Intel Euclid Adalah Komputer Mini untuk Pengembangan Robot

Semua orang tahu kalau mengembangkan robot untuk sulit, tapi Intel ingin membantu mempermudahnya lewat sebuah komputer mini bernama Euclid. Premis sederhananya adalah, selama ada Euclid, Anda tinggal menyiapkan bodi sang robot saja.

Euclid mengemas sebagian besar sensor yang Anda butuhkan untuk membuat sebuah robot; mulai dari motion sensor, ambient light sensor, proximity sensor, kompas digital, accelerometer dan gyroscope. Tak hanya itu saja, sejumlah environmental sensor pun turut hadir sehingga Euclid bisa mendeteksi ketinggian, kelembapan dan suhu area sekitarnya.

Semua ini, dipadukan dengan prosesor quad-core Intel Atom x7-8700, RAM 4 GB dan storage sebesar 32 GB, menjadikan Euclid ideal untuk mengambil peran sebagai otak suatu robot. Namun ternyata bukan cuma otak saja, melainkan juga mata, berkat kehadiran kamera 3D RealSense ZR300.

Dengan Euclid, Anda sebenarnya tinggal menyiapkan bodi sang robot saja / Intel
Dengan Euclid, Anda sebenarnya tinggal menyiapkan bodi sang robot saja / Intel

Konektivitasnya sendiri mencakup Wi-Fi, Bluetooth 4.0, USB 3.0, micro USB dan micro HDMI, yang berarti ia bisa disambungkan ke layar terlebih dulu selagi Anda mempersiapkan semuanya. Intel pun tak lupa akan aspek portabilitas dengan menanamkan baterai rechargeable berkapasitas 2.000 mAh.

Bagi yang masih bingung manfaat Euclid ini sebenarnya apa, Anda bisa menganggapnya sebagai Intel Compute Stick yang sadar akan kondisi di sekitarnya. Sistem operasi Ubuntu 16.04, dengan ROS (Robot Operating System) dan dukungan RealSense yang sudah preinstalled membuatnya langsung bisa digunakan begitu dikeluarkan dari dalam boks.

Pertama diumumkan tahun lalu, Intel Euclid saat ini sudah bisa dipesan langsung dari situs Intel seharga $399. Anda mungkin bisa mendapatkan semua komponen esensial robot dengan modal yang lebih sedikit, tapi soal kepraktisan Euclid masih menang telak.

Sumber: The Verge dan Liliputing.

Makeblock Neuron Ajak Anak-Anak Belajar Coding Seasyik Bermain Lego

Belakangan ini konsep tangible programming sangat populer di dunia pendidikan. Pertengahan tahun lalu, Google bahkan ingin ikut berpartisipasi melalui Project Bloks. Tujuannya simpel, yakni untuk mengajarkan ilmu dasar dan logika-logika umum di balik proses coding lewat interaksi dengan objek fisik.

Project Bloks bukan satu-satunya opsi yang tersedia. Baru-baru ini, perusahaan pembuat perangkat robotik untuk anak-anak asal Tiongkok bernama Makeblock juga mengumumkan produk serupa. Dijuluki Neuron, konsepnya kurang lebih sama, dimana anak-anak pada dasarnya bisa belajar programming dengan menyusun balok-balok seperti ketika bermain Lego.

Ada lebih dari 30 jenis modul yang berbeda yang ditawarkan Neuron, mulai dari modul kamera, sensor cahaya, sensor suara, Bluetooth, ultrasonik sampai modul display. Balok-balok lain, seperti kenop dan joystick, dimaksudkan untuk menyesuaikan atau mengendalikan modul-modul itu tadi. Lebih lanjut, mereka juga bisa mengontrol Neuron via Wi-Fi.

Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock
Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock

Setelah disusun, anak-anak bisa memprogram masing-masing modul menggunakan software mBlock keluaran Makeblock sendiri. Makeblock cukup percaya diri bahwa anak-anak tidak perlu memahami dasar-dasar coding untuk bisa menggunakan mBlock. Meski demikian, pengetahuan akan Arduino bakal sangat membantu mereka memprogram dengan lebih cepat.

Hal lain yang dibanggakan Makeblock dari Neuron adalah kompatibilitas dengan platform atau software pihak ketiga, seperti misalnya platform Cognitive Services AI buatan Microsoft. Anak-anak bahkan bisa memanfaatkan balok-balok Lego sebagai struktur pelengkap untuk proyek buatannya masing-masing.

Makeblock Neuron rencananya akan dipasarkan melalui Kickstarter mulai pekan depan, dengan harga mulai $69. Total ada enam bundel yang akan ditawarkan ke konsumen, yang masing-masing berisikan kumpulan modul yang berbeda-beda, disesuaikan dengan minat masing-masing anak.

Sumber: Engadget dan Makeblock.

Piaggio Perkenalkan Gita, Robot Pembawa Barang Otomatis untuk Generasi Modern

Dunia mungkin hanya mengenal Piaggio sebagai pencipta Vespa, akan tetapi perusahaan asal Itali tersebut belakangan mulai menunjukkan komitmennya terhadap inovasi dan perkembangan teknologi. Setelah memamerkan konsep Vespa versi elektrik, Piaggio kini memutuskan untuk membentuk perusahaan baru yang berfokus pada teknologi robotik.

Bernama Piaggio Fast Forward, markasnya tidak berada di Itali, melainkan di kota dimana ahli-ahli teknologi banyak mengenyam pendidikan, yaitu Massachusetts. Tidak main-main, Piaggio menunjuk sejumlah sosok penting di dunia teknologi sebagai dewan penasihatnya, mulai dari Nicholas Negroponte yang merupakan pendiri MIT Media Lab, sampai Jeff Linnel, mantan pimpinan divisi robotik Google.

Dengan tinggi 66 cm dan kecepatan maksimum 35 km/jam, Gita cocok dipakai untuk teman jalan atau bersepeda / Piaggio Fast Forward
Dengan tinggi 66 cm dan kecepatan maksimum 35 km/jam, Gita cocok dipakai untuk teman jalan atau bersepeda / Piaggio Fast Forward

Produk perdana Piaggio Fast Forward adalah Gita, yang dalam bahasa Itali berarti “perjalanan pendek”. Gita merupakan sebuah robot beroda dua yang dapat bergerak dengan sendirinya atau mengikuti seseorang di depannya. Tugas utamanya adalah mengangkut barang dengan bobot total 18 kilogram.

Gita dapat mengangkut barang bawaan dengan bobot total 18 kg / Piaggio Fast Forward
Gita dapat mengangkut barang bawaan dengan bobot total 18 kg / Piaggio Fast Forward

Dimensinya tidak terlalu besar, dengan tinggi hanya 66 cm. Gita sanggup melesat dengan kecepatan maksimum 35 km/jam, membuatnya ideal untuk menemani konsumen saat berjalan kaki maupun bersepeda. Piaggio pun menjanjikan kelincahan bermanuver yang setara dengan manusia.

Sejatinya ada banyak sekali kegunaan Gita dalam skenario sehari-hari, mulai dari teman berbelanja di pasar, pengantar barang sampai menjadi pendamping anjing kesayangan berjalan-jalan di taman. Demonstrasinya bisa Anda simak pada video-video di bawah.

Gita mengandalkan pemindai sidik jari sebagai pengaman bilik barangnya / Piaggio Fast Forward
Gita mengandalkan pemindai sidik jari sebagai pengaman bilik barangnya / Piaggio Fast Forward

Piaggio Gita akan diumumkan secara resmi pada tanggal 2 Februari, dan Piaggio rencananya akan menguji Gita terlebih dulu di kalangan pebisnis. Pun demikian, Piaggio sudah punya niatan untuk merilis produk serupa buat konsumen secara umum.

Sumber: 1, 2, 3.

Ciptakan Octobot Bertubuh ‘Lembut’, Tim Harvard Buat Terobosan Besar di Ranah Robotik

Gurita sudah lama menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang menggeluti bidang robotik. Hewan laut ini pintar, mampu bergerak lincah serta kuat, meskipun ia tidak mempunyai tulang di dalam tubuhnya. Setelah peniliti Yunani memamerkan robot gurita di konferensi IEEE 2014, kali ini giliran tim Harvard membuahkan satu terobosan besar dengan mengusung basis serupa.

Di bulan Agustus ini, tim insinyur Harvard menyingkap kreasi terbaru bernama Octobot, sebuah robot yang mampu meniru aspek-aspek alami dari gurita. Inovasi para inventor ialah mereka mengganti segala hardware keras dan bagian-bagian kaku dengan komponen lembut. Tak cuma itu, robot dibuat agar bisa beroperasi secara otonom/mandiri, tanpa memerlukan input dan panduan dari operator.

Octobot 2

Berukuran mungil, Octobot adalah buah dari eksperimen intensif dan pemikiran ‘outside the box‘. Peneliti memakai beberapa metode fabrikasi berbeda, misalnya 3D printing, litografi di objek lunak, sampai pengecoran. Pada umumnya, baterai, sirkuit elektronik dan otak merupakan komponen penyebab robot jadi tidak fleksibel; namun lewat wujud Octobot yang lembut, ia dapat masuk ke area-area sempit, menyesuaikan tubuh dengan ruang di sekitarnya, serta membawa objek-objek ringkih.

Tubuh Octobot terbuat dari bahan polimer silikon, dicetak agar menyerupai bentuk gurita. Kemudian dengan menggunakan printer 3D, penciptanya menanamkan tinta khusus, diposisikan di sekeliling polimer. Selanjutnya, tim ilmuwan memanaskan Octobot untuk memperkuat strukturnya, juga dimaksudkan supaya tintanya menguap dan menyisakan jaringan ruang yang saling tersambung, juga sebagai tempat buat menempatkan otak.

Octobot 1

Untuk otaknya, peneliti Harvard memanfaatkan sirkuit microfluidic fleksibel yang mampu mengarahkan bahan bakar cair melewati saluran, dengan katup dan switch berbasis tekanan – berfungsi mengendalikan dua grup lengan Octobot. Robert Wood dari Harvard menjelaskan, “Teknik ini dapat dianalogikan seperti sirkuit elektrik biasa. Tapi bukannya menghantarkan elektron, kami menggunakan cairan dan gas.”

Ilmuwan memanfaatkan larutan hidrogen peroksida 50 persen sebagai bahan bakarnya. Ketika cairan ini terkena logam platina yang ditanam di jaringan internal Octobot, ia akan terurai menjadi air dan oksigen, menghasilkan gas bertekanan buat mendorong tentakel, dan keluar melalui ventilasi pembuangan.

Dengan bahan bakar sebanyak 1-mililiter, Octobot dapat aktif selama delapan menit. Buat sekarang, ia belum bergerak seperti gurita sungguhan dan belum memiliki tugas khusus, hanya dimaksudkan untuk mendemonstrasikan pendekatan inovatif tersebut di ranah robotik.

Sumber: Nature.

Xpider Ialah Robot Laba-Laba Lucu yang Bisa Mengenali Pemiliknya

Laba-laba bukanlah hewan favorit banyak orang. Di negara barat, 55 persen wanita dan 18 persen pria takut pada artropoda berkaki delapan ini. Meski demikian, inventor sudah lama mengadopsi bentuk tubuhnya ke ranah robotik, khususnya dalam menciptakan robot quadrupedal. Dan kreasi tim Roboeve mungkin bisa mengubah pandangan para penderita arachnophobia.

Pakar robot dan desainer industri muda itu memperkenalkan Xpider, robot laba-laba yang mungil dan lucu, terinspirasi dari karakter Mike Wazowski di film Monsters Inc. Tentu saja developer tidak langsung mengadopsi wujud tokoh itu. Awalnya mereka menuangkan ide tersebut dalam robot bernama Hexbug, sebelum akhirnya menyempurnakan rancangannya dan menyingkap Xpider.

Xpider 1

Xpider mempunyai tubuh bulat kecil dan enam buah kaki, berdiri setinggi 85-milimeter dengan berat hanya 150-gram. Robot memiliki sebuah ‘mata’ berupa kamera, dan Anda bisa melihat apa yang Xpider lihat serta mengambil alih kendali menggunakan smartphone ataupun controller game. Salah satu keunggulan utama dari robot laba-laba ini adalah kemudahan dalam memprogramnya – cukup melalui teknik drag and drop via software SmartNode.

Karya Roboeve ini bukanlah sekedar mainan. Ia mampu ‘melihat’ dan mengetahui keadaan lingkungan di sekitarnya, bahkan mengenal wajah seseorang, tercapai berkat teknologi computer vision. Dengan kapabilitas ini, Xpider dapat dibebaskan berkeliaran dan Anda tidak perlu cemas robot akan tersangkut. Selain itu, robot bisa menari saat melihat pemiliknya serta memberi tahu jika sesorang mendekati Anda.

Xpider 2

Segala kapabilitas tersebut dapat Xpider lakukan berkat kehadiran modul Intel Edison serta Intel Curie, sebuah komputer low-power seukuran kancing baju. Roboeve menghabiskan waktu selama delapan bulan buat menciptakan Xpider, dan hingga kini proses pengerjaannya masih terus berlangsung. Robot laba-laba itu sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan desain, dari mulai penambahan bagian ‘armor‘, sampai revisi pada ukuran tubuh serta struktur kaki.

Akhirnya di awal tahun 2016, aspek desainnya mulai matang. Developer memutuskan buat memadatkan tubuh dan platform, menurunkan pusat bobot, memperkokoh kaki, serta memastikan Xpider ‘tampil lebih tampan’. Mereka turut menambahkan sensor postur di board Edison, sehingga robot bisa bergerak dan memanjat secara lebih anggun.

Selanjutnya, developer berencana untuk melangsungkan program crowdfunding di Indie Gogo serta menawarkan sejumlah desain custom khusus bagi backer. Kampanye kabarnya akan dimulai di bulan Agustus, tapi saat artikel ini ditulis, Xpider masih belum muncul di situs tersebut.

Sumber: Xpider.me.

Honda dan SoftBank Kembangkan AI untuk Dijadikan Asisten Pribadi Pengemudi Mobil

Bicara mengenai robot, dunia pastinya masih ingat dengan ASIMO. Diperkenalkan di tahun 2000, robot buatan Honda ini menuai popularitas berkat kemampuannya berjalan, berlari dan bahkan menari. 16 tahun kemudian, Honda tampaknya sudah siap meneruskan jejaknya di bidang robotik dan sistem kecerdasan buatan.

Langkah berikutnya ini Honda jalani bersama SoftBank. Raksasa telekomunikasi asal Jepang tersebut juga cukup berpengalaman di bidang robotik, terbukti dari robotnya yang bernama Pepper yang menjalani debut pada tahun 2014.

Kerja sama antara Honda dan SoftBank ini bertujuan untuk menciptakan sistem kecerdasan buatan (AI) yang berperan sebagai asisten pribadi pengemudi mobil, lengkap dengan kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi secara alami.

Bukan, mereka bukannya berniat mengembangkan mobil robot macam KITT dari serial TV Knight Rider, namun ini bisa dianggap sebagai langkah awal dari visi jangka panjang menuju hal tersebut.

AI hasil kolaborasi Honda dan SoftBank ini akan banyak memanfaatkan teknologi yang menenagai Pepper, dimana robot tersebut punya tujuan untuk menyenangkan hati manusia. Untuk kali ini, fokusnya ada pada konsep keharmonisan antara pengemudi dan sarana transportasinya.

Dua spesialis robotik bekerja sama mengembangkan AI untuk mobil tentunya merupakan kabar baik bagi industri otomotif, sekaligus menunjukkan komitmen pabrikan dalam mengusung definisi mobil pintar ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Sumber: TechCrunch.

Ilmuwan MIT Ciptakan Robot Origami Untuk Lakukan ‘Pembedahan’ dari Dalam Tubuh

Pemanfaatan robot di bidang medis bukan lagi merupakan hal baru. Mesin-mesin tersebut sudah membantu para dokter dalam melakukan pembedahan, terapi, merawat pasien, memerangi wabah Ebola, sampai mempermudah tugas apoteker untuk meracik obat. Namun para ilmuwan MIT berpeluang menciptakan sebuah terobosan besar di ranah itu lewat satu kreasi anyar.

Di acara International Conference on Robotics and Automation pertengahan bulan Juni silam, tim Massachusetts Institute of Technology memamerkan robot origami berbahan plastik yang dihasilkan melalui proses cetak dengan kemampuan melipat secara otomatis. Konsepnya hampir menyerupai ciptaan peneliti Harvard dua tahun silam, tetapi robot origami MIT hanya berukuran satu sentimeter dan didesain untuk bisa masuk ke tubuh manusia.

Robot origami ini mempunyai tubuh berupa lembaran persegi dengan magnet kecil tertambat di bagian punggung, bobotnya hanya sepertiga gram. Setelah diaktifkan dengan menggunakan panas (kira-kira 65 derajat Celcius), ia segera melipat diri dan langsung bisa melakukan bermacam-macam jenis manuver: berjalan, berenang, mendaki, menyusuri medan yang kasar, sampai membopong beban dua kali berat sang robot. Gerakan tersebut diatur dari medan magnet eksternal.

Silakan video demo dan presentasinya di bawah ini:

Hasil konstruksi MIT itu sedikit berbeda dari robot berkonsep origami lain. Saat inkarnasi mesin sejenis mengusung motor penggerak serta sirkuit elektronik di bagian dalam badannya, peneliti menyematkan mekanisme gerakan tepat di tubuh.

Metode ini memang mutakhir, tapi alasan peneliti menciptakannya lebih ambisius lagi: desain robot dimotivasi oleh gagasan di mana mesin ini bisa dimasukkan dalam tubuh manusia untuk membantu proses pengobatan. Bayangkan: ia masuk melalui injeksi, dapat bergerak ke area yang dituju buat melakukan pembedahan kecil. Lalu setelah selesai, tubuhnya akan larut dengan sendirinya.

Untuk menunjukkan kemampuannya, salah satu versi purwarupa robot origami MIT itu dibangun dengan material yang bisa larut dalam aseton, hanya menyisakan bagian magnet; sedangkan varian lainnya dapat hancur oleh air. Magnet permanen di sana berguna buat menggerakkan kaki-kakinya, dikendalikan lewat gelombang elektromagnetik.

Tentu saja butuh waktu cukup lama hingga robot origami mungil ini bisa dimanfaatkan oleh para dokter buat mengobati pasein. Bahkan sebelum diuji coba ke hewan – kira-kira dapat dilakukan tiga sampai empat tahun lagi – peneliti harus menyempurnakan sistem kendali agar jauh lebih akurat.

Sumber: MIT.

Anki Cozmo Ialah Robot Mungil yang Punya Emosi, Berkarisma dan Bisa Berinteraksi dengan Manusia

Masih ingat dengan Anki, perusahaan robotik yang didirikan oleh tiga cendekiawan asal Carnegie Mellon University? Dalam tiga tahun terakhir, mereka sempat mencuri perhatian lewat Anki Drive dan Anki Overdrive, yang tak lain merupakan permainan balap mobil berbekal kecerdasan buatan.

Kini Anki sudah siap mewujudkan visinya yang diusung sejak awal perusahaan terbentuk, yakni menghidupkan sebuah karakter robot yang punya emosi, berkarisma dan dapat berinteraksi dengan manusia. Bernama Anki Cozmo, robot ini merupakan hasil riset dan pengembangan dari tim yang memiliki latar belakang sangat beragam, mulai dari ahli robotik, animator, game developer sampai desainer Batmobile.

Cozmo istimewa karena ia merupakan perpaduan teknologi robotik dan kecerdasan buatan. Wujudnya sepintas memang mirip robot dari film WALL-E garapan Pixar, dan ukurannya pun hanya sekepalan tangan; tapi jangan salah, dalam sedetik saja ia dapat mengolah data lebih banyak ketimbang seluruh robot Mars Rover buatan NASA.

Namun letak keunikan Cozmo justru ada pada karismanya. Berbekal teknologi computer vision dan emotion engine, Cozmo dapat mengenali dan mengingat wajah beserta nama Anda. Semakin sering Anda berinteraksi dengan Cozmo, semakin terikat pula ia dengan Anda; ekspresi wajahnya akan berbeda ketika melihat orang yang baru ia kenal dan yang sudah ia anggap sebagai sahabat.

Cozmo dapat mengeluarkan ekspresi yang kompleks berdasarkan emosinya saat itu. Jika Anda sudah mengabaikannya terlalu lama, maka ia akan sedikit cemberut. Ia pun tidak betah tinggal diam begitu saja, dan akan mengajak Anda bermain-main dengan sejumlah aktivitas yang bisa diakses lewat aplikasi smartphone.

Anki Cozmo dapat mengenal dan mengingat wajah beserta nama Anda / Anki
Anki Cozmo dapat mengenal dan mengingat wajah beserta nama Anda / Anki

Untuk bisa mulai bermain dengan Cozmo, pengguna sama sekali tak perlu merakit komponen demi komponen. Cozmo bisa langsung diaktifkan melalui aplikasi di perangkat Android maupun iOS. Lucunya, ketika ia sedang di-charge, akan kedengaran suaranya sedang mendengkur.

Anki saat ini sudah menerima pre-order Cozmo seharga $160. Rencananya Cozmo akan mulai dipasarkan secara luas mulai bulan Oktober mendatang dengan harga retail $180. Sepintas ia memang terdengar mahal, namun sebagai perbandingan, replika BB-8 buatan Sphero dibanderol $150, dan robot tersebut sama sekali tak dilengkapi indera penglihatan maupun kecerdasan buatan.

Sumber: Anki.

Tech Forward Conference Singkap Potensi IoT di Ranah VR, AR, dan Robotik

Ada fakta-fakta menarik seputar Internet of Things. 87 persen penduduk planet Bumi sama sekali belum pernah mendengar istilah tersebut, padahal mesin ATM masuk dalam kategori IoT dan mulai dimanfaatkan sejak 1974. Lalu di 2008, perangkat yang tehubung ke internet sudah melewati total populasi manusia. Dan sekarang terhitung ada 4,9 miliar objek telah ‘saling terhubung’.

Angka-angka di atas memang fantastis, dan sebagai upaya menyibak potensi Internet of Things, tema tersebut diangkat di acara Tech Forward Conference 2015. Sederhananya, IoT ialah jaringan objek elektronik yang mampu mengumpulkan dan bertukar data. Ia membuka jalan bagi bermacam-macam ranah, dari wearable, agrikultur, produksi, hingga smart city serta smart home. Dan di artikel ini, saya akan fokus pada robotik, augmented reality serta VR.

Tech Forward Conference 2015 01

Mengapa drone boleh dibilang merupakan bagian dari IoT? Jawabannya bisa kita lihat dari tren penggunaan unmanned aerial vehicle di lini foto dan videography. Di sesi presentasinya, Gatot Budiman dan Dony Riyanto menuturkan bagaimana drone adalah masa depan Internet of Things. Alasannya karena mereka tidak statis, ‘deployable‘, fleksibel dalam membawa beban, dapat diprogram untuk misi berbeda, dan tidak ada kriteria desain.

Tech Forward Conference 2015 03

Drone terdiri dari sejumlah komponen yang menjadikannya device IoT, misalnya sistem komunikasi, software, GPS, sensor, kamera dan lain-lain. Di segi komersial, umur adopsinya tergolong sangat muda dan menjanjikan. Para narasumber bilang, salah satu alasan mengapa drone naik daun ialah, tak seperti dunia penerbangan, ia tidak menuntut standard terlalu tinggi. Anda cukup membutuhkan keseriusan buat mempelajarinya. Buktinya, ahli aerial imaging UAV Gatot Budiman turut berprofesi sebagai guru seni rupa.

Tech Forward Conference 2015 10

Naik ke jenjang yang lebih umum, Internet of Things membuat robot jadi lebih merakyat dan dapat diaplikasikan ke fungsi edukasi. Founder Saft7 Robotics Firmansyah Saftari mengatakan, bermacam-macam opsi kit microcontroller sangat memudahkan khalayak berkecimpung di dunia robotik. Ia sempat memamerkan dua desain di Saft7, yaitu Arm Robot, robot berbentuk lengan; dan Alien Robot, mempunyai empat kaki dan berbentuk mirip laba-laba.

Tech Forward Conference 2015 09

Dan ternyata, Firmansyah bukan cuma mahir di bidang robot. Ia juga menaruh minat di produksi video 360 dan virtual reality. Video 360 merupakan jenis rekaman yang menampilkan adegan spherical atau melingkar, di mana kamera merekam ruangan dari segala sudut. Ketertarikan ini Firmansyah tuangkan dengan merancang swivel mount untuk camera action sejenis GoPro, dan menjualnya secara komersial.

Tech Forward Conference 2015 06

Berbicara soal VR, tentu kita harus mendengar penjelasan langsung dari mereka yang berkecimpung langsung dalam industri. Tim pelaksana Tech Forward Conference 2015 tak lupa mengundang Fabien Feintrenie selaku CEO dan co-founder Noodles LLC, tim special effect dan digital arts – turut mengerjakan film animasi seperti komedi horor Rubber, Wrong, Reality dan Wrong Cops. Noodles juga fokus pada pembuatan konten virtual reality, sempat mengajak peserta konferensi buat menjajal karya mereka via Oculus Rift DK2.

Tech Forward Conference 2015 07

Kepada Feintrenie, saya bertanya mengenai teknologi VR apa yang paling dinanti oleh Noodles. Dalam perspektif produsen konten, ia memerlukan model kamera 360 model terbaru dengan kapabilitas ‘mendeteksi cahaya tertentu’, kabarnya baru dirilis tahun depan (sekali lagi memperlihatkan bagaimana device dan tema Internet of Things saling terkoneksi, meskipun tidak secara langsung).

Tech Forward Conference 2015 04

Di ranah augmented reality, Octagon Studio asal Bandung memberikan presentasi mengenai metode Internet of Things mengubah cara manusia berinteraksi dengan informasi digital. Contoh kreasi mereka yang sudah dirilis ke publik adalah kartu-kartu AR interaktif, dikombinasikan bersama aplikasi mobile.

Tech Forward Conference 2015 05

Buat sekarang, implementasinya memang lebih ditujukan untuk edukasi multimedia, dan dirancang agar kompatibel ke perangkat-perangkat kelas entry-level sampai level menengah. Namun demikian, Lukman Hakim selaku technical manager Octagon sempat menyatakan pada saya bahwa mereka sedang mengembangkan konsep hiburan augmented reality yang lebih ambisius, dan juga telah lama melirik VR.

Laju pertumbuhan Internet of Things tidak bisa dibendung, dan apa yang Anda saksikan saat ini hanyalah permulaan. Analis memperkirakan, lima tahun lagi, akan ada 50 miliar device elektronik saling tersambung satu sama lainnya.

Datang Dari Iran, Surena III Siap Saingi Robot Honda Asimo

Semenjak diperkenalkan lebih dari 15 tahun silam, robot Asimo atau Advanced Step in Innovative Mobility telah sering digunakan di berbagai belahan dunia dari mulai untuk sekedar demonstrasi hingga fungsi praktis. Nama seperti Boston Dynamics juga berusaha menyaingi Honda lewat Atlas mereka, dan kompetisi jadi kian menarik dengan kehadiran robot asal Iran.

Sebetulnya ini bukanlah pertama kalinya Iran ‘bermain-main’ di bidang robotik karena tim Center for Advanced Systems and Technologies asal University of Tehran sudah mulai melakukan riset sejak 2007. Meneruskan upaya tersebut, para ilmuwan Iran memperkenalkan jelmaan generasi ketiga dari robot Surena di pertengahan minggu lalu. Secara garis besar, kemampuan dasarnya mirip Asimo, namun tampaknya arah pengembangan Surena III sedikit berbeda.

Surena III memiliki bobot 98-kilogram dan berdiri setinggi 190 sentimeter – lebih tinggi dari rata-rata manusia. Casing plastik putih menutupi mayoritas permukaan tubuh, dipadu dengan kedua mata LED yang ditempatkan di area visor. Layaknya robot humanoid, ia mempunyai sepasang kaki dan tangan. Penampilannya lebih apik dibandingkan versi kedua yang menyerupai Asimo.

Surena 02

Dr. Aghil Yousefi-Koma, profesior teknik mesin yang bertanggung jawab memimpin proyek tersebut menjelaskan pada IEEE Spectrum bahwa Surena didesain sebagai platform riset demi mengeksplorasi sistem pergerakan bipedal, interaksi robot dan manusia, serta tantangan-tantangan lain di ranah robotik. Menurutnya, robot ialah sebuah simbol ‘kedamaian dan kemanusiaan’ dalam kemajuan teknologi.

Sang robot dilengkapi sejumlah sensor, di antaranya modul pengelihatan 3D Microsoft Kinect. Persendiannya ditenagai 31 servomotor, dengan enam level pergerakan di masing-masing kaki, dua di leher, tujuh di tiap lengan, satu di tangan, dan satu di tubuh. Software berbasis Robot Operating System (ROS) bertanggung jawab dalam pengendalian robot, diawasi oleh seorang operator.

Kombinasi semuanya memungkinkan Surena III berjalan di permukaan tanah yang tidak rata, menendang bola, dan menggenggam objek. Terdapat kenaikan 19 level gerakan dari tipe kedua, dan ia memiliki kecepatan laju tujuh-inci per detik. Selain itu, Surena III juga sanggup berinteraksi dengan manusia berbekal fitur pengenal suara dan modul percakapan, meskipun saat ini robot baru bisa berbicara bahasa Farsi.

Dr. Yousefi-Koma bilang bahwa Surena tidak diciptakan untuk berpartisipasi dalam ‘rivalitas pengembangan robot’, lebih ditujukan pada implementasi di skenario bencana. Proses pembuatan generasi ketiga Surena kabarnya memakan waktu hampir empat tahun, dikerjakan oleh 70 orang dari institut berbeda.