Singapura Dipastikan Jadi Persinggahan Pertama Amazon di Asia Tenggara

TechCrunch dalam tulisannya hari ini menginformasikan bahwa Amazon siap memulai layanan e-commerce-nya di Asia Tenggara dengan meluncurkan layanan di Singapura awal tahun depan. Singapura bakal menjadi pertempuran awal Amazon dan Alibaba di Asia Tenggara, setelah Alibaba mengakuisisi Lazada awal tahun ini dan hari ini Lazada mengakuisisi layanan online grocery Singapura RedMart. Lalu bagaimana dengan rencana Amazon memasuki pasar Indonesia?

Di bulan Juni, Chairman idEA Daniel Tumiwa (saat itu) mengemukakan rencana awal Amazon untuk memasuki pasar Asia Tenggara. Sumber kami pun menyebutkan:

Proses Amazon memasuki Asia Tenggara akan dilakukan secara berangsur-angsur selama 1-2 tahun mendatang. Awalnya Amazon akan membuka layanan di Singapura, kemudian meluas ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Meskipun belum aktif, kami memastikan bahwa domain Amazon.co.id dan Amazon.id memang sudah dimiliki perusahaan yang didirikan Jeff Bezos dan berbasis di Seattle ini.

Secara total, diklaim modal awal Amazon untuk berekspansi di kawasan ini senilai $2 miliar, dengan $600 juta akan dipusatkan untuk membuka pasar Indonesia, setidaknya untuk tahun pertama. Sekitar $85-160 juta akan dipusatkan di Filipina yang mulai menggeliat, sementara dana sisanya dibagi-bagi di 4 negara lainnya.

Sejauh ini belum ada yang misleading dengan informasi tersebut. Singapura bakal menjadi persinggahan pertama karena pasarnya yang relatif kecil dan secara ekonomi sudah selevel dengan negara-negara maju. Kemudian secara berangsur-angsur mereka bakal memperluas pasar ke negara-negara lain di kawasan, persis sama dengan strategi Lazada, yang didukung Rocket Internet, saat membuka operasionalnya tahun 2012 lalu.

Meskipun sumber Techcrunch menyebutkan saat ini Amazon fokus untuk berekspansi di Singapura saat ini, informasi yang berseliweran di kalangan pemain industri lokal menyebutkan mereka sudah mengetahui bahwa tim Amazon ASEAN yang berbasis di Singapura sudah mulai scouting mencari mitra merchant di Indonesia.

Pemain lokal mengaku sudah siap jika terlibat peperangan dengan para “gajah” karena mereka (lebih) mengerti apa yang dibutuhkan konsumen di Indonesia.

Operasional Amazon Global Selling di ASEAN (dan ANZ) bakal dipimpin Puneesh Kumar yang sudah 6 tahun bekerja untuk Amazon, sementara pengembangan bisnis di kawasan ini bakal dipimpin Steven Scrive.

Bisnis Travel Online Diprediksi Terus Bertumbuh di Asia Tenggara, Indonesia Memimpin Pangsa Pasar

Bisnis online travel di Asia Tenggara diprediksi akan terus meningkat, angka yang didapatkan oleh hasil riset Google dan Temasek akan mencapai $76 miliar pada tahun 2025. Besarnya nilai tersebut turut disampaikan sebagai sebuah kesempatan emas bagi para pemain di sektor tersebut untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri pemain di sektor travel online sudah mulai banyak, kendati masih tampak didominasi oleh Traveloka (yang digadang-gadang sebagai pesaing Go-Jek dalam nilai valuasi startup unicorn) dan juga Tiket.com. Google turut memprediksikan konsumen pengguna layanan online secara umum akan mencapai $200 miliar, yang artinya online travel telah memangkas 38 persen sendiri.

Jika dibandingkan dengan layanan online populer lain, yakni online media (ads, gaming, produk digital lainnya) dan e-commerce, pertumbuhan pangsa pasarnya cukup signifikan jika dibandingkan antara tahun 2015 dan prediksi 2025 mendatang. Grafik berikut ini menggambarkan persentase pertumbuhan tersebut.

Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google and Temasek
Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google dan Temasek

Menariknya bisnis penerbangan dan hotel menjadi yang paling signifikan diprediksi bertumbuh untuk kategori online travel. Pada tahun 2025, seiring makin akrabnya pengguna dengan layanan booking online, dan makin ramahnya penawaran hotel dan layanan maskapai penerbangan, membuat penetrasi pasarnya turut meningkat besar. Untuk layanan perjalanan sendiri juga turut terdongkrak, hanya saja persentasenya masih jauh. Dari riset yang sama diprediksikan bisnis penerbangan tahun 2025 akan mencapai nilai $40,1 miliar, bisnis perhotelan $36,4 miliar dan layanan perjalanan $13,1 miliar.

Hasil riset yang paling menarik, Indonesia memiliki persentase kenaikan yang paling tinggi di antara negara-negara lainnya.

Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Uniknya walaupun potensi tersebut sudah nyata terlihat, jika berbicara tentang aliran dana investasi, oleh venture capital ke startup, ternyata nilainya belum berbanding lurus, jika dibanding dengan aliran dana ke wilayah India atau Tiongkok misalnya. Bahkan saat berbicara tentang persentase secara keseluruhan, termasuk di dalamnya on-demand dan e-commerce yang sedang menjadi tren. Memang, belum banyak startup di sini yang memiliki valuasi di atas $10 juta, gelar Unicorn pun masih mudah dihitung dengan jari.

Selama 10 tahun ke depan, penelitian yang sama turut memprediksikan bahwa investasi di startup Asia Tenggara akan mencapai total nilai $40-50 miliar. Angka tersebut akan mendongkrak transaksi ekonomi online di wilayah Asia Tenggara meningkat hingga $200 miliar pada 2025. Indonesia, Singapura dan Vietnam dinilai sebagai negara-negara yang akan mendominasi angka tersebut.

Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Sumber: Amazon Bakal Head-to-Head dengan Lazada di Asia Tenggara, Investasi $600 Juta Khusus untuk Pasar Indonesia di Tahun Pertama

Akhir pekan ini kita disuguhkan oleh berita sensasional kemungkinan hadirnya Amazon di kawasan Asia Tenggara. Seperti dikutip dari Kontan, Chairman idEA Daniel Tumiwa menyebutkan kemungkinan hadirnya raksasa e-commerce Amazon di pasar Indonesia. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, tidak cuma Indonesia, Amazon tampaknya berencana melangkah lebih jauh untuk berekspansi di pasar Asia Tenggara.

Setelah merambah pasar Jepang, India, dan Tiongkok (meskipun di Tiongkok bisa dibilang gagal), adalah hal wajar ketika Amazon melanjutkan petualangannya di negara-negara Asia Tenggara yang saat ini memiliki kombinasi GDP sekitar $2,4 triliun.

Akuisisi Alibaba terhadap pemimpin pasar Asia Tenggara Lazada bulan April lalu telah menyadarkan Amazon akan potensi kawasan ini yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Menurut informasi yang kami peroleh, disebutkan proses Amazon memasuki Asia Tenggara akan dilakukan secara berangsur-angsur selama 1-2 tahun mendatang. Awalnya Amazon akan membuka layanan di Singapura, kemudian meluas ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Meskipun belum aktif, kami memastikan bahwa domain Amazon.co.id dan Amazon.id memang sudah dimiliki perusahaan yang didirikan Jeff Bezos dan berbasis di Seattle ini.

Secara total, diklaim modal awal Amazon untuk berekspansi di kawasan ini senilai $2 miliar, dengan $600 juta akan dipusatkan untuk membuka pasar Indonesia, setidaknya untuk tahun pertama. Sekitar $85-160 juta akan dipusatkan di Filipina yang mulai menggeliat, sementara dana sisanya dibagi-bagi di 4 negara lainnya.

Sebelum benar-benar memasuki pasar Asia Tenggara, satu hal yang harus dipahami Amazon adalah pentingnya pemahaman selera lokal. Mereka tidak bisa mentah-mentah mengekspor nilai-nilai yang mereka miliki ke pasar ini.

Rakuten, Groupon, LivingSocial sudah merasakan sulitnya menjadi pemimpin pasar dan mulai berangsur-angsur mundur dari Asia Tenggara. Rakuten telah menutup operasionalnya di kawasan ini, LivingSocial menjual anak-anak perusahaannya ke Ensogo, sementara Groupon mulai beranjak mundur ditandai dengan penjualan entitasnya di Indonesia ke layanan akses kesehatan dan kebugaran KFit.

Harus diakui salah satu kesuksesan Rocket Internet, yang banyak diremehkan orang, adalah bagaimana mereka dengan cepat mendirikan perusahaan di berbagai negara Asia Tenggara sambil beradaptasi dan memahami selera dan cara berbisnis di kawasan ini.

Kehadiran Amazon, jika benar terjadi, bakal membuat persaingan di ranah e-commerce Asia Tenggara semakin menarik. Semoga konsumen menjadi pihak yang paling diuntungkan atas ekspansi ini.

Frost & Sullivan: Mobile Gaming in Southeast Asia Will Reach $7 Billion by 2019

In 2014, Frost & Sullivan noted that mobile gaming in Southeast Asia experienced an impressive growth, with $1 billion of total revenue. This is claimed to be the best growth in the world, compared to any other regions. Good news is, it’s unlikely stopping there, as it’s predicted to reach $7 billion by 2019. Continue reading Frost & Sullivan: Mobile Gaming in Southeast Asia Will Reach $7 Billion by 2019

Investor’s Perspective on the Landscape of Startups in Southeast Asia this Year

At the beginning of every new year, it is just common to see people trying to predict about what people would do or how things will work throughout the year, like predicting about the trend of ad spending, technology, even game consumption. This time, Jungle Ventures’ Operating Partner Alexander Jarvis voiced out his prediction on how the landscape of startups in Southeast Asia (and India) would be this year. Continue reading Investor’s Perspective on the Landscape of Startups in Southeast Asia this Year

Newzoo Predicted the Game Consumption in Southeast Asia until 2017

Southeast Asia has one of the most growing industry in the world, thanks to the vast adoption of smartphone, especially in Indonesia and Malaysia. Game consumers in Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam have spent $1,1 billion for games since 2014, Newzoo reported. The institution’s analysts predicted that until 2017, the annual growth in Southeast Asia would reach an average of 28,8% per year. By that time, the market of gaming industry in the region would be around $2,2 billion. Continue reading Newzoo Predicted the Game Consumption in Southeast Asia until 2017

GfK: Pertumbuhan Penjualan Smartphone di Indonesia Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara

Penggunaan perangkat mobile dianggap telah menjadi hal yang lumrah bagi banyak orang di masa kini. Namun hal tersebut ternyata tidak menyusutkan penjualan smartphone yang justru semakin meningkat setiap tahunnya. Data terbaru GfK menyatakan nilai penjualan smartphone di negara Asia Tenggara mencapai $16.4 Miliar (sekitar Rp 198 Triliun), meningkat 33 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah unit yang terjual pun mengalami peningkatan sebesar 44 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan penjualan smartphone di Indonesia mencapai 70% dalam 12 bulan terakhir, tertinggi di antara negara-negara di kawasan.

Continue reading GfK: Pertumbuhan Penjualan Smartphone di Indonesia Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara

Semua Negara di Asia Tenggara Dapatkan Akses ke Konten Musik dan Film iTunes Store, Kecuali Indonesia

Hari ini Apple merilis daftar terbaru negara-negara yang mendapatkan akses terhadap konten musik dan film iTunes Store. Rilis kali ini fokus ke negara-negara Asia, dengan 12 negara baru, kebanyakan terletak di kawasan Asia Tenggara. Kedua belas negara tersebut adalah Hong Kong, Taiwan, Makau, Sri Lanka, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Merasa ada negara Asia Tenggara yang tidak disebut di situ? Ya, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara (di luar Myanmar yang kena embargo sana-sini) yang tidak masuk dalam daftar ini. Menyedihkan. Selain Indonesia, Korea Selatan juga belum mendapat akses ke iTunes Store.

Apa artinya kehadiran iTunes Store di negara-negara Asia ini? Dengan berbekal kartu kredit lokal negara tersebut, konsumen bisa membeli dan mengunduh lebih dari 20 juta lagu yang tersedia di iTunes Store, termasuk artis-artis idola Asia, seperti Jay Chou, Girls Generation dan Andy Lau. Lagu yang tersedia di iTunes Store berformat DRM-free AAC-encoding 256 kbps. Konsumen juga bisa membeli atau menyewa berbagai film dengan kualitas HD, hasil kerjasama dengan berbagai studio film besar.

Continue reading Semua Negara di Asia Tenggara Dapatkan Akses ke Konten Musik dan Film iTunes Store, Kecuali Indonesia

Effective Measure: Indonesia Has The Lowest iOS Devices Penetration in Southeast Asia

Indonesian market has been recognized for its anomaly factor. While the neighborhood are crazy with iOS products — iPad, iPhone, and iPod touch, apparently the iOS devices penetration is still the lowest in Southeast Asia. According to the report released by Effective Measure, by the end of October 2011, there are 53% e-mobile population in Southeast Asia dominated by Apple products, of which is controlled by the iPad distribution.

Among 53% iOS marketshare, 32% is picked by iPad, 19.1% is contributed by iPhone, and the rest (or 1,9%) is taken by iPod touch. 53% can be converted as 11.8 million users, or in rought calculation there are 22.2 million e-mobile users in Southeast Asia. Besides iOS products, other products mentioned in the list are BlackBerry (from Research in Motion) for 6.9%, Nokia smartphone with 2.8%, and Samsung tablet and smartphone with 1.4% and 1.2% respectively.

Continue reading Effective Measure: Indonesia Has The Lowest iOS Devices Penetration in Southeast Asia

Effective Measure: Penetrasi Produk iOS di Indonesia Terendah di Asia Tenggara

Pasar Indonesia memang pasar anomali. Di saat tetangganya sangat menggandrungi produk iOS — iPad, iPhone, dan iPod touch, ternyata penetrasi produk iOS di Indonesia adalah yang terendah di Asia Tenggara. Menurut laporan yang dirilis oleh Effective Measure menurut perhitungan per akhir Oktober 2011, 53% populasi e-mobile di Asia Tenggara dikuasai oleh produk-produk Apple tersebut, di mana yang terbesar dipegang oleh iPad.

Dari 53% pangsa pasar produk iOS tersebut, 32% dipegang oleh iPad, 19.1% dikuasai oleh iPhone, dan sisanya “hanya” 1,9% dibagi untuk iPod touch. Angka 53% tersebut dikonversi menjadi 11.8 juta pengguna, artinya total populasi laporan tersebut adalah 22.2 juta. Selain produk-produk iOS, yang masuk ke dalam daftar ini adalah BlackBerry (dari Research in Motion) sebesar 6.9%, smartphone Nokia sebesar 2.8% dan menyusul tablet dan smartphone Samsung senilai 1.4% dan 1.2%.

Continue reading Effective Measure: Penetrasi Produk iOS di Indonesia Terendah di Asia Tenggara