Nissan Serena Terbaru Dibekali ProPILOT, Sistem Kemudi Otomatis untuk Jalan Tol

Tesla punya Autopilot, Nissan punya ProPILOT. Keduanya sama-sama sistem kemudi otomatis, meski punya Tesla terkesan lebih canggih sejauh ini. Pun demikian, upaya yang dilakukan Nissan dalam mengomersialkan sistem kemudi otomatis secara perlahan patut mendapat perhatian.

Nissan dengan tegas menjelaskan bahwa ProPILOT hanya untuk digunakan di jalan tol dan di satu jalur saja – paling tidak untuk sekarang – berbeda dari Tesla Autopilot yang sudah bisa berpindah jalur. Namun selama berada di satu jalur tersebut, ProPILOT akan mengendalikan semua aspek kemudi, mulai dari setir, gas dan rem.

ProPILOT pada dasarnya bisa dianggap sebagai cruise control versi lebih canggih. Sistem ini akan bermanfaat dalam skenario dimana jarak yang bakal ditempuh cukup jauh atau kondisi tol sedang macet parah; daripada dibuat frustasi oleh macet, serahkan saja tugasnya kepada ProPILOT.

Nissan ProPILOT akan sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan jalan tol yang macet / Nissan
Nissan ProPILOT akan sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan jalan tol yang macet / Nissan

Sebuah kamera 360 derajat beserta sistem racikan Mobileye dipercaya menjadi bekal ProPILOT dalam mempertahankan mobil di suatu jalur sekaligus jarak moncong dengan mobil depannya selagi melaju dalam kecepatan yang konstan – pengemudi bisa menentukan kecepatannya, antara 30 – 100 km/jam.

Ketika mobil di depan berhenti, ProPILOT juga akan ikut berhenti. Rem akan terus aktif meski pengemudi sedang tidak menginjakkan kakinya di pedal rem. Untuk melanjutkan perjalanan dan mengaktifkan ProPILOT kembali, pengemudi bisa menginjak pedal gas sedikit atau menekan tombol pada setir.

Sistem Nissan ProPILOT ini bakal menjalani debutnya bersama MPV premium Nissan Serena versi terbaru yang akan meluncur mulai bulan Agustus mendatang. Ke depannya, ProPILOT akan siap menghadapi multi-jalur pada tahun 2018, dan mengatasi perempatan di perkotaan pada tahun 2020.

Sumber: TechCrunch dan Nissan.

Minibus Elektrik Ini Padukan Teknologi Kemudi Otomatis dan Kecerdasan Buatan

Di saat pabrikan otomotif tengah berlomba-lomba mengembangkan teknologi elektrik dan kemudi otomatis, sebuah minibus bernama Olli sudah mulai melintasi jalanan-jalanan umum di Washington D.C. dengan sendirinya dan tanpa menghasilkan emisi karbon. Tak hanya itu, Olli juga siap bercengkarama dengan para penumpangnya seramah mungkin.

Olli dirancang dan dibuat oleh pabrikan bernama Local Motors. Bagi yang tidak tahu, Local Motors sempat menjadi buah bibir dua tahun yang lalu ketika mereka memperkenalkan mobil 3D printed pertama di dunia. Sama halnya dengan Olli, sebelum dirakit komponen-komponennya dibuat menggunakan 3D printer.

Kabin Olli sanggup mengakomodasi hingga 12 penumpang. Sistem kemudi otomatisnya dirancang sendiri oleh Local Motors, tapi di saat yang sama mereka juga menyematkan sistem kecerdasan buatan (AI) IBM Watson, membuatnya mampu berinteraksi dengan penumpang secara alami layaknya seorang sopir sebenarnya.

Kabin Olli bisa diisi oleh 12 penumpang sekaligus / Local Motors
Kabin Olli bisa diisi oleh 12 penumpang sekaligus / Local Motors

Berkat Watson, Olli dapat memahami pertanyaan maupun permintaan penumpang yang disampaikan dalam bahasa sehari-hari, seperti misalnya ketika penumpang hendak diantar ke lokasi tertentu, atau ketika penumpang menanyakan tentang cara kerja Olli – mengingat Watson dapat mengakses data yang dikumpulkan oleh sekitar 30 sensor eksternal Olli.

Kehadiran Watson juga memungkinkan Olli untuk merangkap tugas sebagai pemandu wisata, menyampaikan rekomendasi restoran-restoran populer maupun situs-situs bersejarah berdasarkan selera masing-masing penumpang. Sopir dengan bakat pemandu wisata, sebuah perpaduan yang cukup langka sekarang ini.

Dalam beberapa bulan ke depan, Olli akan diuji di jalanan umum Washington D.C. sebelum dibawa ke Miami dan Las Vegas pada akhir tahun. Local Motors juga memiliki visi untuk menghadirkan Olli di luar Amerika Serikat dengan cara membangun pabrik-pabrik kecil di berbagai kawasan yang dapat mencetak dan merakit satu unit Olli dalam waktu 10 jam saja.

Sumber: Engadget dan IBM. Sumber gambar: Olli.

Mobil Konsep Mini Vision Next 100 Gambarkan Tren Car Sharing di Masa Depan

Lewat BMW Vision Next 100 dan Rolls-Royce 103EX, pabrikan asal Jerman tersebut ingin memberikan gambaran kepada kita mengenai masa depan dunia otomotif. Akan tetapi dua mobil konsep itu rupanya masih belum cukup, mereka turut mengungkap konsep lain di bawah bendera Mini, dengan visi yang lebih spesifik.

Dijuluki Mini Vision Next 100, mobil konsep ini secara khusus dirancang untuk menggambarkan tren car sharing di masa yang akan datang. Car sharing yang dimaksud tidak melulu yang berbasis aplikasi, tetapi juga berlaku dalam suatu rumah tangga dimana anggota keluarga menggunakan satu mobil secara bergantian.

Menurut Mini, pengalaman car sharing di masa depan harus bisa memenuhi selera pengguna tanpa terkecuali. Untuk itu, bagian eksterior Mini Vision Next 100 diperlakukan sebagai sebuah kanvas digital yang dapat berganti rupa sesuai kebutuhan dan secara otomatis.

Sasis Mini Vision Next 100 merupakan kanvas digital yang bisa memproyeksikan konten sesuai kebutuhan / BMW Group
Sasis Mini Vision Next 100 merupakan kanvas digital yang bisa memproyeksikan konten sesuai kebutuhan / BMW Group

Proyeksi konten yang tampak pada sasis mobil ini akan berubah-ubah berdasarkan siapa yang tengah berada di dalam mobil, mood-nya seperti apa, atau bagaimana kondisi jalanan pada saat itu. Dengan begitu, sang pengemudi akan merasa seakan-akan mobil yang mereka kemudikan adalah kepunyaan pribadi, padahal aslinya meminjam dari sebuah layanan car sharing.

Kustomisasi ini tidak hanya sebatas penampilan visual saja, tetapi juga mencakup performa mobil, mulai dari empuk-tidaknya suspensi sampai handling mobil secara keseluruhan. Pergantiannya pun berjalan secara otomatis, mengingat mobil dilengkapi sensor eksternal untuk mengenali siapa yang hendak menggunakannya.

Geser setirnya ke tengah, maka Mini Vision Next 100 akan langsung mengaktifkan mode kemudi otomatis / BMW Group
Geser setirnya ke tengah, maka Mini Vision Next 100 akan langsung mengaktifkan mode kemudi otomatis / BMW Group

Kabin Mini Vision Next 100 terasa amat lapang walau dimensi sasisnya seukuran city car. Tepat di tengah-tengah kaca depan, terdapat sebuah panel membulat yang merupakan representasi sistem kecerdasan buatan bernama Cooperizer. Cooperizer tak cuma berperan sebagai asisten pribadi sang pengemudi, tetapi juga pengatur nuansa kabin dan mode kemudi yang dapat beradaptasi dengan selera pengguna secara otomatis.

Tampak jelas bahwa sama sekali tidak ada panel instrumen pada dashboard minimalis milik Mini Vision Next 100. Sebagai gantinya, semua informasi yang relevan akan disajikan dalam wujud augmented reality di kaca depan.

Tak seperti Rolls-Royce 103EX yang tidak memiliki lingkar kemudi sama sekali atau BMW Vision Next 100 yang setirnya bisa disembunyikan, konsep milik Mini ini punya setir permanen. Namun hal itu bukan berarti ia tak bisa menyetir dengan sendirinya. Kapan pun Anda mau, Anda bisa mengaktifkan mode kemudi otomatis.

Dipadukan semuanya, fitur-fitur Mini Vision Next 100 membuatnya sangat ideal untuk konsep car sharing, dimana mobil akan bergerak dan menjemput klien berikutnya dengan sendirinya. Begitu tiba, sang klien akan mendapati semua pengaturan mobil telah disesuaikan dengan preferensinya, membuat mobil pinjaman itu jadi serasa milik sendiri.

Sumber: Autoblog dan BMW Group.

Inilah Cikal Bakal Mobil Mewah Rolls-Royce di Masa yang Akan Datang

Apa yang dilakukan Tesla Motors dalam beberapa tahun terakhir ini bisa memberikan sedikit gambaran mengenai mobil di masa yang akan datang. Sederhananya ada dua kriteria kunci dari mobil masa depan: mesin elektrik dan kemudi otomatis. Kalau dua kriteria ini telah terpenuhi, pabrikan tinggal membubuhkan sentuhan ekstra guna menjadikan mobil tersebut unik dibanding yang lain.

Inilah yang dilakukan Rolls-Royce ketika merancang mobil konsep terbarunya. Pabrikan mobil mewah asal Inggris tersebut baru-baru ini memperkenalkan Rolls-Royce 103EX, realisasi dari visi mereka akan sebuah mobil mewah dari masa depan. Lewat mobil konsep ini pula Rolls-Royce ingin mencoba mendefinisikan ulang standar kemewahan untuk 100 tahun ke depan.

Eksterior futuristisnya mempertahankan sejumlah ciri khas brand Rolls-Royce / Rolls-Royce
Eksterior futuristisnya mempertahankan sejumlah ciri khas brand Rolls-Royce / Rolls-Royce

Dilihat dari sudut manapun, eksterior 103EX masih mempertahankan elemen-elemen khas yang diusung Rolls-Royce sejak awal kiprahnya di industri otomotif. Wajah futuristis merupakan sebuah keharusan, tapi di saat yang sama tetap wajib menunjukkan ciri khas dan peninggalan dari brand itu sendiri.

Mengintip ke dalam, pemandangannya agak mengejutkan: dashboard-nya kosong, tidak ada lingkar kemudi sama sekali. Jangan terburu heran, mobil ini bisa menyopir dengan sendirinya, sesuai dengan kriteria mobil masa depan yang saya sebutkan di awal tadi.

Pemandangan kabin Rolls-Royce 103EX yang tak biasa dimana tidak ada lingkar kemudi sama sekali / Rolls-Royce
Pemandangan kabin Rolls-Royce 103EX yang tak biasa dimana tidak ada lingkar kemudi sama sekali / Rolls-Royce

Namun bagaimana ketika pemilik mobil hendak menyetir? Tidak, 103EX tak akan memperkenankan hal itu terjadi, sebab Anda akan dimanjakan di atas jok yang sepertinya tidak kalah nyaman dibanding sofa milik sebuah lounge kelas atas. Berisi wol dan berbalut sutra, ini bisa dibilang jok mobil terempuk dan terlembut yang pernah ada. Nuansa mewah di dalam kabin ini terus diperkuat oleh kehadiran karpet wol serta panel kayu asli di sepanjang pintu.

Absennya lingkar kemudi tak cuma membuat kabin terasa berlipat-lipat lebih lapang, tetapi juga memungkinkan penempatan panel layar OLED super-lebar di sepanjang dashboard. Layar ini akan menampilkan informasi-informasi yang relevan di sepanjang perjalanan, atau bisa juga menyajikan tontonan-tontonan favorit Anda, dipandu oleh sistem kecerdasan buatan yang dijuluki “Eleanor”.

Dibandingkan dengan mobil konsep BMW Vision Next 100 yang masih satu induk perusahaan, Rolls-Royce 103EX terkesan jauh lebih ‘berani’ murni karena kabin yang tak dilengkapi setir sama sekali. Terlepas dari itu, konsep karya Rolls-Royce ini semakin memantapkan anggapan bahwa mobil mewah di masa yang akan datang pada dasarnya merupakan sebuah lounge berjalan – sanggup memanjakan penumpang di dalam ‘kepompong digital’ selagi mempertahankan mobilitas.

Sumber: Rolls-Royce via Autoblog.

Uber Mulai Menguji Mobil Tanpa Sopir Garapannya

Bulan Februari tahun kemarin, Uber mengumumkan bahwa mereka akan mendirikan sebuah sentra R&D di kota Pittsburgh bersama ahli-ahli robotik dari Carnegie Mellon University guna mengembangkan teknologi kemudi otomatis. Setahun lebih berselang, akhirnya Uber buka suara soal mobil tanpa sopir yang mereka kerjakan.

Gambar di atas adalah foto resmi dari prototipe mobil tanpa sopir milik Uber. Merupakan Ford Fusion Hybrid yang telah dimodifikasi, mobil tanpa sopir ini dibekali sederet sensor seperti radar, pemindai laser dan kamera beresolusi tinggi guna memetakan kondisi di sekitarnya secara merinci.

Selama pengujian, mobil selalu didampingi oleh seorang pengemudi yang terlatih. Berdasarkan pengalaman seorang reporter Tribune-Review yang sempat diajak berkendara bersama, mobil dapat menjalankan fungsi-fungsi dasar dengan sendirinya. Akan tetapi ketika menjumpai situasi yang dinilai tidak bisa diselesaikan sendiri, mobil akan membunyikan alarm peringatan supaya sang pengemudi bisa langsung mengambil alih.

Sang reporter turut menambahkan bahwa sensor-sensor milik mobil dapat mendeteksi beragam objek di jalanan, mulai dari mobil yang bergerak dari posisi parkir, pejalan kaki yang menyeberang sembarangan, pesepeda, dan bahkan seekor angsa yang sedang menyeberangi jalanan.

Uber sendiri mengakui bahwa mereka masih dalam tahap awal. Fokus mereka saat ini adalah menyempurnakan teknologinya dan memastikan keamanan bagi semua pihak, mulai dari pejalan kaki, pesepeda sampai pengemudi lain.

Nantinya, saat teknologi ini sudah matang dan siap dioperasikan secara massal, Uber cukup yakin bahwa tingkat kemacetan dan kecelakaan lalu lintas bisa berkurang, plus transportasi dapat menjadi lebih terjangkau bagi lebih banyak kalangan.

Sumber: Uber dan The Verge.

Mobil Tanpa Sopir Ford Bisa Melihat dan Bergerak dalam Kegelapan

Seperti yang kita ketahui, mobil tanpa sopir bisa bergerak dengan sendirinya berkat perpaduan berbagai macam sensor, utamanya adalah kamera yang berperan sebagai ‘mata’. Namun sama seperti mata manusia, penglihatan kamera standar sangat bergantung pada cahaya, menurun drastis saat berada di kegelapan.

Maka dari itulah penggunaan sensor lain sangat krusial dalam pengembangan mobil kemudi otomatis. Tim riset Ford baru-baru ini merilis sebuah video yang mendemonstrasikan bagaimana mobil tanpa sopirnya bisa bergerak dengan sendirinya di padang gurun yang benar-benar gelap gulita.

Mobil Ford Fusion Hybrid hasil modifikasi tersebut melaju dengan enaknya mengikuti ruas jalan yang berliku-liku tanpa dibantu penerangan sedikitpun. Bahkan lampu depannya pun sengaja dimatikan.

Lalu bagaimana cara Ford mengatasi permasalahan semacam itu? Mereka memanfaatkan teknologi LIDAR dan pemetaan 3D. Sensor LIDAR pada dasarnya akan memancarkan 2,8 juta sinar laser kecil setiap detiknya untuk memindai kondisi di sekitarnya.

Hasil pindaiannya kemudian akan disesuaikan dengan hasil pemetaan tiga dimensi yang sangat mendetail, lengkap dengan sejumlah informasi seperti penanda jalan, gedung, pohon dan lain sebagainya. Semuanya berlangsung dalam hitungan detik, dan sang mobil tanpa sopir pun akhirnya bisa ‘melihat’ di dalam kegelapan.

Uji coba ini sejatinya bertujuan untuk membuktikan tingkat presisi yang dimiliki oleh mobil kemudi otomatis sejauh ini. Kalau menggunakan LIDAR saja sang mobil sudah bisa bergerak tanpa celaka, apalagi saat dipadukan dengan kamera, radar beserta sensor lainnya di kondisi yang terang-benderang?

Inovasi ini sekaligus membuat Ford lebih percaya diri dalam kemajuan sistem kemudi otomatisnya. Tahun ini, pabrikan asal AS tersebut berencana menguji sekitar 30 mobil tanpa sopirnya sekaligus di beberapa wilayah.

Sumber: Ford.

Startup Jebolan MIT Kembangkan Taksi Tanpa Sopir untuk Singapura

Singapura bakal menjadi salah satu negara pertama yang mengoperasikan taksi tanpa sopir. Semua ini berkat pengembangan yang dilakukan startup jebolan MIT, nuTonomy.

nuTonomy awalnya bermula dari sebuah proyek sederhana yang dikerjakan oleh sepasang ilmuwan di MIT, Karl Iagnemma dan Emilio Frazzoli. Di tahun 2009, mereka mengembangkan sebuah mobil golf tanpa sopir. Barulah di tahun 2013, nuTonomy berdiri sebagai perusahaan yang bergerak di bidang software kemudi otomatis.

Kini timnya baru saja berhasil menjalani uji coba perdananya, dimana taksi tanpa sopir tersebut ditugaskan untuk merampungkan rute dengan sejumlah rintangan, tentunya tanpa ada satupun insiden.

Meski lahir di sebuah universitas, nuTonomy punya latar belakang yang cukup dalam industri otomotif. Salah satunya adalah ketika mereka bekerja sama dengan Jaguar Land Rover, dimana nuTonomy diserahi tanggung jawab untuk merancang sistem parkir otomatis.

Dengan suksesnya uji coba yang dilakukan, nuTonomy kini sedang menunggu persetujuan dari pemerintah untuk menguji taksi tanpa sopirnya di kawasan bisnis One North yang secara khusus dirancang untuk menguji mobil kemudi otomatis.

nuTonomy

Mobil yang digunakan nuTonomy adalah mobil elektrik, yang berarti tidak akan ada emisi karbon yang dihasilkan. Hal ini juga berpotensi menjadikan pasar mobil elektrik semakin mainstream, utamanya karena bakal ada banyak stasiun pengisian ulang baterai yang tersebar di berbagai titik.

nuTonomy menggunakan beragam sensor dalam sistem kemudi otomatisnya, mulai dari LIDAR untuk mendeteksi objek sampai pemetaan secara tiga dimensi. Hal ini krusial mengingat kondisi lalu lintas di Singapura cukup padat.

Dalam beberapa tahun ke depan, nuTonomy berharap bisa mengoperasikan ribuan taksi tanpa sopir di Singapura. Bukan, mereka bukannya bermisi ‘membunuh’ lapangan kerja sopir taksi, malahan taksi tanpa sopir ini bisa menjadi layanan pelengkap untuk kebutuhan konsumen yang terus meningkat.

Sumber: MIT News.

Rayakan Ultah Ke-100, BMW Pamerkan Mobil Konsep ‘Dari Masa Depan’

Tepat tanggal 7 Maret 2016 kemarin, BMW merayakan hari jadinya yang ke-100. Rangkaian acara selebrasi telah disiapkan oleh pabrikan bernama lengkap Bayerische Motoren Werke AG tersebut di kota kelahirannya di Munich, termasuk halnya peluncuran mobil konsep baru yang bakal menjadi cerminan atas masa depan industri otomotif.

Bernama BMW Vision Next 100, mobil konsep ini dirancang dengan visi mengantisipasi kebutuhan konsumen atas sebuah alat transportasi di masa mendatang. Prediksi bahwa nantinya semua mobil akan dilengkapi sistem kemudi otomatis turut diamini oleh BMW. Pun begitu, mereka tetap ingin menyajikan pengalaman berkendara yang memuaskan, seperti yang sudah menjadi visi BMW sejak lama lewat tagline “Sheer Driving Pleasure”.

Dalam mengembangkan mobil konsep ini, BMW tak hanya mempertimbangkan teknologi apa saja yang bakal menjadi relevan dalam beberapa dekade ke depan, tetapi juga inovasi-inovasi apa saja yang selama ini sudah menjadi unggulan mereka. Sederhananya, BMW ingin menciptakan sebuah mobil yang bisa bergerak dengan sendirinya, tapi hanya di saat pengemudi menghendakinya saja.

BMW Vision Next 100

Visi ini diwujudkan lewat dua mode berkendara yang diusung Vision Next 100. Mode “Boost” adalah mode mengemudi seperti yang kita kenal sekarang. Pengguna memegang kontrol penuh atas lingkar kemudi, sedangkan sistem akan membantu lewat deretan informasi yang ditampilkan pada kaca depan mobil, alias heads-up display (HUD).

Beralih ke mode “Ease”, setir mobil seketika akan bertransformasi menjadi satu dengan dashboard dan sistem yang mengambil alih kemudi. Di sini kaca depan mobil masih akan diisi beragam informasi, tapi lebih mengarah ke panduan berwisata, menampilkan lokasi-lokasi di sekitar yang menarik untuk dikunjungi.

BMW Vision Next 100

BMW juga memberikan solusi atas problem yang mungkin bakal dihadapi para pejalan kaki di masa yang akan datang, yaitu bagaimana mereka bisa mengetahui kapan sebuah mobil dikendalikan oleh manusia dan kapan ia bergerak dengan sendirinya. Untuk itu, lampu luar Vision Next 100 akan berganti warna menyesuaikan mode berkendara yang sedang aktif.

BMW turut menghadirkan representasi fisik dari sistem artificial intelligence (AI) yang menjadi otak Vision Next 100 dalam wujud sebuah objek di tengah dashboard, menghadap ke kaca depan. Bernama The Companion, ia akan bereaksi terhadap mode berkendara yang tengah aktif.

Dalam mode Boost, The Companion akan duduk diam. Namun saat mode Ease aktif, ia akan muncul dan mengedipkan cahaya ke para pejalan kaki atau pengemudi mobil lain di sekitar. Tujuannya adalah menginformasikan kepada mereka bahwa sistem telah mengenalinya, sehingga mereka tak perlu khawatir akan dicelakai oleh mobil yang bergerak dengan sendirinya.

BMW Vision Next 100

Melihat fisiknya, mobil ini tampak seakan-akan dikirim dari masa depan. BMW mengungkapkan sebuah ide unik di balik konstruksinya, yakni proses yang mereka sebut dengan istilah “4D printing”. Pada dasarnya, proses ini akan mengintegrasikan fungsi pada bagian-bagian mobil sejak dari tahap awal pembuatannya, bahkan sebelum akhirnya dirakit menjadi satu.

Meski bukan ditujukan untuk balapan, aerodinamika tetap diperhatikan dengan teliti di sini. Fender yang mengitari keempat rodanya bisa berubah bentuk menyesuaikan dengan kondisi jalanan, semuanya demi meningkatkan aspek aerodinamis dari sang mobil.

BMW Vision Next 100

Perihal performa, BMW belum mau merincikan mesin seperti apa yang bakal menjadi tenaga pendorong Vision Next 100. BMW hanya memastikan bahwa mobil ini tidak akan menghasilkan emisi karbon, yang berarti ia bakal mengandalkan motor elektrik. Pun begitu, masih belum ada kepastian apakah dayanya berasal dari sel bahan bakar hidrogen atau baterai lithium seperti yang digunakan Tesla.

Tentunya mobil konsep ini tak akan merambah jalanan dalam waktu dekat. Tujuan akhir BMW adalah membuka mata konsumen terkait seperti apa kira-kira mobil produksi BMW di masa yang akan datang, dan tentunya bagaimana mereka akan menghadapi persaingan yang semakin sengit di industri otomotif.

Sumber: BMW dan CNET.

Mobil Tanpa Sopir Google Terlibat Insiden Akibat Salah Asumsi

Nasib sial belum lama ini menimpa salah satu mobil tanpa sopir milik Google. Saat tengah diuji di kawasan El Camino Real di kota Mountain View, California, sang mobil yang merupakan SUV Lexus hasil modifikasi menabrak sebuah bus. Beruntung insiden ini tidak memakan korban karena terjadi dalam kecepatan rendah.

Sebenarnya ini bukan pertama kali mobil tanpa sopir Google mengalami insiden. Namun dalam kejadian-kejadian sebelumnya, insiden disebabkan oleh kelengahan pengemudi manusia yang ada di sekitarnya. Barulah dalam insiden kali ini sistem kemudi otomatis Google yang membuat kesalahan.

Menurut laporan resmi Google, insiden terjadi ketika mobil tanpa sopirnya hendak berganti jalur dari kanan ke tengah. Sistemnya sebenarnya sudah mendeteksi bahwa ada bus yang tengah melaju dari belakang, namun sistem mengira bus tersebut akan mengalah dan memelan.

Asumsinya salah, bus tersebut malah terus melaju dalam kecepatan 24 km/jam sebelum akhirnya mobil tanpa sopir Google menabrak sisi kanannya. Semuanya merupakan kesalahpahaman. Sang pengemudi bus kemungkinan mengira mobil tanpa sopir Google bakal memberinya jalan terlebih dahulu.

Melihat kondisi jalanan yang selalu tidak terprediksi, insiden semacam ini memang sulit untuk dihindari. Pun begitu, Google optimis bahwa insiden ini bisa diterjemahkan menjadi perbaikan atas sistem kemudi otomatis buatannya. Dengan kata lain, mulai sekarang mobil tanpa sopir Google bakal paham kalau bus maupun kendaraan besar lainnya lebih jarang mengalah ketimbang jenis kendaraan lain.

Situasinya mungkin tidak jauh berbeda dengan di sini, dimana biasanya sopir bus kota sering seenaknya sendiri dan tidak mau mengalah dengan pengemudi lain. Seandainya Google menguji mobil tanpa sopirnya di Jakarta, saya yakin mereka akan belajar banyak dari sopir Kopaja dan Metro Mini. 🙂

Sumber: The Verge. Gambar header: Google Self-Driving Car Project via Google+.

Mobil Tanpa Sopir Jaguar Land Rover Bakal Mengemudi Seperti Manusia, Bukan Robot

Upaya pengembangan teknologi kemudi otomatis terus dijalankan. Berbagai pabrikan, mulai dari yang memang berakar di bidang otomotif sampai yang masih baru seperti Google dan Baidu, berlomba-lomba menciptakan mobil tanpa sopir versinya masing-masing.

Cara yang mereka terapkan pun berbeda-beda. Google misalnya, hingga detik ini mereka tidak berhenti menguji mobil tanpa sopirnya di jalanan-jalanan di California, melatih ketangkasan sekaligus ‘insting’ mobil tanpa sopirnya supaya bisa mengambil alih peran sopir secara penuh.

Berbeda dengan Jaguar Land Rover (JLR), mereka lebih memilih untuk melakukan riset lebih mendalam sebelum menguji sistemnya di lapangan. Dana jutaan dolar telah dipersiapkan untuk keperluan riset dengan tujuan akhir supaya mobil kemudi otomatis rancangannya dapat menyetir layaknya seorang manusia, bukan robot.

Guna mewujudkan misi tersebut, JLR bakal menugaskan sejumlah karyawannya untuk mengemudikan mobil di sejumlah lokasi di Inggris. Dari situ, sejumlah data akan dikumpulkan dan dianalisa, terutama bagaimana sang pengemudi bereaksi terhadap situasi jalanan di dunia nyata, yang pastinya akan berbeda-beda satu sama lain.

Mobil-mobil yang dikemudikan akan dilengkapi dengan sejumlah sensor yang akan merekam seluruh reaksi pengemudi terhadap kemacetan, jalan yang ditutup maupun cuaca yang tidak bersahabat. Program ini akan dijalankan selama sekitar tiga tahun, dengan dukungan dari salah satu pemasok industri otomotif terbesar, Bosch.

Menurut JLR, dengan terwujudnya misi dari program ini, konsumen bisa menjadi lebih percaya terhadap mobil kemudi otomatis. Saat ini memang masih ada kontroversi di sana-sini; sebagian optimis dengan teknologi kemudi otomatis, sedangkan sebagian lainnya merasa nyawanya terus terancam apabila bukan dirinya yang memegang kendali.

Di saat yang sama, data-data ini juga akan dimanfaatkan untuk mengembangkan standar asuransi untuk mobil kemudi otomatis di masa yang akan datang. Secanggih apapun teknologinya, intervensi manusia maupun faktor-faktor lainnya tidak akan menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan – meski Volvo optimis tidak akan ada korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2020 mendatang.

Sumber: Digital Trends. Gambar header: Jaguar Land Rover.