. OPPO mungkin bakal menyediakan A5s dengan varian RAM 3 GB, namun harganya bakal melonjak dan mungkin menjadi kurang menarik.

Selain itu di rentang harga sekitar Rp2 juta tersebut, OPPO A5s tidak sendirian. Sekedar harus tau, ada Samsung Galaxy A20, Xiaomi Redmi Note 7, Realme 3, Asus Zenfone Max M2, dan lainnya.

Sparks

  • SIM tray dengan slot microSD dedicated
  • Memori internal 32 GB (Cukup lapang)
  • Punya sensor fingerprint

Slack

  • RAM 2 GB (Pas-pasan)
  • Masih terjebak di Android 8.1 Oreo (ColorOS 5.2)

[Review] Xiaomi Redmi Note 7, Tawarkan Spek Fantastis di Harga Ekonomis, Apakah Ada Kompromi?

Smartphone flagship adalah representasi sebuah brand, dan dalam berkompetisi, di kelas inilah para produsen mencantumkan segala macam teknologi mutakhir serta bereksperimen dengan fitur-fitur unik. Namun meski punya pengguna setianya sendiri, smartphone high-end belum bisa dijamah oleh sebagian besar konsumen. Dan sejujurnya, saya merupakan bagian dari kalangan ini.

Itulah alasannya mengapa saya sangat mengapresiasi merek-merek yang berupaya merevolusi smartphone-entry level. Beberapa dari mereka mencoba menawarkan kualitas dan kapabilitas handset premium di harga terjangkau. Dan jauh sebelum nama-nama populer memperkenalkan sub-brand-nya, waktu itu pilihan terbaik konsumen ialah brand yang mengkhususkan diri pada penyediaan smartphone terjangkau, misalnya seperti Asus dan Xiaomi.

Di segmen itu, seri Redmi Note dianggap sebagai pionir. Sejak dulu, varian ini selalu membuat sensasi lewat penawaran performa dan harga yang begitu fantastis. Ditakar dari spesifikasi, seharusnya produk dibanderol di harga lebih mahal. Namun situasi ini selalu menimbulkan pertanyaan: apa yang dikorbankan oleh produsen demi menekan Redmi Note semurah mungkin? Hal inilah yang ingin coba saya ulik.

Redmi Note 7 36

 

Presentasi

Presentasi produk adalah aspek yang telah lama jadi perhatian utama Xiaomi, terlepas dari mahal-murahnya harga perangkat yang mereka patok. Bertahun-tahun silam, saya ingat bagaimana vice president (saat itu) Hugo Barra mengungkapkan betapa telitinya perusahaan dalam melakukan pengecekan mutu, misalnya menggunakan tetesan air buat memastikan body terpotong mulus. Saya tidak tahu apakah prosedur tersebut tetap diterapkan hari ini, namun penyajian Redmi Note 7 sama sekali tidak mengecewakan.

Redmi Note 7 17

Redmi Note 7 23

Redmi Note 7 adalah smartphone berlayar 6,3-inci yang dibekali fitur fotografi sensasional. Ia memanfaatkan setup dual camera dan salah satunya dilengkapi sensor ’48Mp’. Unit review ini mempunyai tubuh berwarna neon pink/lavender dengan gradasi ungu ke merah rose di sisi belakang. Penggunaan gradasi warna belakangan memang populer, biasanya diaplikasikan pada produk-produk kelas menengah hingga premium.

Redmi Note 7 28

Redmi Note 7 29

Sejumlah aspek diusung secara tradisional, namun elemen desain lainnya boleh dikatakan sudah memenuhi standar modern. Smartphone telah memanfaatkan notch ‘dot drop‘ untuk memaksimalkan rasio layar ke tubuh – tercatat mencapai 81,4 persen. Dari pengamatan saya, konstruksi body-nya tersusun dari logam dan plastik, dipadu lapisan kaca di punggung. Ada lis plastik hitam menyambungkan area tubuh dan display, lalu sensor sidik jari diposisikan strategis sehingga mudah digapai telunjuk.

Redmi Note 7 22

Tubuh glossy, lapisan kaca, serta warna mentereng memang membuat Redmi Note 7 tampil mewah (dan sedikit feminin untuk selera saya), namun pendekatan ini memang punya efek samping. Hanya butuh waktu sebentar baginya untuk mengumpulkan minyak dari tangan dan bekas sidik jari. Lalu kamera dengan megapixel begitu besar juga memiliki dampak negatif sendiri, yaitu modul yang menonjol.

Redmi Note 7 33

Redmi Note 7 20

Bagian modul kamera bahkan tetap menjendul ketika soft case dipasang (dibundel dalam paket penjualan). Baringkan perangkat di permukaan rata, dan ia tampak miring. Dan terlepas dari penggunaan notch dot drop dan tombol navigasi utama yang diintegrasikan di layar, bingkai tetap terlihat tebal – dan adanya area ‘dagu’ menonjolkan kesan tersebut.

Redmi Note 7 31

 

Kualitas

Kabar baiknya, saya tidak menemui kompromi pada aspek kualitas produk. Dalam pemakaian selama beberapa minggu, semua bagian Redmi Note 7 bekerja semestinya: tiap tombol fisik terasa konsisten, dan tak ada distorsi pada layar LCD ketika body ditekan dari samping atau belakang. Potongan tubuhnya dibentuk secara presisi, tidak ada gap yang mengkhawatirkan. Mereka yang kurang familier dengan merek Xiaomi mungkin akan kaget, tingginya mutu ini dapat diperoleh di harga sangat terjangkau.

Redmi Note 7 32

Redmi Note 7 dibekali layar IPS kapasitif beresolusi 1080x2340p dengan rasio 19,5:9 dan bagian ujung membundar, yang kemudian dilapisi oleh Corning Gorilla Glass 5. Kualitas panel sentuh ini cukup baik di kelasnya, mampu menghasilkan output yang tajam, cerah (tingkat keterangan maksimal kira-kira di 560-lux) dan mampu menyajikan warna secara merata. Lebih teliti lagi, saya menemukan adanya area gelap di bagian pojok layar dekat notch – baru benar-benar terlihat jika display menampilkan warna putih.

Redmi Note 7 18

Redmi Note 7 19

 

Hardware & kinerja

Selain desain mewah dan angka raksasa yang mengindikasikan besarnya sensor kamera, komposisi hardware merupakan salah satu nilai jual utama Redmi Note 7. Di sana Xiaomi mencantumkan system-on-chip Qualcomm Snapdragon 660 berisi prosesor octa-core (Kryo 260 4×2,2GHz plus Kryo 260 4×1,8GHz) dan GPU Adreno 512. Unit review ini menyimpan RAM sebesar 4GB dan memori internal 64GB. Teorinya, susunan komponen tersebut sudah lebih dari cukup buat menjalankan mayoritas aplikasi, termasuk game-game populer.

Redmi Note 7 15

Dalam uji coba benchmark, Redmi Note 7 memperlihatkan skor yang cukup menjanjikan: 139186 di AnTuTu, 6147 di PCMark Work 2.0, dan masing-masing 1990 serta 1276 di 3DMark Sling Shot dan Sling Shot Extreme. Namun tentu saja angka-angka tersebut tidak merepresentasikan kinerja device di dunia nyata. Untuk mengetahui secara lebih pasti, smartphone saya tes pula dengan dua permainan yang mewakilkan genre berbeda: Asphalt 9 Legends dan PUBG Mobile.

Redmi Note 7 16

 

Asphalt 9 Legends berjalan lancar di setting grafis default, namun mutu visualnya memang kurang tajam dan pinggir objek tampak bergerigi. Lewat menu, kita bisa memilih opsi grafis yang lebih baik. Dan cukup mengejutkannya, hal tersebut hampir tidak berdampak pada frame rate. Saya juga tidak merasakan adanya stuttering atau penurunan FPS secara signifikan ketika permainan menampilkan banyak objek bersamaan. Sedikit kendala yang saya sempat saya rasakan adalah, game ini beberapa kali crash.

Redmi Note 7 4
Low.
Redmi Note 7 12
Max.

Di PUBG Mobile, permainan segera merekomendasikan pilihan grafis medium sebelum dimulai. Kualitas visualnya memang jauh dari versi PC/console, dengan tekstur karakter dan objek yang kurang halus plus fenomena objects popping in secara tiba-tiba, tapi setidaknya ia tersuguh mulus tanpa kendala. (Pengujian Redmi Note 7 via PUBG Mobile mengingatkan kembali mengapa saya kurang suka bermain game di perangkat bergerak – layarnya sempit dan kendalinya kurang intuitif.)

Redmi Note 7 9

Redmi Note 7 10

Perlu diketahui bahwa mengakses game 3D akan meningkatkan temperatur perangkat dalam waktu cukup singkat. Kabar baiknya, suhu tidak melewati batasan kewajaran.

Redmi Note 7 memanfaatkan baterai Li-Po 4000mAh sebagai sumber tenaganya. Dalam proses pengisian ulang, smartphone ditunjang oleh teknologi Qualcomm Quick Charge 4. Namun uniknya, produk dibundel bersama charger standar.

Redmi Note 7 34

 

MIUI

Redmi Note 7 mengusung sistem operasi mobile Android 9.0 Pie dengan overlay MIUI 10. Versi terbaru antarmuka buatan Xiaomi itu kabarnya didesain untuk memaksimalkan pengalaman pemakaian smartphone ‘berlayar penuh’. Ia mampu membaca lebih banyak gerakan jari, dirancang agar segala notifikasi dan detail informasi lebih terekspos, serta memastikan aplikasi-aplikasi yang diinstal dapat meluncur lebih cepat.

Redmi Note 7 21

Bagi saya, bagian terbaik dari MIUI terletak pada sederhananya interface serta pengelolaan aplikasi yang begitu intuitif. Semua app ditempatkan di satu lapis menu tanpa ada app tray sekunder, dan Anda yang tak menyukai kehadiran shortcut tidak perlu repot membuangnya dari menu utama. Untuk menyatukan sejumlah app di satu folder, kita hanya tinggal melakukan drag and drop icon. Memindahkan icon aplikasi ke halaman berikutnya juga sangat mudah karena kita tinggal menekannya, lalu men-swipe page dengan jari lain.

Redmi Note 7 37

Tetapi satu hal menarik akan Anda temui begitu membuka sejumlah folder ataupun aplikasi bawaan Xiaomi. Silakan tap folder ‘More apps’ dan Anda akan segera melihat ‘promoted apps‘ di area bawah. Lalu coba masuk atau gunakan File Explorer, Cleaner atau Music. Kemungkinan besar Anda akan disodorkan iklan secara acak (saya disuguhkan Tokopedia dan Black Desert Online) ketika Redmi Note 7 tersambung ke internet. Kehadiran iklan memang bukan masalah besar, tapi mungkin menyebalkan buat sebagian orang.

Redmi Note 7 39

Mungkin ini merupakan salah satu kompensasi yang harus kita terima dengan membayarkan uang begitu kecilnya untuk sebuah smartphone berspesifikasi cukup tinggi.

 

Fotografi

Saya tidak menyangka mengukur kapabilitas kamera Redmi Note 7 menjadi hal yang menantang. Di sesi hands-on, rekan saya Lukman sempat menyampaikan bahwa smartphone ini dibekali sensor Samsung ISOCELL Slim GM1 48Mp, tetapi akan secara otomatis menghasilkan resolusi 12Mp (3000x4000p) di mode auto atau ketika AI diaktifkan. Xiaomi menjelaskan, teknologi ‘Super Pixel 4-in-1’ bertugas menggabungkan empat pixel untuk meningkatkan sensitivitas cahaya.

Redmi Note 7 26

Untuk memperoleh hasil jepretan berukuran 48-megapixel, yang perlu Anda lakukan ialah men-switch mode ke Pro (manual), lalu tap icon 48Mp di bagian atas. Beberapa fitur lain juga bersembunyi di mode berbeda – misalnya efek kedalaman (bokeh) yang terdapat di opsi Portrait. Seperti klaim Xiaomi, megapixel maksimal memang efektif untuk menyerap cahaya sebanyak-banyaknya. Foto-foto yang saya ambil beberapa menit sebelum matahari terbenam tetap bisa menunjukkan detail meski saat itu ruangan hanya diterangi satu lampu LED.

Redmi Note 7 25

Namun terlepas dari apakah Redmi Note 7 betul-betul ditopang sensor 48-megapixel sejati atau interpolasi, mutu gambar tetap bergantung pada asupan cahaya. Kamera baru bekerja optimal di bawah sinar matahari. Jika kurang, hasil jepretan yang muram dan kelabu sulit dihindari. Pengambilan foto di tempat temaram mengekspos begitu banyak grain khususnya di zona gelap atau gradasi, dan sejujurnya, kualitasnya tidak begitu berbeda seperti foto 12Mp. Ukuran gambar lebih besar hanya memberikan ruang untuk men-zoom lebih jauh, tapi tidak terlalu efektif dalam menyembunyikan noise.

Redmi Note 7 27

Di sana memang tersedia pilihan mode fotografi malam, namun tak ada teknologi rahasia yang membuat foto jadi terlihat istimewa. Saat tombol shutter ditekan, smartphone butuh waktu beberapa saat untuk memproses gambar serta meminta kita agar tidak bergerak. Lalu berdasarkan pengalaman saya, diaktifkannya AI di mode auto juga tidak begitu mendongkrak kualitas, malah menciptakan efek berbayang pada objek bergerak: bukannya blur, jari malah terlihat lebih banyak.

Redmi Note 7 24

Mode bokeh-nya sendiri terbilang memuaskan, bekerja menggunakan algoritma serta bantuan sensor sekunder 5-megapixel. Ketika dinyalakan, Redmi Note 7 akan mengingatkan kita untuk berdiri sekitar dua meter dari objek. Kombinasi antara kamera dan software cukup baik dalam memisahkan individu-individu yang jadi target foto dan latar belakang, walaupun kadang pemotongannya kurang akurat di area berwarna gelap.

Untuk kebutuhan swafoto, Redmi Note 7 mengandalkan kamera depan 13Mp f/2.2, 1.25µm plus flash LED. Karakteristiknya mirip seperti kamera depan smartphone dengan rentang harga Rp 2-3 jutaan, yang sekali lagi kualitasnya bersandar pada intensitas cahaya. MIUI 10 memberikan kita keleluasaan buat menggunakan efek beautify serta bermain-main untuk membuat pipi lebih tirus atau membesarkan ukuran mata.

Redmi Note 7 19

Di ranah videografi, kamera utama smartphone mampu merekam video full-HD hingga 120fps, dan disertai fitur-fitur seperti time lapse dan slow motion. Lalu via kamera depan, Anda dipersilakan untuk membuat video beresolusi 1080p di 30fps. Lewat pengujian di siang hari di dalam rumah, saya masih bisa melihat jelas noise di area-area gelap.

Sampel foto kamera utama bisa Anda lihat di bawah:

 

Verdict

Pengalaman panjang Xiaomi meramu smartphone entry-level membuat mereka mengetahui hal-hal apa saja yang bisa mencuri perhatian ‘konsumen peduli budget‘. Di momen pengungkapan Redmi Note 7, banyak jurnalis lokal terkejut melihat rasio harga dengan hardware. Tetapi tentu, pengujian langsung memperlihatkan adanya sejumlah aspek di smartphone yang belum mencapai ekspektasi – terutama di sisi imaging serta branding ’48Mp AI Dual Camera’.

Redmi Note 7 30

Namun saya tak bilang bahwa performa fotografi Redmi Note 7 tidak baik. Sebaliknya, ia boleh jadi merupakan satu dari sedikit smartphone dengan fitur kamera terunik yang bisa Anda miliki di bawah harga Rp 2 juta. Saya rasa cukup sulit bagi merek lain buat mencapai rekor ini. Dan kita juga perlu mengapresiasi besarnya perhatian Xiaomi terhadap spesifikasi, desain serta kualitas produksi – dan produsen dapat melakukan semua itu tanpa mengambil jalan pintas.

Xiaomi Redmi Note 7 sudah bisa Anda beli secara resmi di Indonesia. Produk dijual seharga Rp 2 juta kurang seribu rupiah.

 

Sparks

  • Hardware mumpuni, dijajakan di harga ekonomis
  • Desain menarik dengan warna tubuh gradasi
  • Kualitas produk memuaskan
  • Penuh dengan fitur dan kelengkapan ala smartphone high-end
  • UI yang intuitif

 

Slacks

  • Performa kamera tidak sebaik ekspektasi
  • MIUI 10 penuh dengan iklan
  • Tak ada NFC
  • Charger sepertinya belum mendukung quick charging, Anda harus membeli aksesori third-party

[Review] Vivo V15; Bertumpu Pada Fitur 32MP Pop-up Camera

Dulu kalau saya mau ganti smartphone paling cepat itu setahun saat penerusnya sudah keluar. Kadang juga harus nunggu setahun lagi (jadi dua tahun) biar harganya turun.

Bagaimana kalau sekarang? Nggak ganti dalam kurun waktu setahun saja, smartphone yang kita gunakan sudah terasa ‘kedaluwarsa’. Karena siklus peluncuran smartphone baru terjadi lebih cepat, bulanan.

Kita ambil contoh Vivo V15, cuma berselang kurang lebih enam bulan saja sejak Vivo meluncurkan V11 pada bulan September 2018. Saya tekankan lagi, Vivo V15 adalah penerus dari Vivo V11, bukan yang versi Pro-nya. Jadi, Anda tidak akan menemukan sensor fingerprint di bawah layar. Langsung saja kita mulai review Vivo V15.

32MP Pop-up Selfie Camera

Review-Vivo-V15

Fitur utama yang paling menonjol adalah kamera depannya, bukan hanya tentang resolusinya yang tinggi mencapai 32MP – tapi karena inovasi mekanisme pop-up nya yang diturunkan langsung dari flagship Vivo NEX.

Efek suara turut menyertai saat kamera depan ini muncul, ada empat efek suara yang bisa Anda temukan di pengaturan kamera yaitu mute, sci-fi, machine, dan rhythm. Namun meski Anda memilih mode mute, motor penggerak kamera depan yang terletak di sisi kanan atas smartphone tersebut masih menimbulkan suara saat bekerja.

Review-Vivo-V15

Saya penasaran, bagaimana bila kita dengan sengaja menaik dan turunkan kamera depan dengan cepat? Tenyata muncul peringatan seperti ini; “Untuk melindungi kamera depan Anda, jangan terlalu sering melakukan tindakan ini.

Review-Vivo-V15

Sekarang kita masuk ke antarmuka kameranya, ada lima mode pengambilan gambar yang bisa digunakan kamera depan yaitu Photo, Video, AI Beauty, Pano, dan AI Stickers. Pada mode Photo, Anda juga bisa menemukan fitur HDR, Live Photo, dan filter.

Tentu saja, dua kunci yang akan membantu Anda mendapatkan foto selfie yang memukau adalah AI Beauty dan Portrait light effect. Dengan AI Beauty, Anda bisa mendapatkan makeover secara virtual – mulai dari warna kulit, memutihkan, membuat wajah tirus, merampingkan hidung, hingga menyesuaikan bentuk mulut.

Sementara dengan Portrait light effect, Anda bisa menambahkan efek pencahayaan yang menawan berkualitas studio ke selfie Anda. Mulai dari natural light, studio light, stereo light, loop light, rainbow light, dan monochrome backgroud untuk mendapatkan background hitam dan putih yang klasik.

Ada satu fitur yang bagi sebagian orang sangat penting dikorbankan Vivo yakni face unlock. Dari Vivo V7, V9, hingga V11 – fitur face unlock selalu menjadi salah satu fitur unggulan smartphone Vivo dan terakhir mencoba di V11 performanya sangat cepat dan konsisten.

Semoga saja, Vivo menemukan cara untuk mengembalikan fitur face unlock kembali di update firmware masa mendatang. Sementara ini, kita bisa mengandalkan pemindai sidik jari yang jelas-jelas lebih aman di bagian belakang.

Berikut adalah hasil foto 32MP Pop-up Camera Vivo V15:

Ultra All Screen

Vivo V15 sudah move-on dari notch, desain full-screen display yang baru ini disebut Ultra All Screen. Harus saya akui, pop-up selfie camera Vivo V15 kesannya futuristik, seolah membuat smartphone dengan notch terlihat ‘usang’.

Smartphone ini juga datang dalam balutan warna bergradasi, topaz blue dan glamour red. Seperti biasa, bagian belakangnya hadir dengan finishing glossy seperti kaca dan kerangka aluminium. Materialnya bukan kaca, tapi kemungkinan menggunakan jenis material komposit berjenis tempered glass seperti sebelumnya.

Modul tiga kamera menonjol di belakang yang berbaris secara vertikal. Sebaiknya selalu kenakan case yang ada dalam paket penjualan untuk melindungi body smartphone dan utamanya modul kamera belakangnya. Desain dan kualitas case-nya sudah cukup oke, dengan paduan warna hitam di sekelilingnya.

Review-Vivo-V15

Mengenai kelengkapannya, tombol volume dan power berada pada sisi kanan. Lalu, di sisi kiri ada SIM tray berdampingan dengan smart buttonDefault-nya bila kita menekan smart button sekali maka akan mengaktifkan Google Assistant, bila menekan dua kali akan mengaktifkan Image Recognizer yang akan mencari tahu informasi dari konten yang sedang tampil di layar.

Review-Vivo-V15

Smart button juga bisa disesuaikan, caranya pergi ke Settings dan pilih Jovi. Namun pilihan yang tersedia sebatas Google Search, Google Assistant, Google Assistant Visual Snapshot, dan Image Recognizer. Anda juga bisa menonaktifkan fungsi tombol tersebut.

Lanjut ke sisi atas, disana ada mikrofon dan kamera depan yang tersembunyi di body Vivo V15. Sementara di sisi bawah ada jack audio 3.5mm, mikrofon, speaker, dan standar port microUSB yang sebenarnya sudah usang menurut saya untuk smartphone baru yang diluncurkan di tahun 2019.

Android 9 Pie; FuntouchOS 9

Vivo V15 bergerak pada sistem operasi Android versi paling baru; 9.0 Pie dengan FuntouchOS 9. Menurut saya, FuntouchOS adalah salah satu user interface smartphone terbaik. Smart Launcher, Jovi, dan navigation gestures adalah tiga fitur favorit saya.

Smart Luncher berada di ujung kiri homescreen, saat ini ada empat kartu yang bisa ditampilkan. Mulai dari to-do list yang terintregrasi dengan kalender, jangan sampai lewatkan sesuau. Jovi Smart Scene yang akan menampilkan informasi seperti acara favorit, serta langkah kaki dan kalori yang terbakar.

Kemudian ada shortcut, Anda bisa menempatkan pengaturan cepat dan aplikasi hingga sepuluh pintasan. Satu lagi kartu ramalan cuaca, meski sebenarnya saya tidak begitu memperhatikannya.

Beralih ke Jovi, fitur ini meliputi Smart Camera seperti AI Face Beauty, AI Scene Identification, dan AI Portrait Framing. Lalu, Image Recognizer yang mampu mencari informasi dari konten yang tampil di layar. Satu lagi, Smart Scene yang ada di Smart Launcher.

Review-Vivo-V15-45

Rasanya tidak asyik kalau tidak menggunakan Navigation gesture, seperti biasa usap ke atas di sisi kiri untuk menampilkan Control Center. Lalu, usap ke atas di sisi tengah untuk ke homescreen, usap dan tahan ke atas untuk menampilkan recent app, dan usap ke atas di sisi kanan untuk fungsi back atau kembali.

Saya melihat Vivo menyisipkan sejumlah bloatware, saya tidak masalah selagi masih bisa dihapus bila tidak digunakan. Namun ada beberapa aplikasi buatan mereka sendiri yang punya fungsi sama dan tidak bisa dihapus seperti V-Appstore, layanan yang serupa dengan Play Store.

Chipset Mediatek Helio P70

Dapur pacu Vivo V15 mengandalkan chipset Mediatek Helio P70 yang terdiri dari CPU octa-core (quad-core 2.1 GHz Cortex-A73 dan quad-core 2.0 GHz Cortex-A53), dan GPU Mali-G72 MP3. Kinerjanya dibantu RAM 6 GB, memori internal 64 GB, dan tangki baterai 4.000 mAh dengan teknologi Dual-Engine Fast Charging.

Di AnTutu, Vivo V15 memperoleh nilai 141.022 poin, PCMark 8.266 poin, 3DMark Sling Shot 1.634 poin, Geekbench single-core 1.517 poin, dan Geekbench multi-core 5.432 poin.

Di test aktivitas gaming saya mencoba PUBG Mobile, pastikan Anda sudah menambah daftar game ke Game Cube yang bisa ditemukan di Settings. Game battle royale dengan formula last man standing ini dapat ditelan mentah-mentah sampai kualitas grafis ‘HD’ dan frame rate ‘high‘.

Hanya saja, output suara dari game PUBG Mobile di unit Vivo V15 yang saya review ini tidak begitu lantang. Selain itu, penempatan speaker juga payah -saya sudah memutar bermain dari sisi yang berbeda tapi speakernya kerap terhalangi tangan.

AI Triple Camera dengan Lensa Wide-angle

Kamera utama Vivo V15 yang posisinya paling bawah memiliki resolusi 12MP dengan 24 juta unit foto sensitif dan mendukung teknologi Dual Pixel. Ditambah dengan sensor 1/ 2.8 inci, aperture f1.78, dan ukuran pixel 1.28um.

Review-Vivo-V15-50

Kamera keduanya 8MP AI Super Wide-Angle Camera membawa sudut pandang 120 derajat yang sama dengan mata manusia dan kamera ketiga 5MP Depth Camera.

Kemarin kebetulan habis dari event di SCBD Jakarta, lokasi tersebut cukup asyik buat test kamera wide-angle Vivo V15. Buat motret arsitektur perkotaan atau landscape memang seru banget, kita bisa menangkap banyak objek di dalam foto.

Efek distorsi justru sengaja saya manfaat untuk mendapatkan kesan yang unik. Satu hal yang mengejutkan saya adalah mode wide-angle ini bukan hanya tersedia di foto saja, tapi juga bekerja di video. Sayangnya, perekam videonya belum mencapai resolusi 4K dan sebatas 1080p.

Berikut hasil foto dari Vivo V15:

Verdict

Vivo V15 dibanderol Rp4.399.000, harganya seratus ribu lebih murah dari Vivo V11 saat diluncurkan pertama kali. Perubahannya meliputi 32MP Pop-up Camera, versi OS dan chipset lebih baru (Android 9.0 Pie dan Mediatek Helio P70), RAM 6GB, serta AI Triple Camera.

Sebagai informasi tambahan juga, Vivo juga telah resmi mengumumkan penerus V11 Pro yakni V15 Pro dengan harga Rp5.699.000. Tambahan “Pro”, tentunya smartphone ini mengusung spesifikasi yang lebih superior.

Dengan menambah budget Rp1,3 juta, Anda akan mendapatkan mulai dari sensor sidik jari di bawah layar atau yang disebut Screen Touch ID, layar Super AMOLED, kamera utama 48MP, chipset Qualcomm Snapdragon 675 yang lebih powerful dengan RAM 6GB, dan memori internal 128GB.

Review-Vivo-V15

Sparks

  • 32MP Pop-up Selfie Camera yang Inovatif
  • Lensa Wide-angle yang Suguhkan Foto Unik
  • Ultra All Screen, Bagian Muka Nyaris Tanpa Bezel

Slacks

  • Tanpa Fitur Face Unlock
  • Port Pengisian Daya Tergolong Jadul – microUSB

[Review] Metro Exodus, Simulasi Post-Apocalypse Dengan Pesona Khas Rusia

Tak sampai setengah jam lalu, sampan Artyom diserang dan dijungkirbalikkan oleh ikan lele seukuran paus. Dan kini ia harus menghadapi udang raksasa ganas, sembari berkutat dengan senapan serbunya yang macet. Seperti inilah serba-serbi hidup di dunia post-apocalypse. Tema tersebut memang tak asing buat kita, namun seri Metro merupakan satu dari sedikit franchise yang betul-betul mengedepankan elemen action, penyajian cerita, dan survival.

Metro Exodus adalah game ketiga di seri shooter yang diadaptasi dari novel tulisan Dmitry Glukhovsky, Metro 2033. Ketika sang penulis mengalihkan fokusnya pada karakter baru di buku kedua (Metro 2034), developer 4A Games memutuskan untuk tetap menitikberatkan narasi pada Artyom dan memodifikasi judul permainan keduanya jadi Metro: Last Light, dan Metro Exodus sebagai penerusnya.

4A Games ialah studio asal Ukraina, didirikan 13 tahun silam oleh sejumlah mantan jebolan tim GSC Game World yang dahulu menggarap franchise S.T.A.L.K.E.R. Dalam kiprahnya, kedua franchise mengambil arahan berbeda. Ketika S.T.A.L.K.E.R. menyuguhkan dunia open world tulen, Metro mengusung struktur linier, lebih condong pada narasi, dan menonjolkan gameplay stealth. Namun ada perubahan desain di Exodus sehingga membuat Metro jadi lebih menyerupai sepupu jauhnya itu.

Simak ulasan lengkapnya:

 

Rusia setelah perang nuklir

Sesi pembuka permainan disajikan lewat cara familier. Begitu Anda mengklik tombol new game, Artyom sebagai tokoh utamanya akan menceritakan kisah singkat bagaimana miliaran orang tewas akibat perang nuklir dan puluhan ribu jiwa yang ‘beruntung’ terjebak dalam lorong-lorong kereta api bawah tanah. Mereka harus melanjutkan peradaban tanpa sinar matahari karena daerah permukaan yang terpapar radiasi.

ME 1

Untuk menjelajahi reruntuhan Moskow, orang harus mengenakan baju penutup lengkap dan masker karena udara sangat berbahaya. Filter harus diganti secara berkala. Terpapar sedikit saja, radiasi akan masuk ke dalam darah. Kemudian selain radiasi, permukaan dipenuhi oleh mutan dan anomali mematikan (hati-hati dengan bola petir). Namun gorong-gorong bawah tanah juga menyimpan bahayanya sendiri. Bukan peradaban manusia namanya jika tidak dipenuhi konflik dan perang saudara, terutama ketika tak ada lagi aturan hukum yang jelas.

ME 6

Demi menjaga keamanan dan menanggulangi bahaya serangan bandit serta monster, pemerintah darurat kota bawah tanah Polis membentuk badan Rangers of the Sparta Order. Para Rangers terdiri dari prajurit berpengalaman dan paling mematikan, dan Artyom merupakan anggotanya.

ME 9

Metro Exodus dapat dinikmati tanpa perlu menyelesaikan dua permainan terdahulu. Meski begitu, saya sangat menyarankan Anda untuk memainkan 2033 dan Last Light agar lebih bisa memahami kondisi dunia tempat Artyom tinggal. Dua game ini sempat di-remaster untuk platform current-gen, diberi label ‘Redux’ dan ditawarkan di harga murah meriah.

ME 2

 

Antara tradisi dan inovasi

Dalam bertahan hidup, pemahaman Anda terhadap dunia Metro sangat penting. Seperti di dua permainan sebelumnya, Exodus hampir tidak memiliki HUD. Segala macam informasi disampaikan secara langsung – lewat meteran, timer dan indikator yang terpasang di seragam Ranger. Game juga akan memberikan tanda-tanda lain jika ada sesuatu yang tidak wajar: sensor segera berderak ketika Artyom berada di kawasan dengan radiasi tinggi, dan ia akan terbatuk-batuk jika filter di masker tak lagi bekerja.

ME 3

Namun bersamaan dengan penyajian dunia yang lebih terbuka, beberapa hal harus berubah. Dahulu, seri Metro memanfaatkan sebuah sistem mata uang unik. Segala komoditas di sana bisa dibeli dengan menukarkan amunisi kelas militer. Sedangkan untuk bertahan diri, orang membuat amunisi dari bahan-bahan yang ada. Di saat-saat genting, kondisi ini akan menyodorkan dilema buat pemain: amunisi kelas militer lebih efektif buat menumbangkan lawan, tapi rela-kah Anda menggunakannya?

ME 7

Di Metro Exodus, mata uang berbasis amunisi digantikan oleh sistem crafting. Ada dua jenis sumber daya esensial di sini, ditandai dengan icon botol kimia dan gear. Keduanya tersebar di berbagai tempat, misalnya di dalam bangunan, kendaraan yang ditinggalkan, ataupun mayat manusia. Dengan dua item itu Anda bisa menciptakan beragam hal yang dibutuhkan, misalnya amunisi, filter, obat, hingga buat meng-upgrade baju pelindung.

{"DRSAppName" : "", "DRSProfileName" : "Desktop"}

Crafting bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan ransel yang Artyom bawa atau via meja kerja (workbench). Tas hanya memungkinkan Anda menciptakan medkit dan filter serta mengubah aksesori senjata; sedangkan berbekal workbench, Anda bisa crafting dan membersihkan senjata secara lebih leluasa. Seperti di RDR2, semakin kotor kondisi senapan, maka ia jadi kurang efektif dan sering kali macet. Degradasi tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya karena digunakan terus-menerus atau terkena cipratan lumpur.

ME 22

Upgrade dan kustomisasi adalah salah satu bagian terbaik di Metro Exodus. Hampir semua senjata bisa dimodifikasi agar sesuai dengan gaya bermain Anda. Ambil contohnya Ashot. Tanpa aksesori, ia tersaji sebagai pistol berpeluru shotgun.  Ashot bisa dipasangkan popor agar lebih stabil atau diberi laras kedua sehingga dapat merumahkan dua peluru. Alternatifnya, laras bisa diganti dengan tipe peredam, dan Anda mendapatkan pistol siluman jarak dekat mematikan.

ME 13

Favorit saya sendiri adalah senapan angin Tikhar. Pemakaiannya memang sedikit rumit: ada harus mengawasi jumlah peluru serta tekanan angin, dan memompanya jika diperlukan. Namun ia sempurna untuk menumbangkan musuh secara sembunyi-sembunyi karena tidak berisik saat ditembakkan.

ME 4

Aspek lain yang sangat saya apresiasi karena senada dengan tema survival adalah bagaimana Exodus sukses membuat pemain selalu merasa was-was. Game bisa di-pause, tetapi permainan tetap berjalan ketika Anda mengeluarkan peta, mengecek misi, atau sedang crafting. Hal ini memaksa kita untuk tidak pernah membuang-buang waktu serta selalu ingat buat memastikan keamanan di sekitar sebelum mengutak-atik senjata atau meramu amunisi.

ME 24

 

Pesona pasca-bencana

Metro Exodus ialah salah satu game tercantik yang bisa Anda nikmati saat ini. Bahkan tanpa dukungan GPU berteknologi ray tracing, permainan mampu menyajikan visual yang mencengangkan. 4A Games berhasil meracik aspek atmosfer dengan begitu optimal, sehingga pemain seperti betul-betul dibawa ke Rusia era pasca-perang nuklir. Dan itu semua akan Anda dapatkan setelah Artyom dan kawan-kawan meninggalkan Moskow dan tiba di kaki pegunungan Ural.

ME 14

Di satu titik dalam permainan, para Rangers berhasil memperoleh lokomotif dan menyadari bahwa lingkungan terbuka punya kadar radiasi yang lebih rendah, memungkinkan mereka menghirup udara segar tanpa masker. Meski demikian, alam liar tetap menyimpan berbagai bahaya. Seperti saat berada di terowongan bawah tanah, ancaman datang dari monster serta sesama manusia. Dan bertahan hidup jadi lebih sulit karena indahnya alam berpotensi memecah perhatian Anda.

ME 11

Dunia dan tiap objek di Metro Exodus diracik dengan penuh ketelitian: karat pada bangunan dan bekas kendaraaan di tengah-tengah hamparan salju, bunyi langkah kaki di atas genangan lumpur, sinar matahari di sela-sela awan, turunnya jarak pandang akibat badai petir, dan saya sangat menyukai efek partikel seperti salju dan tetesan air hujan yang mengenai wajah Artyom. Tema low-tech terasa begitu kental di segala hal berkat tangan dingin 4A Games dalam menggarap detail, dari mulai senjata rakitan hingga baterai senter yang harus diisi secara manual.

ME 21

Sekali lagi, hampir semua elemen visual di dunia Metro punya kaitan pada gameplay. Misalnya, cipratan tanah (atau darah) di masker bisa mengganggu penglihatan, dan Anda dapat mengelapnya; kaca di masker bisa rusak akibat serangan lawan, ditandai oleh munculnya retakan, dan Artyom dapat memperbaikinya; kemudian saat kadar radiasi terlalu tinggi, Anda mulai melihat bintik-bintik cahaya hijau. Dipadu dengan sistem cuaca dinamis serta perputaran siang dan malam, game jadi lebih menantang sekaligus mengasikkan.

ME 29

Stealth kembali memegang peranan penting di Metro Exodus, dan di sini perputaran siang dan malam membuatnya sangat menarik. Untuk memudahkan Anda mengendap-endap, seragam Rangers Artyom dibekali indikator visibilitas. Jika lampu menyala, maka musuh dapat melihat Anda. Kondisi tersebut memengaruhi permainan serta memaksa pemain buat beradaptasi. Musuh manusia lebih mudah melihat Artyom selama ada cahaya matahari, dan mereka akan beristirahat di malam hari. Kendalanya, mutan dan monster jadi lebih ganas saat matahari terbenam.

ME 30

Tak seperti mayoritas game shooter, amunisi sangat terbatas dan jadi komoditas berharga di Metro Exodus. Anda memang bisa membuatnya sendiri, tapi itu berarti Anda harus mengorbankan material-material crafting yang berharga. Mungkin ada amunisi atau bahan-bahan berguna yang dijatuhkan oleh para bandit, namun tidak ada untungnya membunuh monster selain buat mempertahankan diri.

ME 25

Sering kali lebih bijaksana bagi Artyom untuk menghindar ketimbang melakukan konfrontasi. Dan jika selalu waspada dan tidak bermain terlalu terburu-buru, kemungkinan besar Anda akan menemukan jalan pintas atau pintu masuk tersembunyi.

ME 16

”Lalu seberapa terbuka-kah Metro Exodus?” inilah pertanyaan yang banyak diajukan orang. Pada dasarnya, Exodus bukanlah permainan open world sekelas Fallout 4 atau Mad Max. Ketika sebuah episode telah berakhir, musim akan berubah, dan Anda tidak bisa kembali ke tempat tersebut (kecuali dengan mengulang chapter). Walaupun begitu, masing-masing lokasi mempunyai skala sangat besar, dan eksplorasi sangat dianjurkan. Ada banyak hal menarik bisa ditemukan dan side quest yang dapat dikerjakan di sana.

ME 23

Satu saran lagi dari saya ialah, mainkanlah Metro Exodus di bahasa Rusia karena percakapan lebih terdengar natural. Anda tetap bisa mengaktifkan subtitle, baik saat dialog maupun untuk menerjemahkan tulisan-tulisan Cyrillic. Opsi bahasa Inggris memang ada, tetapi akses Rusianya terasa terlalu dipaksakan. Lagi pula ada pepatah tua mengatakan, ‘di mana Bumi dipijak, di sana langit dijinjing’. Metro Exodus ialah game kreasi developer Slavik, sudah semestinya kita menghargai budaya mereka.

ME 8

 

Yin dan yang

Satu aspek yang membuat dua permainan terdahulu unik adalah sistem karma tersembunyi. Buat mendapatkan ending baik, ada aktivitas-aktivitas tertentu yang harus Anda lakukan. Kemudian Anda sangat direkomendasikan untuk tidak menumpahkan darah. Sistem ini disederhanakan di Metro Exodus. Game kembali memperkenankan kita untuk mengalahkan musuh tanpa perlu membunuh. Jika jumlah mereka berkurang, kadang lawan akan menyerah serta membuang senjatanya. Langkah Anda selanjutnya akan memengaruhi karma: dibunuh atau sekadar dibuat pingsan?

ME 10

Mengerjakan side quest, membebaskan penduduk, atau sekadar menurunkan senjata dan tidak menodongkannya pada warga saat berdialog juga membantu memberikan Artyom poin positif. Misi-misi sampingan di Exodus tidak ditulis di memo, dan item yang berhubungan dengannya kadang tersembunyi di suatu lokasi. Itu artinya Anda harus selalu awas dan memastikan telah menggeledah suatu tempat secara menyeluruh.

ME 28

 

Mutan versus bug

Dengan begitu banyaknya hal yang Metro Exodus coba suguhkan, permainan shooter semi-sandbox ini tidak benar-benar bebas dari bug dan glitch. Dalam beberapa puluh jam bermain, saya menemui sejumlah kendala seperti musuh yang bisa menembus jeruji besi serta menyangkut di tembok. Saya juga mengalami dua kali crash to desktop, lalu game menyarankan saya untuk masuk ke safe mode.

ME 26

Kabar baiknya, sejauh ini tidak ada masalah yang menyebabkan Metro Exodus jadi tak bisa dimainkan. Versi PC-nya berjalan lancar dengan setting ultra dan opsi resolusi 1080p di sistem berprosesor Intel Core i7-6700HQ, 16GB RAM dan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1070.

ME 15

Satu kekurangan lain yang cukup mengecewakan ialah rendahnya tingkat intelektualitas lawan. Kadang, beberapa mutan cukup pintar untuk bersembunyi dan menyerang sewaktu Artyom lengah. Monster udang raksasa akan menembakkan racun, sedangkan humanimal (mirip feral ghoul di Fallout) mampu melempar batu. Tapi musuh manusia tidak terlalu pintar. Mereka tidak melakukan pemeriksaan secara agresif ketika tahu ada penyusup, bahkan musuh tidak mencoba mengejar atau menyergap saat melihat saya.

ME 32

 

Verdict

Terlepas dari sejumlah kekurangan itu, saya tidak segan buat merekomendasikan Metro Exodus bagi setiap penggemar shooter. Exodus memberikan angin segar di tengah pasar yang saat ini disesaki oleh game-game FPS multiplayer dan battle royale. Dan walaupun beberapa judul blockbuster turut mengusung tema post-apocalypse (misalnya Far Cry New Dawn atau Rage 2), ada banyak elemen unik yang membuat Exodus istimewa: narasi dan latar belakang cerita yang menarik, dikombinasi dengan aksi tembak-menembak seru, eksplorasi, misteri, dan gameplay stealth menegangkan.

ME 31

Meski boleh dikatakan sebagai versi terbaik, satu faktor yang membuat banyak orang ragu membeli Metro Exodus di PC adalah ia tidak dijual di Steam, dan hanya bisa didapatkan di Epic Games Store. Efeknya, Ecodus dijajakan tanpa penyesuaian harga dan Anda harus mengeluarkan uang lebih dari Rp 730 ribu hanya untuk memperoleh edisi paling standar. Ada dua alternatif atas keadaan ini: tunggu hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menguat, atau tunggu hingga tanggal 15 Februari 2020 ketika Metro Exodus akhirnya dirilis di Steam.

Pertanyaannya, bersediakah Anda menanti begitu lama?

Sparks

  • Visualnya sangat indah dengan efek atmosfer memukau
  • Menyajikan pengalaman shooter memuaskan
  • Dunianya sangat luas, ada banyak tempat yang bisa dijelajahi dan misteri untuk dipecahkan
  • Saat ini tak banyak game shooter yang betul-betul didedikasikan pada aspek cerita dan single-player
  • Dibekali mode foto dengan beragam perkakas untuk memudahkan Anda mendapatkan screenshot terbaik

 

Slacks

  • Baru bisa dibeli di Epic Games Store, harganya kurang bersahabat
  • Tidak bebas dari bug dan glitch
  • AI semestinya bisa lebih pintar lagi
  • Pemain tidak dapat kembali ke lokasi sebelumnya, hanya bisa mengulang chapter

[Review] Corsair K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire, ‘Ratu’ di Kelas Gaming Keyboard Premium

Di ranah gaming gear, inovasi dan eksperimen tak selamanya memperoleh respons positif. Bayangkan saat kita sudah terbiasa menggunakan sebuah periferal, namun versi barunya punya rasa berbeda. Boleh jadi, hal tersebut hanya akan memancing keluhan user. Mungkin inilah mengapa Corsair K70 RGB Mk. 2 Rapidfire lebih terasa seperti penyempurnaan sekaligus alternatif, bukan pengganti.

Dalam meracik versi Mark 2 ini, upgrade diterapkan secara minor atas dasar pemikiran, ‘untuk apa memperbaiki sesuatu yang tak rusak’. Lewat K70 RGB Mk.2 SE, perusahaan hardware asal Fremont ini menawarkan lebih banyak variasi opsi switch mekanis. Huruf SE ialah kependekan dari Special Edition, menandai penggunaan warna berbeda. Ketika gaming gear Corsair identik dengan hitam, K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire didominasi tubuh cerah.

Corsair Indonesia sebetulnya telah lama meminjamkan K70 RGB Mk.2 SE pada DailySocial, bersama set PC ‘iCUE Ready’, namun baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan buat bercengkerama bersamanya secara lebih personal. Sejatinya, K70 RGB Mk.2 SE tidak terlalu berbeda dari sang pendahulu, dan membawa segala kelebihan serta kekurangannya.

K70 2

Seperti biasa, selama sesi pengujian saya gunakan periferal ini untuk mengetik dan bermain, khususnya game-game action. Simak ulasan lengkapnya di sini.

 

Presentasi produk

Penyajian K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire berkiblat pada desain keyboard tradisional yang terpercaya. Begitu dikeluarkan dari bungkusnya, Anda akan segera berjumpa dengan papan ketik full size tebal berbobot. Perangkat tersambung ke kabel braided tebal sepanjang 1,8-meter bercabang dua. Anda perlu mencolokkan kedua connector USB-nya ke port agar keyboard bisa bekerja sempurna.

K70 6

Sesuai namanya, K70 Mk.2 edisi spesial ini punya perbedaan distingtif dari sisi estetika dari versi standar. Di sana, produsen memilih untuk mengimplementasikan pemakaian warna putih, abu-abu cerah dan perak. Tuts-nya putih, pelat aluminium di bawahnya tidak dicat dan menampilkan warna keperakan asli dengan finishing brushed, lalu chassis dan wrist rest detachable-nya mengusung warna abu-abu cerah.

K70 16

Bagi saya, penampilan K70 RGB Mk.2 SE merupakan kombinasi dari tema futuristis dengan konsep utilitarian. Desainnya menarik, dihias lengkungan-lengkungan stylish, tapi tak berlebihan. Warna-warna cerah juga membuatnya lebih ‘netral’. Ia bisa lebih mudah disandingkan bersama PC minimalis di ruang kerja, serta berpeluang menarik hati kaum Hawa – terlepas dari apakah mereka gamer atau bukan.

K70 5

Begitu disambungkan ke PC, kita akan segera sadar bahwa pemakaian warna cerah lebih efektif dalam menonjolkan pencahayaan RGB. Warna hitam punya sifat menyerap cahaya, membuat kecerahan LED jadi teredam. Sebaliknya, tubuh abu-abu metalik K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sangat baik dalam memantulkan cahaya. Sehingga ketika backlight menyala, permukaan aluminium tersebut seolah-olah turut berpendar.

K70 29

Pertunjukan 16,8 juta warna yang ditampilkan K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire dengan memuaskan. RGB-nya terang, cerah serta jelas – dan Anda bisa mengatur tingkat brightness-nya secara langsung. Di mode rainbow, tidak ada warna yang tampak pudar. Selain pada tuts, LED juga dibubuhkan pada tombol-tombol pengaturan, fungsi multimedia, dan serta sebagai indikator.

K70 15

K70 RGB Mk.2 SE mempunyai dimensi 43,8×16,6×3,9-sentimeter dan berat 1,25-kilogram, termasuk kabel minus wrist rest. Dengan bobot yang cukup tinggi dan volume besarnya, berkuranglah faktor portabilitas produk. Menyebabkannya kurang praktis untuk dibawa-bawa setiap hari.

K70 17

 

Aspek teknis pada desain

Corsair sama sekali tidak mengambil jalan pintas dalam memproduksi K70 edisi spesial ini. Pengguna disuguhkan set tombol lengkap (totalnya ada 104). Dan silakan perhatikan lebih teliti. Keycap di sana terbuat dari bahan plastik PBT (Polybutylene terephthalate) yang lebih superior dari ABS (Acrylonitrile butadiene styrene). Beberapa hobiis keyboard bahkan berpendapat bahwa PBT mengeluarkan suara lebih rendah ketika ditekan dibanding ABS yang ‘nyaring’.

K70 7

Tentu saja saya tak akan membahas sampai sejauh itu. Buat saya, PBT lebih keras dan kuat dibanding ABS. Teksturnya mungkin tak sehalus ABS, tetapi material ini tidak mudah mengilap. Apalagi, saya punya permukaan jari berjenis ‘ampelas’ dan korban sudah banyak berjatuhan. Penggunaan PBT juga ideal buat keycap warna putih, menjaganya agar tidak cepat kotor. Cukup bersihkan dengan lap lembap begitu selesai memakainya.

K70 27

Desainer Corsair menempatkan bagian stem dan base tombol di atas pelat datar tanpa area-area cekung, sehingga debu dan kotoran lebih mudah dibersihkan (dibanding model K63). Jika ingin membersihkannya secara menyeluruh, Anda hanya tinggal melepas keycap-nya saja.

K70 9

Sempat sedikit dibahas di atas, K70 RGB Mk.2 SE dibekali tombol pengaturan dedicated, baik untuk fungsi multimedia, kendali volume, microphoneswitch kontrol brightness LED, serta tombol untuk menonaktifkan tuts shortcut menu Start. Pengguna kasual umumnya kurang mengapresiasi fitur ini, namun ia sangat esensial bagi gamer yang tak mau terganggu karena masalah-masalah kecil. Rangkaian dedicated button itu memungkinkan kita mengakses fungsi-fungsi esensial tanpa perlu menggunakan kombinasi dua tombol konvensional.

K70 8

Produsen juga tetap mempertahankan pemakaian volume wheel di area kanan atas, sehingga proses pengaturannya sangat simpel dan cuma memakan sedikit tenaga. Di dekatnya, terdapat tombol mute dan multimedia (stop/prev/pause/play/next).

K70 4

Silakan lihat bagian depan, dan Anda akan menemukan sebuah port USB pass-through. Dengannya, Anda bisa langsung menyambungkan mouse atau headphone, atau menggunakannya untuk mengisi ulang baterai smartphone.

K70 20

 

iCUE

iCUE adalah versi lebih canggih dari Corsair Utility Engine. Dengannya, sistem mampu membaca seluruh komponen Corsair yang tersambung di PC, serta memungkinkan pengguna untuk mengonfigurasi segala macam fitur di sana melalui interface simpel dan mudah dimengerti oleh pengguna awam. Di PC yang saya gunakan, iCUE segera mendeteksi mouse Glaive RGB, mouse mat MM800 RGB Polaris, termasuk node lighting Pro dan RAM Vengeance RGB Pro.

K70 32

Software ini memang tak wajib diinstal, tapi hanya melaluinya Anda bisa mengutak-atik macro, men-setup profil berbeda, dan mengustomisasi RGB serta menentukan efek pecahayaan. Anda juga dipersilakan mematikan fungsi dari kombinasi tombol di keyboard tertentu, misalnya Shift-Tab, Alt-F4 atau Alt-Tab.

K70 33

Bagi saya, iCUE mempunyai sebuah pesona (dan keajaiban) tersendiri, apalagi jika K70 RGB MK.2 SE bukan satu-satunya produk Corsair yang terpasang di komputer. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam cuma untuk bermain-main dengan RGB, mencoba mencari setting yang bisa merepresentasikan mood saat itu.

K70 34

 

Pernak-pernik di dalam dan pengalaman menggunakan

Corsair memilih switch mekanis Cherry Mx ‘Silver’ Speed sebagai jantung dari K70 RGB Mk.2 SE. Kemampuan tuts membaca dorongan jari secara responsif ialah asal kata ‘Rapidfire’. Cherry MX Speed ialah switch berprofil liner. Karakteristiknya mirip Cherry MX Red, namun titik actuation serta jarak key travel-nya lebih pendek. Tombol akan meregistrasi tekanan jari di jarak 1,2mm (versus 2mm untuk MX Red) dan berjalan sejauh 3,4mm (MX Red punya key travel 4mm).

K70 14

Selain itu, baik MX Speed maupun MX Red memiliki actuation force serupa di 45-gram dan menjanjikan daya tahan sampai 50 juta kali tekan. Di atas kertas, ia cocok untuk menemani Anda bermain game-game bertempo cepat seperti shooter. Cherry MX Speed juga  merupakan satu-satunya switch yang tidak diindentifikasi dengan warna stem-nya. Walaupun MX Speed punya nama panggilan ‘silver‘, bagian stem sebetulnya berwarna abu-abu.

K70 11

Melengkapi switch MX Speed, Corsair mencantumkan kemampuan anti-ghosting N-key rollover ‘full key‘. Itu artinya, seberapa pun jumlah tombol yang Anda tekan, K70 RGB Mk.2 SE tetap mampu meregistrasi input. Kemudian berkat pemanfaatan konektivitas kabel, perangkat mampu menyampaikan informasi segesit mungkin, dengan frekuensi 1.000Hz.

K70 18

Dihitung dari durasi pemakaian,  K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sebetulnya lebih sering saya gunakan untuk bekerja ketimbang bermain. Mayoritas orang lebih menyukai papan ketik jenis clicky (dengan switch MX Blue) untuk mengetik dan mereka yang berdompet tebal boleh jadi akan memilih varian high-end seperti Topre Type Heaven. Saya sendiri menggunakan keyboard ber-switch Cherry MX Red buat bekerja dan pengalamannya tidak istimewa.

K70 21

Karena itulah, untuk fungsi produktif, saya tidak berharap terlalu banyak dari K70 RGB Mk.2 SE. Namun performa produk ini ternyata  mengejutkan saya. Berkat key travel dan actuation point yang lebih pendek, ia lebih nyaman dipakai mengetik. Keyboard tidak membuat jari cepat lelah karena resistansi yang rendah, mampu merespons tekanan dengan baik tanpa ada double typing, dan saya juga jarang salah ketik karena penempatan tiap-tiap tuts-nya familier.

K70 31

Di sesi gaming, K70 RGB Mk.2 SE menemani saya dalam menikmati judul battle royale yang belakang sedang naik daun, Apex Legends. Dan sesuai tradisi, saya tak lupa mengujinya dengan Titanfall 2 buat mencari tahu efektivitas periferal dalam menangani first-person shooter bertempo super-cepat. Kedua permainan ini pada dasarnya masih kerabat tetapi punya karakteristik yang bertolak belakang.

K70 22

Saya sama sekali tidak menemui kendala saat bermain Apex Legends. Respawn  memastikan fungsi-fungsi kendali penting berada di jangkauan tangan kiri Anda, dan saya tak kesulitan buat mengaksesnya: mengelola isi tas via Tab, mengeluarkan granat (G), mengisi ulang senjata (R), hingga melompat (spasi) atau menunduk (Ctrl). Jari kelingking bahkan tidak terasa lelah ketika situasi mengharuskan saya untuk menunduk selama beberapa belas menit.

K70 10

K70 RGB Mk.2 SE juga lulus tes Titanfall 2. Keyboard punya andil besar dalam membantu saya mendapatkan gelar MVP, atau setidaknya mengamankan posisi runner-up. Dengan K70 RGB Mk.2 SE, tidak sulit bagi saya untuk bermanuver di udara, lari dan lompat dari tembok ke tembok, serta hinggap di punggung Titan lawan untuk mencuri baterai perisainya. Selain itu, tidak susah buat menggapai tombol krusial di area bawah seperti Z (push to talk), X (memulai tahap ejection), dan V (menurunkan Titan atau mengaktifkan Titan Core).

K70 12

Faktor kenyamanan saat bermain sangat terbantu oleh wrist rest plastik berpermukaan rubberized-nya.  Bagian ini terasa lembut ketika bersentuhan dengan kulit tangan, dan punya sedikit celah untuk bergerak mengikuti keyboard ketika kedua kakinya dinaikkan. Kemudian seandainya meja kerja/bermain Anda tak memiliki banyak ruang, wrist rest dapat dilepas.

K70 1

Satu kendala kecil yang berpotensi mengejutkan Anda adalah listrik statis. Anda akan merasakan sengatannya jika menyentuh bagian pojok pelat aluminium tanpa mengenakan alas kaki.

K70 23

 

Konklusi

K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire masuk dalam kategori keyboard premium Corsair, hanya berada satu tier di bawah varian top-end K95 RGB Platinum. Tidak heran jika segala macam teknologi dan material terbaik dapat ditemukan di sana. Efek negatifnya, konsumen dibebani dengan harga tinggi. Untuk meminang satu unit keyboard, Anda harus rela mengeluarkan uang Rp 2,5 juta. Di antara model K70 ber-RGB, edisi spesial ini merupakan yang termahal.

K70 13

Bagi saya, K70 RGB Mk.2 SE ialah salah satu keyboard berprofil linier paling fleksibel yang pernah saya gunakan. Shooter memang jadi spesialisasinya, tapi tak ada keluhan pula saat ia dipakai menekel genre lain, misalnya action adventure atau racing. Kemudian dengan sedikit adaptasi, papan ketik siap jadi rekan kerja sehari-hari.

K70 3

Meski demikian, saya tidak melihat adanya alasan kuat untuk beralih ke K70 RGB Mk.2 SE jika Anda sudah memiliki varian K70 lawas, kecuali jika Anda memang mengincar switch Cherry MX Speed atau tengah melengkapi satu set PC berwarna putih. Dengan kapabilitas mutakhir dan tubuh cerah, perkenankanlah saya menyebut K70 RGB Mk.2 SE Rapidfire sebagai ratu keyboard gaming premium.

Sparks

  • Responsif, akurat dan nyaman
  • Ideal untuk menikmati shooter, tapi siap juga menangani  action adventure dan racing
  • Terbuat dari material-material premium
  • Penuh fitur
  • Didukung penuh iCUE
  • Cukup fleksibel buat jadi rekan kerja

 

Slacks

  • Mahal
  • Berat dan besar, mengurangi faktor portabilitasnya
  • Tidak banyak perbedaan dari anggota keluar K70 lain kecuali pada switch
  • Warna putih mungkin bukan favorit semua orang

[Review] Asus ROG Phone, Label Smartphone Gaming Bukan Isapan Jempol Belaka

Kemunculan smartphone gaming semakin marak, ada Razer Phone dan penerusnya Razer Phone 2, ZTE Nubia Red Magic, Xiaomi Black Shark dan penerusnya Black Shark Helo, serta Asus ROG Phone yang sangat membuat saya penasaran.

Sejalan dengan esports yang tengah naik daun di Indonesia, menjadi gamer profesional atau atlet esports kini tak lagi dipandang sebelah mata. Banyak juga turnamen yang mempertandingkan game mobile seperti Mobile Legends, Arena of Valor, dan PUBG Mobile.

Akhirnya, kita punya satu yang secara resmi masuk Indonesia – ROG Phone. Awalnya saya masih bertanya-tanya, apakah kita benar-benar membutuhkan smartphone gaming. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa label “gaming” di sini hanya sebatas “untuk tujuan marketing“. Setelah menggunakan ROG Phone selama dua minggu, saya punya pendapat sendiri.

Harga & Spesifikasi

Review-Asus-ROG-Phone

Asus ROG Phone ini dibanderol Rp12.999.000 untuk varian RAM 8GB dan storage 128GB. Serta, Rp14.499.000 untuk varian RAM 8GB dan storage 512GB. Berikut spesifikasi utama dan review Asus ROG Phone selengkapnya.

  • OS Android 8.1 Oreo; ROG Gaming X UI
  • Layar AMOLED 6 inci Full HD+ (1080×2160 piksel), aspek rasio 18:9 (~402 ppi), Corning Gorilla Glass 6, 108.6% DCI-P3 color gamut, HDR, 90 Hz (1ms pixel response time)
  • Chipset Qualcomm Snapdragon 845
  • Memori 128/512 GB, 8 GB RAM
  • Kamera utama 12 MP, f/1.8, 24mm (wide), 1/2.55″, 1.4µm, 4-axis OIS, dual pixel PDAF
  • Kamera sekunder 8 MP, 12mm, no AF
  • Kamera depan 8 MP, f/2.0, 24mm (wide
  • Baterai 4.000 mAh

Smartphone Gaming vs Smartphone Flagship

Review-Asus-ROG-Phone

Lalu, apa yang membedakan smartphone gaming seperti ROG Phone dari smartphone flagship biasa? Karena smartphone yang diotaki oleh chipset yang sama, misalnya Snapdragon 845 – tentunya menyuguhkan performa yang identik sampai pada batas tertentu.

Tentu saja, aspek performa ini barulah satu dari banyak faktor. Sebut saja, mulai dari tampilan desain, layar dengan refresh rate lebih tinggi, penempatan speaker, sistem cooling, tool gaming, hingga dukungan aksesori.

Review-Asus-ROG-Phone

Target pasarnya juga pasti berbeda, smartphone seri flagship adalah versi tertinggi, di mana pabrikan ponsel mengerahkan semua teknologi miliknya untuk membuat smartphone terbaik dan menyasar pasar premium.

Sementara, smartphone seri gaming merupakan smartphone yang memang dirancang untuk memaksimalkan fungsi gaming dan menyasar para pecinta game mobile dan “hardcore gamer“. Nah, seberapa baik ROG Phone menghadirkan pengalaman dalam bermain game?

Sistem Cooling

Review-Asus-ROG-Phone

Beberapa aspek pada smartphone gaming ROG Phone memang dapat ditemukan di smartphone flagship normal. Sebut saja, chipset Snapdragon 845 dan sistem cooling untuk meredam panas selagi kita bermain dalam waktu yang cukup lama.

Pada ROG Phone, disebut GameCool Vapor-Chamber. Sistem pendingin ini menggunakan air raksa sebagai salah satu media pendingin. Cairan tersebut akan menguap saat prosesor memanas dan kembali menjadi cair ketika suhunya normal.

Asus juga melengkapi ROG Phone dengan aksesori kipas yang disebut AeroActive Cooler. Aksesori ini dapat dilepas pasang untuk pendingin tambahan, kecepatan kipasnya dapat diatur melalui Game Center.

Desain & Kelengkapan Atribut

Review-Asus-ROG-Phone

Kalau Anda diperhatikan, rasio screen-to-body di smartphone flagship terus meningkat. Para pabrikan ponsel seolah berlomba-lomba menghapus keberadaan bezel atau bingkai pada bagian layar. Kemunculan notch juga salah satu cara untuk menaikkan rasio screen-to-body.

Desain bezel-less tersebut memang membuat smartphone tampil semakin futuristik dan terlihat lebih menawan. Tapi mengorbankan aspek ergonomis, sehingga kurang nyaman dioperasikan dan digenggam lama-lama.

Sementara, desain smartphone gaming seperti ROG Phone dirancang agar memberikan handling yang nyaman. Asus masih menyisakan bezel yang cukup tebal di dahi dan dagu, untuk mengistirahatkan jempol saat bermain.

Review-Asus-ROG-Phone

Asus juga menempatkan speaker stereo dengan dua amplifier NXP 9874 terpisah yang sangat kencang menghadap ke depan di bezel atas dan bawah, sehingga keluaran suara tidak terhalangi oleh tangan. Dengan spesifikasi 24-bit/192KHz audio engine yang mendukung Hi-Res Audio files, New DTS:X 1.0, dan 7.1-channel surround-sound menggunakan earphone.

Kelengkapan atributnya juga lebih lengkap, selain tombol power dan volume di samping kanan – ROG Phone memiliki tiga port USB-C. Satu diletakkan di sisi bawah dan dua lainnya di samping kiri untuk menempatkan aksesori.

Review-Asus-ROG-Phone

Headphone jack audio 3.5mm tetap disediakan, letaknya di sisi bawah. Saat aksesori AeroActive Cooler dipasang, kita mendapatkan ekstra port USB-C dan headphone jack audio 3.5mm. Jadi, bisa charge smartphone dan menancapkan headphone tanpa mengganggu permainan.

Sementara, letak sensor pemindai sidiknya agak tinggi – butuh usaha ekstra untuk jari telunjuk menjangkaunya. Bentuknya juga biasa, tidak bulat melainkan memanjang ke samping. Meski terasa agak canggung, performa cukup cepat dan akurat.

Kalau soal tampilan, ROG Phone mengusung desain Tactical Knife yang terlihat unik dan keren. Di bagian belakang terdapat logo ROG yang memiliki lampu RGB, ukurannya cukup besar, dan sangat mencolok seperti yang ditemui di laptop gaming Asus ROG.

Review-Asus-ROG-Phone

Fitur ini disebut Aura RGB lighting, pengaturan lengkapnya ada di Game Center. Dapat menampilkan berbagai mode warna seperti static, breathing, strobing, dan color cycle. Kemudian kita bisa memilih warna suka-suka, tingkat kecerahan, dan kecepatannya.

Review-Asus-ROG-Phone

Logo ROG ini juga bisa digunakan sebagai LED notifikasi. Tak lupa, tulisan Republic of Gamers menegaskan brand gaming dari Asus. Aksen orange pada speaker ganda di bagian depan juga menambah kental nuansa gaming-nya.

Build quality ROG Phone juga sangat baik, dengan kerangka dari material logam, bagian muka berlapis Corning Gorilla Glass 6, dan Gorilla Glass 5 di bagian belakang.

Kontrol yang Presisi

Review-Asus-ROG-Phone

Fitur favorit saya di ROG Phone adalah AirTriggers, seolah smartphone ini memiliki tombol R1 dan L1 yang ada di bagian atas gamepad atau controller stick PlayStation.

AirTriggers ini menggunakan teknologi ultrasonic, dua sensor ditempatkan di sebelah kanan (atas dan bawah), satu lagi sebelah kiri (bawah). Posisi ini membuat kita nyaman saat bermain game di mode landscape.

Misalnya saat bermain game PUBG Mobile, saya mengatur sensor sebelah kiri untuk menembak dan sensor sebelah kanan untuk menggunakan scope. Jadi, saya bisa baku tempak sambil bergerak menghindari tembakan musuh dengan jempol kiri dan disaat yang sama dapat mengarahkan sasaran dengan jempol kanan, dan menembak dengan jari telunjuk kiri.

Review-Asus-ROG-Phone

Sensor ultrasonic-nya sangat responsif, kita hanya perlu menyentuh tanpa perlu menekan keras-keras. Ada feedback berupa getaran dan response time hanya 10ms, sehingga menyuguhkan kontrol yang presisi dan sensasi seperti bermain dengan controller di konsol.

Bicara tentang konsol, saya juga sempat membandingkan bermain game mobile yang hijrah ke konsol seperti Arena of Valor dan Fortnite di Nintendo Switch dan ROG Phone. Harus diakui, bahwa kedua game tersebut lebih seru dimainkan di smartphone. Tapi, kalau bicara kualitas game dan ekosistem secara keseluruhan, jelas bahwa game-game di Nintendo Switch lebih berkualitas.

Layar dengan Refresh Rate Tinggi

Review-Asus-ROG-Phone

Layar pada smartphone flagship Android memiliki kualitas yang menakjubkan, tapi kebanyakan hanya memiliki refresh rate 60Hz. Singkatnya, semakin cepat refresh rate, maka semakin banyak frame yang dapat di-render per detiknya, sehingga kualitas grafis yang ditampilkan semakin halus.

Layar AMOLED pada Asus ROG Phone ini memiliki angka refresh rate cukup tinggi hingga 90Hz dan response time 1ms. Ya, memang masih di bawah Razer Phone, Razer Phone 2, iPhone XR, dan iPhone XS Max yang memiliki refresh rate 120Hz.

Review-Asus-ROG-Phone

Selain itu, layar 6 inci dengan resolusi Full HD+ (1080×2160 piksel) dalam rasio 18:9 ini telah mendukung HDR, mencakup 108.6 persen dari color space DCI-P3, 145 persen sRGB color gamut, dan contrast ratio 100.000:1 untuk tampilan grafis yang memanjakan mata.

Pengaturan refresh rate ini bisa dijumpai di Settings > Display atau pada Game Profiles di Game Center. Beberapa game yang support 90Hz bahkan 120Hz yang sudah saya coba antara lain Injustice 2, Lineage 2: Revolution, Arena of Valor, dan Vainglory. Sedangkan, PUBG Mobile hanya mentok pada 60fps.

Baterai & Performa

Review-Asus-ROG-Phone

Asus ROG Phone menjalankan OS Android 8.1 Oreo, ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 845 Mobile Platform yang sedikit di-overclock pada 2.96GHz, disokong RAM 8GB, pilihan penyimpanan 128GB atau 512GB, dan baterai berkapasitas 4.000 mAh. Berikut hasil benchmark-nya:

Soal performa, tak perlu diragukan lagi. Asus juga menyediakan X-Mode untuk mengeluarkan performa optimal di ROG Phone. Kita dapat mengaktifkan X-Mode dengan meremas smartphone atau masuk melalui Game Center.

Saat kita mengoptimalkan semua fitur yang ada, tentunya konsumsi daya juga akan meningkat. Sudah sewajarnya, lagi pula ROG Phone sudah mendukung teknologi fast charging Quick Charge 4.0. Dengan menggunakan charger bawaan, maka fitur Asus HyperCharge akan aktif dan akan mempersingkat proses charging.

Game Center

Review-Asus-ROG-Phone

Seperti yang sudah saya singgung di atas, melalui Game Center kita bisa mengaktifkan X-Mode, mengatur AirTriggers, Fan speed (hanya bila aksesori AeroActive Cooler terpasang), dan Aura lighting. Kita juga bisa memonitor penggunaan RAM, storage, serta temperature CPU, GPU, dan sistem secara keseluruhan.

Review-Asus-ROG-Phone

Lebih jauh melalui fitur Game Genie, Asus telah menyediakan banyak sekali tool untuk menunjang pengalaman dalam bermain game. Dari mulai Game Profiles, sesuai namanya kita bisa mengatur profil tiap-tiap game seperti maximum CPU frequency dan refresh rate.

Review-Asus-ROG-Phone

Kemudian ada lock mode, di mana sistem navigasi dinonaktifkan sehingga tidak ada salah pencet tiba-tiba ke recent app ataupun ke homescreen saat bermain game. Lalu, ada no alerts untuk memblokir notifikasi, bahkan panggilan masuk.

Selanjutnya real-time info, di sini kita bisa melihat berapa persen CPU dan GPU bekerja, status baterai, temperature, dan kecepatan fps dari game yang sedang berjalan. Serta, lock brightness untuk mengunci kecerahan layar agar tidak berubah.

Review-Asus-ROG-Phone

Ada juga fitur record, untuk merekam video gameplay yang kita mainkan hingga resolusi Full HD. Rekaman tersebut tentunya bisa di-upload ke YouTube, Anda bisa langsung menyiarkan langsung ke YouTube dan Twitch.

Gear Wajib untuk (Calon) Atlet Esports?

Review-Asus-ROG-Phone

Fenomena esports tengah naik daun di Indonesia, para gamer kini berpeluang menjadi atlet esports. Baik dengan membentuk tim sendiri atau bergabung dengan tim esports profesional yang sudah ada. Banyak kompetisi yang mempertandingkan game mobile seperti Mobile Legends, Arena of Valor, dan PUBG Mobile.

Kehadiran sebuah smartphone gaming seperti ROG Phone tentunya sangat penting untuk menunjang kepuasan bermain, tidak kompromi dengan kinerja, memiliki kontrol yang lebih presisi, dukungan aksesori, dan juga game tool.

Kalian juga harus tahu ini, ketiga game tersebut sebenarnya sudah cukup nyaman dimainkan pada smartphone kelas menengah dengan konfigurasi minimum seperti layar Full HD, chipset Snapdragon 636/660, dan RAM 3/4GB. Jadi, terlepas dari gear yang digunakan yang paling utama ialah mengembangkan “skill“.

Dual Camera

Review-Asus-ROG-Phone

Aspek kamera merupakan aspek penting pada smartphone flagship, tak terkecuali pada smartphone gaming seperti ROG Phone ini. Asus melengkapinya dengan sensor Sony IMX363 beresolusi 12-megapixel sebagai kamera utama, dengan lensa wide 24mm, ukuran sensor 1/2.55″, pixel 1.4µm, 4-axis OIS, dan dual pixel PDAF.

Sementara, kamera keduanya 8-megapixel dengan lensa wide 12mm yang menyuguhkan sudut pandang 120 derajat. Sedangkan, kamera depannya 8-megapixel (f/2.0, 24mm).

Review-Asus-ROG-Phone

Sebagai smartphone yang diotaki SoC Snapdragon 845, ROG Phone juga sudah mampu merekam video 4K pada 60 fps. Bayangkan, Anda bisa mengambil footage berkualitas tinggi dengan smartphone ini.

Berikut hasil foto dari Asus ROG Phone:

P_20190211_131144

Kamera depan
Kamera depan

Verdict

Review-Asus-ROG-Phone

Selain membuat smartphone, mungkin Anda lebih mengenal Asus sebagai produsen laptop atau desktop PC. ROG atau kepanjangan dari Republic of Gamers sendiri adalah brand gaming dari Asus, tak heran kehadiran ROG Phone disambut sorak gembira kalangan penggemar game.

Sebelumnya, saya juga melihat Asus mencoba membawa elemen seri laptop premium ZenBook ke smartphone Zenfone. Namun pada level premium, smartphone flagship dari Asus seperti Zenfone 5Z belum mampu sejajar dengan flagship dari Samsung, apalagi Apple.

Sekarang melalui sejumlah inovasi yang ada pada ROG Phone, menurut saya akhirnya Asus berhasil membuat smartphone premium yang levelnya sejajar dengan flagship Samsung dan Apple sekalipun. Buat saya, label “gaming” dan brand “ROG” di sini bukan sekedar untuk tujuan marketing.

Soal ekosistem game di platform mobile, memang masih jauh bila dibanding konsol dan PC. Semoga saja, ini hanya masalah waktu dan harusnya akan semakin banyak judul game berkualitas yang hadir di platform mobile.

Sparks

  • Desain sangar dengan logo RGB ROG
  • Kontrol tambahan AirTriggers
  • Layar dengan refresh rate 90 Hz
  • Dukungan aksesori lengkap

Slacks

  • Posisi fingerprint sensor terlalu ke atas dan bentuknya tidak biasa
  • Tanpa slot microSD

[Review] Resident Evil 2, Hidangkan Sensasi Horor Klasik Dengan Penyajian Baru, Siap Rebut Gelar Game Terbaik di 2019

Saat itu tahun 1998. Mayat hidup memang sudah lama meneror pemirsa layar kaca, tapi kehadirannya di video game terbilang cukup jarang. Dua tahun sebelumnya, Resident Evil laris terjual di Amerika serta Inggris, menyemangati Capcom buat membangunnya jadi franchise raksasa. Setelah proses pengembangan yang panjang serta revisi besar-besaran, Resident Evil 2 lebih sukses lagi dari pendahulunya.

Di E3 2015, Capcom mengungkap rencana untuk membangun ulang Resident Evil 2 buat platform game current-gen berbekal teknologi engine dan grafis terbaru, namun baru tiga tahun setelahnya sang developer berkesempatan menyingkap apa yang sudah mereka kerjakan. Pengumumannya di E3 2018 disambut gamer dengan begitu antusias, dan ia menjadi salah satu permainan yang perilisannya paling ditunggu di 2019.

Meski demikian, banyak orang juga cemas mengenai nasibnya. Sejak Resident Evil 4, arahan franchise ini lebih condong mengedepankan action ketimbang horor. Pada akhirnya, Resident Evil 6 dikritisi akibat kualitas campaign single-player yang tidak rata serta melenceng jauhnya arahan game dari tema survival horror. Demi mengembalikan Resident Evil ke akarnya, Capcom nekat bereksperimen di permainan ketujuhnya, buat pertama kalinya menyajikan petualangan mendebarkan dalam perspektif orang pertama.

Salah satu alasan keberhasilan Resident Evil 7: Biohazard adalah, game ini berperan sebagai sekuel sekaligus gerbang masuk bagi mereka yang sama sekali belum pernah bermain Resident Evil. Anda tidak perlu menyelesaikan permainan-permainan sebelumnya agar bisa menikmatinya, melalui pengenalan tokoh-tokoh serta formula gameplay baru. Tapi bagaimana dengan remake Resident Evil 2?

RE2 3

 

Tradisi klasik dengan penyajian baru

Situasi sulit yang dihadapi Capcom dalam penggarapan remake Resident Evil 2 adalah tingginya ekspektasi gamer serta aspek cerita yang bukan lagi rahasia di kalangan gamer veteran. Itu artinya, tim developer  Jepang ini harus menemukan titik keseimbangan antara penyuguhan konten baru, sembari memastikan kengerian khas Resident Evil 2 tetap terjaga. Mereka juga tidak berniat untuk menawarkan formula yang pernah dipakai sebelumnya.

RE2 14

Aspek yang membuat Resident Evil 2 ‘lawas’ jadi tambah menegangkan adalah kurang bersahabatnya sistem kendali. Seperti game pertama dan ketiga, Resident Evil 2 mengusung metode kontrol ala tank dengan kamera fixed. Itu artinya, menghindar dan membidik musuh sangatlah sulit. Dari sisi presentasi, RE2 remake sendiri lebih menyerupai Resident Evil 4, tetapi ada banyak keputusan jenius dari Capcom yang membuat game baru ini se-mengerikan pendahulunya.

RE2 17

Resident Evil 2 remake memanfaatkan sudut pandang kamera orang ketiga over-the-shoulder. Bertolak belakang dari Resident Evil 7, pengendalian karakter terasa lebih intuitif dan kita bisa lebih mudah mengetahui keadaaan di sekitar – apalagi dukungan keyboard dan mouse di versi PC yang saya mainkan membuat kontrolnya lebih luwes lagi. Bahkan sebelum game dimulai, saya bisa merasakan bagaimana Capcom betul-betul memperhatikan hal ini.

RE2 18

Di PC, segala macam fungsi kendali karakter berada di jangkauan jari Anda. Selain untuk menggunakan persenjataan, tombol kiri dan kanan mouse berguna buat berinteraksi dengan objek. Lalu lewat kombinasi Tab dan tombol WASD, kita bisa mudah mengakses menu pause serta membuka dokumen, sangat berguna saat kita mencoba mencari petunjuk puzzle. Developer juga menyediakan fitur quick turn 180 derajat, tapi berkat ringkasnya mouse, fungsi ini jarang sekali saya gunakan.

 

Zombie jadi kembali menyeramkan

Seri Resident Evil 2 lahir sebelum ‘zombie berlari’ jadi tren di layar lebar dan video game. Di edisi remake ini, Capcom tidak mencoba mengubah cara mereka menyajikan teror pada pemain – malah terus berpegang pada tradisi lawas Resident Evil. Namun ada sejumlah hal yang Capcom utak-atik agar mayat hidup tetap mengerikan; pertama adalah lewat penempatan strategis serta efek suara, dan kedua ialah dengan mengubah karakteristik mereka.

RE2 2

Saat berjumpa pertama kali dengan mayat hidup di RE2 remake, insting yang terbentuk dari pengalaman menikmati puluhan game shooter mendorong saya untuk segera menembak mereka di kepala. Langkah ini ternyata keliru. Butuh sekitar tujuh tembakan di kepala buat merobohkan satu zombie. Dan itu artinya ada banyak peluru berharga yang harus dihabiskan jika Anda ingin mengalahkan mereka satu per satu.

RE2 12

Situasi ini membuat saya berpikir ulang tentang apa yang harus dikerjakan. Untungnya solusi muncul sebelum terlambat: tembak zombie di kaki untuk memutuskan bagian tersebut demi menghambat gerakan mereka. Lebih baik hindari lawan dari pada konfrontasi langsung, kecuali jika tak ada pilihan lain. Dengan cara itu, kita bisa lebih menghemat amunisi. Metode ini mengingatkan saya pada bagaimana cara menangani Necromorph di Dead Space.

RE2 13

Pola pikir ‘hidari ketimbang konfrontasi’  tersebut penting karena di satu titik dalam permainan, pemain akan berhadapan dengan lawan yang tak bisa dikalahkan. Kita hanya bisa melarikan diri atau membuatnya roboh secara sementara, namun ia baru benar-benar bisa tumbang ketika pemain mendapatkan senjata berukuran besar. Tyrant ber-codename Mr. X ini akan terus memburu Anda. Ia akan mengejar saat melihat Anda dan berpatroli tanpa lelah. Itu berarti, pengetahuan terhadap lokasi serta kesadaran lingkungan sangatlah esensial.

RE2 20

Berkaitan dengan faktor awareness tadi, saya sangat mengapresiasi desain audio edisi remake ini. Suara derakan nafas dan rintihan zombie terdengar sangat menyeramkan, apalagi jika muncul dari lokasi yang tidak disangka. Suara juga bisa sangat membantu, apalagi ketika Anda sudah mulai dikejar oleh sang tyrant. Bunyi derap langkah bisa terdengar ketika ia berada di dekat kita, dan itulah alasannya saya sangat menyarankan penggunaan headset berfitur surround 7.1.

RE2 15

Namun seperti mayoritas game survival horror sejenis, Resident Evil 2 (2019) masih mengandalkan elemen jump scare. Kejutan bisa saja bersembunyi di tiap lorong dan tikungan, atau di tempat-tempat yang Anda kira aman. Sejujurnya, pendekatan ini mulai terasa membosankan, terutama jika Anda punya pengalaman dalam menangani permainan-permainan semisal Bloodborne, Amnesia atau Alien: Isolation.

RE2 19

Bagi saya, bagian terbaik dari Resident Evil 2 remake adalah kehadiran Mr. X serta ketidakpastian dan kepanikan yang ia timbulkan. Sensasinya mirip ketika menghadapi Xenomorph di Alien: Isolation. Bedanya, sang tyrant tidak bergerak secepat alien sehigga lebih gampang dihindari. Dan bahkan di situasi terpojok sekali pun, kematian dini dapat dielakkan jika Anda bisa berpikir serta beraksi cepat atau kebetulan membawa peralatan yang tepat.

 

Nostalgia dengan wajah-wajah lama

Remake Resident Evil 2 kembali mempersilakan Anda bermain sebagai dua tokoh favorit di franchise ini, Leon S. Kennedy dan Claire Redfield. Penampilan keduanya disesuaikan dengan standar desain karakter modern, berbasis pada gaya tahun 90-an (rambut belah pinggir Leon tidak direvisi, sukurlah). Kedua tokoh ini tampaknya pernah menjalani pelatihan bela diri dan senjata api, tapi sama sekali belum berpengalaman dalam menghadapi mayat hidup. Claire ialah seorang mahasiswi, sedangkan Leon adalah polisi pemula.

RE2 11

Claire dan Leon akan menjalani pengalaman berbeda di Kota Raccoon, namun narasi yang mereka lalui kurang lebih sama. Kedua tokoh beberapa kali bertemu, mengunjungi lokasi serupa, serta menyelesaikan teka-teki yang sama. Walaupun demikian, cerita Leon menyuguhkan sensasi ala investigasi polisi, sedangkan kisah Claire berhubungan dengan tema keluarga. Perbedaan di sisi narasi terletak pada NPC yang mereka temui, lalu beberapa area cuma bisa diakses oleh karakter tertentu.

RE2 5

Game memang dirancang untuk diselesaikan minimal dua kali, dan Capcom sudah menyiapkan banyak hal untuk memotivasi kita melakukannya – misalnya lewat kostum baru, karakter rahasia, dan sistem achievement. Alternatifnya, menamatkan permainan secepat mungkin di tingkat kesulitan tertentu akan membuka bonus amunisi tak terbatas yang dapat digunakan di petualangan Anda berikutnya.

RE2 7

Selain menghadapi mayat hidup dan senjata biologis, puzzle merupakan elemen esensial dari Resident Evil 2. Mereka yang familier dengan seri ini akan segera menyadari bahwa segala sesuatu di game tidaklah sederhana. Contohnya sewaktu Claire mencoba membuka gerbang area parkir mobil. Ia harus mendapatkan kunci, buat memperoleh kunci berbeda, demi mendapatkan sirkuit listrik pengganti agar pintu bisa terbuka, untuk memperoleh keycard di dalamnya.

RE2 4

Penyelesaian teka-teki dipersulit dengan sistem inventory yang sangat terbatas. Bahkan tanpa item-item quest, kita akan terus mengadapi dilema soal barang-barang apa saja sebaiknya dibawa: apakah pisau, amunisi untuk senjata sekunder, atau obat? Sejumlah senjata berukuran besar memakan lebih dari satu slot penyimpanan. Bersediakah Anda meninggalkannya demi ruang penyimpanan yang lebih lega?

RE2 5

Satu hal yang sangat saya sukai ialah, banyak hal tak dijelaskan secara gamblang dan pemain sering kali harus mencari jawabannya sendiri – misalnya ‘mencuci film’ buat mencari petunjuk, melacak kode loker yang tersembunyi di lokasi berbeda, dan menyadari bahwa papan kayu berguna untuk menutup jendela untuk menghalangi zombie masuk. Dan di sejumlah skenario, beberapa item penting disembunyikan di benda lain (kunci atau batu permata), mendorong kita buat memeriksa objek secara teliti.

RE2 9

 

Konklusi

Bagi saya, edisi PC Resident Evil 2 remake ialah versi terbaik. Di sistem berprosesor Intel Core i7-6700HQ dan berkartu grafis GeForce GTX 1070, permainan berjalan sangat mulus di setting visual tertinggi dengan resolusi 1080p, rata-rata di atas 100-frame per detik. Di tingkat ini, detail wajah, lipatan di jaket, hingga efek basah pada pakaian terlihat jelas. Lalu, game juga bisa dibeli di harga lebih ekonomis.  Ketika Resident Evil 2 di PlayStation 4 dibanderol di atas Rp 700 ribu, edisi Steam dapat dimiliki cukup dengan mengeluarkan uang kurang dari Rp 500 ribu.

RE2 1

Remake Resident Evil 2 merupakan salah satu game yang dibahan-bakari konsep nostalgia. Namun berbeda dari upaya remake/remaster judul lain, Capcom tidak mengambil jalan pintas. Seluruh aset permainan dibangun dari nol, berbekal engine RE yang digunakan dalam penggarapan Resident Evil 7: Biohazard, dan upaya developer tidak sia-sia. Game ini menawarkan keseimbangan antara aspek-aspek baru dan lawas, membuat petualangan horor di sana terasa menyegarkan, dan siap merebut gelar permainan terbaik di 2019.

RE2 8

Resident Evil 2 mengingatkan kembali mengenai hal yang membuat saya jatuh hati pada franchise ini. Saya akan segera merekomendasikannya pada siapa saja yang mengaku fans berat Resident Evil atau penggemar permainan horor pada umumnya. Capcom berhasil menetapkan sebuah standar baru mengenai bagaimana sebuah remake video game seharusnya dikerjakan. Tapi sebelum membelinya, perlu diketahui bahwa permainan ini kental dengan tema kekerasan, sangat tak disarankan bagi Anda yang sensitif dengan kejutan dan darah.

RE2 6

Jika boleh diberi kesempatan untuk memberi masukan, saya pribadi sebetulnya berharap agar Capcom menghidangkan dunia game secara lebih luas dan ekspansif. Seperti edisi tahun 1998-nya, struktur level Resident Evil 2 remake terdiri dari lorong-lorong saling menyambung yang berujung pada area hub. Seandainya permainan menyuguhkan ruang lebih terbuka, akan ada banyak peluang buat membenamkan elemen gameplay lain. Lalu, bayangkan serunya bermain bersama kawan jika game juga dibekali mode multiplayer kooperatif.

Claire Redfield, Resident Evil 2 remake.

 

Sparks

  • Standar tinggi dalam penggarapan remake
  • Gameplay baru dengan sensasi horor khas Resident Evil klasik
  • Konten melimpah walaupun campaign-nya linier
  • Tingkat kesulitan teka-teki yang pas, tidak terlalu susah ataupun mudah
  • Desain audio jempolan
  • Berjalan mulus di PC

 

Slacks

  • Dunia permainan yang kurang terbuka
  • Jump scare jadi cara utama buat mengagetkan Anda
  • Absennya mode multiplayer