Produksi PlayStation Vita Dihentikan, Kini Nintendo Jadi Satu-Satunya Penyedia Console Handheld Current-Gen

Di momen perayaan ulang tahun keduanya, Nintendo Switch memberikan harapan bagi para penikmat permainan di console portable. Namun dengan bertambah seriusnya game-game mobile serta kemunculan sejumlah smartphone gaming, konsumen di segmen itu terus tergerus. Dan mulai bulan Maret ini, berkuranglah satu kompetitor Nintendo di kancah persaingan perangkat gaming handheld.

Terhitung tinggal 1 Maret 2019 kemarin, Sony secara resmi mengumumkan penghentian produksi PlayStation Vita, setelah produk ini berkiprah selama hampir delapan tahun. Rencana tersebut sebetulnya telah diungkap oleh senior vice president Hiroyuki Oda bulan September tahun lalu. Di kesempatan itu, Oda mengungkapkan bahwa timnya akan ‘menyetop proses manufaktur serta distribusi Vita di tahun depan’.

PlayStation Vita melakukan debutnya di penghujung 2011, disiapkan untuk meneruskan perjuangan PS Portable. Vita awalnya dirancang untuk menyajikan pengalaman bermain game-game kelas AAA di mana pun Anda berada. Konsep ini diambil sang produsen sebagai respons populernya tren ‘bermain game di mana saja’ saat itu. Edisi pertama Vita menyajikan layar sentuh kapasitif OLED berukuran 5-inci, sepasang joystick analog, tombol di bagian muka dan bahu, serta konektivitas Bluetooth, Wi-Fi dan 3G opsional.

PlayStation Vita 1

Vita meluncur dengan cukup sukses. Di momen pelepasannya, produk terjual lebih dari 200 ribu unit di kawasan Amerika dan 300 ribu unit di Jepang. Saya ingat bagaimana sejumlah media memuji aspek desain serta sistem operasi yang berjalan mulus. Namun tampaknya ada sedikit kesalahan perhitungan di pihak Sony. Dalam periode setahun setelah tersedia, penjualan Vita ternyata stagnan, serta hanya ada sedikit permainan blockbuster yang dirilis di sana.

Sebagai respons terhadap keadaan ini, Sony mengerahkan segala upaya untuk merangkul developer-developer independen asal negara Barat serta publisher game level menengah di Jepang. Langkah tersebut cukup efektif dalam menggenjot penjualan Vita di negara asalnya serta membangun userbase setia di kawasan lain – meski populasinya tidak terlalu banyak.

PlayStation Vita 2

PlayStation Vita sempat memperoleh satu kali revisi dengan panggilan Vita Slim. Sesuai namanya, edisi ini 20 persen lebih ramping dan 15 persen lebih ringan dari varian standar. Sony meng-upgrade daya tahan baterainya serta melengkapinya bersama memori internal sebesar 1GB. Tapi sebagai kompensasinya, layar OLED digantikan oleh LCD yang lebih murah.

Hal paling menyedihkan dari penghentian produksi PlayStation Vita adalah, Sony tak punya rencana untuk menggarap pewarisnya. Dengan begini, Nintendo menjadi satu-satunya penyedia perangkat gaming portable di era console generasi kedelapan – tanpa menghitung produk berkonsep retro dan metode emulasi tentunya.

Via Polygon.

Sony Xperia L3 Temani Sang Flagship, Tawarkan Kamera Ganda dan Pelapis Gorilla Glass 5

Sony yang masih berjuang di industri mobile rupanya tak mau ketinggalan gemerlap pesta mobile terbesar di dunia, MWC 2019 yang digelar di Barcelona, Spanyol. Dalam kesempatan itu, Sony memperkenalkan sejumlah perangkat termasuk flagship Xperia 1, Xperia 10 dan Xperia 10 Plus di kelas menengah premium. Tak berhenti di situ, Sony juga menyingkap Xperia L3, varian kelas menengah lebih murah yang sempat muncul dalam rumor beberapa waktu silam.

Ditenagai chipset “kelas dua” MediaTek Helio P22, Xperia L3 tampil cukup apik dengan garis desain klasik Sony yang ditingkatkan dengan aspek rasio 18:9, menampilkan kesan penuh tanpa gangguan notch di dahi. Untuk memperkuat layarnya yang berukuran 5,7 inci HD+, Sony mengadopsi pelapis kaca Gorilla Glass 5.

screenshot-farm8.staticflickr.com-2019-02-26-10-59-54

Di sektor kamera, tak ada kejutan berarti, masih mengikuti tren berupa kamera ganda di belakang dengan konfigurasi 13MP + 2MP, didampingi oleh kamera depan 8MP. Tersedia ruang simpan seluas 32GB untuk menampung berbagai momen baik foto maupun video yang ditangkap oleh kedua kamera tersebut. Sementara kapasitas RAM-nya ditawarkan dalam satu opsi, 3GB.

Kebutuhan daya Sony Xperia L3 ditopang oleh baterai 3.300 mAh yang juga memberi tenaga bagi sejumlah modem konektivitas seperti 4G VoLTE, Bluetooth v5, NFC, USB Type-C, dan juga Google Cast serta berbagai sensor standar, antara lain sensor accelerometer, ambient light sensor, digital compass, hall sensor, magnetometer, step counter, step detector, significant motion detector, dan proximity sensor. Sony Xperia L3 memiliki dimensi 154x72x8.9mm dengan bobot 156 gram.

screenshot-farm8.staticflickr.com-2019-02-26-10-58-26

Sony belum mengungkapkan berapa harga jual untuk Xperia L3 ini. Tapi kabar baiknya, Sony tak akan menunggu lama untuk memasarkan punggawa barunya ini ke negara-negara potensial. Dua opsi SIM tunggal dan dual SIM tersedia bersama beberapa pilihan warna, antara lain hitam, emas dan perak.

Sumber berita Sonymobile.

Teknologi Smartphone Multi-Kamera Bikinan Light Bakal Ditenagai oleh Sensor Sony

Tahun lalu, sebuah startup bernama Light membuat gebrakan dengan memamerkan prototipe smartphone yang dilengkapi sembilan kamera. Meski sepintas terdengar kelewat ambisius, ide mereka pada akhirnya berhasil menarik perhatian Softbank sekaligus Leica untuk menjadi investor.

Terlepas dari itu, sampai sejauh ini kita masih bertanya-tanya apakah smartphone istimewa itu bakal digarap sendiri oleh Light, atau Light malah akan berperan sebagai pemasok teknologinya kepada pabrikan ponsel yang tertarik. Semuanya sudah terjawab sekarang, berkat pengumuman kemitraan antara Light dan Sony.

Sebelum Anda salah sangka, Sony yang dimaksud di sini bukanlah Sony Mobile, melainkan Sony Semiconductor Solutions yang selama ini memproduksi sensor kamera. Kemitraan ini sejatinya berarti Light bebas menggunakan sensor buatan Sony pada desain referensi bikinannya, sebelum akhirnya ditawarkan ke produsen smartphone yang tertarik merealisasikannya.

Jadi setidaknya sekarang sudah jelas: ketimbang merancang smartphone-nya sendiri, Light lebih memilih untuk menjadi pemasok teknologi multi-kamera ke produsen. Sistem multi-kamera itu sendiri merupakan perpaduan antara sekelompok sensor bikinan Sony dan teknologi computational photography racikan Light.

Kapan smartphone dengan lima atau sembilan kamera ini bisa terwujud masih merupakan tanda tanya besar. Sederet persiapan yang perlu diselesaikan Light (mencari investor, mencari mitra pemasok) sejatinya sudah terpenuhi, dan sekarang mungkin waktunya mereka untuk bergerilya meminang hati produsen-produsen smartphone.

Sumber: DPReview dan Globe Newswire.

Sony Jelaskan Alasan Mereka Absen di E3 2019

Sebagai Mekah-nya segala hal yang berkaitan dengan gaming, Electronic Entertainment Expo sudah lama jadi tempat bagi para pemilik platform dan produsen hardware dalam menghimpun fans serta meluncurkan produk baru. E3 juga merupakan titik awal perang console dan persaingan antar publisher, dimeriahkan oleh nama-nama familier di industri semisal Sony, Microsoft, EA sampai Ubisoft.

Namun kira-kira lima bulan selepas event tahun lalu dilangsungkan, ESA (penyelenggara) dan Sony Interactive Entertainment telah mengonfirmasi bahwa console maker asal Jepang itu memutuskan untuk tidak menghadiri E3 2019. Saat mengumumkan hal tersebut, Sony mengatakan mereka bermaksud buat ‘mencari cara baru dalam berinteraksi dengan komunitas, sembari tetap mempertahankan tradisi’.

Berbicara pada CNET, chairman SIE Worldwide Studios Shawn Layden akhinya menjelaskan secara lebih rinci alasan mengapa mereka absen di E3 2019. Layden menyampaikan, ranah gaming telah banyak berubah sejak tersedianya internet. Di tahun 1995 di era PlayStation pertama, produsen menarik tema gaming dari CES dan memindahkannya ke E3 karena menurut mereka acara ini punya dampak lebih besar bagi pihak retailer dan jurnalis. Retailer memanfaatkannya sebagai ajang memperluas koneksi, sedang jurnalis akan melaporkan berita-berita baru terkait gaming.

Ketika itu, akses internet masih belum merata. Jadi sudah seharusnya bagi perusahaan-perusahaan seperti Sony ikut serta dalam acara-acara pemeran karena mereka membutuhkan eksposur serta perlu mengekspansi kemitraan demi mempermudah distribusi produk – baik hardware maupun software.

Namun saat ini, ketersediaan internet di mana saja mampu menyatukan setiap gamer di dunia walaupun mereka terpisah jarak. Kini masing-masing pemilik platform punya acara khusus yang dilakukan secara konsisten untuk penggemarnya – misalnya Nintendo Direct atau Destination PlayStation. Di sanalah Sony menghimpun para retailer serta partner buat meluncurkan produk. Lalu dengan aliran berita gaming yang tak ada hentinya, E3 telah kehilangan esensinya.

Dunia telah bertransformasi begitu jauh, tapi bagi Sony, E3 tak berubah. Tak ada banyak aktivitas ‘perdagangan’ di acara yang tadinya dimaksudkan sebagai trade show.

Selain itu, ada perubahan pula pada cara Sony menyajikan produk. Di fase akhir siklus hidup PlayStation 4, perusahaan ingin fokus pada judul-judul besar dan mengurangi kuantitas permainan. Itu sebabnya, mereka merasa tak ada banyak hal yang dapat diumumkan di bulan Juni 2019. Jika Sony ada di sana, fans sudah pasti menanti penyingkapan berskala besar.

Dan melihat dari pengalaman sebelumnya, ada peluang besar perangkat penerus PlayStation 4 akan diungkap di acara selain E3…

Sony Luncurkan Walkman dan Headphone Wireless Bertema Kingdom Hearts

Fans akhirnya bisa bernafas lega sesudah Square Enix resmi melepas Kingdom Hearts III. Momen ini mereka nanti sejak kisah penutup saga Dark Seeker tersebut diumumkan hampir enam tahun lalu. Terlepas dari sejumlah kekurangannya, sebagian besar pemain puas pada konten game, dan di awal bulan ini, publisher mengumumkan bahwa Kingdom Hearts III telah terjual lebih dari lima juta kopi.

Sony melihat munculnya peluang menarik dari demam Kingdom Hearts III di kalangan gamer. Minggu lalu, perusahaan elektronik Jepang itu memperkenalkan dua perangkat audio bertema game action role-playing yang diracik oleh Square Enix dan diisi oleh tokoh-tokoh dari jagat Disney tersebut. Produk-produk edisi terbatas ini terdiri dari pemutar musik Walkman NW-A55 dan headphone wireless WH-H800 h.ear on 2 Mini.

Mereka berdua sebetulnya bukanlah produk yang benar-benar baru. WH-H800 h.ear on 2 Mini telah tersedia sejak kuartal pertama 2018, lalu Walkman Series A hadir beberapa bulan setelahnya. Aspek utama yang membedakan antara varian biasa dengan edisi spesial ini adalah warnanya. Ketika produk model standar menyuguhkan pilihan warna-warni cerah, versi Kingdom Hearts hanya mengusung tubuh berwarna kelabu plus ilustrasi unik.

Sony Kingdom Hearts 1

Di pemutar musik Walkman NW-A55, ilustrasi bisa Anda temukan di sisi belakang. Di sana, Sony menampilkan gambar sang tokoh utama, Sora. Sedangkan headset WH-H800 h.ear on 2 Mini dihias oleh simbol-simbol dan coat of arms Kingdom Hearts pada bagian housing speaker kiri dan kanan. Arahan desain yang diambil oleh produsen cukup menarik. Di satu sisi, ilustrasi Kingdom Hearts akan segera mencuri perhatian penggemar beratnya, namun penerapan tema game juga tidak terlampau berlebihan sehingga tetap menarik bagi konsumen biasa.

Sony Kingdom Hearts 2

Dari sisi hardware, spesifikasi kedua produk edisi Kingdom Hearts tidak berbeda dari model standar. Walkman NW-A55 bergambar Sora itu tetap menyajikan layar 3,1-inci, mampu menyuguhkan audio beresolusi tinggi, didukung penyimpanan internal 16GB (dapat diekspansi via kartu microSD), serta baterai yang sanggup menyajikan musik 24 jam non-stop. WH-H800 h.ear on 2 Mini versi Kingdom Hearts sendiri punya struktur yang bisa ditekuk, ditopang konektivitas Easy Bluetooth plus NFC one-touch, serta mampu meng-upscale kualitas musik hingga terdengar lebih baik.

Sony Kingdom Hearts 3

Walkman Series A dan headphone wireless WH-H800 h.ear on 2 Kingdom Hearts sudah mulai dipasarkan lewat situs Sony Jepang. Masing-masing produk dijajakan seharga JP¥ 28.880 (kisaran US$ 263) serta JP¥ 24.880 (sekitar US$ 226), dan keduanya dibungkus dalam boks khusus.

Via Slash Gear.

Sony a6400 Usung Peningkatan Performa yang Signifikan dan Ideal untuk Vlogger

Setelah hampir tiga tahun, Sony a6300 akhirnya punya penerus. Sony baru saja memperkenalkan a6400 sebagai model flagship pada lini kamera mirrorless APS-C miliknya. Dilihat dari kulit luarnya, kamera ini seakan tidak membawa pembaruan apa-apa, sebab memang hampir semua yang baru tersembunyi di dalam.

Sensor yang digunakan pun masih sama, APS-C 24,2 megapixel, akan tetapi prosesor yang mendampinginya sudah diganti dengan generasi teranyar. Kamera ini pada dasarnya mewarisi sejumlah keunggulan Sony a9, utamanya perpaduan 425 titik autofocus phase-detection dan contrast-detection yang diklaim sanggup mengunci fokus dalam waktu 0,02 detik saja.

Sony a6400

Lebih lanjut, a6400 turut dibekali Real-time Eye-AF dan Real-time Tracking yang diyakini mampu meningkatkan performa secara signifikan. Kemampuan menjepret tanpa hentinya pun juga impresif: hingga 11 fps dalam posisi AF/AE tracking aktif dan menggunakan shutter mekanis.

Selebihnya, a6400 sebenarnya tidak jauh berbeda dari a6300, yang terbukti sudah sangat mumpuni baik untuk urusan fotografi maupun videografi. Namun masih ada satu lagi pembaruan yang sangat menarik, yaitu layar sentuh yang bisa dilipat 180° hingga menghadap ke depan, sangat ideal untuk para vlogger.

Sony a6400

Selisih tiga tahun untuk pembaruan semacam ini memang terkesan kurang gereget. Namun kabar baiknya, Sony a6400 justru dibanderol lebih murah ketimbang a6300 saat pertama dirilis: $900 body only, atau $1.000 bersama lensa 16-50mm f/3.5-5.6, dan $1.300 bersama lensa 18-135mm f/3.5-5.6.

Kendati demikian, kehadiran a6400 ini berpotensi membuat bingung konsumen, sebab jauh sebelumnya sudah ada Sony a6500 yang dirilis hanya beberapa bulan setelah a6300. Dari pengamatan saya, a6500 unggul dalam satu aspek dibanding a6400: image stabilization 5-axis, tapi harganya dipatok $1.400 ketika pertama diluncurkan.

Sumber: DPReview.

Prediksi Industri Game Tahun 2019: Overwatch Akan Berubah Jadi Free-to-Play?

Setelah tahun 2018 yang sangat menarik, kita mungkin bertanya-tanya, hal apa yang akan mengisi industri game di tahun 2019? Tren yang akan menjadi “next big thing”, dan tren apa yang akan mati? Situs gamesindustry.biz belum lama ini mempublikasikan kumpulan prediksi dari berbagai pakar industri game di bidang-bidang berbeda. Termasuk di antaranya adalah Dr. Serkan Toto dari Kantan Games, Michael Pachter dari Wedbush Securities, dan Mat Piscatella dari NPD Groups.

Meskipun sifatnya hanya prediksi, bukan pengumuman resmi, hal-hal di bawah ini tetap menarik untuk kita antisipasi. Apalagi bila Anda sering mengikuti rumor atau leak tentang industri game, mungkin Anda tahu bahwa prediksi dari beberapa nama di atas cukup sering tepat sasaran atau setidaknya mendekati.

Contoh beberapa prediksi tahun lalu yang cukup menarik antara lain kemunculan mobile game Warcraft (ternyata yang muncul bukan Warcraft, tapi Diablo Immortal), penurunan harga PSVR yang cukup besar (dari US$399 ke US$299), serta ekspansi penerbit-penerbit Tiongkok ke wilayah global (contoh: PUBG Mobile dan AOV versi Switch).

Bagaimana dengan tahun 2019? Berikut ini adalah prediksi-prediksi tahun 2019 yang cukup menarik dan masuk akal untuk terjadi. Mari kita bermain tebak-tebakan. Menurut Anda, prediksi mana saja yang benar?

Call of Duty: Black Ops 4
Call of Duty: Black Ops 4 | Sumber: Activision

Overwatch dan Call of Duty: Black Ops 4 Blackout versi free-to-play

Di tahun 2019 ini Overwatch akan menginjak usia tahun ketiga. Liga esports Overwatch League (OWL) telah terbukti cukup sukses, namun Blizzard mulai tiba di titik jenuh. Mereka perlu menjangkau pasar yang lebih luas, dan cara melakukannya adalah dengan mengubah Overwatch menjadi free-to-play. Prediksi ini dilontarkan oleh Michael Pachter.

Pachter juga memprediksi mode Blackout (battle royale) dari Call of Duty: Black Ops 4 untuk mendapat perlakuan yang sama. Call of Duty: Black Ops 4 sendiri sudah sukses di pasaran, dan mode Blackout pun banyak digemari. Activision bisa meniru strategi Fortnite, mengubah mode battle royale menjadi free-to-play namun game utamanya tetap berbayar. Apakah mereka akan meraih kesuksesan yang sama, kita lihat saja nanti.

Nintendo Switch Pro dan Switch Lite

Bukan rahasia lagi bahwa Nintendo sangat suka melakukan revisi console dan handheld ciptaan mereka. Tahun 2017 ini, Switch akan berumur dua tahun, dan Dr. Serkan Toto memprediksi bahwa Nintendo akan merilis versi revisi pertamanya.

Rencana tentang Switch Pro sendiri sudah pernah dilaporkan oleh Wall Street Journal. Akan tetapi kemungkinan Nintendo juga akan menciptakan versi Lite untuk menjangkau pasar entry level.

Dr. Serkan Toto
Dr. Serkan Toto dikenal sebagai pakar industri game Jepang | Sumber: gamesauce

Lebih banyak konten eksklusif marketplace

Akhir tahun 2018, kita telah melihat percikan-percikan “perang marketplace” di dunia distribusi game digital. Di tengah keputusan Valve soal perubahan pembagian keuntungan di Steam, perusahaan-perusahaan lain mulai bergerak untuk menawarkan marketplace alternatif yang lebih pro-developer. Muncullah Epic Games Store dan Discord Store yang menawarkan pembagian keuntungan lebih besar dari Steam.

Meski banyak marketplace baru, para analis sepakat bahwa Steam tetap akan menjadi platform paling dominan untuk PC gaming. Sementara itu, Piers Harding-Rolls dari IHS Markit memprediksi bahwa para penyedia marketplace akan mulai lebih sering menerbitkan game eksklusif di platform milik mereka saja sebagai cara bersaing. Apakah ini hal yang baik atau buruk, kita lihat saja bila benar terjadi nanti.

Tidak akan ada PS5 atau Xbox baru

PS4 di tahun 2019 akan berulang tahun untuk keenam kalinya, dan di dunia console, itu berarti kemunculan generasi penerusnya sudah dekat. Namun “PS5” atau “Xbox Two” tidak akan dirilis pada tahun 2019. Sony dan Microsoft kemungkinan akan mengumumkan beberapa spesifikasi perangkat baru mereka, tapi peluncurannya sendiri masih jauh di masa depan. Sebelum PS5, Piers Harding-Rolls memprediksi bahwa Sony akan merilis PSVR generasi baru terlebih dahulu.

Beberapa judul game yang akan muncul

Selain kondisi industri game secara umum, tentu para analis ini juga memiliki prediksi tentang judul-judul game yang akan muncul di tahun 2019. Berikut ini beberapa di antaranya:

  • Sekuel seri Bioshock
  • Borderlands 3
  • Sekuel seri Splinter Cell
  • Sekuel seri Watch Dogs
  • Rainbow Six baru
  • Titanfall 3
  • Judul Star Wars baru dari Respawn Entertainment
  • The Elder Scrolls VI, dipercepat karena kegagalan Fallout 76

Itulah beberapa prediksi dari analis di dunia industri game tentang tahun 2019. Apakah Anda setuju? Mana prediksi yang Anda harapkan jadi kenyataan?

Sumber: gamesindustry.biz

[Review] Lensa Sony FE 24mm F1.4 G Master, Tajam dari Ujung ke Ujung

Sony tak lagi sendiri, rival yang sepadan di pasar mirrorless full frame telah datang dari Nikon, Canon, dan Panasonic. Ya, Sony akhirnya mendapat persaingan dan perang mirrorless full frame yang sesungguhnya baru dimulai.

Sony yang telah memulai sejak lima tahun lalu, tepatnya pada tahun 2013 memang lebih ‘matang’ dengan pilihan body kamera full frame dan lensa lebih beragam.

Lini Alpha A7 misalnya, terdiri dari tiga varian yakni A7 dan A7R yang sudah sampai pada generasi ketiga. Sementara, A7S baru sampai generasi kedua.

Sony juga punya ‘senjata’ lain yang mematikan yakni A9 series yang memiliki performa melampaui DSLR. Selain itu, jumlah lensa native untuk full frame E-mount (FE) mencapai 30.

review-lensa-sony-fe-24mm-f14-gm

Lensa terbaru yang belum lama diumumkan di Indonesia ialah lensa Sony FE 24mm f/1.4 G Master (model SEL24F14GM). Lensa fix wide angle dengan bukaan besar ini dibanderol Rp22.999.000.

Saya telah mengujinya selama kurang lebih satu bulan dengan body Sony Alpha A7 III. Dengan sudut pandang yang luas, lensa ini tentunya sangat ideal untuk memotret foto landscape, arsitektur, hingga portrait. Berikut review lensa Sony FE 24mm f/1.4 G Master selengkapnya.

Desain Ringkas dengan Kontrol Intuitif

Salah satu kelebihan lensa fix adalah ukurannya yang ringkas. Pun demikian dengan lensa FE 24mm F1.4 ini, memiliki diameter filter 67mm, dengan dimensi 75,4×92,4mm, dan bobot 445 gram.

Focal length 24mm ini setara dengan 36mm di sensor APS-C dan menyuguhkan sudut pandang 84 derajat. Jarak fokus minimumnya 0,24m, dengan perbesaran 0,17 kali, aperture maksimum F1.4, dan minimum F16.

review-lensa-sony-fe-24mm-f14-gm

Pada body lensa, dapat dijumpai dua ring untuk mengatur aperture dan fokus. Mekanisme aperture lensanya memiliki 11 bilah dengan circular design, bokeh utuh yang natural dan indah pun bisa dengan mudah diperoleh.

Di sebelah kanan agak ke bawah terdapat aperture click switch. Untuk still photography, bila ‘click‘ diaktifkan akan memberikan tactile feedback saat mengatur nilai aperture.

Sementara untuk videography, ‘click‘ bisa dinonaktifkan sehingga memungkinkan beralih aperture secara mulus saat merekam video.

Ring fokusnya sendiri menggunakan bahan karet dan diklaim tetap mudah dikontrol meskipun dalam suhu rendah. Lensa ini memang didesain tahan terhadap debu dan lembap, build quality-nya sangat solid. Jadi, bisa diajak untuk pemotretan outdoor maupun kondisi ekstrim.

review-lensa-sony-fe-24mm-f14-gm

Selain itu, di sebelah kanan terdapat tuas untuk beralih ke auto focus (AF) dan manual focus (MF) atau sebaliknya dengan cepat. Serta, tombol focus hold untuk mengunci fokus yang diinginkan.

Bagi yang kerap menggunakan mode manual saat memotret, kontrol terintegrasi yang melekat pada lensa ini sangat memudahkan pengoperasian kamera lebih cepat. Jadi, Anda bisa lebih fleksibel dan fokus menangkap momen.

 

Fitur dan Spesifikasi

review-lensa-sony-fe-24mm-f14-gm

Lensa FE 24mm f/1.4 GM ini menggunakan desain optik baru yang mampu menangkap detail dengan resolusi tinggi pada seluruh frame, bahkan pada aperture f/1.4.

Jadi, bekerja optimal pada Sony Alpha A7R yang mengusung resolusi tinggi 42,4-megapixel maupun kamera full frame Sony berikutnya. Ya, karena lensa ialah sebuah investasi.

Lensa ini menggunakan sistem drive fokus DDSSM (Direct Drive SSM), sehingga kinerja auto focus-nya lebih cepat dan senyap. Dalam lensa ini berisi 13 elemen dalam 10 grup.

Di antaranya ada dua elemen XA (Extreme Aspherical) dan tiga elemen ED (Extra-low-Dispersion) untuk meredam aberasi kromatik secara efektif dan meminimalkan sagittal flare sehingga titik sumber cahaya dapat direproduksi secara akurat sebagaimana aslinya.

Lapisan Nano AR Coating juga digunakan untuk mengurangi pantulan yang dapat menyebabkan silau (flare) dan bayangan (ghosting) secara efektif.

Hasil fotonya memang sangat tajam dari ujung ke ujung dan minim distorsi. Berikut hasil bidikan dari lensa Sony FE 24mm f/1.4 GM dengan body kamera Sony Alpha A7 III:

Verdict

Sebagai lensa wide angle, lensa premium lini G Master ini tentu serba guna untuk beragam jenis still photography maupun videography dan yang pasti sangat menantang. Dimensinya ringkas dan cukup ringan, mudah dibawa dan disimpan ke dalam tas kamera.

Bukaan yang besar juga membuat lensa ini ideal untuk penikmat foto di malam hari. Bokeh yang bulat utuh dan lembut pun bisa dengan mudah didapat.

Saya melihat, bila dulu focal length 35mm menjadi favorit para fotografer pro. Kini, mulai banyak yang beralih ke lensa 24mm yang lebih lebar untuk landscape maupun portrait.

Buat saya, pengalaman menggunakan lensa ini sangat menyenangkan. Namun ukuran yang ringkas dan kualitas yang disuguhkan juga sepadan dengan harganya yang mencapai Rp23 juta. Tetapi, Anda tidak akan kecewa dengan kualitas foto yang dihasilkannya.

Sparks

  • Aperture click switch yang intuitif
  • Ukuran ringkas dan build quality solid
  • Hasil tajam dari ujung ke ujung
  • Minim distorsi

Slacks

  • Harga relatif tinggi

Sony Bawa Game Klasik Lemmings ke Android dan iOS

Buat kalian yang hobi bermain game klasik untuk mengisi waktu luang hingga bernostalgia, Sony bekerja sama dengan Sad Puppy Limited secara resmi membawa game Lemmings dari konsol PlayStation ke platform mobile (Android dan iOS).

Game puzzle-platformer ini pertama kali dirilis pada tahun 1991 dan di-remake oleh Sony pada tahun 2006 untuk PlayStation Portable, PlayStation 2, dan PlayStation 3. Kini, Lemmings telah tersedia secara gratis di Play Store dan App Store.

Developer Sad Puppy Limited menyajikan ribuan level menantang yang penuh dengan teka-teki, perangkap, dan sangat berbahaya. Menariknya, Anda juga dapat menemukan dan mengumpulkan para hewan lemming imut yang unik ini untuk bersaing melawan pemain lain dalam turnamen untuk mendapatkan hadiah penting.

Karena bisa berkompetisi dengan pemain lain dari seluruh dunia, artinya kita perlu koneksi internet untuk memainkan game Lemmings. Saya sudah mencoba beberapa level, terasa menyenangkan sekaligus menantang. Anda harus memastikan proses migrasi para lemming mencari habitat baru berjalan baik, masalahnya mereka terlalu bersemangat dan bermigrasi dalam kelompok besar.

Sebagai game free to play, Lemmings memang gratis untuk dimainkan, namun developer juga harus memonetisasi game. Mereka pun menerapkan sistem energy, di mana Anda membutuhkan energy untuk terus memainkan game ini.

Bila energy habis, Anda cukup berhenti sejenak sambil menunggu energy terisi kembali atau membeli energy dengan uang sungguhan. Sistem ini harusnya tidak terlalu mengganggu bila dibandingkan pop up iklan.

Sumber: PhoneArena

Sony Undang Anda Memilih Game-Game PlayStation Terbaik di 2018

Fortnite dan demam battle royale memang tengah menyebar ke seluruh penjuru dunia, namun (dengan sangat berat hati) saya akui bahwa tahun ini merupakan momen berjayanya PlayStation 4 berkat kemunculan judul-judul mengagumkan di platform itu: remake Shadow of the Colossus, God of War, Marvel’s Spider-Man, serta kehadiran Red Dead Redemption 2 dan Monster Hunter: World.

Dan di hari-hari terakhir tahun 2018 ini, Sony Interactive Entertainment mempersilakan para gamer untuk menentukan sendiri permainan-permainan PS4 favorit mereka. Melalui blog resminya, Sony menyodorkan pilihan yang sangat banyak, membagi para finalis dalam 15 kategori (termasuk studio terbaik). Dan menariknya lagi, mereka membiarkan Anda menambahkan game tertentu jika judul tersebut tidak ada di daftar.

Semua orang berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses voting ini. Rencananya, pengumuman pemenang akan dilakukan tepat pada tanggal 31 Desember 2018 nanti. Daftar nominasinya bisa Anda simak di bawah:

 

Best PS4 Game

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Hitman 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Shadow of the Tomb Raider
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best PS VR Experience

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Borderlands 2 VR
  • Creed: Rise to Glory
  • Déraciné
  • Firewall Zero Hour
  • Moss
  • Sprint Vector
  • Star Trek: Bridge Crew – The Next Generation
  • Tetris Effect
  • The Inpatient
  • The Persistence

 

Best Independent Game

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Donut County
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • Guacamelee! 2
  • Hollow Knight
  • Iconoclasts
  • Laser League
  • Minit
  • Moonlighter
  • Moss
  • Owlboy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best Performance

  • Alex McKenna – Sadie Adler, Red Dead Redemption 2
  • Anthony Howell – Dr. Jonathan Reid, Vampyr
  • Benjamin Byron Davis – Dutch van der Linde, Red Dead Redemption 2
  • Bryan Dechart – Connor, Detroit: Become Human
  • Christopher Judge – Kratos, God of War
  • Clancy Brown – Hank, Detroit: Become Human
  • Darin De Paul – J. Jonah Jameson, Marvel’s Spider-Man
  • Gonzalo Martin – Sean Diaz, Life is Strange 2: Episode 1
  • Greg Bryk – Joseph Seed, Far Cry 5
  • Jeremy Davies – “The Stranger”, God of War
  • Jesse Williams – Markus, Detroit: Become Human
  • Melissanthi Mahout – Kassandra, Assassin’s Creed Odyssey
  • Roger Clark – Arthur Morgan, Red Dead Redemption 2
  • Sunny Suljic – Atreus, God of War
  • Valorie Curry – Kara, Detroit: Become Human
  • William Salyers – Otto Octavius, Marvel’s Spider-Man
  • Yuri Lowenthal – Peter Parker, Marvel’s Spider-Man

 

Best Graphical Showcase

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Dragon Ball FighterZ
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Art Direction

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Celeste
  • Chasm
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Ball FighterZ
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Iconoclasts
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Sprint Vector
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • Timespinner

 

Best Soundtrack

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Moonlighter
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Sound Design

  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Tetris Effect

 

Best Multiplayer

  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Divinity: Original Sin 2
  • Firewall Zero Hour
  • Gwent: The Witcher Card Game
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overcooked 2
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Red Dead Redemption 2
  • The Forest
  • The Jackbox Party Pack 5

 

Best Narrative

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • God of War
  • Iconoclasts
  • Marvel’s Spider-Man
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Vampyr

 

Best Sports Game

  • EA Sports UFC 3
  • FIFA 19
  • Madden NFL 19
  • MLB The Show 18
  • NBA 2K19
  • NBA 2K Playgrounds 2
  • NBA Live 19
  • NHL 19
  • Pro Evolution Soccer 2019
  • WWE 2K19

 

Best Ongoing Game

  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • For Honor
  • Fortnite
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overwatch
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Rocket League
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege
  • Warframe

 

Best PlayStation Console Exclusive

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Shadow of the Colossus
  • Tetris Effect
  • Yakuza Kiwami 2

 

Most Anticipated Game

  • Anthem
  • Bloodstained: Ritual of the Night
  • Concrete Genie
  • Control
  • Crash Team Racing Nitro-Fueled
  • Days Gone
  • Death Stranding
  • Devil May Cry 5
  • Dreams
  • Far Cry New Dawn
  • Ghost of Tsushima
  • Kingdom Hearts III
  • MediEvil
  • Metro: Exodus
  • Mortal Kombat 11
  • Outer Worlds
  • Rage 2
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Shenmue 3
  • Skull and Bones
  • Spelunky 2
  • The Division 2
  • The Pathless
  • Trover Saves the Universe

 

Studio of the Year

  • Bungie
  • Capcom
  • Dontnod
  • Enhance
  • Epic Games
  • Insomniac Games
  • Matt Makes Games
  • Motion Twin
  • Rockstar Games
  • Santa Monica Studio
  • SIE Japan Studio
  • Treyarch
  • Ubisoft Quebec