Global Esports Games 2021 Digelar di Singapura, Garena Adakan Turnamen Free Fire di Amerika Latin

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik terkait dunia esports. Salah satunya, Garena menggelar turnamen Free Fire off-season untuk gamers profesional dan influencers asal Amerika Latin. Sementara itu, League of Legends Worlds 2020 dinobatkan sebagai kompetisi olahraga dengan dampak finansial terbesar di Shanghai sepanjang tahun lalu. Legionfarm juga baru saja mendapatkan investasi sebesar US$6 juta.

Garena dan 3C Gaming Selenggarakan Latin America Clash 2021

Garena mengadakan Latin America Clash (LAC) pada minggu lalu. Turnamen Free Fire off-season yang mempertemukan gamers profesional dengan influencers dari Amerika Latin diselenggarakan pada 10-14 Mei 2021. Turnamen itu digelar oleh 3C Gaming dan mengadu 48 tim, dengan total hadiah US$25 ribu, lapor Esports Insider. Setiap hari selama LAC, semua tim mengikuti pertandingan dalam lima mode yang berbeda, yaitu Battle Royale, MVP, CS All-Stars, Solo King, dan Dream Squad. Turnamen Free Fire itu dimenangkan oleh Golden Boys.

League of Legends World 2020 Berikan Dampak Ekonomi US$4,6 Juta ke Shanghai

Shanghai Sports Bureau (SSB) baru saja meluncurkan daftar 15 acara olahraga dengan dampak finansial terbesar untuk Shanghai pada 2020. League of Legends World Championship 2020, turnamen esports terbesar sepanjang tahun lalu, duduk di posisi dua, hanya kalah dari Shanghai Marathon. Menariknya, beberapa turnamen esports juga masuk dalam daftar tersebut. Contohnya, Esports Shanghai Masters di peringkat 6, Peacekeeper Elite World Champion Cup di peringkat 7, League of Legends Pro League Spring dan Summer Split di peringkat 10 dan 13, menurut laporan The Esports Obsercer.

League of Legends World Championship 2020 diadakan di Shanghai.

SSB menjelaskan, ada tiga karakteristik yang mereka gunakan untuk membuat daftar ini. Ketiga hal itu adalah popularitas (40%), tingkat profesionalisme (40%), dan kontribusi pada ekonomi (20%). SSB mengungkap, Worlds 2020 memberikan kontribusi sebesar US$4,6 juta pada perekonomian lokal Shanghai dan menyumbangkan US$483 ribu dalam bentuk pajak. Sebagai perbandingan, Shanghai Marathon memberikan dampak finansial langsung sebesar US$7,66 juta dan berkontribusi US$818 ribu pada pajak.

NVIDIA Dukung Program Edukasi Neverest

NVIDIA menjadi rekan terbaru dari organisasi esports Brasil, Neverest, untuk menjalankan program edukasi mereka, Neverest Hub. Dengan ini, NVIDIA akan bisa mempromosikan Reflex, teknologi terbaru NVIDIA yang fokus pada performa competitive gaming, di Neverest Hub. Saat ini, Neverest Hub fokus pada game Counter-Strike: Global Offensive. Namun, kerja sama NVIDIA dengan Neverest juga mencakup tim di game-game lain.

“Keputusan NVIDIA ini membantu kami untuk memecahkan salah satu masalah yang paling sering dihadapi oleh para gamers, yaitu ketiadaan dukungan untuk mencari tahu cara memberikan performa terbaik dari peralatan yang mereka punya,” kata CEO Neverest, Camilo Martins pada The Esports Observer. “Kami senang karena sekarang, kami akan bisa menjangkau lebih banyak gamers berkat bantuan salah satu perusahaan game paling inovatif di dunia.”

Singapura Jadi Tuan Rumah dari Global Esports Games 2021

Global Esports Federation mengungkap tiga kota yang akan menjadi tuan rumah dari Global Esports Games dalam dua tahun ke depan. Ketiga kota itu adalah Singapura untuk 2021, Istanbul untuk 2022, dan Riyadh untuk 2023. Global Esports Games merupakan kegiatan yang diadakan setiap tahun pada Desember. Acara itu akan mempertemukan kompetisi esports dengan musik dan hiburan. GEG akan mengadu tim-tim esports dari berbagai game esports.

Global Esports Games mengumumkan tiga kota yang akan menjadi tuan rumah dalam tiga tahun.

“Global Esports Games pertama akan diadakan pada Desember tahun ini. Event tersebut merupakan kesempatan untuk menampilkan esports ke dunia,” kata Presiden Singapore Esports Association (SGEA), Ng Chong Geng, seperti dikutip dari Antara. “Kami bersyukur mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah dari acara penting ini.”

Platform Legionfarm Dapatkan Investasi US$6 Juta

Legionfarm, platform gaming yang memungkinkan gamers amatir bermain dengan pemain profesional, menyebutkan bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan Seri A sebesar US$6 juta. Beberapa investor yang ikut menanamkan investasi pada Legionfarm adalah SVB, Y Combinator, Scrum VC, Kevin Lin, Altair Capital, Ankur Nagpal, dan lain sebagainya. Pada awal tahun lalu, Legionfarm meluncurkan Y Combinator. Fitur itu memungkinkan pemain profesional untuk mendapatkan pemasukan ekstra dengan menjadi pelatih dari pemain amatir yang ingin meningkatkan performa gaming mereka, lapor TechCrunch.

Kategori Olahraga Tradisional Semakin Populer di Twitch

Kategori olahraga di Twitch tumbuh dengan pesat sejak ia diluncurkan pada Juli 2020. Menurut data dari Rainmaker.gg, total hours watched dari kategori olahraga di Twitch telah menembus 11 juta jam pada April 2021.

“Twitch mulai menjajaki konten olahraga sejak 2017. Namun, pada Juli tahun lalu, mereka memperkenalkan TwitchSports untuk menyediakan wadah bagi konten olahraga,” kata pendiri StreamElements, Doron Nir, seperti dikutip dari VentureBeat, “Kategori Sports di Twitch telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dalam 10 bulan terakhir. Pada awalnya, total hours watched kategori itu hanya mencapai 1 juta jam dan sekarang, angka itu naik ke lebih dari 10 juta jam.”

The Gym, Co-working Space Khusus Esports Resmi Dibuka di Singapura

Perusahaan events services NEO.TM membuka co-working space untuk pelaku esports di Singapura. Dinamai The Gym, satu hal yang menarik dari co-working space ini adalah ia buka 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. The Gym memiliki luas bangunan 7.700 kaki persegi dan terdiri dari tiga lantai. Fasilitas ini dibangun dengan tujuan untuk menjadi tempat latihan bagi para tim esports profesional. Tidak hanya itu, diharapkan, keberadaan The Gym juga akan mendorong kerja sama antara tim esports lokal dengan tim internasional.

“Tahun lalu, esports menjadi bagian dari SEA Games, ini merupakan bukti bahwa esports akan menjadi semakin populer di kawasan Asia,” kata pendiri NEO.TM, Neo Yong Aik, seperti dikutip dari The New Paper. “Esports adalah platform terbaik untuk terhubung dengan generasi muda di kawasan Asia dan di dunia. Namun, walau ada jutaan anak muda yang bermain game di ponsel dan PC mereka, belum ada yang melakukan pendekatan profesional untuk esports.

“Daripada warung internet, kita perlu tempat yang tidak hanya bisa menyediakan tempat untuk latihan dan berkompetisi, tapi juga membantu pemain membentuk kebiasaan yang tepat, yang akan membantu mereka saat mereka mengembangkan karir mereka di esports. Daripada fokus pada aspek gaming saja, kita juga harus memerhatikan aspek lain, seperti nutrisi, kesehatan fisik dan mental. Inilah alasan kami untuk mendirikan The Gym.”

Acara pembukaan The Gym. | Sumber: The Esports Observer
Acara pembukaan The Gym. | Sumber: The Esports Observer

Memang, sekilas, pemain profesional esports “hanya” harus duduk di depan PC atau smartphone dan bermain. Namun, menurut atlet esports profesional, ada kaitan antara performa seorang pemain dengan kebugaran fisik mereka. Selain itu, semakin banyak tim esports profesional yang melihat pentingnya psikolog untuk mendukung pemain profesional mereka.

Di lantai pertama, The Gym menawarkan kawasan layaknya arena yang bisa menampung hingga 150 orang. Tempat ini juga sudah dilengkapi dengan caster booth. Sementara lantai dua dan tiga menyediakan ruangan yang bisa dijadikan tempat untuk latihan, kantor, atau bahkan mengadakan turnamen esports atau melakukan live-streaming.

Memang, industri esports di Singapura mulai menggeliat. Pada Desember 2019, ONE Esports menyelenggarakan Dota 2 World Pro Invitational, mengundang sejumlah tim kelas dunia seperti Team Secret dan Evil Geniuses. Selain itu, berkat dukungan Tencent, Global Esports Federation juga didirikan di Singapura. Setelah membuka The Gym di Singapura, ke depan, mereka berencana untuk membuka fasilitas serupa di kota-kota besar lain, termasuk Jakarta dan kota-kota di Tiongkok.

The Gym juga bekerja sama dengan De Tune, perusahaan broadcast asal Amerika Serikat yang pernah bekerja sama dengan Riot Games dan menyelenggarakan turnamen internasional dari Fortnite dan PUBG. Keduanya akan bekerja sama untuk mengembangkan ekosistem esports di Asia.

Razer Mau Buat Razer Youth Bank untuk Generasi Muda

Razer berencana untuk membuat bank digital Razer Youth Bank. Untuk itu, divisi teknologi finansial mereka, Razer Fintech, meminta lisensi bank digital pada Monetary Authority of Singapore (MAS). Razer tidak sendiri dalam usahanya untuk mendirikan bank digital. Mereka membuat konsorsium bersama perusahaan investasi Sheng Siong Holdings, perusahaan asuransi FWD, marketplace mobil Carro, perusahaan internet mobile LinkSure global, dan perusahaan venture capital Insignia Ventures Partners. Razer Fintech akan menguasai 60 persen saham Razer Youth Bank sementara 40 persen sisanya akan dikuasai oleh anggota konsorsium lain.

Dalam pernyataan resmi, Razer mengatakan bank Razer Youth Bank dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan literasi keuangan dan menyediakan produk finansial yang transparan bagi generasi muda. Selain itu, mereka juga ingin menyesuaikan layanan mereka dengan kebutuhan nasabah. “Razer Youth Bank juga akan menyediakan layanan yang ditujukan untuk para penguasaha muda dan bisnis mikro dan kecil yang selama ini kesulitan dalam mendapatkan modal untuk mengembangkan bisnis mereka dan melakukan transformasi digital,” ungkap Razer, menurut laporan Channel News Asia. “Kami akan melakukan itu dengan metodologi dan struktur credit scoring yang inovatif.”

CEO Razer, Min-Liang Tan.
CEO Razer, Min-Liang Tan.

“Ada banyak orang yang belum mendapatkan layanan finansial secara maksimal. Menyediakan solusi untuk mereka melalui platform perbankan digital adalah langkah berikutnya bagi kami setelah kami menyediakan solusi pembayaran,” kata Lee Li Meng, Chief Strategy Officer Razer dan CEO Razer Fintech, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Sebagai startup unicorn asal Singapura, kami harap kami bisa memberikan kontribusi untuk menjadikan Singapura sebagai pusat finansial global dan membuka era baru di dunia perbankan dan menyediakan layanan finansial yang unik pada generasi muda di Singapura dan di dunia.”

Selain rekan strategis yang menjadi bagian dari konsorsium, Razer Fintech juga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan untuk menyediakan layanan di Razer Youth Bank. Beberapa perusahaan yang digandeng oleh Razer Fintech antara lain travel booking platform Skyscanner, penyedia solusi pembayaran Visa, startup fintech SoCash, perusahaan co-working space JustCo, platform media edukasi finansial Real Vision, dan beberapa perusahaan lain. Menurut laporan Today Online, konsorsium yang dipimpin oleh Razer Fintech ini berencana untuk menambah jumlah rekan mereka di masa depan. Dengan begitu, perusahaan yang menjadi rekan mereka juga bisa mengakses pasar milenial.

MAS memperkenalkan konsep lisensi bank digital pada Juni 2019. Tujuan mereka ketika itu adala untuk memastikan sektor perbankan di Singapura tetap kompetitif dan relevan di pasar yang terus berubah dengan melakukan digitalisasi. Pihak yang tertarik harus memberikan proposal mereka pada 31 Desember 2019. MAS akan mengumumkan pihak yang mendapatkan lisensi pada pertengahan 2020. Pihak yang mendapatkan lisensi akan dapat mulai beroperasi pada pertengahan 2021.

Sumber header: Today Online

Dota 2 World Pro Invitational Undang Tim Kelas Dunia ke Singapura

ONE Esports mengadakan Dota 2 World Pro Invitational minggu ini. Turnamen ini diadakan di Singapore Indoor Stadium, yang memiliki kapasitas 8.000 orang. CEO ONE Esports, Carlos Alimurung optimistis bahwa seluruh bangku di stadion akan terisi. Dia berkata, mereka menawarkan 280 tiket VIP dengan harga S$378 (sekitar Rp3,9 juta) dan semua tiket VIP habis dalam waktu tiga minggu.

Ada 12 tim yang akan ikut serta dalam turnamen yang memiliki total hadiah US$500 ribu (sekitar Rp7 miliar) ini. Sembilan tim di antaranya merupakan tim yang pernah berlaga di turnamen internasional, seperti Team Secret, PSG.LGD, dan Evil Geniuses. Menurut Alimurung, ini merupakan bukti bahwa para pemain internasional tertarik untuk datang ke Singapura untuk bertanding, meski total hadiah yang ditawarkan dalam turnamen ini lebih kecil dari turnamen lain. Turnamen Dota 2 paling bergengsi, The International 2019, menawarkan total hadiah sebesar US$34 juta (sekitar Rp475,7 miliar), menjadikan turnamen ini sebagai turnamen esports dengan hadiah terbesar sepanjang sejarah, setidaknya saat ini.

Tim-tim yang akan bertanding di Dota 2 World Pro Invitational. | Sumber: oneEsports.gg
Tim-tim yang akan bertanding di Dota 2 World Pro Invitational. | Sumber: oneEsports.gg

“Total hadiah yang kami berikan cukup besar untuk menarik tim-tim terbaik dunia, dan mereka mau datang ke Singapura… Kebanyakan dari tim yang ikut dalam turnamen ini pernah ikut serta dalam The International. Ini belum pernah terjadi di Singapura sebelumnya,” kata Alimurung dalam wawancara eksklusif dengan Channel News Asia.

Alimurung percaya, ekosistem esports kini tengah mencari para pemain berbakat, termasuk pemain yang berasal dari kawasan Singapura dan Asia Tenggara. Karena itu, ONE Esports ingin mengembangkan industri esports di kawasan tersebut. Selain mengadakan turnamen Dota 2, mereka juga telah meluncurkan portal khusus gaming, bernama OneEsports.gg, yang dirilis pada April 2019. ONE Esports serius dalam menggarap proyek tersebut, mengingat setengah dari tim mereka dialokasikan untuk mengembangkan portal gaming itu.

Esports berskala global, dan memiliki potensi yang sangat besar. Ada potensi besar dalam storytelling. Para pemain dan penonton berasal dari seluruh dunia, dan ONE Esports memiliki aspirasi untuk menjadi perusahaan internasional,” ungkap Alimurung. “Potensi esports mencapai miliaran dollar, jadi tentu saja, kami akan mencoba untuk masuk ke ranah ini.”

CEO ONE Esports, Carlos Alimurung. | Sumber; Channel News Asia
CEO ONE Esports, Carlos Alimurung. | Sumber: Channel News Asia

Melalui portal gaming ini, ONE Esports akan membuat konten untuk menghubungkan sponsor dengan penonton esports. OneEsports.gg tidak melulu membahas pemain profesional, tapi juga cosplayer dan pelaku bisnis esports.

“Semua orang ingin tahu tentang pemain profesional, soal drama serta persaingan dan kompetisi di antara pemain, tapi itu bukan berarti bahwa cosplayer atau orang-orang yang bergerak di belakang layar tak memiliki cerita yang menarik untuk diceritakan,” ujar Alimurung. “Aspirasi kami tidak hanya untuk menjadi situs esports, tapi untuk… membuka lapisan ketiga atau keempat dari esports.”

Dapat Dukungan dari Tencent, Global Esports Federation Resmi Berdiri

Global Esports Federation resmi berdiri pada Senin, 16 Desember 2019. Bermarkas di Singapura, badan esports global ini dibuat dengan tujuan untuk membuat esports menjadi lebih kredibel. GEF memiliki tiga tujuan, yaitu mengembangkan esports, menjadi wadah untuk membuat esports menjadi ekosistem yang berkelanjutan, dan menjadi otoritas terkait koordinasi badan esports internasional. Konkretnya, mereka akan mengatur tentang gaji atlet esports dan memastikan mereka tidak menggunakan doping, membuat peraturan dan struktur kepemimpinan esports, dan mendorong pembuatan federasi esports nasional dengan standar dan regulasi yang jelas.

Chris Chan, Sekretaris Jenderal dari Singapore National Olympic Council (SNOC), akan menjadi presiden dari GEF. Sementara jabatan wakil presiden akan dipegang oleh Vice President, Tencent, Edward Cheng. Tencent memang menjadi rekan global pertama dari GEF. Salah satu rencana GEF adalah mengadakan Global Esports Games pada tahun depan. Chan berkata, dia berharap bahwa ajang esports internasional tersebut akan diikuti oleh perwakilan dari berbagai negara.

Ketika ditanya tentang bagaimana GEF akan dapat memastikan semua anggotanya mematuhi regulasi dan memenuhi standarisasi yang mereka buat, Chan menjelaskan, GEF akan menggunakan sistem serupa National Olympic Committee (NOC). Jadi, sebuah badan esports baru akan diakui sebagai anggota jika mereka setuju untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh GEF. Dan hanya anggota GEF yang bisa ikut serta dalam Global Esports Games.

Vice President dan President dari GEF. | Sumber: Esports Insider
Vice President GEF Edward Cheng dan President GEF Chris Chan. | Sumber: Esports Insider

“Semoga, masyarakat dapat memahami esports dengan lebih baik, dan pada akhirnya, kami harap olahraga ini akan bisa menjadi bagian dari ajang olahraga paling bergengsi, yaitu Olimpiade,” kata Chan pada Channel News Asia. Sebelum ini, International Olympics Committee (IOC) juga telah mengungkapkan pendapat mereka tentang kemungkinan esports menjadi bagian dari Olimpiade. Mereka mengatakan, saat ini, mereka hanya akan mempertimbangkan untuk memasukkan game olahraga ke dalam Olimpiade.

“GEF akan mengembangkan kredibilitas dan reputasi esports di mata masyarakat berdasarkan pondasi dan nilai olahraga, serta memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk olahraga. Komitmen dan visi Tencent terlihat jelas dari keputusan mereka untuk menjadi Founding Global Partner dari GEF. Keterlibatan Tencent akan membantu kami dalam mendorong pertumbuhan, edukasi, budaya, dan keberlanjutan ekosistem esports,” kata Chan, dikutip dari Esports Insider.

Saat ini, telah ada asosiasi esports internasional lain selain GEF, seperti International Esports Federation (IeSF) yang bermarkas di Busan, Korea Selatan. Chan mengatakan, GEF tidak berniat untuk bersaing dengan IeSF. “Kami tidak bermaksud untuk melawan IeSF. Mereka mungkin melihat kami sebagai ancaman. Tapi, bukan itu tujuan kami,” ujar Chan.

Sumber header: Esports Insider

Fokus ke Belajar, tak Banyak Siswa yang Mau Jadi Atlet Esports di Singapura

Ada stereotype bahwa orangtua Asia selalu menuntut agar anak-anaknya sukses di bidang akademis. Meskipun tidak selamanya benar, sebagian orangtua di negara-negara Asia memang berharap anaknya bisa mendapatkan nilai tinggi di sekolah. Di Indonesia atau negara tetangga seperti Singapura, tidak sedikit orangtua yang memasukkan anaknya ke bimbingan belajar atau kursus. Memang, Singapura memiliki sistem edukasi yang sangat ketat. Para murid biasanya dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi dan melanjutkan pendidikan ke universitas. Setelah lulus, mereka dapat bekerja di bidang konvensional yang menawarkan gaji yang memadai. Itulah mengapa tidak banyak warga Singapura yang tertarik untuk masuk ke industri esports. Saat ini, hanya ada 15 atlet esports di Singapura.

“Singapura sangat fokus pada bidang akademis,” kata Presiden Asosiasi Esports Singapura, Ng Chong Geng, seperti dikutip dari The Jakarta Post. Dia bercerita, ketika dia berbicara di hadapan para mahasiswa, tidak ada satupun anak yang tertarik untuk menjadi pemain profesional. “Sekarang, semua orang bisa lulus kuliah dengan gelar… Jika Anda mencoba untuk menjadi atlet esports, ada banyak kesempatan yang harus Anda lewatkan.” Masalah lain yang dihadapi oleh warga Singapura yang tertarik untuk menjadi pemain profesional adalah wajib militer. Semua warga laki-laki di Singapura memiliki kewajiban untuk ikut wajib militer selama dua tahun setelah mereka berumur 18 tahun. Min-Liang Tan, CEO Razer, juga bercerita bahwa dia pernah menjadi pengacara karena dorongan orangtua sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan mendirikan Razer.

Namun, itu bukan berarti tidak ada satupun atlet esports di Singapura. Ialah Galvin Kang Jian Wen, yang kini menjadi anggota tim nasional Singapura yang akan bertanding di cabang olahraga esports di SEA Games. Sebagai pemain Dota 2, Kang dikenal dengan nama “Meracle”. Dia mengatakan, alasan dia berani memutuskan untuk berhenti sekolah demi mengejar karir sebagai pemain profesional adalah karena dia percaya diri dengan kemampuannya. “Saya berhenti sekolah dan mengejar mimpi saya,” kata pria berumur 23 tahun ini pada AFP ketika ditemui di bootcamp menjelang SEA Games yang diadakan oleh Razer. “Tentu saja, orangtua saya tidak senang dengan keputusan saya. Tidak ada orangtua yang ingin anaknya berhenti sekolah.”

Tim esports nasional Singapura saat bootcamp| Sumber: Razer
Tim esports nasional Singapura saat bootcamp| Sumber: Razer

Kang bukan satu-satunya anggota timnas yang akan bertanding di SEA Games yang memutuskan untuk berhenti sekolah. Nuengnara Teeramahanon, pemain Dota 2 dari Thailand, juga melakukan hal yang sama. “Satu hal yang memiliki dampak paling besar pada saya adalah keputusan saya untuk berhenti sekolah agar saya bisa main seharian, sepenuhnya,” ujarnya. “Saya tidak mau pergi ke sekolah lagi. Saya merasa, itu sangat membosankan.” Meskipun begitu, para atlet esports harus memikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah mereka pensiun, karena umur pensiun atlet esports sangat muda. Salah satu karir alternatif yang bisa mereka kejar adalah menjadi YouTuber.

Para atlet esports timnas yang memutuskan untuk meninggalkan sekolah mengatakan, orangtua mereka kini telah mendukung keputusan mereka. Namun, mereka tidak mendorong para gamer lain untuk mengikuti langkah mereka. Alasan orangtua Kang akhirnya menerima pekerjaannya sebagai pemain profesional adalah karena dia berhasil membuktikan bahwa dia bisa mencari uang di esports. Dia pernah bermain di tim asal Amerika Serikat. Ketika itu, semua biaya hidupnya ditanggung oleh tim dan dia juga mendapatkan gaji dan hadiah turnamen. Saat ini, dia bermain di tim asal Thailand.

“Pada akhirnya, orangtua saya menjadi percaya,” kata Kang. “Saya bisa membeli makanan saya sendiri, hidup mandiri.”

Agar Warganya Hidup lebih Sehat, Pemerintah Singapura Akan Bagi-Bagi Fitbit Gratis

Istilah ‘duduk ialah cara baru merokok’ memang terdengar berlebihan, namun kita tidak bisa menampik fakta bahwa kebiasaan malas bergerak menyimpan potensi penyakit yang sangat tinggi. Di Australia, ketidakaktifan menjadi pemicu kanker terbesar setelah merokok, menjadi penyebab kanker payudara dan usus besar (21 sampai 25 persen), diabetes (27 persen) dan masalah jantung (30 persen).

Baru-baru ini, sebuah inisiatif menarik dieksekusi oleh pemerintah Singapura. Demi mendorong gaya hidup yang lebih sehat, pemerintah Singapura berkolaborasi bersama Fitbit untuk membagi-bagikan unit fitness tracker kepada para penduduknya. Merupakan bagian dari program kesehatan nasional bertajuk Live Healthy SG, nantinya ada ratusan ribu masyarakat Singapura yang akan mendapatkan Fitbit Inspire HR secara cuma-cuma.

Fitbit Inspire HR merupakan salah satu varian activity tracker terbaru buatan buatan perusahaan asal San Francisco itu. Perangkat ini mendapatkan respons positif baik dari pengguna maupun media karena menyajikan fitur yang lengkap serta desain premium di harga terjangkau. Produk sebetulnya juga sudah meluncur di Indonesia di bulan April kemarin, dibanderol sedikit lebih mahal dari harga retail global, yaitu Rp 1,74 juta (retail-nya adalah US$ 100).

Meski Fitbit Inspire HR bisa diperoleh secara gratis di Singapura, tentu saja ada syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi. Pertama, peserta program diwajibkan untuk berlangganan layanan bimbingan premium Fitbit. Mereka perlu mengeluarkan uang sebesar US$ 10 per bulan selama satu tahun. Dan kedua, Fitbit akan mengumpulkan data-data pelanggan dan peserta harus setuju dengan hal ini.

Data-data tersebut adalah hal krusial bagi pengembangan program di masa depan serta berperan juga untuk menambah pemahaman penyelenggara – yakni Health Promotion Board Singapore – soal kesehatan dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya. Soal privasi, Fitbit berjanji semuanya akan transparan. Peserta akan tahu secara jelas informasi-informasi apa saja yang mereka bagikan ke pemerintah.

Via CNBC, Zee Yoong Kang selaku CEO Health Promotion Board Singapore menjelaskan bagaimana program ini dimaksudkan demi memotivasi masyarakat buat hidup lebih aktif dan pelan-pelan meninggalkan kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan. Agar misinya sukses, pemerintah memutuskan buat bekerja sama dengan salah satu inovator utama di industri fitness. Proses pemilihan brand sendiri kabarnya sangat ketat, Apple bahkan turut ambil bagian di sana. Fitbit sangat beruntung mempunyai produk Inspire HR yang harganya sepertiga lebih murah dari Apple Watch.

CEO Fitbit James Park percaya diri pada kesuksesan program ini, dan memperkirakan angka partisipasi yang berpeluang mencapai satu juta orang atau sekitar 20 persen dari total populasi penduduk Singapura (5,6 juta jiwa).

Following Koku Expansion Plan to Indonesia

Koku, a Singapore based financial technology startup is receiving pre series A funding of $2 million led by Jason Zeng. It’s to be used for product development and regional expansion, Indonesia as one of the target.

Koku is a startup offering technology solution for foreign exchange. They will plan, develop, and provide technology for the uncovered, such as Non-Banking Financial Institutions (LKBB) like remittance service and liquidity providers.

The plan is to provide FX TechUp Suite Koku that consists of three solutions, White Label Remittance, Liquidity Providers Connect Solution, and API Solution. Those are to help LKBB that hasn’t been integrated with technology. The product is claimed to increase business opportunity and offering scale for additional value to all customers.

“With our customer who capable to integrate unique solutions for users, operational or expansion plan, we want to empower them with skills to provide digital cash transfer service which cheaper, faster, and digital based money transfer also Foreign Exchange service to their customers,” Koku’s Founder & CEO Calvin Goh said.

In terms of expansion, they saw a great potential for Indonesia to contribute in the local and regional money transfer industry. In addition, Indonesia is said as a country with rapid growth in technology.

Although, Koku has no plan to build office in Indonesia. They intend to make partners with expertise in local market. Those are not only limited to the e-wallet, but also micro loan and payment company also money transfer and exchange business.

It’s possible for Koku to perform partnership with local supermarket or mini-market in helping people without bank account to have access to the financial service.

“Currently we’re in the starting level with our plan in Indonesia. Moreover, we’re very strategic in running Koku business to ensure the right collaboration. As part of the strategy, our priority is to improve technology in order to empower the potential customer in Indonesia with the right technology to accelerate their growth in time. The main objective is to help foreign business to enter local market as part of their business growth and expansion,” Calvin Goh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menilik Rencana Ekspansi Koku ke Indonesia

Koku, startup teknologi finansial asal Singapura meraih pendanaan pra-seri A sebesar $2 juta yang dipimpin oleh Jason Zeng. Dana tersebut rencananya akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk dan ekspansi regional, Indonesia jadi salah satu target singgahnya.

Koku merupakan startup yang menawarkan solusi teknologi untuk pertukaran mata uang asing (valas). Mereka merancang, mengembangkan, dan menyediakan teknologi untuk mereka yang belum tersentuh layanan, seperti Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti lembaga penyedia layanan remitansi dan penyedia likuiditas.

Caranya dengan menyediakan FX TechUp Suite Koku yang terdiri dari tiga solusi yakni White Label Remittance, Liquidity Providers Connect Solution, dan API Solution. Ketiga solusi tersebut dihadirkan untuk membantu LKBB yang belum mengintegrasikan teknologi. Produk tersebut diklaim mampu menumbuhkan peluang bisnis dan meningkatkan skala penawaran bisnis sehingga mampu memberikan nilai lebih bagi pelanggan.

“Dengan pelanggan kami yang mampu untuk mengintegrasikan solusi unik untuk menghadapi pengguna, kebutuhan operasional atau rencana ekspansi, kami ingin memberdayakan mereka dengan kemampuan untuk menyediakan layanan transfer uang digital yang lebih murah, cepat dan pengiriman uang berbasis digital serta layanan FX (Foreign Exchange) kepada pelanggan mereka,” terang Founder & CEO Koku Calvin Goh.

Untuk ekspansi, mereka melihat adanya potensi luar biasa bagi Indonesia untuk berkontribusi pada pertumbuhan industri pengiriman uang lokal dan regional. Selain itu Indonesia juga dipandang sebagai negara yang sedang berkembang pesat dari perspektif teknologi.

Kendati demikian Koku saat ini belum akan membuka kantor cabang di Indonesia. Mereka akan mencoba menjalin mitra yang memiliki keahlian di pasar lokal. Mitra tersebut rencananya hanya terbatas pada pemain e-wallet, tetapi juga perusahaan pinjaman mikro dan pembayaran dan bisnis pengiriman dan penukaran uang.

Koku juga tidak menutup kemungkinan akan menjalin kerja sama dengan supermarket dan minimarket lokal untuk membantu masyarakat yang tidak memiliki rekening bank untuk memiliki akses ke layanan keuangan.

“Saat ini kami masih dalam tahap awal untuk rencana kami di Indonesia. Sehubungan dengan itu, saat ini kami sangat strategis dalam menjalankan bisnis Koku untuk memastikan kami berkolaborasi dengan mitra yang tepat. Sebagai bagian dari strategi tersebut, prioritas saat ini adalah untuk terus meningkatkan teknologi kami, sehingga kami berhasil memberdayakan pelanggan potensial kami di Indonesia dengan teknologi yang tepat untuk mendorong pertumbuhan mereka ketika saatnya tiba. Tujuan jangka panjang kami adalah untuk membantu bisnis di luar negeri memasuki pasar Indonesia sebagai bagian dari pertumbuhan dan ekspansi bisnis mereka,” teran Calvin.

Analis: 60 Persen Gamer di Asia Tenggara Punya Minat Tinggi Terhadap Esports

Teknologi memang memegang peranan penting dalam perkembangan industri gaming, namun pertumbuhannya di negara-negara berkembang diujungtombaki oleh esports. Begitu berpengaruhnya ranah olahraga elektronik, brand dari berbagai bidang (tidak selalu gaming) kini berlomba-lomba untuk terlibat di sana. Namun pertanyaan yang mungkin membuat kita penasaran ialah, memang seberapa besar signifikansi esports?

Jawabanya terungkap di dalam laporan Niko Partners belum lama ini. Firma analis itu mengungkapkan bahwa hampir dua pertiga penikmat video game di Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki animo tinggi terhadap esports. Data tersebut merupakan hasil studi Niko Partners di kawasan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam serta Taiwan. Dan mereka yang berjiwa kompetitif biasanya berusia belia.

Penyelidikan Niko menyingkap bagaimana pemain di negara-negara ini terbagi menjadi tujuh kategori: competitive arena gamer, fantasy arena gamer, arena gamer, strategist, skill master, casual challenger and story socialiser. Saya belum mengetahui secara pasti kriteria seseorang bisa masuk dalam salah satu kelompok tersebut, tapi saya menerka ‘strategist‘ ialah mereka yang menyukai permainan strategi, dan ‘arena’ berkaitan dengan segmen kompetitif.

Niko Partners menjelaskan, tiga kategori gamer arena punya ketertarikan tinggi terhadap esports. Dan meskipun hanya tiga dari tujuh, saat semuanya dijumlahkan, mereka menguasai 60 persen pangsa pasar gaming. Menilik lebih jauh, kelompok competitive arena gamer di area Greater Southeast Asia ternyata mengambil potongan terbesar di 42 persen. Kalangan ini diisi oleh pemain di rentang usia antara 12 sampai 23 tahun.

Ada satu info yang mungkin bisa berguna bagi publisher dan developer: competitive arena gamer adalah kalangan yang paling banyak berbelanja produk terkait gaming. Para pemain di PC rata-rata menghabiskan uang US$ 15,8 per bulan, sedangkan gamer mobile mengeluarkan modal rata-rata US$ 10,1 sebulan.

Studi Niko Partners juga memaparkan sejumlah fakta unik lain:

  • Segmen fantasy arena gamer didominasi oleh perempuan, sedangkan di kelompok arena gamer, populasi kaum Hawa paling sedikit. Mereka bermain karena didorong oleh perpaduan antara keinginan berkompetisi serta bersosialisasi.
  • Casual challenger adalah kalangan gamer terbesar kedua, umumnya berusia 36 tahun atau lebih. Uniknya, mereka punya semangat bersaing yang tinggi seperti competitive arena gamer.
  • Kelompok skill masters diisi oleh gamer berumur 24 tahun ke atas.
  • Story socialiser mayoritas bermain di beberapa platform game berbeda.
  • Strategist sebagian besar adalah gamer PC.

Managing director Niko Partners Lisa Cosmas Hanson menyampaikan bahwa para gamer di Asia Tenggara dan Taiwan termotivasi oleh aspek-aspek seperti kompetisi, tantangan, serta keinginan menyelesaikan tugas dan berkomunitas. Keempat hal tersebut pula-lah yang menjadi nilai-nilai esensial dari esports. Menurut Hanson, inilah alasannya mengapa ranah gaming profesional tumbuh pesat di sana.

Via Games Industry.