Cerita Startup: Raena Sebagai Pintu Gerbang Dropshipping Produk Kecantikan di Indonesia

Sreejita Deb, pendiri dan CEO platform sosial commerce yang berfokus pada kecantikan, Raena, memiliki keyakinan untuk menjalankan perusahaannya sendiri. Dengan gelar MBA dari Harvard Business School di belakang namanya, dengan pengalaman di perusahaan teknologi besar seperti Google, Amazon, dan perusahaan periklanan seluler InMobi di India, negara asalnya, ia memutuskan bahwa 2018 adalah waktunya untuk meluncurkan bisnis sendiri.

“Sosial commerce adalah salah satu tren yang saya temukan. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial [di wilayah tersebut], semua orang pada dasarnya dapat membuka toko online, dan platform media sosial akan terus tumbuh,” ujar Deb kepada KrASIA. “Saya melihat itu sebagai penarik. Hal ini sangat cocok dengan apa yang saya lakukan pada saat bekerja untuk perusahaan e-commerce.”

Deb mempertimbangkan tempat untuk meluncurkan usaha barunya. Dua negara menjadi pilihan—India dan Indonesia. Kedua pasar ini menjadi pilihan utama karena mereka “sangat matang” dalam hal penggunaan platform media sosial, Indonesia dengan 150 juta pengguna aktif dan India terhitung sebanyak 230 juta pengguna aktif pada akhir 2018.

Setelah menelusuri statistik pengguna Instagram, ia memutuskan untuk memulai di Indonesia, karena memiliki pangsa pengguna wanita yang lebih tinggi dibandingkan dengan India. “Di sini adalah tempat yang ideal untuk membangun jaringan sosial yang diberdayakan perempuan di mana perempuan dapat membeli dari satu sama lain. Seperti itu kira-kira ide intinya. Ini adalah sesuatu yang ingin saya kerjakan selama 15 tahun ke depan dalam hidup saya,” kata Deb.

Sreejita Deb, Co-Founder dan CEO platform social commerce Raena. Dokumentasi oleh Sreejita Deb

Proyek bisnis pertama Deb adalah platform e-commerce dan inkubator merek kecantikan untuk influencer Indonesia. Dia membutuhkan co-founder, dan setelah memasang iklan di LinkedIn, dia terhubung dengan Guo Xing Lim, yang merupakan manajer bisnis Alibaba pada waktu itu. Keduanya meluncurkan The Creator Co pada awal 2019.

Meskipun awalnya menargetkan pasar Indonesia, Deb dan Guo memutuskan untuk membuat kantor pusat perusahaan di Singapura, karena “lebih cocok untuk aspirasi perusahaan dalam skala regional. Juga, hub yang sesuai untuk produk, teknologi, dan fungsi pemasaran karena kumpulan bakat yang luas, ”kata Deb.

Pada April 2019, perusahaan berganti nama menjadi Raena. Tiga bulan kemudian, ia menerima investasi awal sebesar USD 1,82 juta dari Beenext, dengan partisipasi dari Beenos, Strive, dan investor angel lainnya. Pada tahun yang sama, Raena berhasil menandatangani kesepakatan dengan beberapa influencer Indonesia untuk mengembangkan merek kecantikan baru, termasuk Moonella Sunshine Jo, influencer anak-anak dengan lebih dari 1,2 juta pengikut di Instagram. Raena mengembangkan beberapa produk bersama keluarga Jo dengan merek Lalabee, seperti balsem pelembab, sampo, dan sabun.

Setelah Raena merilis produk orisinal pertamanya, Deb melihat orang-orang memesan ber-batch setiap minggu lalu menjualnya kembali di media sosial dan platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia. “Mereka [reseller] menguasai hampir 70% dari penjualan produk kami saat itu. Kami menyadari orang-orang membeli dari pengecer karena mereka menawarkan pengalaman interaksi yang merupakan kunci kecantikan, konten, dan kepercayaan,” katanya, merujuk pada opsi obrolan dan konsultasi yang ditawarkan oleh platform e-commerce besar.

Deb memutuskan untuk memanfaatkan perkembangan ini. Pada tahun 2020, ia pivot dan membangun platform e-commerce untuk produk kecantikan dengan reseller sebagai klien utamanya. “Sementara jumlah influencer terbatas, mungkin ada jutaan reseller yang bisa kami manfaatkan.”

Fokus pada reseller

Raena tidak lagi mengembangkan merek original dengan influencer tetapi menyediakan produk kecantikan dan perawatan kulit dari Korea Selatan, Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat ke jaringan pengecer yang dibentuk oleh mahasiswa, ibu rumah tangga, dan orang lain yang ingin menambah penghasilan mereka dengan penjualan online.

Platform ini bertujuan untuk memecahkan tiga masalah utama yang sering dihadapi oleh pengecer: akses terbatas ke produsen, harga yang kompetitif, dan kesulitan dalam distribusi.

“Meski reseller bisa menjual ribuan unit setiap bulannya, tapi brand besar tidak terlalu memperhatikannya karena lebih fokus ke retailer besar,” kata Deb. “Dengan demikian, para reseller ini tidak mendapatkan keistimewaan harga khusus. Mereka juga harus memikirkan modal dan stocking, seperti di mana harus meletakkan semua barang yang tidak terjual.” Raena menjalankan model dropshipping untuk mengatasi masalah tersebut.

Perusahaan menyediakan katalog produk yang tersedia yang dapat dipilih oleh para reseller untuk “menyimpan” toko online mereka, yang biasanya ada di Instagram, Shopee, atau Tokopedia. Ketika pelanggan membeli produk, reseller memesan dari Raena, yang akan mengirimkan produk langsung ke pelanggan. Sistem ini menyederhanakan jalur masuk untuk pengecer karena mereka tidak perlu mengeluarkan modal untuk memperoleh barang dagangan yang sebenarnya sebelum toko mereka dapat online. Raena menangani inventaris, pengemasan, dan logistik pengiriman untuk kliennya. Pengecer mendapatkan 60% dari setiap transaksi yang diselesaikan, kata Deb.

Perusahaan juga menawarkan layanan pemasaran untuk merek. “Kami menjalankan kampanye di platform kami untuk memberi mereka visibilitas,” tetapi Raena belum mendapatkan keuntungan dari penawaran ini, kata Deb. Biaya komisi dari reseller adalah sumber pendapatan utama perusahaan.

Raena memberikan pilihan kepada masyarakat Indonesia untuk menjadi reseller produk perawatan kulit / Raena

Raena sudah memiliki lebih dari 10.000 reseller di platformnya. Lebih dari 45% adalah reseller aktif, kata Deb, tanpa mengungkapkan rata-rata transaksi bulanan mereka di platform. “Tidak semua orang bisa menjadi pengusaha, dan tidak semua orang bisa menjadi reseller. Beberapa dari mereka akan berputar,” katanya. “Tapi kami fokus pada reseller aktif, membantu mereka meningkatkan pendapatan. Itu metrik praktik terbaik kami.”

Salah satu cara untuk membantu pengecer mengembangkan bisnis mereka, sebut Deb, adalah melalui edukasi. Raena secara aktif membagikan konten informasi di halaman Instagram-nya dan mengadakan webinar rutin tentang pemasaran dan tren terbaru. Dengan cara ini, pedagang dapat lebih mengetahui tentang produk mana yang dapat terjual dengan baik, dan bagaimana memasarkannya secara efektif. “Misalnya, penjual bisa mengetahui produk mana yang efektif untuk menghilangkan jerawat atau mencerahkan kulit kusam, lalu bisa melakukan pemasaran yang lebih terarah.”

Pengecer dapat memperoleh rata-rata USD 300 per bulan melalui platform, kata Deb. Namun, dalam beberapa kasus, pendapatan bisa jauh melebihi jumlah ini. Deb menyebutkan kasus salah satu reseller, yang berkat jaringan 83.000 pengikut di Shopee, telah berhasil memperoleh pendapatan kotor bulanan sekitar USD 3.000 hanya enam bulan setelah bergabung dengan Raena.

Mengambil keuntungan dari e-commerce di platform media sosial

Menurut sebuah studi tahun 2020 oleh perusahaan pemasaran RedSeer, kecantikan adalah kategori terbesar kedua di ruang e-commerce sosial, tepat setelah braket mode. Laporan itu juga mengatakan volume pesanan dari saluran sosial commerce berlipat ganda pada tahun 2020, karena lebih banyak penjual dan pembeli telah bermigrasi dari penjualan melalui toko offline ke saluran online seperti Instagram dan Facebook.

Platform media sosial juga meningkatkan penawaran perdagangan mereka, dengan Facebook meluncurkan Facebook Shops pada Mei tahun lalu, dan Instagram Shopping akhirnya tersedia di Indonesia pada Oktober 2019. Tahun ini, pada bulan April, TikTok meluncurkan fungsi e-commerce livestreaming. Mengikuti perkembangan ini, Deb mengatakan dia optimis tentang masa depan Raena.

“Saya pikir ini adalah keuntungan bagi kami ketika platform media sosial meluncurkan fitur e-commerce. Katakanlah mereka menyediakan rak dan meja kasir,” katanya. “Kami pada dasarnya memberi penjual akses ke produk ke pasar di rak digital ini. Semua platform ini menyediakan lebih banyak rak dan konter kasir untuk diisi, sehingga membuat model bisnis kami lebih kaya.”

Setelah putaran pendanaan Seri A senilai USD 9 juta pada bulan Februari yang dipimpin bersama oleh Alpha Wave Incubation dan Alpha JWC Ventures, Raena kini fokus untuk mengembangkan timnya di Indonesia dari 70 menjadi lebih dari 100 anggota. Perusahaan memiliki tujuan ambisius untuk menjangkau 100.000 pengecer di platform pada akhir tahun ini.

Perusahaan ingin menandatangani kontrak eksklusif dengan 15 merek baru sebelum 2022. “Kami akan menggunakan dana tersebut untuk melipatgandakan apa yang sudah kami lakukan sekarang,” ujar Deb.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Lookalkitchen Hadir di Tengah Ramainya Persaingan Bisnis “Cloud Kitchen”

Kehadiran bisnis kuliner berbasis cloud kitchen di Indonesia memang belum terbilang lama. Namun, pandemi telah menciptakan momentum bagi dapur tak berwujud atau restoran yang hanya menawarkan take away tanpa fasilitas makan di tempat. Salah satu pemain baru yang masuk meramaikan pasar dapur kolektif ini adalah Lookalkitchen.

Startup yang didirikan oleh Peter Choi (CEO) dan Daniel Song (CFO) ini menawarkan model cloud kitchen alternatif bagi para pebisnis kuliner untuk mengoptimalkan dapur atau restoran mereka. Sedikit berbeda dengan konsep cloud kitchen yang telah ada, Lookalkitchen memanfaatkan dapur yang sudah ada dari brand sehingga tidak lagi mengeluarkan cost tambahan untuk penyewaan tempat, alat-alat masak serta manajemen karyawan.

Lookalkitchen bekerja sama dengan merek-merek makanan dan minuman online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan sudah memiliki kehadiran yang kuat di media sosial. Platform ini memungkinkan dapur yang pemanfaatannya belum optimal untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dengan mengumpulkan merek yang khusus melayani pesanan takeaway tanpa biaya di muka.

Dalam pemaparannya Peter mengungkapkan, “Melalui kerja sama dengan brand-brand yang sudah ada, kami pada dasarnya membentuk sebuah komunitas di sektor F&B di mana mereka bisa berbagi value di tengah pesatnya adaptasi online food deliveryHal ini diharapkan bisa menciptakan tambahan revenue untuk para pebisnis kuliner yang bergabung.”

Melalui kerja sama dengan restoran-restoran mitra, para pebisnis kuliner online tersebut tidak perlu repot lagi mencari lokasi-lokasi baru supaya bisa lebih dekat bagi para pelanggan karena dapat dengan mudah memanfaatkan dapur-dapur restoran lokal yang sudah ada. Konsep kerja sama yang unik ini menunjang model “bagi-hasil” antara Lookalkitchen dan para pebisnis kuliner online serta restoran-restoran mitra.

Ketika disinggung mengenai skema konsep bagi-hasil yang diterapkan, tim Lookalkitchen mengaku belum bisa menjawab, karena tiap-tiap restoran memiliki kesepakatan yang spesifik. Namun, mereka menegaskan bahwa timnya hanya akan menerima keuntungan ketika partner sudah mendapat revenue.

Daniel menambahkan, “Bagi para pemilik restoran, merencanakan ulang model bisnis dan melakukan perubahan dengan cepat adalah keputusan yang tidak mudah, terutama selama masa pandemi Covid-19. Alih-alih menghabiskan lebih banyak waktu dan uang, kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot sama sekali hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur atau restoran, proses aktivasi, sampai akhirnya tersedia di semua platform pengiriman makanan-minuman online utama.”

Dalam melakukan penilaian terhadap partner restoran, Lookalkitchen melihat tiga aspek terpenting. Pertama, dapur yang fungsional dengan area memasak dan persiapan yang memadai, dilengkapi ruang penyimpanan dan peralatan dapur dasar. Kedua, Protokol kebersihan yang dipatuhi oleh setiap staf saat menyiapkan makanan dan memastikan kebersihan area dapur. Terakhir, Ruang dan peralatan terpisah untuk menangani makanan halal dan non-halal.

Fokus pada dapur komersial

Indonesia disebut sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara untuk food delivery dengan GMV mencapai 31% yang diperkirakan mencapai $7 milliar di akhir tahun 2023. Beberapa perusahaan unicorn juga sudah melihat potensi ini lalu merambah pasar cloud kitchen, sebut saja ShopeeFood dan TravelokaEats.

Dalam kesempatan tersebut, Daniel juga mengumumkan bahwa Lookalkitchen akan segera membuka lima in-house brands termasuk L.A Galbi, The Crepe Lab, Bao Me Mao, Foli Kitchen, dan Warung Hercules. Timnya bekerja sama dengan chef profesional untuk membangun dan mengoperasikan restoran-restoran tersebut. Selain menyediakan dapur kolektif, Lookalkitchen juga memfasilitasi partner dengan insight pemasaran serta arahan teknologi.

“Saat ini kami masih fokus melayani pelanggan di area Jabodetabek. Namun, di akhir tahun 2021, kami berencana melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Dengan model bisnis beraset ringan, tanpa harus menyewa tempat atau mencari karyawan, kami bisa dengan cepat menjangkau area-area lain di Indonesia,” tambah Daniel.

Terkait pendanaan, timnya mengaku sempat menerima pendanaan di tahun 2020 namun belum bisa menyebutkan nilai serta investornya. Hingga saat ini, Lookalkitchen telah menaungi 20 merek makanan dan minuman online dan didukung oleh 50 dapur/restoran yang telah direvitalisasi.

Di Indonesia bisnis cloud kitchen sudah dimainkan beberapa startup lain juga. Dengan pendekatan berbeda, ada Hangry yang fokus mengembangkan brand F&B-nya sendiri. Ada juga DishServe yang coba memfasilitasi pemilik dapur rumahan untuk bisa menjadi kanal cloud kitchen bagi pemilik brand F&B.

Startup Penyedia Solusi Supply Chain GrosirOne Targetkan Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah

Salah satu startup penyedia solusi supply chain, GrosirOne, sedang mengincar pendanaan seri A senilai $7 s/d $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Perusahaan menargetkan sekitar dua atau tiga pendana institusi untuk masuk dalam putaran ini. Hasil putaran pendanaan ini akan digunakan untuk menambah distribution center di dalam dan luar Pulau Jawa serta memperkuat kerja sama dengan mitra.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Erben Noerman, Jordy Jonatan, dan Felix Boenawan, GrosirOne mengawali bisnis dengan menawarkan solusi bagi distributor yang mengalami gangguan cash flow karena keterlambatan pembayaran dari pemain UMKM. Platform ini dibuat sebagai jembatan bagi para supplier, distributor, dan retailer serta menawarkan manfaat finansial melalui partner bank atau p2p lending untuk pinjaman produktif.

Pada awalnya, perusahaan fokus pada industri FMCG karena latar belakang dan pengalaman co-founder dan tim akuisisi di industri tersebut. Namun timnya terus melakukan eksplorasi ke berbagai industri lainnya yang seperti produk daging, udang dan sebagainya. Dalam waktu kurang lebih 2 tahun, GrosirOne telah bekerja sama dengan 107 principal, 54 distributor, 5900 motorist dan tercatat telah memiliki lebih dari 35 ribu outlet di seluruh Jawa.

“Agar dapat terus melakukan channeling untuk pendanaan, maka kami telah bermitra dengan Bank dan juga Institusi Keuangan Non-Bank seperti perusahaan fintech lending. Sejak tahun 2020 kami telah bermitra dengan Investree, Batumbu, KreditPro, dan Bank Jawa Barat. Di tahun 2021 ini kami telah bekerja sama dengan Danamart, Akseleran, Dompet Kilat, Modalku dan Bank Rakyat Indonesia melalui Mastercard”, ungkap Erben.

Selama masa pandemi, perusahaan melihat banyak sekali pelaku UMKM baik di level distributor hingga retailer yang mengalami kesulitan dari segi keuangan bahkan hingga ada beberapa yang menutup usahanya. Di masa seperti ini GrosirOne diuji sebagai platform solusi untuk dapat membantu para pelaku UMKM tetap bertahan bahkan berkembang selama masa pandemi.

Erben menambahkan bahwa sejauh ini perkembangan GrosirOne dapat dibilang telah melebihi dari target yang telah di tentukan sehingga yakin untuk memulai fund raising seri A. Tahun 2021 sampai awal bulan Mei 2021 saat ini Gross Transaction Value (GTV) telah mencapai 770 Miliar Rupiah dengan pertumbuhan yang sangat tinggi semenjak Desember 2020 yaitu sebanyak 152%.

Target ke depan

GrosirOne mengawali perjalanan pendanaan dari pengenalan oleh salah satu co-founder dengan Alexander Rusli, Co-founder Digi Asia Bios. Ia mengambil peran sebagai angel investor sekaligus advisor perusahaan hingga saat ini.

Ketika disinggung mengenai fokusnya menargetkan pendana institusi, GrosirOne mengaku sebagai perusahaan startup membutuhkan dukungan dengan kredibilitas yang solid  yang nantinya akan menjadi benchmark atas valuasi dan pendanaan perusahaan.

Terkait rencana ke depan, perusahaan masih mendengarkan dan memproses feedback yang didapat dari para pengguna untuk kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan bisnis dan pengembangan layanan dan platform GrosirOne.

“Tahap selanjutnya kami akan berfokus kepada pengembangan yang menuju arah otomatisasi dari segi pengumpulan data pengguna, sehingga memudahkan proses onboarding para Principal, Distributor, Retailer, maupun Motorist ke dalam Platform GrosirOne,” ujar Felix.

Dari sisi geografis, saat ini GrosirOne sudah menjangkau seluruh bagian pulau Jawa, sebagian wilayah Indonesia Tengah dan Timur seperti Gorontalo, Kupang, Maluku dan Ternate. “Kami berencana untuk segera memperluas wilayah jangkauan ke skala nasional, serta memperdalam sentuhan ke rantai bawah supply chain yaitu para retailer dan motoris.”

Beberapa startup yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Advotics dan Ula.

Application Information Will Show Up Here

Surplus dan Misinya Tumbuhkan Gerakan “Zero Food Waste”

Salah satu persoalan yang masih kerap dialami oleh industri F&B adalah  besarnya food waste atau terbuangnya makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, dan masyarakat pada umumnya. Dari statistik yang kami dapat, sekitar 13 juta ton makanan di Indonesia terbuang tiap tahunnya.

Berangkat dari isu tersebut, platform Surplus resmi meluncur. Layanan tersebut memungkinkan para pelaku usaha F&B untuk dapat menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce yang masih aman dan layak untuk dikonsumsi di jam-jam tertentu sebelum tutup toko, dengan diskon setengah harga (closing-hour discounts/clearance sale).

“Berbeda dengan platform lainnya, secara khusus Surplus bukan hanya sebagai food marketplace yang menjual produk makanan seperti beberapa pemain lainnya, namun konsepnya hanya menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce kepada pelanggan, untuk mengatasi permasalahan food waste,” kata Managing Director PT Ekonomi Sirkular Indonesia Muhammad Agung Saputra.

Ditambahkan olehnya, di sisi lain mitra bisa mendapatkan pelanggan baru serta pendapatan tambahan dari produk berlebihnya. Diperkirakan margin 50% dari setiap produk yang terjual akan lebih menguntungkan untuk meng-cover HPP (Harga Pokok Penjualan) daripada terbuang sia-sia. Untuk strategi monetisasi yang diterapkan adalah revenue-sharing dengan mitra sekitar 10% dari setiap transaksi melalui aplikasi.

“Jumlah mitra Surplus saat ini berkisar 400 lebih yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Sementara itu untuk kategori mitra yang bisa bergabung dengan Surplus adalah yang umumnya berpotensi menghasilkan banyak produk makanan berlebih seperti bakery & pastry, kafe, restoran, hotel, supermarket, katering & pertanian,” kata Agung.

Bagi mitra yang ingin memanfaatkan aplikasi Surplus, bisa mengunggah foto makanan berlebih atau imperfect produce yang akan dijual cepat melalui aplikasi Surplus Partner di jam tertentu sebelum jam tutup toko makanan/restoran tersebut.

Kemudian bagi pelanggan bisa menentukan pilihan makanan yang diinginkan melalui menu khusus. Selanjutnya makanan yang dipilih bisa diambil sendiri di restoran atau toko terkait, atau dapat memilih menggunakan pengiriman GoSend yang sudah terintegrasi eksklusif di aplikasi Surplus. Untuk pilihan pembayaran Surplus menyediakan opsi seperti Ovo, Gopay, dan Dana.

“Setiap transaksi di aplikasi Surplus, maka pihak pelanggan dan mitra telah berkontribusi untuk mendukung gerakan zero food waste karena telah menyelamatkan lingkungan dari ancaman food waste,” kata Agung.

Pandemi dan dan target Surplus

Meluncur saat pandemi bulan Maret 2020 lalu, ternyata cukup menyulitkan bagi Surpus untuk menjalankan bisnis. Pandemi membuat mitra yang sudah bergabung di awal menjadi tidak aktif dan kesulitan untuk mengakuisisi mitra untuk bergabung selama masa pandemi. Dampak lainnya adalah target pelanggan Surplus yaitu mahasiswa, pekerja kantoran hingga anak indekos menjadi sangat susah untuk diakuisisi, karena adanya kebijakan PSBB dan WFH serta belajar dari rumah.

“Namun setelah satu tahun Surplus bertahan di tengah pandemi, kami bisa membuat tren pertumbuhan positif dari segi transaksi dengan YoY sekitar 1500% (periode April 2020-April 2021). Diharapkan tren pertumbuhan positif ini tetap terjaga hingga berakhirnya pandemi,” kata Agung.

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Surplus, di antaranya adalah dapat menjangkau 10.000 pengguna aktif dan menjangkau 1000 lebih mitra dan bergabung kepada zero food waste movement. Sehingga dapat mengurangi laju food waste sekitar 10-15% di area Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta di akhir tahun 2021.

“Kami juga sedang mempersiapkan penggalangan dana dalam bentuk crowdfunding melalui platform Kickstarter yang rencananya akan di-launching pada 1-2 bulan ke depan. Kami juga sangat terbuka kepada investor yang mempunyai visi-misi yang sama atau sedang mencari investasi kepada green startup atau perusahaan yang menghasilkan dampak sosial dan lingkungan,” kata Agung.

Menurut laporan ANGIN bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”, pada tahun 2013 konsep investasi berdampak atau startup dengan pendekatan “hijau” atau ramah lingkungan, masih sangat jarang di Indonesia. Namun sekarang makin familiar karena mulai ada VC yang membuat fund khusus untuk investasi di sektor berdampak.

Ada sejumlah investor berdampak yang telah berinvestasi di Indonesia, baik itu pemain lokal dan asing. Beberapa telah memiliki tim representatif di Indonesia. Totalnya mencapai 66 investor, dengan rincian 61 dari fund luar negeri dan lima sisanya dari Indonesia.

Sementara itu, investor mainstream yang telah mengucurkan sejumlah dananya untuk sektor berdampak jumlahnya jauh lebih banyak, hampir dua kali lipatnya sebanyak 107 investor. Dengan rincian 32 investor lokal dan 75 investor dari luar negeri.

Application Information Will Show Up Here

NOBI Bantu Maksimalkan “Passive Income” untuk Investor Kripto

Digandrunginya investasi aset kripto pada saat ini membuat celah masuknya pemain baru yang menawarkan proposisi berbeda, yakni memaksimalkan passive income dari aset kripto. Aplikasi NOBI mengambil pendekatan tersebut dengan mengedepankan sisi keamanan dan kemudahan.

Di bawah komando Lawrence Samantha sebagai Co-Founder & CEO, NOBI berupaya mendorong lebih banyak orang Indonesia bisa memiliki aset kripto dan memaksimalkan pendapatan pasif dari sana. Sebelumnya, NOBI merupakan sebuah platform staking yang bernama Honest Mining dengan token HNST.

“Di Amerika Serikat sekitar 5% populasinya yang sudah tersentuh oleh kripto, sementara di Indonesia baru 2%. Kami ingin membuat bagaimana supaya orang Indonesia agar tidak tertinggal dan ketika sudah punya [kripto], knows how to make the best of it. Enggak hanya didiamkan saja,” ujarnya dalam wawancara bersama DailySocial.

NOBI menyediakan tiga pilihan layanan, yaitu Strategy, Savings, dan Staking yang dapat dipilih menyesuaikan kebutuhan dan profil risiko investor. NOBI Strategy menyediakan pilihan strategi trading yang telah disusun dan dibuat oleh strategy maker profesional rekanan NOBI. Setiap strategi dioperasikan dengan sistem “Robo Trading” yang bekerja 24 jam secara otomatis.

“Sebelum diluncurkan ke publik, setiap strategi telah melalui tahap seleksi dan testing internal oleh tim NOBI untuk memastikan bahwa strategi tersebut layak diikuti dan dapat membantu pengguna NOBI.”

Sejumlah strategy maker yang telah bergabung di antaranya Nova Kapital, DB, dan Rabbit Jump. Minimal dana untuk bisa bergabung dimulai dari 0,001 BTC dan 25 USDT.

Berikutnya, NOBI Savings untuk tipe investor yang moderat tetapi ingin mendapatkan profit menarik dalam menabung aset kripto. Caranya melalui meminjam aset kripto (lending). Selayaknya menabung deposito di bank konvensional dan mendapatkan profit tanpa dihantui kerugian. Produk ini dapat dimanfaatkan dengan nominal mulai dari $10.

Lawrence menuturkan, NOBI bekerja sama dengan lending protocol ternama di industri kripto yang telah teraudit, seperti AAVE, CREAM, dan Compound. Yang mana setiap lending yang dilakukan melalui lending protocol ini memiliki jaminan untuk menjamin tidak terjadi gagal bayar. “Kripto lending ini secured loan yang memiliki collateral, sehingga enggak akan terjadi default.”

Terakhir, NOBI Staking kini mulai populer sebagai alternatif mendapatkan passive income. Ia memiliki risiko paling rendah dibandingkan trading, mining, ataupun lending. NOBI Staking memberikan pilihan koin terbaik di pasar untuk investor yang ingin mendapatkan passive income dengan menjadi validator di proyek koin.

Mengusung konsep Proof of Stake (PoS), investor cukup memiliki sejumlah koin yang ingin digabungkan ke masternode atau node untuk menjadi validator sebagai bagian dari shared pool NOBI Staking. Investor akan menikmati reward yang dibagikan.

Tiga layanan NOBI / NOBI

Lawrence mengaku selama enam bulan terakhir, semenjak antusiasme investor kripto melonjak, turut berpengaruh kepada kinerja perusahaan. Meski tidak dirinci lebih jauh, total dana kelolaan NOBI terus tumbuh double digit setiap bulannya. Ia ingin perusahaan setidaknya dapat menjaga kinerja tersebut sampai akhir tahun ini.

Adapun, produk NOBI yang paling banyak digunakan oleh pengguna adalah NOBI Saving. “Produk Saving ini banyak menarik pengguna karena proposisinya simpel, mulai dari kripto dolar (USDC Coin/USDC) banyak gain dari sana.”

Belum diregulasi dan tantangan lainnya

Menurutnya, pamor investasi aset kripto di Indonesia masih dapat tumbuh lebih pesat pada beberapa tahun mendatang. Bicara kapitalisasi pasar kripto pada awal April ini tembus ke angka $2 triliun, tertinggi sepanjang sejarah. Bitcoin masuk sebagai mata uang kripto dengan kapitalisasi terbesar pertama, setelah Ethereum.

Di Indonesia sendiri, jumlah investor kripto disebutkan sudah melebihi jumlah investor saham. Merujuk dari KSEI, per akhir Maret 2021, jumlah investor saham ritel tercatat mencapai 2,17 juta. Sementara, Indodax sebagai pemain kripto terbesar di Indonesia tercatat memiliki 3,2 juta anggota.

“Indonesia sering dibilang negara yang gampang menerima teknologi baru. Kripto termasuk salah satunya, jadi saya lihat ini bukan suatu masalah. Dari sisi regulasi pun, meski belum sematang negara tetangga, menunjukkan arah yang mendukung perkembangan industri.

“Regulator kita itu reseptif, sebab mereka itu kan selalu melihat dari dua sisi. Bagaimana tetap menjaga keamanan buat masyarakat dan mencari mana yang bisa menjadi sumber pemasukan bagi negara. Seperti wacana untuk membuat bursa, itu cukup baik buat industri.”

Ia pun memberi catatan kepada Bappebti, selaku regulator di industri kripto agar tetap menjaga regulasi tetap adaptif dengan perkembangan industri yang cepat. “Kalau ada pemain baru dengan potensi koin yang bagus, seberapa cepat regulasi kita bisa menerima itu. Jangan sampai harus menunggu 1 tahun.”

Saat ini NOBI sudah terdaftar sebagai anggota dari Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI). Terkait tercatat di Bappebti, Lawrence menyebut regulasi dari Bappebti sejauh ini baru memberi mandat kepada pemain kripto yang bermain di exchange yang melakukan aktivitas trading jual beli aset kripto.

Sementara, fokus bisnis NOBI bukan di exchange, melainkan memaksimalkan aset kripto dengan menggunakan sistem DeFi (decenteralized finance).

Tak hanya NOBI sebenarnya yang bermain di segmen ini, ada Tokocrypto yang mulai merambah dengan meluncurkan Toko Token (TKO). TKO menawarkan model token hybrid yang menggabungkan keunggulan CeFi dan DeFi yang dibangun di atas Binance Smart Chain. Layanan yang disediakan TKO bersama Binance adalah Binance Saving & Binance Staking, ForTube, dan Bakeryswap.

Application Information Will Show Up Here

Edtech Startup Rolmo Officially Launches, Providing Learning Concept from Industry’s Role Model

The pandemic has accelerated the Indonesian edutech platform. Not only for the formal education, but also informal education in a broad sense. From education regarding finance and investment, programming languages, to parenting. One of the local platforms that strives to contribute to the informal education sector is Rolmo.

Rolmo’s Founder, Jonathan Aditya revealed to DailySocial, althoug using a similar concept with most edtech platforms, they provide different approach for content by focusing on the role model. For example, there is a class on the platform featuring Andra Matin with his life experiences, knowledge, and lessons learned in a career as an architect.

“To date, there are still very few learning options in Indonesia to achieve success and life goals based on experiences, mistakes, and suggestions from role models. Most of the current solution is to offer engineering study, which can be found free or paid on the platforms. We believe that this solution [Rolmo] is well received, especially by people around the productive age,” Jonathan said.

Aside from Indonesia, Rolmo expects its platform to be available in other countries. Therefore, the platform is not simply a website, but also an application. Rolmo has equipped with translations in 12 languages ​​in every course offered.

Along with other founders, Johanes Adika, Rolmo is expected to be ‘the’ platform for the wider community who wants to gain insights, learn directly from their role model.

“Through Rolmo, we want to create opportunities for as many individuals as possible to have access to good education. Another thing Rolmo wants to achieve is to create equal opportunities for anyone to be able to learn from these role models. We believe that by being able to learn from role models, everyone can achieve their goals,” Johanes said.

The VR/AR technology

Currently, courses are available to purchase by users. After making a purchase, they can access it for one year. Using the video-based learning method, every content is available via smartphone and desktop. Not only videos, Rolmo also provides a more intimate experience using 360° Virtual Reality (VR) and Augmented Reality (AR) technology.

By implementing 360 ° VR, users can get closer to role models. Previously, Rolmo has applied it in various cases, one example is a course by Andra Matin. Users are invited for tour of one of the buildings designed by Andra Matin. The user can look around as if they were there.

In the next five years, Rolmo projects the AR technology will be available not only through smartphones, but also with new tools like glasses.

“We get that not everyone has the funds, access and time to be able to see and meet Andra Matin directly. The AR technology will help visualize learning materials in three dimensions. For instance, users can see the Andra Matin project mockup,” Jonathan said.

In the future, Rolmo will add learning materials from other role models from other fields such as interior design, graphic design, product design, business, fashion, photography, film, music, and others.

“This year we are targeting to be able to present more than 20 role models in various fields. We also plan to raise funds in the pre-seed stage,” Jonathan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech Rolmo Meluncur, Tawarkan Konsep Belajar dari “Role Model” di Berbagai Bidang

Pandemi telah mengakselerasi platform edutech di tanah air. Bukan hanya yang menyasar pendidikan formal, namun juga pendidikan informal secara meluas. Mulai dari edukasi mengenai finansial dan investasi, bahasa pemrograman, hingga parenting. Salah satu platform lokal yang kemudian tertarik untuk berkontribusi kepada sektor edukasi informal adalah Rolmo.

Kepada DailySocial, Founder Rolmo Jonathan Aditya mengungkapkan, meskipun memiliki cara kerja yang serupa dengan kebanyakan platform edtech, namun pendekatan konten mereka berbeda, yakni dengan menitikberatkan pada sosok role model. Sebagai contoh, di platform terdapat kelas dari Andra Matin yang berisi pengalaman, ilmu, dan pembelajaran hidupnya dalam berkarier sebagai arsitek.

“Di Indonesia hingga kini masih sedikit sekali pilihan belajar untuk meraih kesuksesan dan tujuan hidup dari pengalaman, kesalahan, dan saran dari para role model. Mayoritas, solusi yang ada sekarang yaitu menawarkan pembelajaran keteknikan, yang dapat ditemukan di platform berbayar maupun gratis. Kami yakin bahwa solusi ini [Rolmo] diterima dengan baik, terutama oleh masyarakat di rentang usia produktif,” kata Jonathan.

Selain di Indonesia, Rolmo berharap platform mereka bisa digunakan di negara lainnya. Hal tersebut yang kemudian menjadikan platform tidak hanya berupa situs, namun juga berupa aplikasi. Rolmo juga telah dilengkapi dengan terjemahan dalam 12 bahasa dalam setiap kursus yang diluncurkan.

Bersama dengan pendiri lainnya yaitu Johanes Adika, Rolmo diharapkan bisa menjadi platform pilihan bagi masyarakat luas yang ingin menambah ilmu, belajar langsung dari tokoh idola mereka.

“Lewat Rolmo, kami ingin membuka kesempatan bagi sebanyak mungkin individu untuk memiliki akses edukasi yang baik. Hal utama lain yang juga ingin dicapai oleh Rolmo adalah menciptakan kesetaraan peluang bagi siapa pun untuk bisa mendapatkan pembelajaran dari para role model tersebut. Kami percaya bahwa dengan bisa belajar dari para role model, setiap orang bisa meraih tujuan mereka,” kata Johanes.

Pemanfaatan teknologi VR/AR

Untuk saat ini pengguna bisa melakukan pembelian untuk masing-masing pilihan kursus. Setelah melakukan pembelian, pengguna dapat mengaksesnya selama satu tahun. Menggunakan metode video base learning, setiap pengguna bisa mengaksesnya melalui smartphone dan desktop. Tidak hanya berupa video, Rolmo juga memberikan pengalaman yang lebih intim menggunakan teknologi 360° Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR).

Dengan menerapkan 360° VR bisa mendekatkan pengguna dengan role model. Sebelumnya Rolmo juga telah mengaplikasikannya di berbagai kasus, salah satu contohnya pada kursus oleh Andra Matin. Pengguna diajak berkeliling di salah satu bangunan yang didesain oleh Andra Matin. Pengguna dapat melihat sekeliling, seakan-akan berada di sana.

Dalam lima tahun ke depan, Rolmo melihat penggunaan AR dapat dinikmati tidak hanya melalui smartphone, tetapi juga dengan alat perangkap baru seperti kacamata.

“Kami sadar tidak setiap orang memiliki dana, akses dan waktu untuk dapat melihat dan bertemu langsung dengan Andra Matin. Penerapan AR akan membantu visualisasi materi pembelajaran secara tiga dimensi. Salah satu contohnya yaitu pengguna dapat melihat maket proyek Andra Matin,” kata Jonathan.

Ke depannya Rolmo juga akan menambah materi pembelajaran dari role model lain dari bidang lain seperti desain interior, desain grafis, desain produk, bisnis, fesyen, fotografi, film, musik, dan lainnya.

“Tahun ini kami menargetkan untuk bisa menghadirkan lebih dari 20 role model di berbagai bidang. Kami juga berencana melakukan penggalangan dana tahap pre-seed,” kata Jonathan.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Kemanayo Mudahkan Wisatawan Mendapat Rencana Perjalanan yang Lebih Personal

Setelah sebelumnya industri pariwisata sempat terpuruk di awal pandemi, kini secara perlahan berbagai layanan yang menyasar sektor pariwisata kembali pulih. Meskipun masih harus mengikuti sejumlah protokol kesehatan yang ketat, namun tahun 2021 diprediksi sektor pariwisata, terutama untuk destinasi domestik, akan kembali normal. Salah satu platform yang kemudian mencoba untuk menggarap sektor tersebut adalah “Kemanayo”.

Kepada DailySocial, CEO Kemanayo Rizal Azhar menyebutkan, melalui aplikasi ini traveler dapat menemukan itinerary atau rencana perjalanan yang sesuai dengan ketertarikan mereka masing-masing. Kemanayo ingin memudahkan traveler dalam berlibur dan membantu mereka menghemat waktu pencarian destinasi wisata. Sehingga membuat perjalanan dan kunjungan yang dilakukan menjadi lebih berkualitas.

“Agar industri pariwisata bisa kembali pulih dan semakin berkembang pasca-pandemi, bisnis perlu memperhatikan perubahan sikap dan preferensi masyarakat. Dan kami melihat bahwa perkembangan pariwisata di masa depan setelah pandemi lebih bersifat personal. Mereka membutuhkan suatu pilihan yang sesuai dengan kepribadian, kebutuhan, maupun hobi masing-masing,” kata Rizal.

Kemanayo berperan sebagai penghubung dan akselerator untuk menyinergikan kontribusi dari berbagai stakeholders di industri pariwisata, menjembatani antara informasi, data, dan permintaan pasar; melalui travel contributors yang dapat menjadi sumber informasi bagi destinasi yang belum terekspos di tingkat daerah.

Untuk setiap paket itinerary yang telah disusun dan berhasil terjual, travel contributor akan mendapatkan penghasilan dengan pembagian hasil hingga sebesar 50%. Kemanayo juga berkolaborasi dengan stakeholders seperti travel agent, F&B, transportasi dan akomodasi, MICE, maupun pemerintah daerah untuk menciptakan berbagai kegiatan pariwisata yang unik serta membantu peningkatan promosi.

“Sebagai marketplace travel itinerary, Kemanayo memungkinkan siapa saja mulai dari pemandu wisata, komunitas, travel blogger, dan jurnalis serta masyarakat luas pada umumnya dapat membuat, menjual dan mendapatkan atau membeli berbagai pilihan itinerary di Kemanayo,” kata Rizal.

Dukung industri pariwisata

Sejak pertama kali diluncurkan awal tahun ini, Kemanayo mengklaim telah mengalami peningkatan pengguna secara signifikan. Perusahaan juga bekerja sama dengan banyak traveler dan travel enthusiast yang turut menjadi kontributor untuk menciptakan beragam pilihan itinerary di dalam platform Kemanayo.

Kemanayo mengklaim memiliki perbedaan dengan platform serupa lainnya. Mulai dari informasi yang lengkap untuk pengguna hanya dalam satu platform. Sehingga pengguna dapat menghemat waktu pencarian destinasi wisata dan tidak perlu mengeluarkan banyak uang atau membiarkan uangnya terbuang percuma untuk mencari rekomendasi yang tepat.

Memanfaatkan platform Kemanayo, pengguna juga bisa mengelola sendiri waktu berliburnya, menjadi travel contributor, dan tentunya membantu pariwisata lokal untuk berkembang. Saat ini Kemanayo telah memiliki itinerary dari bermacam-macam daerah seperti Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, Solo, Yogjakarta, hingga Bali.

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Kemanayo. Di antaranya adalah dapat menyediakan berbagai pilihan travel itinerary dari seluruh wilayah di Indonesia, meningkatkan kualitas dan layanan, termasuk peningkatan jumlah tim internal, serta penggalangan dana.

“Kami percaya bahwa peran masyarakat sebagai travel contributor juga akan membuka peluang bagi destinasi dan usaha lokal agar dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memberikan pengaruh sosial dan pertumbuhan ekonomi pada setiap daerah kunjungan wisata,” tutup Rizal.

Beberapa startup menggarap sektor pariwisata, yang dinilai memiliki nilai ekonomi besar di Indonesia. Mereka hadir dengan beragam bentuk, misalnya Gomodo berikan layanan SaaS untuk mudahkan pengelola wisata digitalkan layanan pemesanan. Ada juga Pigijo yang hadir sebagai aplikasi perencana perjalanan. Selama pandemi beberapa platform juga hadirkan layanan tur virtual, seperti Travalal dan Anturin.

Application Information Will Show Up Here

Lewat Platform Digital, Fammi Ingin Permudah Akses Edukasi dan Konsultasi Keluarga

Bertujuan untuk menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh keluarga menemukan solusi dan cara terbaik bagi keluarga mereka melalui kelas dan edukasi dari pakar, platform digital parentingFammi” diluncurkan. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Fammi Muhamad Nur Awaludin mengungkapkan, platformnya menghadirkan cara baru mencari solusi seputar masalah keluarga yang mudah, solutif, ringkas, waktunya fleksibel, dan dipandu para narasumber yang kompeten.

“Fammi hadir dengan believe bahwa tidak ada keluarga yang sempurna, namun pasti ada keluarga yang efektif. Keluarga efektif yang dimaksud adalah ketika keluarga tersebut menghadapi masalah: mereka paham tujuan mereka, mereka paham mengapa ini bisa terjadi, tahu bagaimana cara menyelesaikannya, dan apa saja langkah yang perlu dilakukan dengan modal yang mereka miliki.”

Memanfaatkan teknologi, Fammi ingin menyediakan berbagai topik solutif seputar keluarga yang dikemas dengan terstruktur, ringkas, dan membawa pengalaman baru kepada pengguna agar seolah-olah serasa diajak berdialog dengan narasumber. Strategi monetisasi yang dilancarkan adalah subscription based mulai per bulan hingga per tahun. Saat ini Fammi telah memiliki ratusan mitra yang terdiri dari narasumber maupun brand yang pernah bekerja sama. Terkait statistik penggunaan, layanan tersebut diklaim telah digunakan belasan ribu pengguna dan memiliki ratusan jumlah kelas.

“Kami membuka kerja sama dengan berbagai narasumber yang concern terhadap edukasi keluarga seperti psikolog, dokter, tokoh parenting, konselor, financial educator, dan lainnya sebagai mitra ahli. Selain itu kami juga menjalin kemitraan dengan komunitas, brand, dan sekolah,” kata Muhamad.

Pasar parenting ini menjadi ceruk tersendiri bagi beberapa startup. Selain platform edukasi, beberapa pemain lainnya mencoba menggarap segmen ini dengan pendekatan lain, misalnya IDN Media melalui Popmama menyajikan kanal media khusus parenting. Kemudian ada juga Orami yang mencoba menghadirkan layanan menyeluruh dengan tiga pendekatan utama: Commerce, Content, dan Community.

Program Indigo dan target Fammi

Pandemi telah mengubah kebiasaan masyarakat luas yang sebelumnya banyak mengakses layanan edukasi secara offline menjadi online. Serupa dengan yang dirasakan pengembang platform edutech lainnya, Fammi mencatat pandemi membuat behaviour mayoritas keluarga dalam mencari solusi seputar permasalahan keluarganya dilakukan secara online. Jika sebelumnya kebanyakan di antara mereka mengikuti kegiatan offline seperti seminar parenting, sekarang kegiatan tersebut beralih menjadi melalui webinar atau sejenisnya.

“Fammi yang merupakan open platform mempermudah narasumber dalam beradaptasi melakukan edukasi secara online dengan waktu yang lebih fleksibel, menjadi platform yang tepat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Di sisi lain pengguna juga dapat mendapatkan ilmu seputar keluarga lainnya dengan cara yang mudah, fleksibel dan mudah dipahami,” imbuh Muhamad.

Fammi merupakan salah satu startup yang tergabung dalam program inkubator Indigo yang diinisiasi oleh Telkom Indonesia. Bersama 6 startup lainnya, Fammi mendapatkan penganugerahan “Indigo Startup Award 2020” untuk startup binaan Indigo. Sebagai startup baru yang masih terus melakukan edukasi dan awareness kepada masyarakat luas, program ini diklaim turut membantu pertumbuhan bisnis Fammi.

“Program Indigo sangat membantu kami dalam merumuskan produk, dukungan mentoring dari para expert dan tim internal Telkom cukup berpengaruh besar terkait berjalannya Fammi ini. Salah satunya keputusan Fammi menjadi sebuah on demand platform, insight yang sangat berharga yang kami dapatkan dari mentor dan internal Indigo membuka wawasan kami bagaimana caranya untuk terus ‘crack’ sebuah produk/perusahaan yang scalable dan profitable,” terang Muhamad.

Ditambahkan olehnya dukungan dana dari Indigo, juga tidak dapat dimungkiri membuat Fammi lebih leluasa melakukan eksperimen terkait produk yang dikembangkan. Tahun ini ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Fammi. Di antaranya adalah melengkapi terus konten di dalam platform agar menjadi sebuah platform yang lengkap menyediakan berbagai solusi bagi permasalahan keluarga dimanapun berada.

“Fammi ke depannya juga ingin menjadi top of mind platform edukasi keluarga di Indonesia. Untuk mengakselerasi produksi konten dan juga penetrasi pasar (akuisisi pengguna), dalam waktu dekat Fammi juga akan melakukan kegiatan penggalangan dana,” tutup Muhamad.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Ekspansi Wetruck Usai Kantongi Pendanaan Awal

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Wetruck sebagai platform logistik yang menyediakan armada truk berbagai tipe untuk UMKM dan pengguna B2B. Di antaranya adalah melakukan ekspansi di Indonesia bagian barat hingga akhir tahun 2021. Dilanjutkan ke Indonesia bagian timur pada awal tahun 2022 mendatang.

Setelah menerima pendanaan pre-seed tahun ini, di harapkan rencana ekspansi tersebut bisa berjalan lancar. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima Wetruck, namun dana segar tersebut diberikan oleh beberapa angel investor.

“Wetruck akan ekspansi ke beberapa wilayah di Indonesia bagian barat dengan pengembangan teknologi terkini. Dan kami akan melakukan penggalangan dana kembali untuk tahap selanjutnya,” kata Co-Founder Wetruck Hilman Kamil kepada DailySocial.

Telah hadir sejak tahun 2017, Wetruck menyediakan kebutuhan logistik pasar dengan pilihan harga yang terjangkau dan transparan. Melalui dashboard terpadu, klien dengan mudah bisa mengakses berbagai layanan pengiriman didukung dengan pembayaran yang fleksibel. Hingga saat ini Wetruck telah memiliki ekosistem 2500 mitra kurir dan 1500 truk di area Jabodetabek.

Mengedepankan konsep blockchain delivery

Terkait dengan model bisnis dan strategi monetisasi yang diterapkan, Wetruck yang mengklaim sebagai platform delivery berbasis komunitas pertama di Indonesia, mengedepankan kolaborasi dengan pemilik truk dan pemilik properti untuk mendukung seluruh industri di Indonesia dengan layanan pengiriman yang menggunakan sebagian ruang di dalam truk.

Disinggung apa yang membedakan Wetruck dengan platform logistik lainnya, Hilman menegaskan, layanannya mengedepankan konsep blockchain delivery untuk dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Konsep blockchain delivery sendiri yang diterapkan oleh Wetruck adalah, konsep mempersatukan ekosistem logistik sehingga siapapun bisa menjadi delivery man atau logistics man.

Meskipun di awal tahun 2020 sempat mengalami kendala karena aturan PSBB saat pandemi, namun jelang akhir kuartal pertama 2020, mulai banyak startup logistik yang kembali pulih kondisinya bahkan menerima banyak pendanaan. Wetruck mencatat pandemi menjadi momen yang tepat bagi mereka untuk menawarkan layanan secara menyeluruh kepada target pengguna.

“Pandemi mempengaruhi kinerja e-commerce yang Wetruck support meningkat drastis. Hingga kini kami telah melayani sekitar puluhan klien B2B, bekerja sama dengan portofolio dan telah mengirim sekitar 2 juta paket, dengan 15 ribu pengiriman, dan $15 juta item value,” kata Hilman.

Dalam artikel DailySocial sebelumnya tercatat, di Indonesia pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai $290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UMKM di Indonesia.

Diharapkan layanan logistik saat ini, bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menghadirkan layanan yang mendukung pertumbuhan UMKM dan layanan e-commerce di Indonesia.