Lima Ide Bisnis Startup di Tahun 2018

Di penghujung tahun 2017 ini sudah banyak bisnis baru yang hadir memanfaatkan teknologi. Memasuki tahun 2018 mendatang masih ada beberapa peluang yang berkembang dari perubahan serta kebiasaan yang banyak terjadi sepanjang tahun 2017.

Artikel berikut akan mengupas 5 ide bisnis yang bisa dikembangkan dan memiliki peluang yang cukup menjanjikan dan relevan dengan pangsa pasar Indonesia.

Bisnis video dan fotografi

Saat ini ketika media sosial telah menjadi platform, banyak influencer dan brand mempromosikan produk dan layanannya, menciptakan sebuah lapangan kerja baru bagi mereka yang menyukai fotografi dan video editing. Di tahun 2017 banyak influencer yang masih mengerjakan semua proses tersebut sendiri, namun seiring berjalannya waktu dan jumlah pengikut pun semakin bertambah, banyak di kalangan tersebut yang membutuhkan tenaga fotografer dan video editor profesional.

Hal tersebut juga berlaku kepada startup hingga korporasi, yang mulai mengembangkan divisi video untuk kegiatan promosi. Di sisi lain foto yang Anda miliki juga bisa dijual ke platform seperti Getty Images hingga Shutterstock.

Bisnis kuliner

Meskipun tidak banyak startup yang menyasar bisnis kuliner bertahan, namun tidak menutup semangat dari para entrepreneur untuk hadir dan menyuguhkan layanan terbaru di bidang kuliner. Di tahun 2018 mendatang diperkirakan semua bisnis yang menyasar dunia kuliner akan makin meningkat jumlahnya. Bukan hanya sebagai marketplace restoran, namun juga memberikan pilihan baru untuk pencinta kuliner sekaligus pemilik restoran.

E-Learning

Teknologi telah memudahkan proses belajar-mengajar menjadi lebih seamless. Hal tersebut telah dibuktikan oleh startup yang menyasar sektor edutech, seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase dan masih banyak lagi. Bukan hanya untuk startup yang memiliki bisnis model menyeluruh, konsultan atau pakar yang memiliki pengalaman dan wawasan lebih juga bisa memanfaatkan platform tersebut dalam bentuk video hingga teks secara digital kepada orang yang membutuhkan.

Kurir (Logistik)

Luasnya Indonesia ternyata masih menjadi kendala tersendiri bagi pemilik bisnis online hingga layanan e-commerce melakukan pengiriman produk. Hal tersebut yang kemudian bisa dijadikan peluang oleh entrepreneur baru yang ingin memiliki bisnis memanfaatkan teknologi. Ciptakan inovasi baru dan berikan solusi terbaik untuk mengakali kendala logistik saat ini.

Jual-beli barang bekas secara online

Bukan hanya membeli barang baru secara online, saat ini kebiasaan atau tren untuk menjual barang bekas juga makin marak dilakukan oleh orang banyak. Memanfaatkan layanan e-commerce hingga marketplace, transaksi jual-beli barang bekas menjadi pilihan tersendiri bagi banyak orang. Hal tersebut yang kemudian bisa dijadikan oleh entrepreneur ke depannya, memanfaatkan demand dan tren dari masyarakat saat ini yang membutuhkan platform lengkap untuk menjual dan membeli barang bekas.

Genjot Kinerja Bixby, Samsung Akuisisi Startup AI Bernama Fluenty

Bersamaan dengan Galaxy S8 yang dirilis pada awal tahun ini, Samsung turut memperkenalkan asisten virtual bernama Bixby. Bixby pada dasarnya merupakan pengganti S Voice yang ada pada smartphone sebelum-sebelumnya, sekaligus yang bisa dikatakan sebagai produk gagal.

Samsung punya visi besar untuk Bixby, salah satunya adalah mengintegrasikannya ke lini perangkat smart home. Perjalanan mereka tentu saja masih cukup panjang, apalagi mengingat masih banyak yang berpendapat bahwa Bixby belum sesempurna Google Assistant atau Siri. Namun perlu kita ingat, Google Assistant maupun Siri juga payah di awal-awal debutnya.

Bixby sendiri dibangun di atas sejumlah teknologi yang bukan berasal dari Samsung, melainkan dari akuisisi sejumlah startup. Salah satunya adalah Viv, yang didirikan oleh Dag Kittlaus, yang tidak lain merupakan sosok di balik lahirnya Siri, sebelum akhirnya dipinang oleh Apple.

Fluenty / Fluenty
Fluenty / Fluenty

Samsung tentunya belum mau berhenti. Baru-baru ini, mereka mengakuisisi startup asal Korea Selatan bernama Fluenty. Fluenty yang didirikan oleh beberapa eks-developer Naver dan Daum ini memiliki spesialisasi di bidang percakapan berbasis artificial intelligence (AI).

Teknologi yang mereka kembangkan pada dasarnya memungkinkan AI untuk berkomunikasi secara lebih natural. Mereka memiliki API untuk sejumlah aplikasi pesan instan seperti KakaoTalk, Line, Telegram dan Facebook Messenger, di mana AI dapat menganalisa percakapan dan menyuguhkan rekomendasi balasan yang ideal.

Kemampuan untuk berinteraksi secara lebih alami ini memang merupakan salah satu hal yang dibutuhkan Bixby untuk bisa bersaing, terutama dengan Google Assistant. Entah akuisisi ini bersifat acqui-hire atau tidak, kemungkinan besar tujuannya adalah untuk menyempurnakan kinerja Bixby.

Sumber: ZDNet.

Tahun 2017 Jadi Saksi Kesulitan Startup Daerah untuk Bertahan

Ketika ekosistem startup Indonesia merayakan kehadiran empat startup unicorn berskala nasional di tahun 2017, periode ini justru bisa dibilang kurang bersahabat bagi startup-startup daerah. Meskipun Bekraf dengan BEKUP-nya dan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital berusaha terus membakar semangat penggiat lokal untuk mengembangkan produknya, ternyata semangat saja tidak cukup.

Di Pontianak misalnya, DailySocial memberitakan bagaimana perjuangan layanan lokal yang kalah bersaing melawan raksasa layanan on-demand bervaluasi miliaran dollar.

Ketimpangan sangat terasa, membuat satu persatu startup daerah gulung tikar. Di sisi lain, Indonesia sangat membutuhkan lahirnya wirausahawan-wirausahawan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, terutama dengan meningkatnya jumlah masyarakat di usia produktif. Menurut data, diperkirakan dalam beberapa waktu ke depan masyarakat di golongan angkatan kerja ini (antara usia 15 dan 65 tahun) akan mencapai 70% dari total populasi.

Ketidaksiapan mengedukasi pasar dan bersaing

Hal senada juga terjadi di Yogyakarta, Solo, Makassar. Fajar Assad, seorang penggiat komunitas startup Makassar yang sebelumnya pernah mendirikan LeanSkill, menyatakan terjadi penurunan jumlah startup baru di kota terbesar di kawasan Timur Indonesia ini dibanding tahun sebelumnya.

“Startup yang sudah eksis hampir dua tahun atau lebih beberapa sekarang sudah tutup, termasuk LeanSkill, Tiketbusku, dan beberapa lainnya,” ujar Fajar.

Fajar mengaku penutupan LeanSkill karena ketidakmampuannya dia berjuang sendirian dan fokus mengembangkan produk dan pasar. Meskipun demikian, ia tidak sendirian.

Menurut Fajar, kebanyakan penggiat startup daerah memulai ide dari hal-hal yang sudah dikembangkan di kota-kota lain, khususnya di ibukota. Oleh karena itu yang pertama kali muncul adalah layanan on-demand dan marketplace. Tantangan utama adalah edukasi pasar. Ketika memulai, secara umum konsumen di kotanya belum siap mengadopsi.

Soekma Agus Sulistyo, anggota penggerak Solocon Valley, mengamini pendapat ini. Ia menyebutkan di Solo sudah mulai muncul sejumlah startup baru, namun kemudian mereka mengubah model bisnis karena keraguan terhadap adopsi pasar.

“Kendala utamanya karena di Solo belum ada model bisnis yang terbukti sehingga masyarakat belum begitu paham. Kendala lain juga seputar pemahaman teknologi di pangsa pasar, menyebabkan KPI tidak terkejar,” terang Agus.

Ketika pasar sudah mulai nyaman dengan layanan yang ditawarkan, “bencana” muncul dengan kehadiran startup nasional yang menawarkan layanan yang lebih baik dan dukungan permodalan yang tidak bisa ditandingi.

Mereka yang sebelumnya sudah berjibaku dengan pasar yang masih “hijau” memilih tutup, karena merasa tidak mungkin bersaing dengan para unicorn.

Berusaha bertahan dengan mencari ceruk

Mereka yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi dan mendapatkan ceruk pasar. SatuLoket yang didirikan sejak tahun 2014 merupakan satu di antaranya.

Berbasis di Yogyakarta, startup yang didirikan Akbar Faisal ini menyasar klien korporasi saat menawarkan produknya. Hal ini masuk akal untuk mendorong kelangsungan bisnis yang berkelanjutan, karena sektor B2B memang memiliki spending power dan demand yang lebih tinggi ketimbang masyarakat umum. Pun biaya edukasinya lebih rendah. Meskipun demikian, karena pola pikirnya fokus di transaksional, potensi scale-nya juga terbatas.

“Kami masih bertahan karena market, rata-rata memang di Yogyakarta dan segmen B2B. Jadi selama bisnis mereka berjalan, SatuLoket aman. Di sisi lain memang dari tim sudah mulai dirampingkan, karena kami fokus ke bisnis dan membangun konsumen loyal. Tidak ada jor-joran fitur, promo, inovasi, setidaknya sampai tahun ini,” ungkap Akbar.

DokterChat, sebuah startup baru di sektor teknologi kesehatan yang berbasis di Solo dan memulai bisnisnya awal November ini, mencoba mencari pasar dengan tidak jor-joran mengeluarkan biaya pemasaran.

Founder DokterChat, dr Yudhistya Ngudi Insan Ksyatria, SpOG, mengatakan, “Aplikasi ini harapannya membuat cara kerja dokter lebih scalable, artinya tidak hanya bisa bermanfaat untuk lingkup kecil di sekitarnya. Kami low cost startup, sehingga untuk dana tidak ada masalah. Cara mencari customer bukan dengan marketing berbayar, tapi memberi value. Sehingga follower-nya banyak dan organik, benar-benar sesuai target market.”

Yang baru masih bersemangat

Meskipun penurunan terasa di daerah yang telah mengenal ekosistem startup sejak dua-tiga tahun yang lalu, iklim berbeda didengungkan penggiat startup di kawasan baru, seperti di Padang, Sumatra Barat. Menurut Hendriko Firman, Founder Visio Incubator, sebuah inkubator lokal, justru saat ini di sana sedang mulai hype pendirian startup, khususnya oleh kawula muda.

Menurut Hendriko, program inkubator besutannya sedang membina 27 startup dengan total 84 founder. Kehadiran sejumlah program edukasi di sektor teknologi, disebut Hendriko, mendukung perkembangan startup di kawasan tersebut.

Tentu saja hype tidak akan menjamin semuanya bakal bertahan dalam jangka waktu lama.

Tak cuma modal ide dan semangat

Suasana sebuah bootcamp yang diadakan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital
Suasana sebuah bootcamp yang diadakan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital

Fenomena tahun ini menjadi pembuktian bahwa ide dan semangat saja tidak cukup. Berkaca pada kondisi di Amerika Serikat dan Tiongkok, ketika pada akhirnya segmen-segmen teknologi mengerucut ke sejumlah perusahaan besar saja, fenomena serupa sudah mulai merembet ke Tanah Air.

Tahun ini, berdasarkan data yang dikumpulkan Amvesindo, Google, dan AT Kearney, mayoritas perolehan pendanaan startup Indonesia, yang di paruh pertama 2017 mencapai 40 triliun Rupiah, terkonsentrasi di startup-startup unicorn.

Hype yang terjadi di sejumlah kota dua-tiga tahun yang lalu ternyata tidak bersambut karena kesulitan mengatasi berbagai kendala, baik dari sisi kesiapan pasar, kemampuan pengembangan teknologi, maupun akses ke permodalan.

“Menurut saya yang paling krusial dibutuhkan: pertama ialah mentorship dan fasilitas, kedua tim dan kolaborasi, dan ketiga pendanaan,” ujar Fajar.

Tanpa ketiganya, mustahil penggiat startup daerah untuk bersaing dengan startup nasional yang lebih matang. Kita ingin fenomena startup tidak hanya terkonsentrasi di ibukota, tetapi startup-startup daerah harus memiliki pondasi kuat agar bisa menjadi bisnis yang berkelanjutan.


Amir Karimuddin dan Randi Eka berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.

Tiga Cara Tepat Merekrut Pegawai Startup Berwawasan Produk

Salah satu daya tarik bekerja di startup saat ini adalah fasilitas pendukung seperti ruang bermain, free snacks hingga dress code yang cenderung fleksibel. Sudah banyak startup yang kebanjiran kandidat untuk kemudian melamar pekerjaan dan pada akhirnya menjadi pegawai karena daya tarik tersebut. Namun demikian meskipun cara tersebut mampu melirik minat banyak kandidat, belum tentu berhasil mendapatkan kandidat yang tepat.

Tentu kita ingin memiliki pekerja yang mengerti betul tentang produk dan bisnis yang sedang dijalani, bahkan jika memungkinkan mendapat kandidat yang memang menyukai produk kita sebelumnya. Artikel berikut akan mengupas 3 hal penting yang wajib dicermati startup, jika ingin mendapatkan kandidat yang tepat.

Buat konten job listing menarik dan relevan

Cara paling ampuh yang bisa dilancarkan untuk menemukan kandidat yang tertarik dengan posisi yang ditawarkan dan memiliki skill yang baik adalah dengan membuat konten job listing yang menarik. Salah satunya dengan memberikan pertanyaan atau assignment yang mampu memancing kandidat tersebut untuk memberikan jawaban yang spesifik terkait dengan bisnis startup. Dari jawaban tersebut nantinya bisa terlihat siapa saja kandidat yang memiliki potensi dan pastinya antusiasme yang besar terhadap lowongan pekerjaan tersebut.

Terapkan kualifikasi teknikal kepada kandidat

Saat ini sudah banyak startup yang melakukan perekrutan kandidat, setelah mendapatkan namun dari sisi kemampuan tidak memenuhi standardisasi yang ditetapkan. Akhirnya pegawai tersebut pun harus dilepaskan dan tentunya mengharuskan perusahaan mencari kandidat yang baru. Agar hal tersebut tidak terjadi, baiknya di proses awal lakukan wawancara hingga test terkait dengan hal-hal teknikal. Temukan juga kandidat yang memiliki mindset P. R. O. D. U. C. T. (Passionate, Resilient, Obsessive, Driven, Understanding, Caring, dan Tactful).

Berikan kuis kepada kandidat

Cara lain yang bisa diterapkan selain memberikan online assingment atau tugas kepada kandidat adalah memberikan kuis atau pertanyaan ringan. Pertanyaan tersebut bisa seputar pekerjaan yang nantinya dibebankan atau posisikan kandidat tersebut dalam sebuah masalah. Cermati jawaban yang diberikan sesuai dengan kriteria yang dicari oleh perusahaan.

Situs Pencari Kerja “Gawean” Meluncur, Fokus di Bidang F&B, Ritel, dan Perhotelan

Berawal dari pengalaman pribadi sang founder saat studi di Brisbane Australia, startup yang menghadirkan platform untuk pencari kerja di bidang food and beverage (F&B) hadir di Indonesia. Startup lokal bernama Gawean ini fokus kepada pencarian pekerjaan hingga tenaga kerja di restoran, hotel hingga bisnis ritel lainnya. Kepada DailySocial Founder & CEO Gawean Kevin Fami Anggara mengungkapkan, Gawean ingin menjembatani tenaga profesional yang fokus mencari kerja di bidang F&B.

“Pada saat itu saya mengalami masalah finansial sehingga mengharuskan saya untuk mencari pekerjaan part-time untuk mendapatkan uang. Saya print banyak sekali CV dan mendatangi restoran, cafe, dan convenience store di sana untuk melamar pekerjaan, dan itu sangat melelahkan. Dari sekian banyak CV yang saya berikan hanya satu restoran yang menghubungi saya. Dari situlah saya terinspirasi untuk mendirikan Gawean.”

Fitur penilaian dan rating pencari kerja

Untuk memastikan CV dari kandidat terlihat baik dan profesional, Gawean melakukan standardisasi CV dari para pelamar kerja. Hal ini dilakukan oleh Gawean, karena masih banyak dari para pelamar kerja terutama di bidang F&B yang tidak tahu membuat CV yg baik dan benar.

“Terkadang banyak informasi yang tidak penting yang dicantumkan di CV dan itu merupakan salah satu keluhan dari beberapa tempat kerja yang sudah menjadi partner kita,” kata Kevin.

Sementara dari sisi perusahaan, setelah membuat profil di situs Gawean, perusahaan bisa membuka lowongan pekerjaan secara langsung. Perusahaan juga bisa melihat CV dari kandidat yang diinginkan melalui rating atau nilai tertinggi yang sudah tercantum dalam CV kandidat. Hanya dengan satu klik perusahaan bisa memilih kandidat dengan nilai tertinggi dan melanjutkan sampai ke tahap wawancara.

Perusahaan juga bisa membuat profil yang terdaftar di Gawean, sehingga para pelamar kerja dapat mengetahui seperti apa kultur kerja dan kisaran gaji di tempat kerja di perusahaan.

“Yang membedakan Gawean dengan layanan serupa lainnya adalah kami mempunyai fitur GPA (Gawean Point Average) yang memberikan penilaian ke setiap pencari kerja, sehingga pemilik usaha tidak usah repot lagi menyortir CV para kandidat secara konvensional,” kata Kevin.

Masih dalam versi Beta, saat ini situs Gawean sudah bisa diakses, dan Gawean telah memiliki sekitar 90 pencari kerja dan 4 perusahaan yang sudah terdaftar di Gawean yang masih dalam tahap beta testing.

Rencana fundraising dan target Gawean

Selain menambah jumlah pengguna dan perusahaan untuk bergabung di Gawean, target dari Gawean selanjutnya adalah melakukan penggalangan dana untuk tahap Seed. Diharapkan melalui platform Gawean bisa membantu pencari kerja menemukan pekerjaan yang tepat sekaligus mengurangi jumlah pengangguran dan kesenjangan sosial di Indonesia.

“Kami sangat berharap dapat membantu pencari kerja mempertemukan mereka dengan pekerjaan yang sesuai dengan mereka dan membantu pemilik usaha mendapatkan pekerja yang kompeten,” tutup Kevin.

Lima Hal yang Menghambat Pertumbuhan Startup

Pertumbuhan (growth) menjadi salah satu fokus dan tujuan startup. Jika tidak disiasati dengan cermat, bisa jadi startup yang didirikan akan berjalan stagnan atau bahkan tidak berhasil. Artikel berikut ini akan membahas 5 kesalahan yang kerap dilakukan oleh pendiri startup, terkait dengan strategi growth. Belajar dari Sean Sehppard selaku Co-Founder Venture Capital Fund dan Market Development Accelerator GrowthX yang berbasis di Silicon Valley.

Kesulitan menceritakan dengan baik produk yang dimiliki

Salah satu kesalahan yang kerap dilakukan oleh pendiri startup adalah tidak mahir atau kesulitan dalam menjabarkan secara singkat produk yang dimiliki. Kesalahan tersebut bisa mempengaruhi startup mendapatkan investor hingga memperluas networking. Hal paling penting yang akan mengganggu pertumbuhan startup terkait dengan komunikasi yang kurang baik adalah ketika produk mulai dilemparkan kepada target pengguna, namun startup gagal untuk menampung feedback dari target pengguna tersebut.

“The seed stage is for learning – and you learn fastest and cheapest by talking to humans.”

Kesulitan memberikan layanan pelanggan dengan baik

Kesalahan lain yang kerap dilakukan oleh startup untuk mempercepat pertumbuhan adalah kurangnya relasi yang baik dengan pelanggan. Idealnya meskipun saat ini startup memiliki teknologi yang paling canggih namun jika tidak didukung dengan layanan pelanggan yang baik, akan menghambat pertumbuhan startup. Untuk itu perhatikan dengan baik layanan pelanggan startup dan bina hubungan baik dengan pelanggan.

“The best tech companies are always service companies first.”

Kesulitan menemukan anggota tim yang tepat

Kesalahan lain yang kerap dilakukan oleh pendiri startup adalah kesulitan untuk menemukan pegawai hingga membentuk tim yang solid. Kebanyakan pendiri merekrut pegawai namun tidak 100% yakin dengan kemampuan dari pegawai tersebut. Jangan rekrut pegawai dalam jumlah yang banyak hanya demi mengisi posisi yang kosong. Hindari pula melakukan perekrutan pegawai secara cepat tanpa melalui proses perkenalan terlebih dahulu.

“Hiring the wrong people or hiring too soon is a huge killer.”

Kesulitan menjadi pemimpin yang baik

Menjalankan bisnis startup artinya Anda sebagai pendiri startup wajib untuk bisa memimpin dan mengarahkan perusahaan. Apakah itu memberikan arahan yang tepat kepada pegawai hingga menentukan langkah yang strategis untuk kemajuan startup. Jika seorang pendiri startup tidak memiliki kemampuan tersebut, akan mengganggu jalannya bisnis dan tentunya pertumbuhan startup.

“As Founders, we tend to want to give time and resources to anyone who expresses interest in us and our products.”

Kesulitan melakukan validasi

Validasi merupakan proses penting yang menentukan keberhasilan dari produk hingga layanan startup. Ketika ide telah ditemukan, lakukanlah proses validasi agar bisa menemukan siapa target pengguna yang tepat hingga melihat siapa pesaing terbesar Anda.

“Qualify, qualify, qualify – and then qualify some more.”

Menilik Peran Inkubator di Lingkungan Kampus

Membangun startup mulai menjadi tren di kalangan anak muda Indonesia. Beragam solusi menarik mulai bermunculan sebagai wujud inovasi produk. Program inkubator dan akselerator pun bermunculan, termasuk investor yang siap menyuntikkan dananya. Bahkan belakangan ini banyak kampus yang mulai meluncurkan program inkubator. Harapannya tentu mahasiswa atau siapa pun yang masuk dan lulus dari program inkubator tersebut menjadi lebih siap bersaing ke pasar.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana sebenarnya peran inkubator bisnis atau startup yang ada di kampus-kampus itu?

Pada dasarnya inkubator diciptakan untuk membantu bisnis di tahap awal berkembang dengan berbenah di segala aspek. Bagi startup, inkubator bisa memegang peranan sangat penting dalam perjalanannya, terutama bagi mereka yang berangkat dari keterbatasan –misalnya hanya berisi orang teknis saja, tidak ada tim yang berlatar belakang bisnis. Inkubator juga diharapkan bisa membantu startup mengenal para stakeholder di industri mereka melalui serangkaian acara networking yang kerap menjadi bagian dari program inkubator.

Di Indonesia sudah mulai banyak inkubator lahir di lingkungan kampus. Beberapa di antaranya adalah Binus Startup Accelerator milik Universitas Bina Nusantara, Skystar Ventures milik  Universitas Multimedia Nusantara, UBPreneur milik Universitas Bakrie, Mercupreneur milik Universitas Mercubuana, Sinibis UI yang menjadi bagian dari Universitas Indonesia, dan beberapa lainnya.

Universitas di Indonesia mulai melihat startup sebagai salah satu peluang untuk menciptakan solusi, menyalurkan ketrampilan dan sebagai ladang usaha. Terbaru, Universitas Indonesia (UI) dikabarkan telah meluncurkan program Perusahaan Startup Binaan dan sekaligus memfasilitasi startup terpilih melakukan pitching di depan para investor. Iklim yang positif untuk lingkungan universitas.

Dalam sebuah makalah yang ditulis oleh Ir L. Setyobudi, MS.PhD (pada saat makalah tersebut dibuat berperan sebagai Kepala Divisi Pendidikan Enterpreneurship Universitas Brawijaya) menguraikan bagaimana peranan inkubator bisnis di tingkat universitas. Menurut Setyobudi hadirnya konsep inkubator bisnis di universitas tinggi merupakan langkah awal untuk mendekatkan universitas dengan para stakeholder.

Selain itu konsep inkubator bisnis di universitas juga bermanfaat untuk proses belajar mengajar maupun pembelajaran yang memberikan dampak pengalaman secara lebih riil. Hal ini dikarenakan semua entitas mahasiswa yang terlibat di dalam inkubator bisa merasakan atmosfer yang mendekati kondisi di lapangan.

Inkubator bisnis di lingkungan akademis memang sangat strategis untuk memosisikan universitas sebagai tempat yang progresif untuk membawa mahasiswa ke lingkungan belajar yang berbeda dengan kelas konvensional.

Di sisi lain inkubator juga memberikan kesempatan perusahaan untuk berpartisipasi dalam penelitian tanpa harus menginvestasikan sumber daya yang besar. Bisnis juga berkesempatan mendapatkan modal intelektual dan talenta terbaik, langsung dari universitas masing-masing. Jadi inkubator bisnis di universitas membawa peluang untuk mereka yang berkecimpung di dalamnya.

Menyimak Curhatan Pelaku Startup Soal Pembuatan Hak Paten

Dalam presentasi laporan yang disusun oleh INDEF (Institute for Development of Economics & Finance) disampaikan, ketika semakin banyak perusahaan dan penelitian yang mendaftarkan hak paten, maka akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Hak paten sangat lekat dengan inovasi dan perlindungan karya.

Berbicara soal inovasi dan industri startup di Indonesia –khususnya yang sarat dengan teknologi, saat ini belum banyak startup dan entrepreneur yang mendaftarkan hak paten mereka. Hal tersebut yang menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia peringkatnya masih di bawah Malaysia dan Vietnam soal hak paten.

Kurangnya sosialisasi pembuatan hak paten

Diskusi yang digelar oleh Qualcomm hari ini (09/11) menghadirkan CEO eFishery Gibran Huzaifah dan VP of Growth Amartha Fadilla Tourizqua Zain. Kedua pelaku startup tersebut mengungkapkan beberapa kendala hingga keluhan yang masih kerap dirasakan oleh startup saat mendaftarkan hak paten produk mereka.

“Untuk eFishery sendiri model bisnis kita berbeda dengan Tokopedia atau layanan e-commerce lainnya. Ketika melakukan fundraising, memiliki hak paten terhadap produk, akan membantu kami mendapatkan pendanaan,” kata Gibran.

Namun demikian fakta yang terjadi adalah masih minimnya sosialisasi, edukasi hingga layanan yang bisa dimanfaatkan oleh entrepreneur untuk membuat hak paten mereka saat ini. Belum lagi dengan durasi yang memakan waktu cukup lama hingga biaya besar yang harus dikeluarkan.

“Karena selama ini kami di eFishery fokus kepada inovasi dan membuat produk secara cepat, sehingga jarang sekali berpikir untuk mematenkan produk kami, ketika kami ingin melakukan prosedur tersebut banyak sekali kendala yang kami hadapi,” kata Gibran.

Ditambahkan oleh Gibran, banyaknya “biro jasa” yang melayani pembuatan hak paten masih menyulitkan startup seperti eFishery untuk mengetahui lebih detail, bagaimana prosedur dan cara yang tepat untuk membuat hak paten. Di sisi lain pihak perguruan tinggi yang menawarkan layanan gratis untuk entrepreneur membuat hak paten, menetapkan peraturan bahwa nantinya jika hak paten tersebut diterbitkan akan menjadi milik dari perguruan tinggi tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Fadilla dari Amartha yang sejak 24 bulan terakhir masih menunggu hasil dari pembuatan hak paten produk Amartha, setelah melalui prosedur dan proses yang sulit dan panjang.

Peran pemerintah membantu industri membuat hak paten

Meskipun sudah banyak kalangan startup yang memahami pentingnya mematenkan sebuah produk agar kemudian tidak dijiplak oleh orang lain, namun jika tidak didukung dengan regulasi yang seamless dari pemerintah maka akan makin berkurang minat mereka mematenkan produk tersebut. Dari sisi pemerintah baiknya untuk bisa membedakan ketika industri dan peneliti masing-masing berniat untuk mematenkan produk.

Meskipun saat ini berdasarkan informasi dari Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang (RD), Kementerian Hukum dan HAM, undang-undang terkait hak paten sudah direvisi sejak tahun 2016 lalu yang memudahkan industri untuk mendaftarkan hak paten, namun masih minimnya sosialisasi hingga alternatif layanan yang lebih cepat dengan harga terjangkau, masih menyulitkan berbagai industri termasuk startup untuk melakukan proses tersebut.

Doppler Labs, Pencipta True Wireless Earphone Inovatif Here One, Resmi Gulung Tikar

Meski belum bisa dibilang mainstream, true wireless earphone sudah sangat dikenal di tahun 2017 ini. Situasinya sangat berbeda satu atau bahkan dua tahun lalu, tepatnya ketika Apple AirPods – yang bisa disebut sebagai biang popularitas kategori ini – belum eksis sama sekali.

Di masa-masa itu, sejumlah startup dengan leluasa bereksperimen di kategori ini. Ada Bragi yang tercatat sebagai pionir true wireless earphone, lalu ada pula Doppler Labs yang menawarkan lebih dari sekadar earphone tanpa seuntai kabel.

Sekumpulan ahli audio engineering asal kota New York itu mencoba merealisasikan konsep unik bertajuk augmented hearing, yang pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk memanipulasi suara di sekitarnya secara real-time. Sejak didirikan di tahun 2013, Doppler Labs sudah merilis tiga produk inovatif: Dubs Acoustic Filters, Here Active Listening, dan Here One.

Here One

Here One adalah kulminasi dari teknologi yang mereka kembangkan selama ini. Dari luar, ia tampak seperti true wireless earphone yang kita kenal sekarang, lengkap beserta charging case-nya. Namun dengan berbekal fitur manipulasi suara, Here One sejatinya juga bisa berperan sebagai alat bantu dengar.

Sayang sekali nasib Doppler Labs kurang beruntung. Mereka harus menjalani bisnisnya di saat Apple, Sony dan sederet pabrikan besar lainnya juga memulai debutnya di ranah true wireless earphone. Modal pendanaan yang mereka kumpulkan hingga lebih dari $50 juta terus terkuras sampai akhirnya tidak bersisa.

Berbagai strategi terus diterapkan oleh para pendirinya, termasuk melakukan pitching ke investor demi investor. Namun sederet taktik penyelamatan itu tidak ada yang berhasil, dan Doppler Labs pun akhirnya memutuskan untuk gulung tikar dan berhenti menjual produk-produknya.

Here One

Meski sebagai perusahaan perkembangan Doppler Labs cukup stabil sampai di titik mereka sudah mulai mengembangkan suksesor Here One, penjualan Here One sendiri tergolong mengecewakan. Sejauh ini hanya sekitar 25.000 unit Here One yang berhasil terjual, dan mereka masih punya stok 15.000 unit yang terabaikan begitu saja.

Sebagai bentuk ‘perjuangan’ terakhirnya, Doppler Labs bakal merilis aplikasi baru untuk Here One pada bulan Desember mendatang. Aplikasi bernama Here Plus ini sebenarnya masih belum benar-benar selesai dikembangkan, tapi menyimpan fitur yang dikhususkan untuk meningkatkan efektivitas Here One sebagai alat bantu dengar.

Sumber: Wareable dan Wired.

Samsung C-Lab Lahirkan Tujuh Startup Baru

Masih ingat dengan Samsung C-Lab, semacam program inkubator internal yang didedikasikan untuk mengembangkan produk-produk inovatif macam sabuk pintar, gadget pendeteksi stroke serta VR headset empat dimensi? Baru-baru ini, Samsung mengumumkan bahwa pada tanggal 31 Oktober nanti akan ada tujuh proyek C-Lab yang ‘lulus’ menjadi startup mandiri.

Ketujuh startup itu adalah sebagai berikut:

  • Hyperity: sejenis kacamata AR/VR untuk mengontrol smartphone ataupun komputer tanpa perlu mengandalkan monitor fisik sama sekali.

  • Linkface: aksesori untuk VR headset yang dilengkapi sederet sensor untuk mendeteksi mata dan pergerakan otot-otot wajah. Selain dimaksudkan untuk menavigasikan konten secara hands-free, Linkface juga dapat mewujudkan fitur semacam Animoji yang ditawarkan iPhone X.

  • PIXELRO: sejenis film khusus yang dapat dipasangkan ke layar smartphone, yang berfungsi untuk menggantikan peran kacamata bagi pengidap presbiopia, atau yang kerap disebut dengan sindrom mata tua.

  • BlueFeel: portable air purifier yang dimaksudkan untuk menjadi pengganti masker biasa tanpa harus menutupi bagian hidung dan mulut pengguna.

BlueFeel

  • Defind: aplikasi ponsel yang berfungsi untuk membantu konsumen mencari ukuran sepatu yang pas ketika berbelanja secara online. Cara kerjanya melibatkan kamera smartphone, yang kemudian hasilnya akan diterjemahkan menjadi hasil scan 3D dari kaki konsumen, lengkap beserta dimensi merincinya.

  • Soft Launch: layanan rekomendasi berbasis media sosial untuk berbagai restoran dan toko, dengan tujuan memerangi ulasan-ulasan palsu konsumen.

Soft Launch

  • 1Drop: perpaduan aplikasi dan aksesori mini untuk smartphone yang memungkinkan pengguna untuk mengukur kadar glukosa dalam darah dengan memanfaatkan kamera dan LED flash milik perangkat.

Tujuh startup ini akan melengkapi portofolio startup hasil binaan C-Lab yang sejauh ini sudah menembus angka 32. Cukup mengesankan mengingat C-Lab sendiri baru berdiri pada akhir 2012, dan program ‘kelulusan’ menjadi startup ini baru dimulai pada tahun 2015.

Sumber: Samsung.