Bagikan Game Gratis, Epic Games Store Kini Punya 61 Juta Pengguna Aktif Bulanan

Jumlah pengguna aktif bulanan (MAU) Epic Games Store naik menjadi 61 juta orang setelah mereka sukses melaksanakan kampanye promosi yang disebut The Vault. Dalam kampanye promosi yang dimulai pada 14 Mei 2020 ini, Epic memberikan empat game populer secara gratis. Keempat game tersebut adalah Grand Theft Auto V, Borderlands: The Handsome Collection, dan Civilization 6. Selain jumlah MAU, kampanye The Vault juga berhasil membuat jumlah concurrent players EGS naik menjadi 13 juta orang, yang merupakan rekor tertinggi untuk Epic Games Store.

“Sejak meluncurkan Epic Games Store, kami selalu ingin membuat sebuah event besar terkait program game gratis mingguan kami. Tujuannya untuk memberikan sesuatu yang menarik bagi gamer di seluruh dunia. Dan kami memutuskan untuk mengadakan event besar-besaran,” kata Steve Allison, General Manager of the Epic Games Store, menurut laporan Games Industry. “Hasilnya melebihi ekspektasi kami… Pada 2020, kami tumbuh dengan sangat cepat.”

jumlah pengguna EGS
Grand Theft Auto 5 adalah salah satu game gratis yang Epic Games berikan.

Untuk merealisasikan The Vault, Epic tidak hanya menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan hak atas game yang mereka berikan secara gratis, mereka juga menyediakan dana marketing yang besar. Anda bisa menemukan iklan dari game gratis EGS di berbagai situs, podcast, dan lain sebagainya. Dan strategi Epic Games sukses.

Dengan EGS, Epic mencoba untuk menantang Steam. Sebelum The Vault, strategi Epic adalah menyediakan game eksklusif selama waktu tertentu. Jadi, Epic membayar developer game agar mereka hanya merilis game mereka di Epic Games Store selama beberapa waktu. Menurut laporan VentureBeat, tampaknya, strategi memberikan game gratis lebih efektif daripada menyediakan game eksklusif. Sebelum ini, Epic juga menambahkan sejumlah fitur ke EGS. Mereka juga dikabarkan akan menyediakan EGS di Android.

Berkat kesuksesan kampanye The Vault, Epic Games Store mulai menyusul Steam. Sebagai perbandingan, Steam memiliki pengguna aktif bulanan sebanyak 95 juta orang pada 2019. Sementara jumlah concurrent players mereka berkisar pada 14-20 juta orang setiap harinya. Selama pandemi virus corona, jumlah concurrent players Steam sempat memencahkan rekor, mencapai 22 juta orang. Hal ini menjadikan Steam sebagai platform distribusi game digital utama bagi para gamer PC.

Apa Saja yang EA Umumkan di EA Play Live?

Electronic Arts menggelar EA Play Live untuk menggantikan E3 yang dibatalkan. Dalam acara virtual tersebut, EA membuat beberapa pengumuman penting terkait game mereka, baik game-game yang telah diluncurkan seperti Apex Legends dan The Sims 4 maupun game-game baru seperi FIFA 21 dan Rocket Arena.

Inilah beberapa hal penting yang EA umumkan dalam EA Play Live.

1. Apex Legends

Apex Legends akan bisa dimainkan melalui Steam dan Switch mulai musim gugur tahun ini. EA juga memberikan dukungan fitur cross-play. Dengan begitu, pemain yang menggunakan PC akan bisa bermain bersama gamer yang bermain di konsol, seperti PlayStation 4 dan Xbox One.

Developer Respawn Entertainment juga memperkenalkan Lost Treasures Collection Event, yang akan dimulai pada 23 Juni 2020. Di sini, Anda akan bisa memainkan mode Armed and Dangerous: Evolved, yang hanya memungkinkan Anda untuk menggunakan shotgun atau sniper rifle. Mode ini hanya bisa dimainkan dalam waktu terbatas. Dalam Apex Legends, Respawn juga kembali menyediakan Mobile Respawn Beacon.

2. FIFA 21 dan Madden 21

Dalam Play Live, EA juga mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan FIFA 21 pada 9 Oktober 2020. Game ini akan bisa dimainkan di PlayStation 4, Xbox One, dan PC via Origina dan Steam. Game tersebut juga akan tersedia di Google Stadia. Menariknya, setelah Anda membeli FIFA 21, EA menawarkan upgrade gratis untuk pemilik PlayStation 5 dan Xbox Series X.

EA juga akan meluncurkan Madden NFL 21 pada 28 Agustus 2020. Game american football ini akan tersedia untuk PS4, Xbox One, dan PC via Origin serta Steam. Sama seperti FIFA 21, pemilik konsol PS5 dan Xbox Series X juga akan daapt melakukan upgrade gratis.

3. The Sims 4 Tersedia di Steam

Apex Legends bukan satu-satunya game EA yang akan bisa diakses melalui Steam. Dalam EA Play Live, mereka mengumumkan bahwa mereka akan membawa beberapa game mereka di Steam. Beberapa game tersebut antara lain A Way Out, Dead Space 3, The Sims 4, dan Titanfall. Keputusan EA ini menarik karena mereka telah memiliki platform distribusi game sendiri, Origin.

4. Star Wars: Squadrons

Star Wars: Squadrons adalah game multiplayer yang mengadu para pemainnya dalam pertarungan udara 5v5. Di sini, Anda akan bisa menjadi pilot dari pesawat-pesawat ikonik Star Wars, seperti X-Wing dan TIE Fighters. Game ini akan diluncurkan untuk PS4, Xbox One, dan PC pada 2 Oktober 2020. Untuk pemilik PS4 dan PC, Squadrons juga bisa dimainkan menggunakan headset VR.

5. Skate

EA mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan game Skate baru. Game Skate 3 dirilis pada 2010. Sejak saat itu, banyak fans yang ingin agar EA meluncurkan game berikutnya dari franchise Skate. Dan sekarang, EA mengabulkan permintaan itu. Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada terkait game Skate baru tersebut. Tampaknya, game ini masih dalam tahap pengembangan awal.

6. Rocket Arena, It Takes Two, dan Lost in Random

Dalam Play Live, EA juga mengumumkan bahwa akan mereka akan meluncurkan 3 game baru di bawal label EA Originals. Ketiga game itu adalah Rocket Arena dari Final Strike Games, It Takes Two dari Hazelight Studios, dan Lost in Random dari Zoink.

Rocket Arena adalah game hero arena shooter. Game ini akan diluncurkan pada 14 Juli 2020 di PlayStation 4, Xbox One, dan PC via Origin dan Steam. Sementara It Takes Two adalah game co-op action adventure platformer dari studio yang membuat game A Way Out. It Takes Two bercerita tentang seorang anak yang orangtuanya hendak bercerai. Sang anak lalu membuat khayalan tentang kedua orangtuanya yang saling bekerja sama. Game ini akan diluncurkan pada 2021. Terakhir, Lost in Radom adalah game action-adventure dengan tema fairytale. Game tersebut juga akan dirilis pada 2021 untuk PS4, Xbox One, serta PC.

Tepati Janji, EA Kembali Hadirkan Koleksi Game Terbitannya di Steam

Oktober tahun lalu, beredar kabar mengejutkan sekaligus menggembirakan bahwa EA hendak menghadirkan kembali koleksi game-nya di Steam berkat kemitraan yang dijalin antara EA dan Valve. Mengejutkan karena EA sudah punya platform distribusinya sendiri yang bernama Origin sejak lama, dan hampir semua game terbitannya hanya dijual lewat situ.

Demi membuktikan keseriusannya, EA pun merilis Star Wars Jedi: Fallen Order di Steam sebulan setelahnya.

Sekarang, sekitar 25 game lain terbitan EA akhirnya juga ikut menyusul. Judul-judul tenar yang sebelumnya hanya tersedia di Origin macam Dragon Age: Inquisition, Crysis 3, Need for Speed Heat, maupun Plants vs. Zombies: Battle for Neighborville kini bisa dibeli lewat Steam, dan kebetulan semuanya juga sedang didiskon besar-besaran.

Sisanya akan menyusul lagi ke depannya, dan EA bakal mengumumkan kloter game selanjutnya melalui live stream EA Play Live pada tanggal 11 Juni nanti.

Command & Conquer Remastered Collection / EA
Command & Conquer Remastered Collection / EA

Bukan cuma game lama saja, EA juga berjanji untuk membawa judul-judul yang baru dirilis ke Steam. Command & Conquer Remastered Collection adalah salah satu contohnya, meski game itu sebenarnya juga merupakan game lawas yang akhirnya digarap ulang.

Juga sangat menarik adalah rencana EA untuk segera menghadirkan layanan berlangganannya, EA Access, di Steam. Menarik karena EA sebenarnya sudah punya layanan subscription bernama Origin Access buat kalangan gamer PC, dan EA Access sendiri merupakan layanan serupa yang ditujukan untuk konsumen Xbox One dan PlayStation 4.

Andai tidak ada perubahan, EA Access bakal ditawarkan dengan tarif $5 per bulan atau $30 per tahun. Selain akses tanpa batas ke sejumlah game, fasilitas yang pelanggan dapatkan mencakup diskon untuk pembelian game yang tidak termasuk dalam katalog layanan.

Sumber: PC Gamer dan EA.

Chimera Squad Ialah Spin-Off Sekaligus ‘Penerus’ Seri XCOM

Kesuksesan reboot XCOM memicu lahirnya rentetan permainan strategi turn-based generasi baru, contohnya Phoenix Point, Mutant Year Zero, Phantom Doctrine hingga Battletech. Tapi sejauh ini, game yang betul-betul layak jadi penerusnya hanyalah XCOM 2. Banyak fans berharap agar Gears Tactics betul-betul mengesankan seperti janji Xbox Game Studios, namun kabar baiknya, kita juga mendapatkan satu alternatif lagi.

Secara tiba-tiba, Firaxis mengumumkan ‘babak selanjutnya’ dari seri XCOM yang mereka namai Chimera Squad. Konsepnya cukup menarik karena XCOM: Chimera Squad bukanlah sekuel ataupun expansion pack. Ia merupakan spin-off sekaligus penerus kisah XCOM 2. Chimera Squad bukan hanya digarap buat para fans XCOM, namun juga diracik sebagai gerbang masuk bagi pendatang baru ke franchise ini.

Ketika dua game XCOM sebelumnya difokuskan pada perjuangan manusia melawan penindasan alien, latar belakang Chimera Squad sedikit berbeda. Lima tahun telah berlalu setelah pemerintah bayangan Advent berhasil ditumbangkan, dan manusia serta alien akhirnya dapat hidup harmonis. Kini mereka harus membangun ulang peradaban yang sebelumnya berantakan akibat konflik. Chimera Squad ialah nama dari pasukan khusus antar-spesies penjaga keamanan Kota 31.

Di XCOM: Chimera Squad, pemain akan mengendalikan dan mengelola tim berisi 11 agen (semuanya didesain oleh Firaxis). Game tetap mempertahankan formula strategi turn-based khas XCOM, namun ada banyak hal yang dimodifikasi developer. Perbedaan karakteristik, latar belakang, serta kemampuan unik masing-masing agen sengaja diusung untuk memberi warna pada tim. Pendekatan ini kabarnya terinspirasi dari expansion pack XCOM 2: War of the Chosen.

Sejumlah perubahan lain juga lebih fundamental. Ketika misi dimulai, pemain dipersilakan memilih lokasi penerjunan pasukan – developer menyebutnya Breach Mode. Beberapa tempat bisa diinfiltrasi oleh agen tertentu, dan tiap pilihan punya keuntungan dan kekurangannya sendiri. Perbedaan selanjutnya terletak pada bagaimana turn diterapkan. Sewaktu perintah dieksekusi, agen Chimera dan pasukan musuh akan beraksi bersama-sama; tidak bergantian seperti sebelumnya.

Dan karena tiap anggota Chimera Squad merupakan bagian dari narasi permainan (mereka akan berinteraksi dengan sesamanya), Firaxis juga menghilangkan sistem permadeath (kematian permanen). Saat seorang agen tumbang di tengah misi, rekannya harus menstabilkan kondisinya. Jika gagal, misi tersebut akan gagal. Kondisi ini berbeda dari game sebelumnya, ketika misi bisa diselesaikan meski hanya tersisa satu orang di tim Anda.

XCOM Chimera Squad 1

Hal menarik lain dari Chimera Squad adalah cara 2K Games menyajikannya. Terlepas dari kontennya yang orisinal, permainan dijajakan di harga expansion pack. Saat dirilis di tanggal 24 April nanti, Anda bisa memilikinya cukup dengan mengeluarkan uang Rp 105 ribu. Harganya akan naik jadi Rp 210 ribu di tanggal 2 Mei 2020. Buat sekarang, game baru tersedia untuk Windows PC via Steam.

Via US Gamer.

 

Gears 5 Bisa Dinikmati Gratis Sampai Tanggal 12 April

Lupakan PS Plus atau Xbox Live Gold, PC ialah platform terbaik untuk mendapatkan rentetan game gratis tanpa perlu jadi pelanggan suatu layanan premium. Sebagai pengakuan, kurang lebih 75 persen permainan orisinal yang ada di koleksi (totalnya sekitar 250 judul) saya dapatkan tanpa membayar. Menemukan mereka pun sebetulnya tidak sulit. Kita hanya perlu membuka mata karena beberapa platform distribusi kadang membagikannya secara mendadak.

Kali ini kabar baik datang dari Microsoft – lebih tepatnya Xbox Game Studios. Mereka mengumumkan bahwa Gears 5 versi PC dapat dinikmati secara cuma-cuma hingga tanggal 12 April. Game dapat diakses baik lewat Windows Store ataupun Steam. Menariknya lagi, yang publisher tawarkan di sini adalah versi ‘penuh’ dari permainan dan tak ada pemangkasan konten. Anda dipersilakan menikmati seluruh modenya, dari mulai campaign single-player, multiplayer PvP dan co-op, hingga fitur map builder.

Jika Anda sama sekali belum memainkan Gears 5, ini merupakan kesempatan emas. Gears 5 merupakan salah satu permainan non-eksklusif pertama Microsoft di generasi ini, dan bisa dibeli di storefront pihak ketiga seperti Steam. Dirilis di bulan September 2019, game memperoleh respons positif dari gamer serta media. Hanya dalam beberapa hari setelah tersedia, Gears 5 sukses menghimpun lebih dari tiga juta pemain.

Berita baiknya tidak berhenti sampai di sana. Ketika Gears 5 dijajakan seharga US$ 60 untuk konsumen di Amerika Serikat dan negara-negara barat, permainan cuma dijual seharga Rp 250 ribu di Indonesia (efek dari penyesuaian harga, dan saya rasa Xbox Game Studios patut diacungi jempol atas kedermawanan mereka). Dengan membelinya, achievement yang Anda peroleh di periode gratis ini akan terus tersimpan dan petualangan bisa terus dilanjutkan.

Gears 5 ialah satu dari sejumput permainan action kelas blockbuster yang siap menghidangkan pengalaman multiplayer kooperatif split screen di PC. Split screen memperkenankan dua pemain (atau lebih) menikmati game secara lokal di satu layar. Fitur ini cukup berkesan bagi saya, membuat Gears 5 jadi game PC yang paling sering saya mainkan berdua adik ketika hanya ada satu komputer tersedia.

Dan ‘Gears 5 gratis’ bukanlah satu-satunya kabar mengenai franchise Gears of War yang diungkap minggu ini. Tim The Coalition juga menginformasikan bahwa proses pengembangan Gears Tactics versi PC sudah rampung. Gears Tactics adalah spin-off seri Gears yang menyajikan formula strategi turn-based ala XCOM, di-setting 12 tahun sebelum permainan pertamanya berlangsung. Edisi Xbox One-nya juga akan hadir, tapi developer belum mengonfirmasi waktu peluncurannya.

Via DualShockers.

Semakin Banyak Game “Sukses” di Steam

Valve baru saja merilis laporan tentang penjualan dari game-game yang ada di Steam. Mereka menyebutkan, pada 2019, ada lebih dari 1.100 game yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$10 ribu (sekitar Rp161 juta) dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan. Dapat menghasilkan US$10 ribu dalam 2 minggu sejak waktu peluncuran adalah tolok ukur game yang sukses menurut Valve. Alasannya, karena game yang dapat mencapai hal itu akan bisa mendapatkan sekitar US$20 ribu (sekitar Rp322 juta) sampai US$60 ribu (sekitar Rp967 juta) dalam waktu 12 bulan setelah diluncurkan.

Kabar baiknya, jumlah game yang dianggap “sukses” pada 2019 naik 18 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2018, jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan kurang dari 1.000 game. Memang, dari tahun ke tahun, jumlah game yang bisa memenuhi standar kesuksesan Valve terus bertambah, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

steam game
Jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak peluncuran. | Sumber: Valve

“Menjadikan pemasukan sebesar US$10 ribu sebagai tolok ukur mungkin terdengar random. Karena itu, untuk memastikan bahwa analisa kami tidak salah, kami juga mengamati jumlah game dengan pemasukan yang lebih tinggi dan lebih rendah dari US$10 ribu. Hasilnya, kami menemukan pola serupa. Kami melihat bahwa pada 2019, jumlah game yang mendapatkan US$5 ribu (sekitar Rp80,5 juta) pada 2 minggu awal peluncuran naik 4 kali lipat jika dibandingkan pada 2013. Sementara jumlah game yang mendapatkan lebih dari US$250 ribu (sekitar Rp4 miliar) naik lebih dari 3 kali lipat,” tulis Valve, seperti yang dikutip dari Game Industry.

Dalam analisanya, Valve mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bahwa alasan mengapa semakin banyak game yang berhasil mencapai angka penjualan tertentu adalah karena jumlah game yang dirilis di Steam juga terus naik. Pada 2019, jumlah game yang diluncurkan di Steam naik 11 persen jika dibandingkan dengan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pada tahun 2019, jumlah game yang mendapatkan pemasukan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan naik 18 persen jika dibandingkan dengan pada 2018.

Valve juga mencoba untuk menganalisa pendapatan rata-rata game di Steam dalam waktu dua minggu sejak dirilis. Mereka menyebutkan, pemasukan rata-rata game yang diluncurkan pada 2019 naik 24 persen jika dibandingkan dengan game yang dirilis pada 2018. Belakangan, di tengah pandemi virus corona, Steam juga terus memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent mereka.

Cerita Di Balik Kesuksesan dan Sejarah Valve dengan Half-Life, Source, dan Steam

Di kalangan gamer PC, siapa yang tidak mengenal Valve? Melalui Steam, mereka berhasil mendominasi pasar distribusi game PC selama belasan tahun. Walaupun Steam kini tak lagi menjadi satu-satunya platform distribusi game PC digital, platform tersebut tetaplah salah satu yang paling populer. Tentu saja, kejayaan yang Valve nikmati saat ini tidak dicapai dalam waktu singkat. Perjalanan mereka pun tak selamanya mulus.

Sejarah Valve

Valve didirkan pada 1996 oleh Gabe Newell dan Mike Harrington. Newell sempat berkuliah di Harvard University, walau dia tidak pernah menyelesaikan masa kuliahnya. Dia lalu bekerja di Microsoft selama 13 tahun. Di bawah kepemimpinan Bill Gates, dia belajar banyak tentang bisnis software. Selama dia bekerja di Microsoft, dia berhasil mengumpulkan kekayaan lebih dari US$1 juta, yang akan dia gunakan untuk membangun Valve. Sama seperti Newell, Harrington juga berhasil menjadi miliarder berkat bekerja untuk Microsoft. Bersama, keduanya mendirikan Valve.

Saat didirikan, Valve merupakan LLC (Limited Liability Company), struktur perusahaan di Amerika Serikat yang biasa digunakan oleh perusahaan kecil. Jika dibandingkan dengan korporasi, LLC menawarkan beberapa kelebihan, seperti pajak yang lebih ringan dan manajemen yang fleksibel. Valve memiliki markas di Kirkland, Washington, hanya berjarak delapan kilometer dari kantor Microsoft di Redmond.

Salah satu pendiri Valve, Gabe Newell. | Sumber: The Gamer
Salah satu pendiri Valve, Gabe Newell. | Sumber: The Gamer

Sekarang, Valve mungkin lebih dikenal dengan platform distribusi game digitalnya, Steam. Namun, pada awalnya, Valve merupakan developer game. Mereka lalu memodifikasi game engine buatan id Software, Quake engine, untuk membuat game pertama mereka, Half-Life.

Valve Sebagai Developer

Meskipun Half-Life adalah game pertamanya, Valve punya ambisi besar dalam membuat game tersebut. Karena itu, tidak heran jika mereka kesulitan untuk mencari publisher yang bersedia merilis game pertama mereka. Untungnya, Sierra On-Line akhirnya mau memberikan kesempatan pada Valve dan bersedia untuk meluncurkan Half-Life. Pada November 1998, Half-Life diluncurkan. Game itu sangat sukses, jutaan unit Half-Life terjual. Sampai sekarang, Half-Life dikenal sebagai game legendaris.

Setelah sukses dengan Half-Life, Valve tidak buru-buru untuk membuat game baru. Mereka lebih memilih untuk memanfaatkan momentum yang mereka dapat untuk mengembangkan dunia Half-Life. Mereka meminta Gearbox Software — yang kini dikenal sebagai developer seri Borderlands — untuk meluncurkan dua expansion packs dari Half-Life, yaitu Half-Life: Oppsoing Force pada 1999 dan Half-Life: Blue Shift pada 2001, lapor Polygon.

Tak hanya itu, mulai akhir tahun 1990-an sampai awal 2000-an, Valve mendorong komunitas modding untuk mengembangkan mod dari Half-Life. Mereka bahkan merilis Software Development Kit (SDK) dari game itu secara gratis. Jadi, tidak heran jika ada banyak mods Half-Life yang muncul, seperti Deathmatch Classic, Ricochet, Gunman Chronicles, dan Day of Defeat. Tidak berhenti sampai di situ, Valve bahkan rela membantu beberapa kreator untuk menyempurnakan mod mereka. Inilah salah satu alasan mengapa para hardcore gamer begitu mencintai Valve.

Sampai sekarang, Half-Life masih dikenal sebagai game legendaris. | Sumber: Steam
Sampai sekarang, Half-Life masih dikenal sebagai game legendaris. | Sumber: Steam

Mod untuk Half-Life begitu beragam sehingga ada mod yang kemudian dikembangkan menjadi game yang sama sekali baru. Salah satunya adalah Counter-Strike, yang dikembangkan oleh Minh Le dan Jess Cliffe. Versi beta dari game tactical shooter itu dirilis pada 1999. Dengan cepat, game tersebut mendapatkan banyak pemain. Melihat hal ini, Valve justru merangkul Minh Le dan Cliffe. Satu tahun kemudian, Counter-Strike 1.0 dirilis. Saat itu, popularitas game tersebut sudah bisa menyaingi game-game dari franchise ternama, seperti Halo dan Call of Duty. Sekarang, Counter-Strike: Global Offensive adalah salah satu game esports paling populer di dunia.

Valve terus mendukung komunitas gamer. Namun, dari segi bisnis, ada beberapa perubahan yang terjadi. Pada 2000, Harrington keluar dari Valve, menjadikan Newell sebagai satu-satunya pendiri yang masih bertahan di perusahaan itu. Sementara pada 2003, Valve berubah menjadi Valve Corporation, tak lagi berbentuk LLC. Salah satu hal yang membedakan LLC dan Corporation adalah jika LLC dimiliki oleh seorang atau lebih pemilik, kepemilikan korporasi ada di tangan para pemegang saham. Selain itu, Valve juga memindahkan kantornya ke Bellevue, Washington.

Di tengah semua ini, Valve terus melanjutkan dua proyek penting mereka, yaitu pengembangan game engine Source dan platform distribusi game digital Steam. Kedua proyek ini akan mengubah nasib Valve sehingga mereka tak hanya dikenal sebagai developer game.

Game Engine Buatan Valve

Tiga tahun sebelum Newell dan Harrington meninggalkan Microsoft untuk membuat perusahaan game, Michael Abrash, yang merupakan mantan kolega mereka di Microsoft, juga keluar dan masuk ke dunia game. Abrash memutuskan untuk bergabung dengan id Software, developer Doom. Nantinya, dialah yang membantu Newell dan Harrington untuk mendapatkan lisensi penggunaan Quake engine milik id Software. Valve lalu memodifikasi engine tersebut dan membuat engine mereka sendiri, Goldsource, yang digunakan untuk membuat Half-Life.

Goldsource merupakan game engine pertama Valve. Mereka melakukan berbagai modifikasi pada Quake engine, seperti mengubah sisten animasi, merombak tools AI, dan menambahkan fitur Direct3D. Tujuannya adalah untuk  memastikan bahwa engine tersebut cukup mumpuni untuk merealisasikan Half-Life sesuai dengan keinginan Valve. Setelah game tersebut dirilis, Valve masih terus memodifikasi game engine yang mereka gunakan. Namun, mereka tidak ingin mengutak-atik kode programming pada Half-Life. Karena itu, mereka memutuskan untuk membuat game engine baru, yang nantinya akan dikenal dengan nama Source.

Pada zamannya, Half-Life 2 memiliki grafik yang memukau. | Sumber: Steam
Pada zamannya, Half-Life 2 memiliki grafik yang memukau. | Sumber: Steam

Dalam E3 2003, Valve memperkenalkan Half-Life 2, dengan visual yang memukau pada zamannya dan sudah terintegrasi dengan physics engine buatan Havok. Ketika itu, Valve juga memperkenalkan Source, game engine yang digunakan untuk membuat Half-Life 2. Menariknya, Source bukanlah game engine yang sama sekali baru. Engine tersebut merupakan hasil modifikasi lebih lanjut dari Goldsource. Faktanya, dalam Half-Life 2, Anda masih bisa menemukan sejumlah kode programming orisinal yang ada pada Quake engine.

Dalam mengembangkan Source, Valve menjelaskan bahwa mereka ingin menjadikan game engine tersebut sebagai fondasi yang memungkinkan developer untuk menambahkan fitur, memberikan update, dan menggunakan teknologi baru tanpa harus menggunakan engine yang sama sekali baru. Kebanyakan kreator game engine biasanya fokus untuk memaksimalkan performa GPU, membuat visual menjadi terlihat lebih realistis. Namun, Valve memutuskan untuk fokus pada penggunaan CPU. Menurutnya, bagaimana game dikonsumsi oleh gamer, inilah yang membedakan game dengan media lain seperti film.

Setelah Source, Valve juga mengembangkan Source 2, yang digunakan di Dota 2, Artifact, dan Half-Life: Alyx. Source 2 pertama kali tersedia untuk masyarakat luas pada 6 Agustus 2014 via Doat 2 Workshop Tools. Pada Maret 2015, Valve resmi mengumumkan Source 2 dalam Game Developers Conference.

Peluncuran Steam

Steam pertama kali diperkenalkan di Game Developers Conference (GDC) pada 2002. Satu tahun kemudian, Valve meluncurkan Steam secara resmi. Pada awalnya, Steam dibuat dengan tujuan untuk memudahkan para pemain mengunduh patch dan update dari game online. Namun, Valve punya rencana lain untuk Steam, yaitu menjadikannya sebagai platform distribusi game digital di PC.

Valve lalu mulai menyediakan sejumlah fitur seperti otentikasi online, game launcher, dan DRM (Digital Rights Management). Pada 2004, Valve mengumumkan bahwa ke depan, semua game mereka hanya bisa dimainkan melalui Steam. Keputusan ini membuat banyak orang marah. Salah satu alasannya, karena ketika itu, Steam masih memiliki banyak bug, yang sering membuat game menjadi crash. Tak hanya itu, antarmuka Steam juga tidak sebagus seperti sekarang.

Screenshot antarmuka Steam pada 2004. | Sumber: Reddit
Screenshot antarmuka Steam pada 2004. | Sumber: Reddit

Meskipun begitu, Valve tak menyerah. Mereka terus memperbaiki Steam dan menangani berbagai bug dan masalah yang ada di platform tersebut. Pada 2005, Valve mulai membuat perjanjian kerja sama dengan developer lain untuk mendistribusikan game mereka melalui Steam. Katalog game di Steam pun menjadi semakin banyak. Bisnis Steam terus tumbuh seiring dengan bertambahnya developer yang beralih ke model distribusi digital.

Untuk mendukung Steam, selama dua tahun, dari 2007 sampai 2009, Valve terus meluncurkan sejumlah fitur baru untuk Steam, mulai dari fitur untuk menyimpan data game dan profil pengguna di cloud sampai fitur chat, memudahkan para pengguna untuk saling berkomunikasi dengan satu sama lain. Sekarang, ada banyak hal yang bisa Anda lakukan di Steam, mulai dari membeli konten buatan pengguna di Steam Workshop, membeli aplikasi non-gaming, sampai mendukung game yang ada di Steam Greenlight.

Pada 2010, antarmuka Steam dirombak, membuat tampilannya jauh lebih baik. Dari segi keamanan, Steam cukup baik, walau mereka sempat diretas pada November 2011. Antarmuka yang user-friendly, keamanan, dan fitur yang beragam, semua ini menjadikan Steam sebagai marketplace utama untuk game AAA dan indie di PC. Steam juga berhasil menarik puluhan juta pengguna, menjadikannya sebagai aset terpenting Steam.

Monetisasi Steam

Sumber pemasukan Steam berasal dari potongan yang mereka ambil dari pendapatan game yang dijual melalui Steam. Pada awalnya, Steam menetapkan potongan sebesar 30 persen untuk semua game. Namun, pada akhir 2018, mereka mengubah ketentuan potongan yang mereka ambil. Ketika game diluncurkan, Steam masih akan memberlakukan potongan sebesar 30 persen. Namun, setelah penjualan sebuah game mencapai US$10 juta, maka potongan yang didapatkan oleh Steam akan disesuaikan, menjadi 25 persen. Sementara jika penjualan game mencapai US$50 juta atau lebih, potongan dari Steam akan menjadi semakin kecil, yaitu 20 persen.

Untuk developer kecil yang penjualan game-nya tidak bisa mencapai US$10 juta, Steam akan mengambil potongan lebih besar. Karena, Valve memberikan banyak kemudahan pada developer tersebut dengan menyediakan sistem pembayaran dan memungkinkan game untuk ditemukan oleh jutaan pengguna Steam. Secara tidak langsung, Steam mengakui bahwa para developer kecil akan lebih membutuhkan Steam sementara Steam tidak akan mengalami masalah tanpa kehadiran developer kecil itu, menurut laporan Polygon.

Untuk game-game populer yang penjualannya berhasil mencapai lebih dari US$50 juta, Steam rela untuk mengurangi potongan yang mereka ambil menjadi hanya 20 persen. Alasannya, karena game tersebut pasti sudah memiliki audiens sendiri. Jadi, jika game itu masuk ke Steam, ini juga akan mempopulerkan Steam. Tak tertutup kemungkinan, Steam bisa mendapatkan pengguna baru. Karena itulah, potongan yang Steam terapkan lebih kecil.

Keuangan Valve

Sayangnya, Valve tidak mengumumkan laporan keuangan mereka pada publik. Namun, ada pihak ketiga yang tertarik untuk membuat estimasi dari total penjualan Steam. Salah satunya adalah Steam Spy. Seperti namanya, situs itu bertujuan mengumpulkan data tentang Steam untuk memperkirakan total penjualan game di platform tersebut. Pada 2017, pendiri Steam Spy, Sergey Galyonkin memperkirakan bahwa pemasukan Steam dari penjualan game mencapai US$4,3 miliar, naik dari US$3,5 miliar pada 2016.

Uniknya, besarnya pemasukan Steam bukan karena banyaknya game yang ada di katalog mereka. Lebih dari setengah dari pemasukan Steam berasal dari kurang dari 100 game terpopuler yang ada di platform tersebut. Padahal, Steam memiliki lebih dari 21 ribu game saat itu. Data terakhir yang kami temukan di Januari 2019, sudah ada 30 ribu game di Steam.

PUBG memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan Steam pada 2017. | Sumber: Steam
PUBG memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan Steam pada 2017. | Sumber: Steam

Pada 2017, game yang memberikan kontribusi paling besar pada pemasukan Steam adalah Player Unknown’s Battleground, dengan pemasukan US$600 juta. Di posisi kedua, duduk Counter-Strike: Global Offensive dengan kontribusi US$120 juta. Sementara posisi ketiga diisi oleh Grand Theft Auto V dengan pendapatan US$83 juta. Duduk di peringkat keempat, Call of Duty World War II mendapatkan pendapatan sebesar US$41 juta. Satu hal yang harus diingat, data dari Steam Spy tidak mencakup seluruh pendapatan Steam karena mereka tidak menghitung pemasukan dari microtransaction atau pembelian DLC.

Estimasi keadaan finansial Steam tidak selalu positif. Pada September 2019, No More Robots, publisher dari Descenders dan Hypnospace Outlaw, membuat laporan tentang penjualan game di Steam yang diluncurkan selama satu bulan, sejak 5 Juli 2019 sampai 6 Agustus 2019. Dalam menghitung penjualan game di Steam, mereka tidak memasukkan hasil penjualan game AAA dan juga game-game yang memiliki review kurang dari 10. Setelah itu, mereka membandingkan total penjualan di Steam selama satu bulan pada 2019 dengan periode yang sama pada 2018. Berdasarkan apa yang dilakukan oleh No More Robots, mereka menemukan bahwa penjualan game di Steam turun 70 persen selama satu bulan pada 2019 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Tak hanya itu, pendapatan Steam juga turun 47 persen.

Temuan lainnya adalah para developer dan publisher game terlibat dalam perang harga. Mereka berlomba-lomba untuk menekan harga game mereka agar menjadi serendah mungkin. Padahal, ini justru memberi dampak buruk pada penjualan game mereka. Menurut laporan GameDaily, alasan para publisher dan developer berusaha untuk menekan harga game mereka adalah karena kekhawatiran game mereka akan kalah bersaing dengan game free-to-play.  Padahal, model bisnis seperti ini memiliki masalah tersendiri.

Menariknya, menurut estimasi No More Robots, game murah tidak melulu laku. Faktanya, total penjualan game yang dihargai kurang dari US$10 justru jauh lebih rendah dari game dengan harga sekitar US$21 atau lebih. Menurut pendiri No More Robots, Mike Rose, ini terjadi karena ketika kreator game menekan harga game mereka, ini membuat orang-orang berpikir bahwa game itu tidak pantas dihargai dengan harga mahal karena memiliki kualitas buruk. Sementara jika harga game dinaikkan, ini akan membuat gamer penasaran untuk tahu lebih lanjut tentang game itu. Tentu saja, ini adalah tren global. Indonesia, yang warganya sangat sensitif terhadap harga, memiliki tren yang berbeda.

Kesimpulan

Menurut Forbes, sebagai pendiri Valve, Gabe Newell memiliki harta kekayaan sebesar US$3,5 miliar. Dia duduk di peringkat 239 dalam daftar Forbes 400 2019 dan di peringkat 529 dalam daftar Forbes Billionaires 2019.

Satu hal yang menarik dari Valve adalah bagaimana perusahaan tersebut berevolusi. Pada awalnya, Valve adalah developer game. Mereka menuai sukses dengan game pertamanya, Half-Life. Setelah itu, mereka memutuskan untuk mengembangkan dunia Half-Life dengan meluncurkan expansion packs. Mereka juga terus mendorong komunitas modding untuk membuat mod untuk game tersebut. Ada beberapa mod yang kemudian diluncurkan sebagai game mandiri dan sukses, seperti Counter-Strike.

Sebagai developer, Valve juga mengembangkan game engine sendiri, yang mereka buat dengan memodifikasi game engine buatan id Software, Quake. Berawal dari game engine Goldsource, Valve terus memodifikasi engine tersebut, sehingga mereka menghasilkan Source dan Source 2. Selain itu, Valve juga membuat platform distribusi game, Steam, yang baru saja memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent. Dalam beberapa tahun belakangan, Valve juga aktif dalam scene esports. The International, turnamen tahunan Dota 2 terbesar, selalu menaikkan total hadiah mereka dari tahun ke tahun.

Sumber: GamesRadar, IGN, Game Industry, GameDaily, Polygon

Sumber header: Wikipedia

Pong Quest Ialah Penjelmaan Modern Pong Dengan Bumbu RPG

Diciptakan oleh Allan Alcorn atas permintaan co-founder Atari Nolan Bushnell, Pong adalah video game pertama yang sukses secara komersial. Bersama home console Magnavox Odyssey, Pong membantu mengokohkan industri gaming, Menyusul sambutan positif khalayak terhadap versi arcade-nya, Atari mulai memproduksi sistem permainan yang bisa dinikmati di rumah dan memasarkannya di tahun 1975.

Sesuai namanya, desain Pong terinspirasi dari permainan ping-pong (yang sebetulnya juga disajikan oleh Magnavox Odyssey). Kesuksesannya melahirkan rentetan sekuel serta tiruan. Beberapa judul resmi meliputi Pong Doubles, Super Pong, Ultra Pong, Quadrapong, serta Pin-Pong. Hampir setengah abad berlalu dari sejak Pong melakukan debutnya, Atari mengumumkan penjelmaan modern game ini yang akan hadir di platform current-gen. Mereka menamainya Pong Quest.

Lewat Pong Quest, Atari mencoba memadukan gameplay ala tenis meja tradisional (disebut pula ball-and-paddle) dan elemen role-playing. Anda bermain sebagai sebuah paddle dalam petualangan di dunia yang dihuni oleh karakter-karakter serupa. Sebagian besar waktu akan Anda habiskan bertanding ping-pong dengan mereka – ada paddle berpenampilan seperti badut, penyihir dan lain-lain.

IMG_01042020_124326_(1024_x_576_pixel)

Layaknya sebuah RPG, kustomisasi merupakan elemen penting di Pong Quest. Pemain bisa mendandani paddle-nya dengan beragam kostum, skin serta aksesori. Dan seperti yang diperlihatkan trailer singkatnya, Pong Quest tidak hanya menghidangkan pertandingan tenis meja digital saja. Game memiliki beragam mode unik, misalnya mengadu Anda dengan monster lipan, mode puzzle hingga variasi permainan ala Breakout (juga buatan Atari).

IMG_01042020_124213_(1024_x_576_pixel)

Di luar itu semua, dunia Pong Quest bisa bebas kita jelajahi. Permainan menyuguhkan grafis flat minimalis dua dimensi, yang bagi saya pribadi, berkesan terlalu sederhana dengan pemilihan dan kombinasi warna yang kusam. Mungkin arahan visual ini diambil demi mempertahankan tradisi ‘old school‘ Pong. Tapi sebetulnya tak ada salahnya jika aspek grafis diracik lebih stylish dan cerah – misalnya seperti Figment atau Fez.

IMG_01042020_124307_(1024_x_576_pixel)

Dari deskripsi di laman Steam, Pong Quest menugaskan Anda untuk ‘mengumpulkan Orb dan menguak rahasia Pintu Menakutkan’. Game turut ditunjang mode multiplayer lokal dan online, serta mempersilakan kita buat bermain bersama tiga orang kawan. Anda tidak membutuhkan PC berspesifikasi tinggi untuk menjalankan game, cukup sistem berspesifikasi CPU dual core, RAM 2GB dan kartu grafis DirectX 11.

IMG_01042020_124231_(1024_x_576_pixel)

Selain di Windows, Pong Quest juga dapat dinikmati dari Xbox One, PlayStation 4 dan Switch. Game rencananya akan dirilis di ‘musim semi’ tahun ini – yang artinya sebentar lagi.

Via Gamespot.

Maret 2020, Jumlah Pemain Dota 2 Capai 700 Ribu Orang

Belakangan, jumlah pemain Dota 2 kembali naik. Jadi, jangan heran jika pada puncaknya, jumlah pemain Dota 2 mencapai 743 ribu orang pada Maret 2020. Sementara jumlah rata-rata pemain dari game MOBA tersebut dalam 30 hari mencapai 434 ribu pemain.

Padahal, sepanjang 2019, jumlah pemain Dota 2 tengah mengalami penurunan. Memang, Maret 2019, jumlah pemain Dota 2 sempat melonjak naik. Ketika itu, jumlah rata-rata pemain Dota 2 mencapai 586 ribu orang, tertinggi sepanjang 2019. Tidak hanya itu, pada puncaknya, jumlah pemain Dota 2 mencapai 1 juta orang di Maret 2019. Terakhir kali jumlah concurrent players Dota 2 menembus angka 1 juta adalah pada 2016-2017.

Alasan jumlah pemain Dota 2 naik pada Maret tahun lalu adalah kemunculan Dota Auto Chess. Namun, Dota Auto Chess juga mendorong munculnya genre baru, yaitu autobattler. Game studio besar di seluruh dunia pun berbondong-bondong membuat game autobattler, termasuk Valve, yang membuat Dota Underlords. Sejak itu, jumlah pemain Dota 2 kembali mengalami penurunan.

jumlah pemain dota 2
Jumlah pemain Dota 2 belakangan. | Sumber: Steam Charts

Ketika The International 2019 diadakan pada bulan Agustus, jumlah rata-rata pemain Dota 2 turun menjadi 467 ribu orang. Sementara jumlah concurrent players tertinggi mencapai 826 ribu orang. Setelah masa berlaku TI9 Battle Pass habis, jumlah pemain Dota 2 kembali merosot, menurut laporan VP Esports. Ada beberapa alasan mengapa jumlah pemain Dota 2 mengalami penurunan. Salah satunya adalah karena tidak ada fitur baru yang membuat para pemain tertarik untuk terus memainkan game MOBA ini. Selain itu, Valve juga telah melakukan pemblokiran massal pada pemain yang melakukan pencurian, eksploitasi sistem MMR, dan lain sebagainya.

Sepanjang Januari 2020, pada puncaknya, jumlah conccurent players Dota 2 hanya mencapai 616 ribu orang, angka terendah sejak 2014. Namun, pada Februari 2020, jumlah pemain Dota 2 mulai menunjukkan tren naik. Pada bulan lalu, jumlah pemain Dota 2 naik 7,14 persen jika dibandingkan dengan bulan Januari. Ini adalah kenaikan jumlah pemain tertinggi sejak Februari 2019. Salah satu alasan jumlah pemain Dota 2 naik adalah pandemik COVID-19 yang memaksa masyarakat untuk tidak keluar rumah.

Faktanya, Dota 2 bukanlah satu-satunya game yang jumlah pemainnya mengalami kenaikan karena pandemik virus Corona. Bulan ini, jumlah concurrent players Counter-Strike: Global Offensive juga menembus rekor baru, mencapai satu juta orang. Begitu juga dengan jumlah pengguna Steam. Belum lama ini, Steam memecahkan rekor jumlah concurrent users. Data ari Steam DB menunjukkan, rekor jumlah conccurent users Steam kini adalah 23 juta orang.

Pecahkan Rekor, Jumlah Pengguna Steam Capai 22 Juta Orang

Minggu lalu, Steam memecahkan rekor jumlah concurrent users. Jumlah pemain yang menggunakan Steam secara bersamaan mencapai 20 juta orang. Pada akhir pekan lalu, angka ini naik 10 persen. Sekarang, rekor jumlah concurrent users Steam mencapai 22.678.529 orang. Meskipun begitu, tidak semua orang yang menggunakan Steam ini aktif bermain game. Menurut Tweak Town, hanya sekitar 33 persen pengguna Steam yang sedang bermain game, sementara sisanya melakukan hal lain seperti membeli game atau menjelajah marketplacePC Gamer melaporkan, kenaikan jumlah pemain Steam ini terjadi pada sekitar pukul 15.00 GMT, atau sekitar pukul 07.00 WIB.

Beberapa game yang paling populer di kalangan pengguna Steam antara lainCounter-Strike: Global Offensive dan Dota 2. Beberapa bulan belakangan, jumlah pemain CS:GO memang menunjukkan tren naik. Belum lama ini, CS:GO juga memecahkan rekor jumlah concurrent players, mencapai satu juta orang. Sementara itu, jumlah pemain Dota 2 juta mulai kembali naik. Selain dua game gratis tersebut, beberapa game lain yang menjadi favorit para pengguna Steam adalah Football Manager 2020 dan Rainbow Six Siege.

Analis industri game, Daniel Ahmad mengatakan, jumlah concurrent users Steam pertama kali menembus angka 18,5 juta orang pada Januari 2018. Ketika itu, game yang mendorong kenaikan jumlah pengguna Steam adalah PUBG, yang memang sedang menjadi primadona saat itu. Pada Februari 2020, jumlah pengguna Steam kembali mencapai angka 18 jutaan karena Tiongkok dan beberapa negara di dunia mulai melakukan lockdown dalam rangka meminimalisir penyebaran virus Corona. Pada awal Februari 2020, jumlah concurrent users Steam menembus angka 18,8 juta orang. Jumlah pengguna Steam pada 9 Februari 2020 mencapai 19 juta. Dan angka itu masih terus naik.

Pada Maret 2020, jumlah concurrent users Steam menembus 20 juta orang untuk pertama kalinya, lapor Dot Esports. Dua hari lalu, jumlah pengguna Steam mencapai 21 juta orang. Ini tidak aneh, mengingat semakin banyak negara yang memutuskan untuk melakukan lockdown atau menghimbau warganya untuk tidak keluar dari rumah. Selain karena lockdown, alasan lain mengapa jumlah pengguna Steam meroket adalah karena peluncuran Doom Eternal.