Penerbitan Efek Saham Minim, Startup SCF Shafiq Nilai Aturannya Kurang Menarik Bagi UMKM

Startup securities crowdfunding (SCF) Shafiq menilai aturan penerbitan efek saham di platform SCF punya sejumlah kekurangan, seperti pembatasan pasar sekunder maksimal dua kali setahun dan saham yang boleh diperdagangkan adalah saham yang telah IPO selama lebih dari 12 bulan. Kondisi tersebut membuatnya tidak likuid sehingga kurang menarik bagi UMKM dan investor.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO Shafiq Kevin Syahrizal menyampaikan hal ini tentunya menjadi efek yang kurang menarik bagi investor karena harapan untuk memperoleh capital gain masih sangat terbatas. Selain itu, ada juga kendala dari sisi penerbit, saat mengurasi penerbit yang layak IPO dari segmen UMKM memang tidak mudah karena masih banyak kendala administratif.

“Hambatan klasik lainnya adalah masalah kedisiplinan dalam penyusunan laporan keuangan, keterbukaan informasi manajemen dan keberlanjutan bisnis,” ucapnya.

Sejak Shafiq berdiri di Agustus 2021, baru satu penerbit saham yang berhasil listing, yakni klinik Kosambi Maternal dan Children Center (KMNC). Tahun 2023 sempat ada satu penerbitan saham, namun belum bisa tercapai pemenuhan pendanaan sehingga batal demi hukum.

Portofolio penyaluran Shafiq sepenuhnya berasal dari penerbitan efek utang (sukuk) atas 70 proyek dengan total nilai Rp348 miliar. Pencapaian ini naik lebih dari tiga kali lipat dari Oktober 2022 sebesar Rp100 miliar. Bila dirinci, sebanyak 24,43% dari total merupakan penyaluran dengan prinsip SDGs.

Berdasarkan industri, proyek infrastruktur mendominasi portofolio di Shafiq dengan porsi 51,5%. Lalu disusul barang konsumen non-primer (15,7%), barang konsumen primer (10%), energi dan kesehatan masing-masing 8,1%, dan lainnya.

Kevin menuturkan, untuk efek sukuk, imbal hasil yang diperoleh investor adalah imbal hasil dari usaha/proyek yang menjadi underlying penerbitan. Realisasi imbal hasil dari sukuk-sukuk yang telah selesai (lunas) rata-rata berada di kisaran 15% per tahunnya.

“Sedangkan untuk efek saham, investor akan memperoleh dividen dari keuntungan perusahaan dan potensi capital gain pada pasar sekunder yang diadakan dua kali dalam periode satu tahun.”

Terkait status efek, seperti jadwal distribusi efek, pembagian dividen/bagi hasil, jatuh tempo sukuk, gagal bayar, dsb; investor memantau langsung di situs Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Caranya dengan mengetik nama perusahaannya. Hal ini turut mendorong keterbukaan informasi atas kinerja dari masing-masing efek.

Strategi mitigasi risiko

Demi menjaga kredibilitas dan akuntabilitas, Kevin mengaku pihaknya rutin melakukan proses screening terhadap calon penerbit yang akan listing di platform Shafiq sesuai dengan ketentuan OJK. Di saat yang bersamaan, juga monitor para penerbit secara berkala untuk memberikan laporan penggunaan dana, progres usaha/proyek, dan laporan keuangan kepada investor melalui situs Shafiq.

Hal penting lainnya yang wajib dipahami oleh para investor adalah risiko melekat yang harus diterima ketika terjadi masalah pada proyek/usaha penerbit yang mengakibatkan kemunduran pembayaran atau sampai gagal bayar. “Karena pada dasarnya investasi pada sektor riil ini punya tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan investasi pada instrumen keuangan secara umum.”

Dia melanjutkan, “Namun di balik itu, tetap ada potensi keuntungan yang jauh lebih besar. Jika terjadi permasalahan, penyelenggara tetap mengutamakan kepentingan para investor karena Shafiq bertindak sebagai wakil para investor. Namun tentunya, tindakan yang dilakukan harus juga sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga para pihak tidak ada yang dirugikan.”

Tindakan yang dilakukan tim Shafiq setiap ada kendala tetap menyesuaikan dengan permasalahan setiap sukuk. Bisa melalui forum RUPS (Rapat Umum Pemegang Sukuk), eksekusi jaminan, bahkan pengadilan pidana atau perdata terhadap penerbit yang tidak kooperatif.

Sepanjang tahun ini, Shafiq menargetkan capaian yang lebih realistis dengan kondisi saat ini, baik dari sisi makro, geopolitik, dan kondisi lain yang banyak memengaruhi usaha sektor riil. Angka penyaluran diharapkan dapat naik hingga 30%. Tidak ada strategi untuk fokus pada sektor tertentu karena pasarnya dinilai masih terbuka cukup luas. Akan tetapi tetap melakukan screening/pembatasan pada sektor tertentu yang masuk daftar hitam.

“Sedangkan untuk sektor kreatif dan ekonomi hijau, kami akan tetap support. Saat ini sudah ada beberapa penerbit yang memang fokus pada energi terbarukan. Alhamdulillah sampai saat ini masih terus berkembang dan berkelanjutan.”

Rencana lainnya yang akan dilakukan adalah merilis aplikasi Shafiq yang saat ini tengah dibangun. Situs Shafiq juga terus diperbaiki agar pengguna semakin nyaman saat mengaksesnya. Salah satu fitur yang baru dirilis adalah fitur chat untuk memudahkan interaksi antara penerbit dan pemodal.

Fitur ini bertujuan untuk mencegah maraknya penipuan yang mengatasnamakan Shafiq di grup-grup Telegram. Sehingga seluruh komunikasi antara penerbit, pemodal, dan penyelenggara terjadi di platform Shafiq.

Sejauh ini Shafiq belum membuka pasar sekunder di dalam platformnya. Pihaknya juga terbuka pada investor dari kalangan institusi yang berniat untuk masuk sebagai pendana di Shafiq. “Kami belum memiliki kesepakatan yang konkret ke arah itu (super lender institusi), namun sebagai industri tentunya terbuka lebar untuk kerja sama tersebut.”

Kevin mengungkapkan, hingga saat ini Shafiq beroperasi secara bootstrap. Belum ada investor eksternal yang masuk sebagai pemegang saham. Kendati begitu, dia mengklaim kinerja keuangan perusahaan per 2023 kemarin sudah positif. “Diproyeksikan di tahun ini pun juga akan sama (positif),” pungkasnya.

Bizhare Segera Bentuk Anak Usaha untuk Kelola “Fund”

Startup securities crowdfunding (SCF) Bizhare mengungkapkan rencana untuk membentuk fund (dana kelolaan) sebagai inovasi instrumen investasi baru, selain layanan urun dana SCF berbentuk obligasi/sukuk dan saham. Rencananya fund ini akan diumumkan pada kuartal I 2024 mendatang.

Kepada DailySocial.id, CEO Bizhare Heinrich Vincent menyampaikan bentuk fund ini nantinya akan terpisah dari Bizhare, alias membentuk badan hukum baru sendiri. Ia masih belum bersedia mengungkap lebih banyak terkait ini.

“Kita tertarik karena selama ini banyak institusi mau kerja sama tapi maunya ada instrumen sendiri yang terpisah [dari SCF]. Selama ini [lewat Bizhare Institusi] semua prosesnya mereka lakukan sendiri, baik dari pendaftaran dan memilih UKM yang mau di-invest,” ujarnya, saat media gathering Bizhare di Jakarta, kemarin (13/12).

Rencana tersebut sebenarnya sejalan dengan inisiatif perusahaan setelah memperkenalkan Bizhare Institusi pada tahun ini. Bizhare Institusi merupakan solusi investasi yang memungkinkan kalangan institusi untuk berinvestasi langsung ke bisnis melalui Bizhare melalui skema saham dan obligasi/sukuk.

Institusi yang ditargetkan jadi pengguna adalah perusahaan swasta, family office, koperasi, modal ventura, yayasan, dan entitas lainnya. Melalui akun Bizhare Institusi, mereka dapat memantau kinerja portofolio setiap bulannya tiap tanggal 25 dan menarik langsung keuntungan ke rekening bank yang ditunjuk, serta benefit-benefit lebih lainnya.

Langkah tersebut merupakan alternatif untuk diversifikasi portofolio ke berbagai jenis industri riil dan penerbit efek dengan imbal hasil yang cukup menarik di luar instrumen keuangan yang ada saat ini. Dalam risetnya, imbal hasil untuk jangka waktu dan tingkat risiko yang ditawarkan SCF lebih menarik dibandingkan deposito dan reksa dana.

“Bizhare Institusi menawarkan alternatif baru untuk perusahaan memiliki alternatif investasi baru yang lebih clear bila ingin masuk dengan jangka panjang. Tadinya kalau lewat jalur tradisional, return-nya general.”

Heinrich melanjutkan, strategi perusahaan untuk mendorong pemodal dari kalangan institusi ini secara naluriah mirip dengan apa yang terjadi di industri p2p lending. Pada awal kehadiran, strategi banyak perusahaan adalah mengajak sebanyak-banyaknya investor ritel untuk bergabung dan memperkuat jaringannya.

“Kita justru kuatnya juga di ritel [saat awal berdiri]. Institusi biasanya baru explore kalau ritelnya sudah banyak. Jadi mereka memang selalu masuk belakangan, sama seperti saat p2p [lending] dulu.”

Ia tidak merinci lebih jauh klien Bizhare Institusi yang sudah bergabung hingga saat ini, di antaranya ada family office dan perusahaan modal ventura (PMV). PMV ini bergabung karena mereka juga didorong oleh aturan OJK yang mewajibkan mereka untuk meningkatkan porsi penyertaan investasi saham dalam portofolio mereka.

Dalam beleid, PMV wajib memiliki portofolio kegiatan penyertaan saham dan/atau penyertaan melalui pembelian obligasi konversi paling rendah sebesar 15% dari total kegiatan usaha PMV. Belakangan, OJK melihat fenomena beberapa PMV yang lebih fokus pada usaha pembiayaan saja.

“Sementara kebanyakan family offices lebih tertarik dengan obligasi/sukuk karena ditaruh untuk sementara saja. Tapi kalau PMV ada mandat dari OJK untuk penuhi porsi saham, mereka harus comply itu.”

Pencapaian Bizhare

Sejak beroperasi di 2018, diklaim total investasi yang disalurkan melalui mencapai Bizhare mencapai Rp200 miliar untuk 120 penerbit UMKM hingga Oktober 2023. Sekitar 60%-70% dari total investasi ini merupakan penyertaan saham dan sisanya berupa obligasi/sukuk. Lalu, terdapat lebih dari 200 ribu investor ritel terdaftar di Bizhare.

Perusahaan menyediakan beragam investasi, mulai dari bisnis franchise, UMKM, hingga startup melalui penawaran efek saham, obligasi dan sukuk, dengan modal yang terjangkau. Beberapa proyeknya seperti Holycow, Bam Cargo, Sour Sally, Ubeatz, Pempek Farina, Shuka Grill, pendanaan film hingga proyek sukuk dari vendor korporasi swasta, pemda, BUMN/BUMD dan tender kementerian.

Dalam rangka memperluas jangkauan bisnis, perusahaan saat ini sedang mengajukan izin unit layanan pendanaan syariah di OJK. Bila izin tersebut diraih, maka segmentasi bisnis UMKM yang dapat didanai dapat lebih luas, mencakup ekosistem ekonomi syariah itu sendiri.

“Di pasar saham, ketika pasar bergejolak, investor asing banyak yang balik ke negara asalnya. Tapi di Bizhare fondasi dasarnya UMKM, jadi perputaran konsumsinya di lokal juga. Bila konsumsi lokal tinggi, maka makin maju UMKM kita. Untuk itu, Bizhare berupaya jaga inflasi, makanya buat Bizhare Institusi agar harapannya tidak usah takut ekonomi global,” pungkasnya.

Pada 21 November kemarin, perusahaan mengumumkan pendanaan lanjutan dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh Kejora Capital dan SBI Holdings melalui SBI-Kejora Orbit Fund. Diikuti pula beberapa investor sebelumnya, seperti Telkomsel Mitra Inovasi, AngelCentral, dan beberapa investor strategis lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Bizhare Terima Pendanaan Lanjutan Dipimpin Kejora Capital dan SBI Holdings

Startup fintech SCF Bizhare mengumumkan telah mengantongi pendanaan lanjutan yang dipimpin oleh Kejora Capital dan SBI Holdings melalui SBI-Kejora Orbit Fund. Putaran ini juga diikuti beberapa investor sebelumnya, seperti Telkomsel Mitra Inovasi, AngelCentral, dan beberapa investor strategis lainnya.

Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas layanan, mengembangkan teknologi, dan menghadirkan lebih banyak peluang investasi bisnis yang menarik untuk para pengguna.

Sebelumnya perusahaan mengumumkan pendanaan pra-seri A senilai $520 ribu pada Mei 2021. AngelCentral menjadi investor lead dalam putaran tersebut.

Founder dan CEO Bizhare Heinrich Vincent menyampaikan kerja sama strategis antara perusahaan dengan Kejora Capital dan SBI Holdings akan memperkokoh posisi Bizhare sebagai platform investasi bisnis terdepan yang memberikan akses investasi bagi masyarakat secara transparan dan aman.

“Sehingga membantu lebih banyak orang untuk bebas secara finansial,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (21/11).

Regional Partner/Advisor of Kejora Capital dan Direktur SBI-Kejora Orbit Fund Shunichi Keida menambahkan, UMKM merupakan bagian besar dari ekonomi Indonesia, berkontribusi lebih dari 61% terhadap PDB.

“Bizhare berada di garis terdepan untuk menghubungkan sekitar $80 miliar modal likuid dari investor ritel dan high-net-worth-individuals di Indonesia untuk mendukung UMKM dan membawa mereka ke tingkat berikutnya,” imbuhnya.

Bizhare diprakarsai oleh Heinrich Vincent, Giovanni Umboh, dan Gatot Adhi Wibowo pada 2018. Startup tersebut menyediakan akses investasi dan pendanaan yang inklusif bagi masyarakat dari berbagai kalangan melalui layanan urun dana secara gotong royong.

Pilihan investasi yang tersedia, mulai dari bisnis franchise, UMKM, hingga startup melalui penawaran efek saham, obligasi dan sukuk, dengan modal yang terjangkau. Beberapa proyeknya seperti Holycow, Bam Cargo, Sour Sally, Ubeatz, Pempek Farina, Shuka Grill, pendanaan film hingga proyek sukuk dari vendor korporasi swasta, pemda, BUMN/BUMD dan tender kementerian.

Diklaim, perusahaan telah menyalurkan pendanaan sebesar lebih dari Rp200 miliar kepada 130 UMKM, bersama dengan 200 ribu investor yang tergabung di platformnya.

Saat ini, Bizhare telah memperluas segmen pemodal ke kalangan investor institusional dengan meluncurkan fitur Bizhare Institusi. Langkah ini memungkinkan perusahaan swasta, family office, koperasi, modal ventura, yayasan dan entitas keuangan lainnya, untuk dapat berkolaborasi dan berinvestasi ke berbagai bisnis terbaik melalui Bizhare, serta melakukan diversifikasi portofolio investasi ke berbagai jenis industri dan efek penerbit dengan return yang cukup menarik.

Melalui ekspansi ini, Heinrich berharap pihaknya dapat membantu perusahaan/institusi untuk mengembangkan keuangan perusahaan/institusinya secara transparan dan aman, sesuai profil risiko mereka.

Application Information Will Show Up Here

Pemain Baru SCF Ekuid Bidik Industri Kreatif Permudah Raih Modal Usaha

Startup securities crowdfunding (SCF) Ekuid membidik sektor industri kreatif sebagai target pengguna yang ingin mendapatkan pendanaan melalui efek (obligasi) maupun SCF. Perusahaan telah resmi mengantongi izin dari OJK sebagai SCF melalui Surat Keputusan Nomor KEP-11/D.04/2022.

Dihubungi DailySocial.id, Direktur Ekuid Bayu Aji Prakoso menyampaikan alasan pihaknya mengincar sektor kreatif karena dinilai spesial, berpotensi tinggi, serta punya daya tahan yang baik dalam menghadapi berbagai dinamika — terbukti saat pandemi Covid-19. “Kendati memiliki kemampuan untuk bertahan, industri kreatif tetap dituntut untuk terus meningkatkan daya saingnya, sehingga mampu bersaing di era globalisasi,” ucapnya.

Indonesia sendiri memiliki populasi pelaku ekonomi kreatif yang besar dan mampu menghasilkan kekayaan intelektual untuk menjadi nilai tambah dalam memajukan kesejahteraan. Maka dari itu, perusahaan hadir untuk menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif. Tujuannya agar berkontribusi bagi ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing global guna tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Selain itu, Ekuid ingin memberikan dampak positif bagi para pekerja kreatif untuk mendapatkan kesejahteraan bagi mereka layaknya pekerja-pekerja pada sektor/industri lain.”

Dalam menganalisis setiap proposal pendanaan, Bayu mengaku perusahaan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022. Di situ disampaikan bahwa kekayaan intelektual (IP) merupakan salah satu kekayaan bukan benda di Indonesia, sebagai bentuk objek jaminan ke lembaga pembiayaan untuk mendapatkan kredit.

Untuk mitigasi risikonya, Ekuid melakukan sejumlah proses sebelum memberikan pembiayaan berbasis IP, yakni:

  1. Verifikasi dan/atau uji tuntas terhadap usaha ekonomi kreatif;
  2. Verifikasi surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa;
  3. Verifikasi dan akses akun pada DSP (digital store platform) atas Kekayaan Intelektual;
  4. Penilaian Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan.

Tak hanya itu, perusahaan juga terus mempertajam dan memperdalam ekosistem. Hal ini ditandai dengan sejak setahun terakhir, perusahaan berkolaborasi dengan salah satu promotor musik, yakni Pesta Semalam Seminggu (PSM) dan platform online ticketing. Langkah tersebut dilakukan untuk mitigasi risiko dalam mengawasi dan memantau penjualan tiket konser sebagai sumber pengembalian pembiayaan.

Dalam situsnya, terhitung ada 14 proyek pembiayaan yang telah selesai didanai melalui Ekuid. Seluruh proyek tersebut didanai dalam bentuk efek bersifat utang (obligasi). Rinciannya, lima proyek konser musik, satu proyek film nasional, dua proyek klinik kecantikan, satu proyek untuk produksi daur ulang, satu proyek pembiayaan buah dan sayur hidroponik, dua proyek milik media online, dan satu proyek pembiayaan untuk perusahaan VR. Total dananya mencapai Rp7,6 miliar.

Tawarkan investasi yang minim

Berbeda dengan kebanyakan pemain SCF, Ekuid justru menarik investor ritel dengan nominal investasi yang terjangkau, mulai dari Rp100 ribu. Bayu beralasan, langkah ini diambil sebagai edukasi para investor pemula sebelum mengenal lebih jauh produk investasi yang tersedia di Indonesia.

“Yang menjadi masalah di sini adalah masih minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia terkait investasi, khususnya mengenai investasi digital. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus investasi bodong yang memakan banyak sekali korban. [..] Ekuid yang telah berizin dan diawasi oleh OJK, hadir untuk mendukung pemerintah dalam upaya memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama investor pemula.”

Perusahaan juga mendukung program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) sesuai arahan OJK dengan melakukan KYC terhadap investor dan/atau penerbit. Serta, berkolaborasi dengan biro kredit yang telah berizin di OJK sebagai nilai tambah dalam menganalisis kelayakan kredit penerbit.

Ke depannya, pihaknya akan terus mempelajari kebutuhan pasar, mengembangkan produk dan model bisnis yang menghasilkan profit berkelanjutan, sehingga perusahaan tidak mengejar pertumbuhan secepat mungkin. Oleh karena itu, sejauh ini perusahaan belum merencanakan untuk menggalang pendanaan, melainkan fokus pada strategi untuk memastikan masa depan bisnis dan mengamankan kelanjutan usaha.

“Ekuid berharap dapat berperan sebagai fondasi yang telah tertanam dan akan terus menilik peluang ini lebih jauh dan tidak pernah puas dengan sistem yang biasa ada. Semua hal ini dilakukan pastinya dengan harapan pelaku ekonomi kreatif yang juga sebagai pemilik kekayaan intelektual dapat membuka lapangan pekerjaan lebih banyak dan berkontribusi lebih luas lagi terhadap pendapatan negara dari sektor ekonomi kreatif,” pungkas Bayu.

OJK Mulai Tekankan Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan UMKM

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) terus mendorong pembiayaan bagi pelaku UMKM melalui instrumen di pasar modal dengan memanfaatkan securities crowdfunding (SCF) sebagai alternatif pendanaan.

“OJK berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan UMKM melalui berbagai regulasi dan kebijakan di sektor keuangan. Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan OJK adalah melalui percepatan perluasan akses keuangan UMKM di sektor Pasar Modal melalui pemanfaatan Layanan Urun Dana atau securities crowdfunding,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam keterangan resmi.

Menurutnya, SCF dapat menjadi solusi alternatif tepat bagi para pelaku usaha yang membutuhkan permodalan, khususnya bagi UMKM yang belum bankable karena keterbatasan akses, sehingga dapat memanfaatkan layanan ini melalui pemanfaatan platform digital. Selain pendanaan, SCF merupakan alternatif platform investasi bagi investor ritel, termasuk mereka yang berdomisili di lokasi UMKM sebagai bentuk kontribusi pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.

Berdasarkan data OJK hingga 31 Agustus 2023, terdapat 16 penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK. Kemudian ada 439 penerbit yang sudah mencari alternatif pendanaan di dalamnya dan didanai oleh 159.408 pemodal. Total dana yang dihimpun mencapai Rp951,2 miliar.

Selang satu pekan setelahnya per 6 September 2023, Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (Aludi) mengungkap kinerja industri SCF tembus ke angka Rp1 triliun penyaluran. Dengan jumlah pemodal sebanyak 160.368 investor dan 481 penerbit.

Inarno menjelaskan, pesatnya pertumbuhan jumlah investor ritel ini berdampak positif bagi pasar modal di Indonesia. Selain dapat memberikan stabilitas dan
likuiditas, juga dapat menjadi “shock absorber” yang meredam gejolak dan fluktuasi harga saham di saat investor asing memilih untuk menarik dana ke
luar negeri dari pasar modal Indonesia.

Untuk itu, regulator akan menyiapkan regulasi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan investor, di antaranya penerapan klasifikasi Manajer Investasi melalui penyempurnaan regulasi terkait perizinan Manajer Investasi dan penyusunan regulasi terkait ranking dan rating reksa dana, serta perubahan peraturan Dana Perlindungan Pemodal untuk mencakup Efek Reksa Dana dan layanan urun dana (SCF).

Berikut daftar perusahaan SCF di Indonesia:

Nama perusahaan Situs Fokus bisnis
PT Angel Investor Indonesia https://aindo.co.id/ UMKM, SOHO, startup
PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) https://www.bizhare.id/ UMKM, waralaba, startup
PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana) https://crowddana.id/ Waralaba, properti
PT Dana Aguna Nusantara (Danamart) https://danamart.id/ ESG-based
PT Dana Saham Bersama (Danasaham) https://danasaham.co.id/ UMKM, trading
PT Likuid Jaya Pratama (Equid) https://eku.id/ Waralaba, industri kreatif, agrikultur
PT Fintek Andalan Solusi Teknologi (Fulusme) https://www.fulusme.id/ UMKM, manufaktur, telekomunikasi
PT Dana Investasi Bersama (Fundex) https://fundex.id/ Properti, waralaba, kuliner, IT, industri kreatif
PT Numex Teknologi Indonesia (LandX kini ICX) https://icx.id/ Produk consumer, edukasi,
PT LBS Urun Dana https://www.lbs.id/ Berbasis syariah
PT Santara Daya Inspiratama (Santara) https://santara.co.id/ Manufaktur, jasa, ritel, peternakan
PT Shafiq Digital Indonesia (Shafiq) https://www.shafiq.id/ Berbasis syariah, manufaktur, IT, fesyen, properti
PT Dana Rintis Indonesia (Udana) https://udana.id/ Kuliner, UMKM
PT Urun Bangun Negeri (Urunri) https://urun-ri.id/ Riset medis, pangan, telekomunikasi, ekspor-impor, energi terbarukan, UMKM
PT Halalvestor Global Asia (Vestora) https://vestora.id/ Berbasis syariah, impact investing
PT Amantra Investama Indodana (Visiku) https://visiku.co.id/ UMKM, jasa

Startup Fintech SCF Danamart Incar Influencer dan Sektor Kreatif

Startup fintech securities crowdfunding (SCF) Danamart mengungkapkan siap melirik pembiayaan influencer dan sektor ekonomi kreatif lainnya. Sektor ini dinilai prospektif karena tergolong sulit memperoleh akses pendanaan dari lembaga keuangan formal, walau secara potensi bisnis bernilai jumbo.

“Kami akan segera MoU dengan GetCraft untuk mulai mendanai influencer yang ada di bawah mereka,” ucap Founder dan CEO Danamart Patrick Gunadi saat media gathering di Jakarta, pekan lalu (27/7).

Sesuai dengan aturan yang berlaku di OJK, semua penyaluran pembiayaan di SCF harus berbadan hukum. Sementara, mayoritas influencer masih berbentuk usaha perorangan. Oleh karenanya, sebelum memperoleh pendanaan mereka akan diarahkan untuk membentuk badan usaha.

Langkah tersebut akan dilakukan melalui anak usaha Danamart, Omah Biznis, yang berfokus pada peningkatan literasi bisnis lewat program-program edukasi bersama lembaga pendidikan.

Latar belakang pendirian Omah Biznis (sebelumnya bernama Danamart Academy) ini lantaran pendanaan merupakan kebutuhan dasar untuk keberlangsungan usaha. Namun, dapat menjadi sangat sulit untuk dijangkau tanpa adanya pemahaman yang baik bagi pengusaha. Mereka akan sulit meyakinkan potensi bisnisnya pada investor.

“Kita gaet influencer ini dari awal untuk bangun entitas, dorong mereka sejak awal punya landasan bisnis yang proper,” tambahnya.

Fokus pada bisnis ESG

Penambahan sektor pendanaan ini selaras dengan fokus Danamart yang memfokuskan diri sebagai SCF yang mengusung konsep ESG (Environmental, Social, Governance). Prinsip ESG ini menjadi salah satu tolak ukur penilaian manajemen risiko terhadap UKM sebelum menerbitkan efek di Danamart. Bahkan ada insentif yang lebih besar diberikan untuk bisnis yang menjalankan prinsip ESG ini.

Menurut Patrick, ESG memiliki potensi yang besar walau saat ini masih niche. Optimisme tersebut muncul karena belakangan perusahaan global mulai mengambil inisiatif ESG dalam berbagai aksi mereka. Diharapkan ke depannya dapat menciptakan efek bola salju.

“Kami concern pada konsep ini karena dalam beberapa dekade terakhir suhu meningkat jadi semakin panas lautnya, kalau lautan hangat itu bisa jadi bencana. Dan kita sebagai negara tropis yang paling berdampak. Jadi kami tidak mau berpartisipasi dalam bisnis yang merusak lingkungan.”

Danamart memiliki dua opsi untuk investor dan perusahaan yang mencari pendanaan (issuer), yakni Equity Financing (khusus startup) dan Debt Financing (untuk UMKM) yang berbasis penerbitan surat utang (obligasi).

Tidak hanya itu, penerbit dapat memilih efek yang tepat untuk mendapatkan modal dengan keleluasaan pengembangan perusahaan sesuai ketentuan dari efek yang dipilih. Proses penggalangan modal dan pembiayaan dilakukan secara online atau daring dengan keringanan syarat terkait jaminan, nilai aset, serta akses permodalan tercatat pada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Danamart hanya mengenakan platform fee 6% kepada issuer dengan plafon pendanaan sampai dengan Rp10 miliar. “Kami selalu melihat dari stage perusahaan, mereka ada di fase mana. Juga melihat debt dari rasio likuiditas, seberapa kuat sebuah perusahaan untuk bisa bayar bunga dalam jangka pendek. Cara berpikirnya sama dengan investor VC kebanyakan.”

Sementara itu, para investor dapat memilih sesuai dengan profil risiko masing-masing. Disebutkan imbal hasil yang ditawarkan Danamart mencapai 18% per tahun dengan minimum investasi yang terjangku sebesar Rp100 ribu. Diklaim Danamart telah memiliki 1.000 investor yang bergabung sejak pertama kali peroleh izin operasional dari OJK pada Februari 2023.

Mayoritas dari investor tersebut berasal dari kalangan ritel, baru satu investor institusi yang sudah bergabung. Investasi di Danamart bisa mulai dari Rp100 ribu sampai Rp300 juta. Tapi average investasi yang diberikan per investornya sekitar Rp50 juta.

“Kami butuh investor ritel karena butuh crowd wisdom, apakah proyeknya real buat validasi. Sementara investor institusi itu untuk liquidity provider. Kami menginginkan agar investor ritel kami bisa lebih mass lagi, bisa naik sampai dua kali lipat.”

Adapun untuk jumlah bisnis yang telah menerbitkan efek melalui Danamart mencapai empat perusahaan. Proyek yang didanai, di antaranya penyediaan tempat tinggal dan kelayakan tempat kerja. Keseluruhan proyek ini menerbitkan surat utang obligasi. Terdapat 10 pengajuan yang tengah diproses perusahaan. Patrick mengungkapkan pada tahun ini ditargetkan dapat menerbitkan 50 efek perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Startup SCF Shafiq Catat Pendanaan Sukuk Lebih Diminati Investor

Startup fintech securities crowdfunding (SCF) Shafiq memprediksi pendanaan efek bersifat utang/sukuk (EBUS) bakal lebih diminati ke depannya. Produk tersebut dinilai lebih menawarkan kenyamanan dari sisi investor karena ada jangka waktu yang bakal dikembalikan usaha kepada mereka.

“Investor lebih merasa nyaman untuk investasi di instrumen yang memiliki jangka waktu. Dan tren lainnya adalah investor juga mulai tertarik untuk berinvestasi di instrumen syariah, terlihat di tahun 2022 produk crowdfunding syariah unggul dibandingkan dengan konvensional,” ucap Co-founder dan CEO Shafiq Kevin Syahrizal kepada DailySocial.id.

Menurut hasil kinerja hingga Oktober 2022, tercatat perusahaan telah menerbitkan 48 penawaran sukuk dan satu penawaran saham. Sebanyak 25 bisnis sudah di-screening perusahaan, adapun total dananya sebesar Rp100 miliar. Angka ini sesuai dengan target yang dicanangkan pada awal tahun.

Sebanyak empat dari 48 penawaran memenuhi standar Sustainable Development Goals (SDG). Satu-satunya penawaran saham di Shafiq juga berhasil memenuhi standar SDG. Perusahaan pun ingin memastikan dapat mencetak lebih banyak standar SDG ke depannya.

“Kami menjadikan pencapaian Rp100 miliar ini sebagai pemacu agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi penerbit seta pemodal. Berbagai masukan serta saran akan menjadi “bahan bakar” untuk Shafiq supaya terus berkembang,” tambahnya.

Atas pencapaiannya tersebut, Kevin optimistis bahwa prospek SCF di Indonesia masih akan didominasi oleh produk EBUS. Menurutnya, produk saham bisa kembali bergairah jika pasar sekunder dapat diadakan lebih rutin lagi, tidak hanya enam bulan sekali. Apabila para penyelenggara SCF yang berizin semakin bertambah, otomatis animo dari para investor untuk bisa berinvestasi di SCF terus meningkat.

Shafiq yang baru resmi beroperasi pada Agustus tahun lalu, saat ini belum menyediakan pasar sekunder. Kevin bilang, saat ini diskusinya masih dalam tahap umum, mengingat pasar sekunder baru dibuka pada kuartal III 2023 mendatang.

“Mayoritas portofolio produk Shafiq adalah sukuk, sedangkan saham saat ini baru satu. Tapi yang bisa kami sampaikan adalah pasar sekunder yang akan dibuat tentu akan mengikuti mekanisme seperti di pasar yang ada di bursa.”

Berdasarkan aturan POJK 57, pasar sekunder dapat menjadi ajang pertukaran saham, investor bisa menjualbelikan saham miliknya. Sebaliknya, menjadi kesempatan kedua bagi investor yang dulu tidak sempat membeli saham tersebut di pasar perdana. Pasar Sekunder hanya dapat dilakukan dua kali dalam setahun.

Didominasi pemodal usia muda

Temuan menarik lainnya yang dibagikan adalah demografi investor Shafiq yang datang dari generasi muda. Diperkirakan menjamurnya tren gelombang “hijrah” dan menginginkan platform investasi syariah yang tidak hanya menjadikannya sebagai jargon semata, namun benar-benar menerapkan syariah sebagai faktor utama dalam bisnis, jadi faktor pemicu di baliknya. Meski tidak dirinci, diklaim Shafiq memiliki ribuan pemodal yang datang dari kalangan tersebut.

“Shafiq menjawab keresahan dan kebutuhan tersebut dengan menghadirkan platform alternatif investasi syariah berupa SCF syariah pertama yang berizin dan diawasi oleh OJK serta DSN-MUI. Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk memberikan solusi investasi yang memiliki kredibilitas dari sisi business dan technology.”

Untuk permudah akses Shafiq, perusahaan berencana untuk merilis aplikasi Shafiq. Lantaran, sebanyak 95% pengguna mengakses Shafiq melalui perangkat gawai pintarnya. Sementara ini pihaknya masih mengembangkan PWA (Progressive Web App) yang rencananya dapat digunakan pada akhir tahun ini.

“Rencana aplikasi akan dikembangkan dan bisa mulai digunakan paling lambat di kuartal II 2023. Shafiq ingin menjawab permintaan para pengguna dengan menghadirkan aplikasi yang memiliki user experience yang baik serta memberi kepuasan sehingga pengalaman berinvestasi menjadi luar biasa.”

Pihaknya pun berkomitmen untuk menghadirkan para penerbit terbaik, melalui proses uji tuntas yang ketat agar para pemodal bisa merasakan keuntungan dari investasi syariah yang lebih aman dan amanah. Para penerbit bisa menjalankan proyeknya tanpa ada pelanggaran syariat dengan pendanaan melalui Shafiq.

Rencana penggalangan dana juga sedang direncanakan. Kevin bilang, saat ini pihaknya sudah mulai berdiskusi dengan beberapa calon investor strategis. Harapannya kesepakatan ini bisa selesai paling lambat pada kuartal I 2023 mendatang.

Berdasarkan data OJK, total dana terhimpun pada layanan crowdfunding per 19 Agustus 2022 mencapai Rp567,45 miliar. Dana tersebut dimanfaatkan oleh 266 UMKM dengan jumlah pemodal mencapai 120.422. Bila dirinci, pendanaan tersebut terdiri atas, 238 penerbitan saham UMKM konvensional, 4 penerbitan saham UMKM berbasis syariah, 3 obligasi UMKM, dan 57 sukuk UMKM.

“Dari data industri, total penggalangan dana dari penerbitan saham hampir Rp600 miliar, sementara khusus EBUS totalnya hampir Rp100 miliar. Jauh lebih besar dari capaian sepanjang tahun lalu. Jadi kalau dilihat tren tahun ini, ternyata penerbitan sukuk dianggap menarik oleh UMKM, mencerminkan banyak yang berminat meraup permodalan dengan akad syariah,” ucap Wakil Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) Heinrich Vincent seperti dikutip dari Bisnis.com.

Lebih lanjut, jumlah penyelenggara SCF telah mencapai 11 perusahaan, naik dari tahun lalu yang hanya 7 perusahaan. Dibandingkan capaian di tahu lalu, industri crowdfunding telah membantu menerbitkan saham 193 UKM senilai Rp412 miliar, mempertemukan mereka dengan 93.733 pemodal aktif.

Shafiq dan Optimismenya Tawarkan UMKM Alternatif Pendanaan SCF dengan Bendera Syariah

Lama berkecimpung di dunia finansial, Kevin Syahrizal menyadari bahwa selama ini praktik pembiayaan usaha di lapangan banyak yang tidak sesuai dengan yang ia pelajari dari fatwa yang disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Diterbitkannya POJK 57 Tahun 2020 tentang kegiatan securities crowdfunding (SCF), menginisiasi dirinya untuk merintis Shafiq pada 2021.

Landasan dari POJK ini memantapkan dirinya bahwa produk pendanaan SCF bisa menjadi alternatif dan solusi bagi para pelaku usaha yang membutuhkan pendanaan atau pihak yang memiliki dana lebih untuk bekerja sama tanpa melanggar syariat. Tak hanya Kevin, ia dibantu oleh dua teman kuliahnya, yakni Gema Megantara (teknologi) dan Muhammad Syafii Antonio (syariah). Perpaduan disiplin yang beragam diwakili oleh ketiga co-founder ini melengkapi kehadiran Shafiq.

Shafiq sendiri adalah pemain SCF syariah pertama yang telah berizin OJK dan diawasi DSN-MUI pada Agustus 2021. Per Juni 2022, OJK memberikan izin operasi kepada 10 perusahaan SCF, salah satunya adalah Shafiq (PT Shafiq Digital Indonesia).

Secara garis besar, Shafiq selaku penyelenggara melakukan beberapa tahapan mitigasi sebelum penerbit dapat melakukan penawaran. Yakni, aspek kepatuhan syariah dan aspek bisnis. Pada bagian pertama, mengacu pada fatwa DSN No. 40 Tentang Pasar Modal, maka kriteria syariah bagi penerbit saham syariah juga berlaku bagi penerbit sukuk syariah.

Di antaranya, kegiatan usaha tidak boleh bergerak di perjudian, lembaga keuangan konvensional (ribawi), produsen, distributor dan pedagang makanan-minuman atau jasa yang haram/mudarat, dan melakukan investasi pada penerbit yang saat transaksi berhutang pada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.

Adapun untuk aspek bisnis, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi. Yakni, profitable, accountable, sustainable, dan valuation.

Diferensiasi lainnya

Shafiq

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder & CEO Shafiq Kevin Syahrizal menjelaskan, di bawah bendera syariah terdapat sejumlah pembeda dibandingkan pemain konvensional. Dalam menangani proses uji tuntas, Shafiq memiliki Risk Acceptance Criteria (RAC) yang konsepnya sama dengan perbankan atau lembaga pembiayaan pada umumnya, sehingga dapat memitigasi terkait bisnis yang akan di-listing-kan. Namun yang berbeda, terletak dari sisi kecepatan dalam memroses pengajuan pendanaannya.

“Shafiq memiliki skema terkait dengan proses kepatuhan syariah dari suatu bisnis dan ditangani oleh unit tersendiri yang harapannya lebih independen, namun tidak menambah waktu proses due deligence karena tetap bersinergi dengan unit bisnis, sehingga ketika diminta opini dari DPS untuk menetapkan suatu produk/efek akan lebih singkat,” ujar Kevin.

Selain itu, perusahaan menerapkan kebijakan zero telorance terhadap utang/piutang dari bank konvensional atas bisnis yang ditawarkan. Kebijakan ini, menurut Kevin, jauh lebih ketat dibandingkan dengan kriteria yang ada di Daftar Efek Syariah (DES) OJK yang masih membolehkan adanya uutang/piutang dari bank konvensional.

Di samping itu, dari sisi operasional bisnis, bagi penerbit (pelaku usaha) tidak akan dibebankan denda saat membatalkan proses pendanaan yang sudah di-listing di platform dan proses pengajuan pendanaan setelah dokumen komplit hingga dana diterima maksimal 10 hari kerja.

“Sementara untuk pemodal (investor), tidak dikenakan biaya apapun dari Shafiq dan akan mendapatkan Monthly Investor Market Watch, informasi terkait hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk para pemodal dalam melakukan kegiatan investasi ataupun hal yang berkaitan dengannya.”

Tidak dijelaskan secara rinci segmen UMKM yang disasar oleh Shafiq. Namun dalam portofolionya, sejauh ini pendanaan yang telah sukses disalurkan bergerak di usaha telekomunikasi, rantai pasok, manufaktur, dan rumah sakit.

Kinerja Shafiq

Kevin melanjutkan, dalam rangka edukasi pasar, tiap pekannya perusahaan mengadakan kegiatan yang melibatkan influencer, komunitas, ustaz, serta praktisi bisnis. Tujuannya agar masyarakat paham bahwa investasi syariah adalah adil, dalam artian tidak ada satu pihak yang pasti akan untung dan pihak lainnya rugi. “Selama tidak ada wanprestasi, keuntungan ataupun kerugian dari suatu kerja sama akan ditanggung bersama-sama.”

Per Juli 2022, perusahaan telah membantu menyalurkan pendanaan sebesar Rp56 miliar dalam bentuk efek sukuk dan saham. Ditargetkan dana penyaluran sebesar Rp100 miliar dapat tersalurkan hingga akhir tahun ini. “Untuk pipeline berikutnya akan ada sekitar tujuh penerbit/perusahaan baru yang akan menerbitkan 15 efek syariah, diharapkan target yang telah ditetapkan dapat tercapai.”

Dalam sembilan bulan operasionalnya, Kevin mengakui sejauh ini perusahaan masih mengandalkan dana sendiri (bootstrapping). Namun, pihaknya terbuka untuk mendapatkan pendanaan dari pihak eksternal yang punya kesamaan visi memajukan industri keuangan syariah.

“Mengingat aktivitas operasional baru berjalan 9 bulan, dengan adanya tambahan dana, harapannya akan segera didapat product market fit untuk mencapai tujuan tersebut,” pungkasnya.

Dalam data OJK, dari 10 perusahaan SCF yang telah mendapat izin operasional, berhasil menghimpun Rp507,20 miliar sejak awal tahun hingga 3 Juni 2022. Angka itu meningkat 22,75% dari total dana yang dihimpun sepanjang 2021.

Jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF juga mengalami pertumbuhan sebesar 89,60% secara (year-to-date/ytd) menjadi 237 penerbit. Sementara itu, total pemodal yang berinvestasi di SCF tercatat sebanyak 111.351 investor sepanjang tahun ini.

Udana Permudah UMKM Raih Pendanaan dari Jalur Crowdfunding

Alternatif pendanaan untuk UMKM kini terus bertambah dengan kehadiran Udana. Startup securities crowdfunding (SCF) ini berambisi menjadi platform urun dana yang paling dipercaya di Indonesia karena mengusung transparansi penuh dari proses mitigasi hingga listing, sehingga dapat memberikan rasa kepercayaan bagi para investor.

Udana didirikan oleh Eric Wicaksono dan saat ini telah mengantongi izin usaha dari OJK dengan badan hukum PT Dana Rintis Indonesia. Perusahaan disebutkan telah memperoleh pendanaan ekuitas dengan nominal dan investor yang dirahasiakan.

Kepada DailySocial.id, Eric menuturkan ambisinya merintis Udana tak lain karena terbatasnya akses pendanaan bagi UMKM yang terus menjadi isu. Kondisi tersebut berdampak pada sulitnya para pemilik usaha saat ingin mengembangkan bisnisnya ke tahap lanjutan. Karenanya, hanya sedikit UMKM yang bisa naik kelas. Di sisi lain, minat investasi masyarakat sedang meningkat sepanjang pandemi. Masyarakat pun giat mencari alternatif instrumen untuk memperoleh pendapatan pasif melalui jalur investasi.

“Udana hadir untuk memberikan alternatif atau cara baru berinvestasi yang memberi lebih banyak pilihan dan kebebasan bagi pemodal. Kami juga turut hadir sebagai solusi meningkatkan pertumbuhan bisnis UMKM dengan mempertemukan para pebisnis dengan gagasan yang inovatif dengan calon pemodal potensial,” katanya.

Tidak dirinci secara spesifik jenis UMKM yang disasar oleh Udana. Ia hanya menuturkan, diferensiasi yang ditawarkan Udana dibandingkan pemain sejenisnya adalah pihaknya melakukan proses validasi dan kurasi yang ketat sebelum sebuah UMKM listing melalui platformnya. Ditambah, platformnya terbuka terhadap data kinerja bisnis yang dapat dipantau oleh pemodal setiap saat, termasuk saat pembagian dividen dari hasil yang akan mereka dapatkan.

Eric melanjutkan, Udana juga memberikan benefit khusus yang diberikan untuk pebisnis UMKM dan pemodal. Untuk pebisnis, mereka akan mendapat pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan bisnisnya dan akan terus dipantau secara berkala agar dapat meningkatkan kinerja usahanya. Sementara, bagi pemodal akan mendapatkan benefit, seperti membership dan lainnya yang dapat dinikmati dari masing-masing bisnis yang mereka danai.

“Udana ingin memberikan rasa sense of belonging yang membuat pemodal dapat merasakan secara langsung pertumbuhan dari bisnis yang diinvestasikan dan pastinya masih banyak kejutan-kejutan lainnya apabila menjadi salah satu pemodal di Udana.”

Proses kurasi

Dalam proses kurasi dan valuasi bisnis, perusahaan melakukan semua tahapannya dengan ketat, selayaknya yang diterapkan oleh perusahaan modal ventura, tapi dengan sedikit penyesuaian karena objek yang dikurasi adalah UMKM. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim analis bisnis Udana yang akan melakukan uji tuntas secara ketat (in-depth due diligence) dari aspek bisnis, legal, dan finansial dalam proses pemilihan bisnis.

Setelah bisnis berhasil listing, tim akan memantau perkembangan bisnisnya dan siap membantu pebisnis apabila terjadi penurunan performa atau membutuhkan bantuan lainnya. “Hal ini bertujuan untuk memberikan instrumen investasi yang berkualitas dan berpotensi untuk dapat dikembangkan.”

Diklaim saat ini ada enam penerbit sedang dalam tahap akhir kurasi di Udana yang mayoritas bergerak di industri kuliner. Harapannya pada akhir kuartal kedua seluruh UMKM tersebut ini dapat segera menggelar penggalangan dana. Adapun, untuk target sepanjang tahun ini bidik pendanaan untuk 20 UMKM senilai Rp40 miliar.

Industri urun dana, sambungnya, masih dalam tahap awal di Indonesia, sehingga kondisi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh ekosistem. Oleh karenanya, perusahaan bekerja sama dengan ekosistem untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat terkait risiko investasi yang dapat muncul ketika menaruh dananya di instrumen urun dana, kelebihan, dan kekurangannya. Terlebih, langkah tersebut selaras dengan ambisi Udana yang ingin memosisikan dirinya sebagai platform yang paling dipercaya.

“Harapannya pemodal memiliki pengetahuan dan mengetahui risiko sebelum memutuskan untuk berinvestasi di crowdfunding. Udana memiliki tujuan yang positif, yaitu ingin bersama-sama membangun ekosistem crowdfunding di Indonesia agar dapat menjadi salah satu motor penggerak perekonomian di Indonesia,” pungkasnya.

Secara industri, OJK mencatat sepanjang 2021, terdapat tujuh platform yang memperoleh izin usaha. Jumlah ini meningkat 75% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya tercatat sebanyak empat Penyelenggara. Pada periode yang sama, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang berhasil menghimpun dana melalui SCF juga meningkat 48,84% dari sebelumnya 129 perusahaan menjadi 192 perusahaan di 2021.

Dari sisi Pemodal SCF juga mengalami peningkatan yang signifikan, yakni sebesar 319,56% dari sebelumnya 22.341 pemodal menjadi 93.733 pemodal di 2021. Total dana yang dihimpun juga meningkat sebesar 115,48% dari Rp191,2 miliar menjadi Rp412 miliar.

Edtech Startup Dibimbing Seeks Fresh Funding Through FundEx SCF Platform

Edtech startups Dibimbing seeks fresh funding through stock securities issuance at FundEx, a securities crowdfunding startup. Dibimbing aiming for IDR 1.2 billion funding with 45 days offer period. There are 2.4 million total shares issued or the equivalent of 5% with a Rp500 price per share.

Dibimbing was founded in November 2020 by three young alumni of the University of Indonesia, Zaky Muhammad Syah, Alim Anggono, and Wildan Gunawan. The company focuses on helping users improve the abilities and skills required in the working industry. The educational programs provided are data science, digital marketing & UI/UX, business intelligent & SEO.

Indonesian digital industry’s rapid growth is faced with a major issue, the demand and availability of digital talent. World Bank’s data shows that Indonesia requires around nine million digital talents in 15 years or around 600 thousand people per year in average. If you rely only on the conventional education system, it will not meet the pace of the current industry.

As a solution to this gap, Dibimbing was developed as an edtech platform that provides digital skills learning, career preparation, and job distribution for Indonesian digital talents.

“Dibimbing has a vision to deliver unlimited digital talent as we want to help people find jobs easily and also provide them access to low-cost learning. Therefore, we need funding to scale up our product, and we need a partner to help spread the impactful work of Dibimbing for our customers,” Dibimbing’s CEO, Zaky Muhammad Syah said in an official statement.

The company’s business growth shows an upward trend. Its early days’ turnover rate was only IDR 2 million, then slowly increased to IDR 4.49 billion by the end of last year. The company has reached the BEP and make profit in the second quarter of 2021. There are 912 people who already graduated, mentored by 147 experts registeres in Dibimbing.

In the company’s prospectus, Dibimbing offers a number of benefits for its investors. In addition to capital gains, investors also get a special bonus in the form of a free investment class worth of IDR 1 million for each person.

Around 80% of the funds raised by Dibimbing will be used to improve the quality of technology-oriented products, including the use of AI to provide a better experience for its users. The remaining 20% ​​will be used to recruit the best marketing team to acquire more users

Mitigation process with FundEx

Dibimbing is the second company to raise funds through a startup pioneered by Agung Wibowo. Dibimbing’s shares are available to purchase through FundEx starting from Rp500 thousand, it will be affordable for many people.

In a separate interview with DailySocial.id, Agung explained that the company held a quite strict mitigation process with Dibimbing’s funding, from the beginning of the registration/pre-funding process to funding. Also, FundEx has been socializing the decision to issue debt or stock-based securities.

“We socialized the differences and consequences of the two securities products on the SCF platform, therefore, prospective issuers can choose securities that suit the company’s needs and strategic plans.”

He further explained, in the initial phase, prospective publishers are required to carry out an e-KYC process to ensure that the company/prospective issuer is a legal entity,” he said. After e-KYC is complete, we move on to the next stage, the process of signing an agreement between the prospective issuer and FundEx, either electronically or manually.

The goal is to ensure that if there are further obstacles to various parties in the process of offering securities to potential investors is a legal and binding agreement. Furthermore, the due diligence. Prospective publishers will be analyzed in terms of their performance, business prospects, and business risk profile.

This stage is also carried out transparently and can be monitored with prospective publishers through the FundEx platform, e-mail, or other communication media. “Every prospective issuer that passes the due diligence test and launches its securities offering on FundEx, potential investors can get a prospectus and can start funding the issuance of these securities.”

Agung continued, “Prospective investors’ funds do not go directly to the prospective issuer’s account, but are kept in an escrow account. It will only be transferred to the checking account of the prospective issuer if the crowdfunding target for the securities issued has been met. And if the funding target is not achieved, the funds from potential investors will be returned, and the securities offering will be null and void.”

FundEx targets to provide alternative funding platforms for 30 companies by the end of this year. Meanwhile, conducting intensive education through various activities on various online and offline platforms. This step is important to align the public’s understanding of the investment variants with different levels of risk.

Based on data compiled by OJK as of December 2021, the total fundraising through the SCF platform reached Rp412 billion, an increase of 115.48% compared to the same period in the previous year of Rp191.2 billion. Likewise, the number of investors in 2020 was 22,341 people, an increase of 319.56% to 93,733 in 2021.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian