Update Software 5.50 PlayStation 4 Difokuskan Pada Pengelolaan Waktu dan Update UI

Memasuki tahun kelima perjalanan PlayStation 4, console generasi kedelapan punya Sony Interactive Entertainment itu telah memperoleh 11 kali pembaruan software. Upgrade ke versi 5.0 yang diimplementasikan pada bulan Oktober silam memperkenalkan fitur Family on PSN, pengelolaan daftar teman, perluasan opsi kustomisasi broadcast ke Twitch, dan lain-lain.

Dan di tanggal 6 Februari kemarin, Sony menyingkap segala konten yang akan dibawa oleh update sistem PlayStation 4 ke versi 5.50 – diberi codename ‘Keiji’. Kali ini, pembaruan difokuskan pada pengelolan waktu, yang sepertinya merupakan perluasan dari Family on PSN. Aspek user interface juga mendapatkan penyempurnaan, termasuk pada quick menu, hingga notifikasi. Detailnya bisa Anda simak di bawah:

 

Play Time Management

Update Software 5.50 PlayStation 4 1

Fitur ini memperkenankan orang tua atau gamer dewasa menentukan waktu bermain anak-anak. Cara menggunakannya sangat mudah, Anda tinggal membuka Settings lalu memilih Family Management dan log-in untuk mencari tahu seberapa lama si buyung bermain dalam sehari. Jika dibutuhkan, Anda bisa menerapkan pembatasan waktu bermain – misalnya satu jam di hari sekolah.

Tentu ketika waktu habis, sistem tidak tiba-tiba berhenti. Anak-anak akan diberi notifikasi untuk segera melakukan save dan keluar dari permainan. Jika kebetulan dia sudah menyelesaikan PR-nya, sang wali bisa menambah waktu bermain via smartphone atau PC.

 

Update UI Library

Update Software 5.50 PlayStation 4 3

Akan ada dua tab baru dibubuhkan pada Library sehingga lebih mudah bagi Anda untuk melihat app-app apa saja yang telah dibeli (bertuliskan nama avatar Anda) dan diinstal (This PS4). Pembaruan juga menambahkan tab PS Plus, menunjukkan game-game yang Anda miliki dari layanan PlayStation Plus. Saat permainan kadaluarsa, akan muncul icon gembok.

 

Pembaruan Quick Menu

 

Nantinya, Anda bisa mengakses nama teman yang diinginkan cukup dengan menarik tab Friends di Quick Menu. Lalu sewaktu sedang mendengarkan musik di PlayStation 4, Anda juga dapat mengakses fungsi shortcut tertentu dari sana. Contohnya tombol kotak buat mengendalikan volume di Spotify atau tombol segitiga untuk mengaktifkan fungsi play/pause di Media Player.

 

Musik background

20180202104946

Dengan fitur Background Music, Anda dapat men-streaming game di PlayStation Now sembari menikmati lagu.

 

Notifikasi

20180125155622

Anda akan dipersilakan menghapus notifikasi lama dari menu Option.

 

Wallpaper

Fungsi ini memperkenankan pengguna mengimpor gambar wallpaper pilihannya sendiri dari flash drive ke PlayStation 4.

 

Kustomisasi page Tournaments

Anda bisa mengubah latar belakang di laman Tournaments dengan gambar atau logo pilihan Anda. Metodenya sama seperti wallpaper.

 

Mode Supersampling di PS4 Pro

Pemilik PlayStation 4 Pro akan menemukan mode supersampling di menu Settings. Dengan mengaktifkan mode ini, game-game yang mendukung 4K di-render di resolusi tersebut, lalu disesuaikan dengan HDTV Anda. Metode ini membuat gambar jadi lebih tajam dan jernih meskipun Anda tidak mempunyai TV 4K.

Sony belum mengungkapkan kapan sistem update 5.50 PlayStation 4 akan diimplementasikan secara luas, namun versi ‘belum rampungnya’ sudah bisa dijajal oleh peserta program beta.

Shadow of the Colossus Siap Menyaingi Monster Hunter: World Sebagai Calon Game of the Year 2018

Bahkan sebelum bulan pertama di 2018 berakhir (berdasarkan waktu artikel ini ditulis), kita sudah bisa menebak game-game yang berpeluang jadi judul terbaik di tahun ini. Di Januari, gamer dikejutkan oleh kualitas memuaskan dari Monster Hunter: World dan Dragon Ball FighterZ. Namun satu game yang bahkan belum dirilis siap menandingi keduanya.

Baru akan meluncur pada tanggal 6 Februari besok, Sony Interactive Entertainment telah memperkenankan beberapa media game besar untuk mengakses remake Shadow of the Colossus lebih dulu. Dan berdasarkan ulasan yang mereka publikasikan, versi ‘ultra-high definition‘ permainan legendaris di PlayStation 2 itu sepertinya betul-betul mengagumkan. Simak saja pendapat mereka dalam rangkuman review di bawah.

Remake Shadow of the Colossus mendapatkan skor 9,7 dari IGN. Permainan ini diklaim sebagai definisi sejati dari karya klasik, gameplay serta jalan ceritanya secanggih dan seemosional versi 2005-nya. IGN memuji banyak faktor di permainan, dari mulai performa, kendali, hingga keindahan grafisnya. Reviewer  sangat berterimakasih pada Sony karena telah menghadirkannya lagi buat gamer generasi baru.

Destructoid memberi game ini skor sempurna, 10 dari 10. Menurut mereka, tak hanya Bluepoint berhasil me-remaster Shadow of Colossus ke platform current-gen, tapi mutu konten dari permainan orisinalnya sendiri terbilang sempurna sehingga tidak lekang dimakan oleh waktu. Shadow of the Colossus menyuguhkan petualangan yang epik, megah, emosional, seru dan imajinatif.

Dalam ulasan singkatnya, Game Informer berpendapat bahwa remake ini terasa berbeda di beberapa bagian, walaupun masih menyajikan sensasi sejati bermain Shadow of the Colossus. Salah satu bagian terbaiknya ialah saat Anda mencoba memanjat makhluk-makhluk raksasa di sana, lalu bahkan jika Anda sudah pernah memainkannya, narasinya tetap akan membuat hati Anda terenyuh.

Di bagian penutup ulasan dengan nilai 9,5, Polygon menyampaikan bahwa ada pelajaran yang bisa dipetik dari remake ini. Versi baru Shadow of the Colossus memang cantik, tapi developer tidak perlu berlomba-lomba mengembangkan game bergrafis memukau. Mereka perlu fokus menciptakan permainan yang bisa memberikan pengalaman seperti karya Team Ico tersebut, sehingga bahkan saat dirilis kembali satu dekade kemudian, kontennya tetap terasa epik.

Gamespot bilang, Shadow of the Colossus adalah sebuah petualangan luar biasa, layak dijalankan lagi dan lagi. Perbaikan di sisi visual mengekspos tiap aspek dalam pengembaraan Wander dan Agro. Dunia permainan yang terbentang luas sangat memesona, dan para raksasa di sana akan membuat Anda merasa kecil. Permainan ini merupakan rekonstruksi indah dari sebuah karya luar biasa.

Di situs agregat review OpenCritic, saat ini Shadow of the Colossus berhasil memperoleh skor rata-rata 93 dari 58 ulasan, dan menjadi permainan dengan penilaian tertinggi sementara di tahun ini.

Dua Buah Paten Ungkap Rencana Sony Memperbarui PlayStation Move

PlayStation Move diperkenalkan jauh sebelum ide mengenai PlayStation VR disingkap, disiapkan sebagai jawaban Sony terhadap mulai populernya metode kontrol berbasis gerakan di masa itu. Konsep kerjanya menyerupai Wii Remote, yaitu mengubah gerakan fisik menjadi input kendali. Respons pengguna terhadap Move terbilang positif, tapi penjualannya tidak setinggi harapan Sony.

Potensi pemanfaatan PlayStation Move baru benar-benar terlihat setelah PSVR diumumkan. Periferal ini menjadi salah satu alternatif metode kendali buat headset virtual reality PlayStation tersebut. Umur Move sendiri lebih tua dari PlayStation 4, dan Sony sepertinya punya rencana untuk memperbarui atau mungkin bahkan mengganti controller ini dengan versi yang lebih anyar.

Berdasarkan laporan VR Focus, Sony Interactive Entertainment telah mengajukan setidaknya dua paten yang menampilkan ilustrasi perangkat motion controller baru beserta cara penggunannya. Gambar-gambar itu tak hanya memperlihatkan revisi pada desain, namun juga menunjukkan potensi kehadiran sejumlah fitur yang sudah lama diminta oleh komunitas PlayStation VR.

PS Move 1

Paten pertama diajukan oleh Sony Jepang dan dipublikasikan awal bulan Januari ini. Di gambar, tampak sebuah controller dengan wujud yang lebih stylish dan ergonomis. Hilang sudah bagian bola berisi RGB di atas. Penampilan controller kini selangkah menyerupai controller Vive dengan area kepala yang melebar (boleh jadi merupakan rumah bagi rangkaian sensor). Di sana, terdapat stik analog dan sejumlah tombol, lalu ada tombol trigger di bagian bawah. Selanjutnya, pemakaian controller diamankan oleh strap.

PS Move 2

Paten kedua telah diungkap tahun lalu, kontennya mengindikasikan eksistensi dari fitur-fitur baru. Pertama, ada kemungkinan controller akan mengsung teknologi pelacak gerakan jari, mirip seperti purwarupa controller ‘Knuckles’ untuk HTC Vive. Lalu ‘PS Move anyar’ ini kabarnya akan bekerja langsung dengan unit head-mounted display tanpa lagi menggunakan kamera eksternal. Hal ini menunjukkan akan ada unit PSVR baru.

PS Move 3

Berbicara soal PSVR, Sony sempat meng-upgrade headset ke model CUH-ZVR2. Efeknya, penjualan PlayStation VR laris manis di Jepang. Terhitung di bulan Desember silam, PSVR telah terjual sebanyak lebih dari dua juta unit secara global.

Mengingat usianya yang hampir menyentuh delapan tahun, sangat wajar bagi Sony untuk memperbarui PlayStation Move dengan unit yang lebih baru. Apalagi sang console-maker Jepang itu sempat menyingkap agenda buat meluncurkan tidak kurang dari 130 permainan PlayStation VR di tahun 2018.

Sony dan Nike Umumkan Sepatu Basket Resmi PlayStation

Masuknya kita ke era digital ternyata tidak mengurangi permintaan konsumen terhadap mainan. Hal ini mendorong sejumlah perusahaan gaming untuk mencoba menggabungkan elemen mainan fisik ke video game. Inkarnasi yang mungkin masih hangat di ingatan kita adalah Disney Infinity dan figurine Amiibo buat sejumlah console Nintendo.

Langkah serupa tampaknya juga diikuti oleh Sony Interactive Entertainment. Belum lama, Sony memperkenalkan figure ala Amiibo yang diaopsi dari game-game eksklusif PlayStation seperti LittleBigPlanet, WipEout, Crash Bandicoot, Tekken 7, Bloodborne, God of War, dan Parappa The Rapper buatan Totaku Collection. Namun mainan-mainan ini sebetulnya tidak bisa memengaruhi gameplay karena memang tidak didukung NFC.

Kali ini Sony mencoba menciptakan satu item collectible yang ‘sedikit lebih terkoneksi’ ke console current-gen mereka, tetapi tak lagi menggunakan pendekatan mainan. Mereka menggandeng perusahaan produk olahraga terbesar di dunia Nike dan atlet NBA All-Star Paul George untuk menciptakan sepatu resmi console PlaStation. Sepatu unik ini dinamai PG2 ‘PlayStation’ Colorway.

PG2 ‘PlayStation’ Colorway mengusung desain ala sepatu signature pebasket Paul George yang didesain oleh Tony Hardman. Dan kebetulan, George juga merupakan seorang penggemar berat console Sony, jatuh cinta sejak ayahnya memberikan PlayStation 2 sebagai kado Natal. Rancangan PG2 kabarnya lebih tradisional dibanding PG1, dengan penambahan area sayap di sisi luar agar lebih stabil serta pemanfaatan bantalan udara Nike Zoom.

Tentu saja ada banyak sentuhan istimewa bertema PlayStation di sana. PG2 ‘PlayStation’ Colorway mempunyai tubuh berwarna gelap plus bumbu biru khas PlayStation, lalu area kulit memiliki pola lingkaran-kotak-segita-X yang digunakan di tombol DualShock. Sony membubuhkan tema Galaxy di bagian midsole, juga menggunakan warna PlayStation klasik pada lubang tali/eyelet – yaitu hijau, ungu, merah dan biru.

Nike PG2 'PlayStation' Colorway 1

Tentu saja elemen paling menonjol di sana ialah kehadiran sistem pencahayaan LED pada dua logo di bagian tongue. Sepatu kanan mengusung logo PG, sedangkan kiri meng-highlight logo PlayStation. Lampu tersebut bisa dinyalakan dengan menekan tombol di sisi belakang tongue. Lampu LED tersebut ditenagai oleh baterai lithium ion internal, menyajikan tiga mode pencahayaan.

Baik Sony maupun Nike belum memberi tahu berapa harga dari PG2 ‘PlayStation’ Colorway. Rencananya, produk akan mulai dipasarkan secara global pada tanggal 10 Februari nanti.

Seperti action figure Totaku, PG2 ‘PlayStation’ Colorway juga tidak dibekali NFC. Namun Anda bisa menemukan kode voucher PlayStation Network di bagian belakangnya. Belum diketahui apa yang akan dibuka olehnya. Apakah kode tersebut bisa membuka karakter/kostum khusus di NBA Live 18 atau NBA 2K18?

Sumber: Nike.

Hori Onyx Adalah Controller Wireless PS4 Bagi yang Lebih Suka dengan Controller Xbox

Oktober lalu, Sony mengumumkan tiga controller PlayStation 4 berlisensi resmi dari tiga merek yang berbeda. Ketiganya memang dimaksudkan sebagai alternatif, akan tetapi kalau Anda lebih suka menggunakan controller tanpa kabel, maka opsi Anda satu-satunya masih terbatas pada DualShock 4 dari Sony sendiri.

Namun situasinya berubah sejak tanggal 15 Januari kemarin, tepatnya ketika Hori memperkenalkan controller terbarunya yang diberi nama Onyx. Selain mengantongi lisensi resmi dari Sony, Onyx ternyata juga bisa beroperasi secara wireless, memanfaatkan koneksi Bluetooth persis seperti DualShock 4.

Juga seperti DualShock 4, bagian tengah atasnya dihuni oleh sebuah touchpad, dan tombol-tombolnya pun tidak ada yang absen. Lalu apa keunikannya yang tidak bisa Anda dapat dari DualShock 4? Jawabannya tergantung apakah Anda pernah memainkan console platform sebelah (baca: Xbox) atau tidak.

Hori Onyx

Kalau pernah dan ternyata Anda suka dengan controller-nya, besar kemungkinan Anda akan lebih sreg dengan Hori Onyx ketimbang DualShock 4. Pasalnya, seperti yang bisa Anda lihat, kedua thumb stick-nya diposisikan asimetris, dan bahkan bentuk grip-nya pun mirip seperti controller Xbox One.

Singkat cerita, Hori Onyx adalah controller PS4 untuk mereka yang lebih suka dengan controller Xbox. Jauh sebelum ini memang sudah ada Nacon Revolution yang juga mengemas thumb stick menyilang, akan tetapi baru Hori Onyx yang menyandingkannya dengan konektivitas Bluetooth, tidak ketinggalan juga sepasang vibration motor.

Hori Onyx saat ini sudah dipasarkan, tapi baru di dataran Eropa saja, dan sejauh ini belum ada info akan ketersediaannya di kawasan lain. Untuk harga, Amazon.co.uk mematok harga £45, kurang lebih sama seperti banderol DualShock 4 di sana.

Sumber: PlayStation Blog dan Engadget.

Dihargai $300, Sony MDR-1AM2 Warisi Fitur Headphone Seharga Rp 25 Juta

Satu per satu pabrikan smartphone boleh melupakan eksistensi jack headphone, akan tetapi hal itu tidak mencegah produsen perangkat audio untuk menciptakan headphone berkualitas yang masih mengandalkan sambungan kabel. Ambil contoh Sony, yang baru-baru ini meluncurkan suksesor dari salah satu headphone andalannya yang dirilis di tahun 2014, MDR-1A.

Sony MDR-1AM2, demikian nama resmi penerusnya, tidak mencoba memberikan sebanyak mungkin fitur yang absen pada generasi sebelumnya. Yang ingin ditonjolkan justru adalah kapabilitas headphone dalam memutar audio berkualitas hi-res, sekaligus membahagikan hati kalangan audiophile.

Untuk itu Sony telah mengembangkan unit driver berdiameter 40 mm baru, yang mencakup komponen diafragma yang terbuat dari bahan liquid crystal polymer berlapis aluminium. Hasilnya? Rentang frekuensi headphone ini bisa mencapai angka 100 kHz, meski ini bukan berarti apa-apa mengingat telinga manusia hanya bisa mendengar sampai 20 kHz – tapi setidaknya ada yang bisa dipamerkan.

Untuk menyeimbangi performanya, Sony tidak lupa membekalinya dengan konektor Pentaconn 4,4 mm yang banyak terdapat pada pemutar musik maupun amplifier high-end. Namun jangan khawatir, masih ada kabel dengan konektor 3,5 mm standar untuk Anda pakai bersama smartphone – kalau memang ada colokannya.

Sony bilang bahwa desainnya secara keseluruhan banyak mewarisi Sony MDR-Z1R, headphone kelas sultan yang dihargai Rp 25 juta. Dibandingkan pendahulunya, MDR-1AM2 diyakini berbobot lebih ringan sekaligus lebih nyaman dikenakan berkat bantalan yang dibalut kulit sintetis. Anda tertarik? Siapkan dana $300 dan bersabarlah sampai musim semi tiba.

Sumber: Sony.

Sony Luncurkan Proyektor 4K Mewah dengan Wujud Seperti Meja Tamu

LG baru-baru ini membuktikan bahwa proyektor 4K tak harus bertubuh bongsor. Namun di saat yang sama Sony rupanya punya filosofi yang berbeda. Mereka justru ingin proyektor mahal yang Anda beli itu jadi pusat perhatian di suatu ruangan layaknya sebuah mebel.

Kedengarannya ambisius memang, akan tetapi proyektor terbaru yang mereka ungkap di CES 2018 bakal menjawab semua keraguan kita. Wujudnya sepintas terlihat seperti sebuah meja tamu, dengan panel atas yang terbuat dari marmer dan bobot sekitar 75 kg. Lalu yang menjadi pertanyaan, untuk apa dimensi sebesar ini kalau LG saja bisa menyajikan produk sekelas dalam kemasan yang amat ringkas?

Sony LSPX-A1

Well, Sony LSPX-A1 ini bukan sembarang proyektor. Ia sebenarnya juga merangkap tugas sebagai soundbar yang bahkan bisa mendistribusikan suara 360 derajat. Di dalam kabinet kayunya tertanam tiga speaker midrange dan sebuah subwoofer terpisah untuk mengisi satu ruangan penuh sekaligus menyuguhkan dentuman bass yang memuaskan.

Namun yang lebih istimewa lagi tersembunyi di kedua pilar depannya. Kalau Anda perhatikan dengan baik, bagian atas pilar tersebut terbuat dari kaca, dan keduanya sebenarnya merupakan Glass Sound Speaker yang bertugas sebagai tweeter. Jadi secara total LSPX-A1 mengusung konfigurasi enam speaker.

Sony LSPX-A1

Mengingat yang kita bahas adalah sebuah proyektor, tentu saja kualitas gambarnya tidak boleh dikesampingkan. LSPX-A1 mengandalkan teknologi proyeksi SXRD, yang pada dasarnya merupakan formula Sony dalam menggabungkan teknologi DLP dan LCD. Selain mengemas resolusi DCI 4K (4096 x 2160 pixel), proyektor ini pastinya juga siap memutar konten berformat HDR.

Proyektornya besar, berarti proyeksinya juga sudah pasti besar, bukan? Tentu saja, dan mengingat LSPX-A1 masuk dalam kategori ultra short-throw, ia dapat memproyeksikan layar sebesar 120 inci meski didudukkan sekitar 24 cm dari tembok. Tingkat kecerahan maksimum 2.500 lumen juga berarti Anda tak perlu menonton sambil gelap-gelapan.

Lalu berapa harganya? $30.000, dengan jadwal ketersediaan mulai musim semi 2018 di Amerika Serikat.

Sony MP-CD1 Mobile Projector

Sony MP-CD1

Kontras dengan LSPX-A1 adalah Sony MP-CD1, proyektor lain yang Sony juga umumkan di CES 2018, yang ukurannya kurang lebih sama seperti sebuah power bank. Bobotnya pun cuma 280 gram, dan di dalamnya tersimpan baterai berkapasitas 5.000 mAh yang diperkirakan bisa bertahan selama 2 jam penggunaan.

Meski mungil, MP-CD1 masih sanggup memproyeksikan layar hingga sebesar 120 inci dari jarak 3,5 meter. Resolusinya hanya sebatas 854 x 480 pixel, dengan tingkat kecerahan 105 lumen dan rasio kontras 400:1, tapi setidaknya ia bakal sangat berguna ketika Anda hendak mempresentasikan sesuatu dalam sebuah business trip.

Sony MP-CD1

Tubuh kecilnya juga tidak menjadi alasan minimnya konektivitas. Selain mengemas port HDMI, MP-CD1 turut membawa jack audio 3,5 mm untuk disambungkan ke speaker mini misalnya, serta port USB-C untuk charging sekaligus menjadi power bank dadakan untuk smartphone.

Sama seperti LSPX-A1 yang berharga selangit, MP-CD1 juga akan dipasarkan mulai musim semi nanti, dengan banderol $400.

Sumber: Sony 1, 2.

Sony Rilis WF-SP700N, Earbud Nirkabel Tahan Cipratan Air

Selain memperkenalkan tiga smartphone anyar. Dalam konferensi pers Sony di perhelatan CES 2018, vendor asal Jepang ini juga mengumumkan sepasang produk audio wearable nirkabel terbaru, WF-SP700N dan WI-SP600N.

Sony WF-SP700N merupakan earbud nirkabel berbasis Bluetooth, produk ini dirancang khusus untuk menemani Anda saat berolahraga atau nge-gym. Sertifikasi IPX4 (splash dan sweat resistance), latihan seberat apapun Anda tidak perlu khawatir keringat yang bercucuran akan merusak earbud.

Fitur unggulan lainnya ialah digital noise cancellation untuk meredam suara bising yang belum ada pada produk kompetitor dan kualitas bass yang kuat dengan trebel yang bersih. Baterainya diklaim mampu bertahan tiga jam.

Sony juga menjanjikan, earbud ini akan terintegrasi dengan Google Assisstant yang akan ditambahkan pada update firmware di masa depan. Tertarik? Earbud nirkabel Sony WF-SP700N dibanderol US$179,99 atau sekitar Rp2,4 juta.

sony-earbud-wf-sp700n-3

Sedangkan, Sony WI-SP600N merupakan earbud yang dapat digantung di leher atau neckbud dengan battery life 6 jam. Seperti WF-SP700N, WI-SP600N juga dilengkapi fitur noise cancellation dan sertifikasi IPX4  untuk tahan keringat serta percikan air. Harganya dibanderol US$149.99 atau Rp2 juta.

Sumber: PhoneArena.

Sony Umumkan Game Gratis Bulan Januari 2018 Untuk Pelanggan PlayStation Plus

Dengan berlangganan PlayStation Plus, Anda dapat mencicipi versi early access game-game baru, memperoleh diskon secara reguler, memanfaatkan fitur update otomatis, serta mendapatkan ruang penyimpanan cloud seluas 10GB yang bisa menampung 1.000 file save permainan. Tentu saja, ‘fitur’ PS Plus yang jadi favorit para user adalah penyajian game gratis.

Lewat blog resminya, Sony mengumumkan permainan-permainan yang bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh pelanggan PS Plus di bulan Januari 2018 – tersedia baik untuk pemilik sistem current-gen, last-gen, console handheld, serta pengguna PlayStation VR. Sony tampaknya punya agenda untuk menghebohkan momen pergantian tahun ini, terutama melalui dua judul game yang cukup baru.

Beberapa hari lagi, pelanggan PS Plus dapat segera memainkan Deus Ex: Mankind Divided dan Batman: The Telltale Series – dua permainan yang dirilis kurang dari 18 bulan silam. Pemilik head-mounted display PSVR juga boleh berbahagia karena Sony mempersilakan Anda menikmati Starblood Arena, permainan flight combat bertema sci-fi yang mengadu gamer dalam arena tempur 360 derajat berbekal pesawat ruang angkasa.

Deus Ex: Mankind Divided sendiri merupakan pelanjut petualangan Adam Jensen yang dimulai di Human Revolution. Game kembali mengangkat tema cyberpunk, di-setting di masa depan ketika praktek modifikasi organ tubuh memicu perpecahan dan konflik di masyarakat. Mankind Divided mengombinasikan beberapa elemen gameplay berbeda: shooter, stealth, serta sistem dialog dan upgrade ala RPG.

Selanjutnya, Batman: The Telltale Series adalah permainan petualangan sang Cape Crusader yang dipadu gameplay khas Telltale Games: memanfaatkan formula point-and-click dan dilepas secara episodik. Permainan menyuguhkan cerita baru dan mengusung latar belakang era modern – sering kali Anda akan melihat karakter-karakter di sana menggunakan drone atau smartphone.

Selain tiga permainan ini, ada empat judul lagi yang akan hadir untuk PlayStation Plus pada tanggal 2 Januari 2018 besok, di antaranya:

  • Sacred 3 (PS3)
  • The Book of Unwritten Tales 2 (PS3)
  • Psycho-Pass: Mandatory Happiness (PS VIta)
  • Uncanny Valley (PS4, PS Vita 3)

Dan ini adalah daftar game yang bisa Anda unduh di bulan Desember 2017 sebelum Sony me-refresh-nya:

  • Darksiders II: Deathinitive Edition (PS4)
  • Kung Fu Panda: Showdown of the Legendary Legends (PS4)
  • Until Dawn: Rush of Blood (bonus PS Plus, memerlukan PSVR)
  • That’s You! (bonus PS Plus)
  • Xblaze Lost: Memories (PS3)
  • Syberia Collection (PS3)
  • Forma 8 (PS4, PS Vita)
  • Wanted Corp (PS Vita)

12 Kamera Terbaik di Tahun 2017

2017 adalah tahun yang cukup menarik buat industri kamera. Tidak tanggung-tanggung, Sony meluncurkan dua kamera mirrorless kelas high-end sekaligus tahun ini, demikian pula Panasonic. Lalu ada Fujifilm yang terus mengimplementasikan fitur-fitur modern ke kameranya, demi menuruti permintaan pasar.

Di sisi lain, Nikon mengungkap DSLR paling komplet dan paling cekatan sepanjang sejarah, sedangkan Canon, well, Canon tetaplah Canon. Tahun ini juga menjadi saksi atas action cam baru GoPro yang mengemas prosesor buatan mereka sendiri. Tidak ketinggalan pula DJI yang terus menciutkan ukuran drone-nya sampai ke titik di mana kita bisa menganggapnya sebagai sebuah kamera.

Tanpa perlu berpanjang-panjang lagi, berikut adalah 12 kamera terbaik yang dirilis di tahun 2017.

Sony a7R III

Sony a7R III

Mungkin inilah salah satu kamera yang paling dinanti kehadirannya tahun ini. Sony a7R III melanjutkan jejak a7R II yang dirilis dua tahun sebelumnya, membawa sederet peningkatan yang tidak kelihatan secara kasat mata. Utamanya peningkatan performa continuous shooting dan autofocus dalam kondisi low-light, serta opsi perekaman video 4K dalam format RAW.

Namun kalau menyimak ulasan-ulasan yang beredar di internet, fitur baru a7R III yang paling disukai adalah baterainya yang kini berkapasitas dua kali lebih besar. Pengoperasiannya juga lebih mudah berkat kehadiran joystick kecil di sebelah layar, serta layar sentuh yang bisa difungsikan sebagai touchpad untuk mengatur titik fokus.

Sony memang hampir tidak menyentuh sensor full-frame yang tersematkan padanya, tapi hasil foto maupun dynamic range-nya masih tetap merupakan yang terbaik saat ini, bahkan melampaui sejumlah DSLR kelas premium sekalipun.

Sony a9

Sony a9

Kalau a7R III sudah lama dinantikan, Sony a9 malah muncul di luar dugaan. Hasil fotonya memang tidak sefenomenal a7R, tapi toh sensor yang digunakan masih full-frame. Yang justru diunggulkan a9 adalah performanya, yang di titik tertentu bahkan bisa mengungguli DSLR.

Bagaimana tidak, a9 sanggup mengambil 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Begitu cepatnya kinerja a9, foto-foto hasil ‘berondongannya’ dapat disatukan dan disimak sebagai video yang mulus. Tidak percaya? Tonton sendiri video di bawah ini.

Performa selama ini kerap dinilai sebagai kekurangan utama kamera mirrorless jika dibandingkan dengan DSLR, namun Sony a9 berhasil mematahkan anggapan tersebut.

Panasonic Lumix GH5

Panasonic Lumix GH5

Diperkenalkan secara resmi di awal tahun, Lumix GH5 meneruskan peran Lumix GH4 sebagai kamera mirrorless favorit para videografer. Kelebihannya? Ia mampu merekam video 4K dalam kecepatan 60 atau 50 fps secara internal dan tanpa batas waktu, alias sampai sepasang SD card yang terpasang terisi penuh.

Kedengarannya memang sepele, tapi hampir semua videografer pasti tahu kalau sampai sekarang pun belum banyak kamera lain yang sanggup melakukannya. Lumix GH5 juga masih mempertahankan gelar sebagai salah satu kamera dengan kemampuan mengunci fokus tercepat di hampir segala kondisi.

Panasonic Lumix G9

Panasonic Lumix G9

Seperti Sony a9, Lumix G9 juga diumumkan di luar ekspektasi. Tidak seperti GH5, kamera ini didedikasikan buat para fotografer, utamanya fotografer olahraga maupun satwa liar, yang mendambakan kamera mirrorless dengan kinerja yang amat ngebut.

Sebanyak 50 foto berformat RAW sanggup ia jepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Itu dengan continuous autofocus. Dengan single autofocus, kecepatannya malah naik tiga kali lipat menjadi 60 fps.

Sebagai bagian dari keluarga Lumix, G9 tentu saja masih mewarisi sistem autofocus super-cepat serta kemampuan merekam video 4K 60 fps, meski itu tak lagi menjadi prioritas utamanya. Seperti yang saya katakan, fotografer satwa liar adalah salah satu target utama G9, terlebih karena sasisnya sudah memenuhi standar weather resistant.

Fujifilm X-E3

Fujifilm X-E3

Sebagai pengguna Fujifilm X-E2, X-E3 jelas mendapat tempat spesial di hati saya. Desainnya masih mempertahankan gaya rangefinder yang dicintai banyak orang, tapi di saat yang sama ukurannya sedikit menciut sampai-sampai kita bisa tertipu dan menganggapnya sebagai kamera pocket saat tidak ada lensa yang terpasang.

Namun yang lebih penting untuk disorot dari X-E3 adalah bagaimana Fujifilm mendengarkan dan mewujudkan banyak masukan dari konsumen. Kalau sebelumnya hampir semua pengguna X-E2 tidak ada yang mau memakainya untuk merekam video (termasuk saya), X-E3 menghadirkan opsi perekaman video 4K 30 fps, lengkap dengan efek Film Simulation.

Navigasinya juga turut disempurnakan berkat kehadiran layar sentuh, plus joystick kecil yang sepenuhnya menggantikan tombol empat arah. Komitmen Fujifilm untuk mengadopsi teknologi-teknologi modern terus berlanjut sampai ke konektivitas Bluetooth LE yang memungkinkan X-E3 untuk terus terhubung ke perangkat mobile demi memudahkan proses transfer gambar.

Nikon D850

Nikon D850

Diumumkan tidak lama setelah Nikon merayakan ulang tahun yang ke-100, satu-satunya DSLR yang masuk dalam daftar ini bisa dibilang merupakan DSLR terkomplet sepanjang sejarah. Hilang sudah kebiasaan Nikon untuk menyisihkan fitur-fitur tertentu pada kamera termahalnya; D850 menawarkan hampir segala yang terbaik yang bisa diberikan oleh Nikon.

Resolusinya sangat tinggi (45,7 megapixel), performa autofocus-nya menyamai Nikon D5 yang dihargai nyaris dua kali lipatnya, serta konstruksinya tahan banting dan tahan terhadap cuaca buruk. Nikon bahkan mengambil langkah yang lebih jauh lagi dengan tidak melupakan aspek perekaman video, di mana D850 menawarkan opsi perekaman 4K 30 fps.

Juga jarang ditemukan pada DSLR kelas atas adalah layar sentuh, plus konektivitas Bluetooth LE yang menjadi rahasia di balik teknologi SnapBridge yang inovatif. Singkat cerita, D850 bukanlah kamera termahal Nikon, tapi Nikon terkesan tidak mau melewatkan satu fitur pun untuknya. Ini jelas berbeda dari apa yang Canon lakukan dengan 6D Mark II, yang bahkan tidak bisa merekam video 4K.

Canon G1 X Mark III

Canon G1 X Mark III

Tanpa ada maksud menjelek-jelekkan Canon, mereka sebenarnya merilis satu kamera yang cukup mengesankan tahun ini, yaitu G1 X Mark III, yang masuk ke kategori kamera pocket premium. Label premium sejatinya belum bisa menggambarkan kapabilitas kamera ini sebenarnya, sebab pada kenyataannya G1 X Mark III mengemas jeroan DSLR.

Bukan sebatas “ala DSLR”, tapi benar-benar spesifikasi milik DSLR, mulai dari sensor APS-C 24 megapixel, teknologi Dual Pixel AF, continuous shooting dalam kecepatan 9 fps, sampai viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot. Semua ini dikemas dalam wujud yang tidak lebih besar dari mayoritas kamera mirrorless.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Jujur sebenarnya OM-D E-M10 Mark III kurang begitu bersinar jika dibandingkan kamera mirrorless lain yang ada dalam daftar ini, akan tetapi hanya sedikit yang bisa menyainginya dalam hal keseimbangan harga dan performa. Yup, dengan modal $650 saja (atau $800 bersama lensa), Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang bisa dibilang amat komplet.

Dibandingkan generasi sebelumnya, pembaruannya memang tergolong inkremental, namun setidaknya ia masih menyimpan opsi perekaman video 4K seperti kakaknya, OM-D E-M1 Mark II, yang berlipat-lipat lebih mahal. Lebih lanjut, sistem image stabilization 5-axis Olympus saya kira masih belum tertandingi sampai saat ini, dan itu pun juga hadir di sini.

GoPro Hero6 Black

GoPro Hero6 Black

Tampangnya sama seperti pendahulunya, akan tetapi Hero6 Black pada dasarnya bisa menjadi bukti atas kebesaran nama GoPro di ranah action cam. Ini dikarenakan Hero6 merupakan kamera pertama yang mengemas prosesor buatan GoPro sendiri, bukan lagi buatan Ambarella seperti sebelum-sebelumnya.

Perubahan ini penting dikarenakan belakangan mulai banyak action cam lain yang memakai chip buatan Ambarella, yang pada akhirnya menghadirkan peningkatan kualitas gambar dan performa yang cukup signifikan. Dengan menggunakan prosesor buatannya sendiri, GoPro setidaknya punya nilai jual unik yang tak bisa ditawarkan kompetitornya.

Keseriusan GoPro tampaknya terwujudkan cukup baik. Hero6 Black menjanjikan performa yang belum tersentuh rival-rivalnya, yang mencakup opsi perekaman video 4K 60 fps, serta 1080p 240 fps untuk slow-mo. Sampai detik ini masih belum banyak kamera atau smartphone yang mampu merekam 4K 60 fps ataupun 1080p 240 fps.

Rylo

Rylo

Satu-satunya kamera dalam daftar ini yang berasal dari pabrikan tak dikenal, Rylo sebenarnya dikembangkan oleh sosok yang tidak asing dalam perkembangan teknologi kamera. Mereka adalah pencipta Hyperlapse, teknologi image stabilization berbasis software yang efektivitasnya tidak kalah dibandingkan tripod.

Mereka memutuskan untuk memanfaatkan teknologi Hyperlapse pada kamera buatannya sendiri, dan dari situ lahirlah Rylo. Sepintas ia kelihatan seperti kamera 360 derajat pada umumnya, akan tetapi hasil rekaman beresolusi 4K-nya jauh lebih stabil dan mulus dibandingkan kamera lain di pasaran.

Tidak kalah menarik adalah kemampuan Rylo untuk mengesktrak video 1080p standar dari hasil rekamannya, sehingga pada dasarnya pengguna dapat menentukan ke mana ia harus membidikkan kamera setelah video selesai direkam. Fitur ini sama seperti yang diunggulkan GoPro Fusion, kamera 360 derajat perdana GoPro yang diumumkan bersamaan dengan Hero6 Black.

DJI Spark

DJI Spark

Oke, ini sebenarnya merupakan sebuah drone, tapi dengan dimensi yang tidak lebih besar dari iPhone 8 Plus (saat baling-balingnya terlipat), saya kira wajar apabila Spark dikategorikan sebagai kamera – kamera yang kebetulan saja bisa terbang, sekaligus bergerak dengan sendirinya, menghindari rintangan-rintangan yang ada tanpa input dari pengguna sama sekali.

Di sisi lain, saya pribadi melihat Spark sebagai drone pertama yang bisa digolongkan sebagai gadget mainstream. Pertama karena dimensinya yang mungil, kedua karena kemudahan pengoperasiannya yang berbasis gesture, dan ketiga karena harganya yang cukup terjangkau di angka $499.

Dengan modal yang sama, Anda memang sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless yang cukup andal. Namun apakah kamera itu bisa terbang dan mengambil potret keluarga Anda bersama background pemandangan yang menawan dari ketinggian? Pastinya tidak, dan saya kira itulah yang menjadi nilai jual utama Spark sebagai sebuah kamera.

Google Pixel 2

Google Pixel 2 XL

Anggap saja ini sebagai honorable mention, tapi menurut saya Google Pixel 2 membawa pengaruh yang cukup besar pada peran smartphone sebagai kamera secara menyeluruh. Coba Anda telusuri berbagai ulasan atau video perbandingan kualitas kamera smartphone di internet, saya yakin hampir semuanya mengatakan bahwa Pixel 2 adalah yang terbaik saat ini.

Hasil fotonya sangat bagus, oke. Namun yang lebih penting lagi menurut saya adalah bagaimana Pixel 2 bisa membuktikan bahwa itu semua bisa diwujudkan melalui software, termasuk efek foto bokeh yang diandalkan oleh deretan smartphone berkamera ganda tahun ini.

Ya, Pixel 2 hanya dibekali masing-masing satu kamera saja di belakang dan di depan, tapi keduanya sama-sama bisa menghasilkan foto dengan efek blur yang tidak kalah dibanding smartphone lain yang berkamera ganda. Hardware memang penting, dan ini juga tidak mungkin terwujud tanpa teknologi Dual Pixel pada kamera Pixel 2, namun software dan AI memegang peranan penting dalam kinerjanya secara keseluruhan.

Ketergantungannya pada software juga berarti semuanya bisa ditingkatkan dengan mudah seiring berjalannya waktu. Poin lain yang menurut saya tidak kalah penting, Pixel 2 termasuk spesies yang cukup langka karena dua modelnya yang berbeda ukuran menawarkan kinerja kamera yang sama persis. Ini jelas berbeda dari tren yang diadopsi pabrikan lain, yang mengistimewakan kualitas kamera pada satu model tertentu.