Modal Rakyat Gandeng Bank Mandiri dan Meratus Perdalam Penetrasi ke Segmen B2B

Bank Mandiri mengumumkan fasilitas kredit talangan untuk pelaku UMKM yang menjadi konsumer Meratus Group, perusahaan pelayaran dan logistik untuk membiayai operasional jasa angkutan laut kontainer. Penyediaan fasilitas ini dilakukan dengan menggaet startup p2p lending Modal Rakyat, melalui produk ‘smart financing’.

SVP SME Banking Bank Mandiri Alexander Dippo menyampaikan sinergi antara ketiga pihak ini merupakan salah satu strategi perseroan untuk memperluas akses pembiayaan melalui sarana digital, sekaligus meningkatkan penyaluran kredit di sektor industri logistik di tanah air.

“Bank Mandiri akan mendukung kebutuhan kredit modal kerja customer Meratus Group, serta mendukung Meratus Group meningkatkan relationship dengan customer, serta menyempurnakan layanan close-loop-ecosystem. Melalui produk smart financing ini, customer Meratus Group bisa mendapatkan fasilitas kredit yang diproses secara digital, tanpa harus datang ke bank,” ucapnya dalam penandatanganan perjanjian kerja sama di Jakarta, Senin (22/1).

Bank Mandiri sebagai super lender dari Modal Rakyat berkomitmen untuk menyiapkan fasilitas kredit sebesar Rp200 miliar sepanjang tahun ini untuk Meratus Group. Tidak menutup kemungkinan akan bertambah seiring dengan kelanjutan ke depannya.

Sebagai catatan, sepanjang 2023, total penyaluran kredit Bank Mandiri melalui kerja sama dengan perusahaan digital dan fintech p2p lending telah mencapai Rp3,58 triliun kepada lebih dari 266 ribu debitur.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Chief Commercial Officer Meratus Group Alex Hadinoto, produk smart financing ini dibutuhkan oleh konsumer Meratus Group yang sering terkendala operasional bisnisnya karena masalah cash flow. Oleh karena itu, perusahaan menginisiasikannya sebagai bentuk pelayanan kepada konsumer loyalnya.

Partner kami selalu berkembang bisnisnya, tapi terkadang ada fluktuasi. Ketika terjadi peningkatan skala bisnis tiba-tiba, ada isu cash flow. Kita tahu persis isu ini sudah sejak lama, tapi karena kita ini bukan institusi keuangan makanya perlu partner,” ujarnya.

Dalam produk jenis invoice-based financing ini, Meratus akan menyeleksi calon-calon konsumer bisnis yang layak mendapatkan fasilitas kredit, berdasarkan profil dan historisnya. Bila lolos, limit kredit yang disediakan maksimal Rp2 miliar, tanpa agunan, dan bunga yang kompetitif. Akan tersedia dasbor yang bisa mereka akses dan memilih jenis pembayaran yang diinginkan, smart financing atau bayar dengan ToP (term of payment).

“Harapannya kerja sama ini akan terus berjalan dengan banyak pengembangan berikutnya, baik menaikkan limit atau kebutuhan lainnya, sebab kita terhubung dengan banyak pihak yang punya kebutuhan finansial yang bermacam-macam terkait bisnis mereka,” tutupnya.

Masuk ke lebih banyak ekosistem B2B

CEO Modal Rakyat Christian Hanggra menyampaikan, startupnya bertindak sebagai perantara dalam pemberian fasilitas kredit antara Bank Mandiri dan Meratus Group. Dengan demikian, proses pengajuan hingga pencairan kredit sepenuhnya sudah terdigitalisasi.

Tidak berhenti di situ, Modal Rakyat akan masuk ke lebih banyak ekosistem B2B, seiring dengan fokus perusahaan yang bermain di sektor pembiayaan produktif. Serta, dalam rangka menjaga kualitas penyaluran pembiayaan yang lebih berkualitas di tengah kondisi yang masih menantang pasca-pandemi dan tahun politik.

“Kita akan perkuat assessment borrower, tapi akan perkuat lagi [assessment] di supplier dan mitra strategis supplier-nya karena kita akan perkuat bisnis invoice financing dan PO financing, seperti dengan Meratus ini,” terangnya.

Sepanjang tahun lalu, Modal Rakyat telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp1,4 triliun. Diklaim TWP90 dapat terjaga di kisaran 2%-3%. Mayoritas borrower bergerak di segmen perdagangan, logistik, dan bisnis online di platform e-commerce.

Disebutkan, total borrower di Modal Rakyat mencapai lebih dari 200 klien korporat dan pengusaha individu lebih dari 10 ribu orang. Sementara itu, lender didominasi dari kalangan korporat, salah satunya adalah Bank Mandiri.

Christian menargetkan sepanjang tahun ini perusahaan dapat meningkatkan penyaluran menjadi Rp1,8 triliun. Secara year-to-date (YTD) per hari ini, outstanding di Modal Rakyat mencapai Rp30 miliar.

Christian baru diangkat sebagai CEO Modal Rakyat per Desember 2023 menggantikan Hendoko Kwik yang sebelumnya memimpin Modal Rakyat sejak Desember 2019.

Application Information Will Show Up Here

Wifkain Perluas Fitur Pembiayaan Rantai Pasok Manufaktur Fesyen

Wifkain adalah platform yang menghubungkan antara pebisnis busana dengan perusahaan manufaktur. Untuk memperluas layanannya, mereka menggandeng KoinWorks untuk memberikan permodalan produktif kepada UMKM di dalam ekosistemnya. Kini sudah ada lebih dari 600 pengajuan permodalan yang tengah diproses.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Wifkain Sara Sofyan mengungkapkan, kecepatan proses dan dukungan para mitra dari layanan fintech memainkan peranan penting bagi perusahaan, agar seluruh leads yang masuk bisa terlayani dengan baik. Model ini juga akan terus diperluas, sehingga membuat model bisnis yang dijalankan menjadi lebih efisien, khususnya dari sisi perputaran dana.

Kolaborasi strategis targetkan UMKM

Tercatat saat ini ada lebih dari 2 juta pengguna KoinWorks mengakses layanan keuangannya dan mayoritas aktif di industri fesyen. KoinWorks melalui KoinInvoice menyediakan supply chain financing untuk mendukung UMKM di bidang fesyen yang bermitra dengan Wifkain. Dengan harapan menciptakan lebih banyak peluang penjualan sehingga menciptakan pertumbuhan bisnis.

Wifkain menggandeng KoinWorks sebagai mitra strategis untuk menyediakan supply chain financing bagi mitra pabrik dan fashion brand yang menjadi rekanan. Para mitra pabrik juga dapat menerima pembayaran di depan dan para fashion brand mempunyai kesempatan untuk membayar sampai dengan 6 bulan kemudian.

Secara khusus layanan Manufacturing-as-a-Service (MaaS) dari Wifkain ingin memudahkan pengusaha untuk mendapatkan desain atau pola jahit yang sesuai dengan keinginan, serta memudahkan proses textile procurement, manufacturing, quality assurance, dan penyediaan logistik dengan cara yang lebih mudah dan cepat.

Hingga saat ini Wifkain yang berkantor pusat di Tangerang Selatan sudah memiliki lebih dari 200 mitra pabrik di seluruh Pulau Jawa, yang melayani produksi kecil hingga besar. Klien Wifkain pun tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga dari Bali dan kota-kota besar di Sumatera dan Kalimantan.

“Berbekal pengalaman di manufaktur fesyen rekanan Wifkain, kami melihat bahwa sebenarnya ada benang merah rantai pasok yang bisa kami dukung dan kembangkan, tidak hanya di industri fesyen tapi juga merambah ke industri lainnya. Oleh karena itu Wifkain menargetkan untuk ekspansi pengembangan kerja sama financing supply chain bersama Koinworks dapat terus berlanjut di berbagai kategori lainnya,” kata Sara.

Ingin perluas kolaborasi

Industri fesyen Indonesia saat ini mencakup beragam desainer dan brand, masing-masing dengan kebutuhan produksi yang berbeda. MaaS memungkinkan bisnis untuk mengukur produksi mereka naik atau turun seiring fluktuasi permintaan, tanpa beban menjaga fasilitas manufaktur besar. Hal ini lebih menguntungkan bagi desainer dengan skala yang lebih kecil dan baru muncul, yang mungkin tidak memiliki sumber daya untuk investasi awal yang substansial.

Penyedia MaaS kerap memanfaatkan teknologi terbaru seperti pencetakan 3D, pembuatan pola digital, dan automasi. Dengan mengintegrasikan teknologi-teknologi ini, industri fashion di Indonesia dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi waktu produksi, dan meminimalkan kesalahan dalam produksi.

Berdiri sejak 2020, Wifkain adalah platform penyedia layanan manufaktur yang dapat memenuhi segala kebutuhan produksi bisnis fashion secara lebih praktis. Untuk memaksimalkan debutnya, mereka juga sudah mendapatkan pendanaan awal dari Insignia Ventures.

“Target Wifkain tidak hanya selalu mengenai angka, karena Wifkain selalu membuka peluang kerja sama dan kolaborasi, misalnya dengan perusahaan logistik, sistem POS, ataupun startup lain yang memiliki visi yang sama dan mau maju bersama,” kata Sara.

Pintek Stop Fasilitasi Student Loan, Beralih ke Pembiayaan Rantai Pasok

Startup fintech lending Pintek menghentikan produk pembiayaan untuk pendidikan, kini beralih sepenuhnya membiayai sektor rantai pasok (supply chain financing). Mengutip situs perusahaan, ada dua produk pembiayaan yang disediakan, yakni supply chain financing (distributor, supplier, dan merchant), dan pendanaan usaha (PO, invoice, dan inventory).

Produk yang ditawarkan Pintek ini relatif sama dengan yang ditawarkan  pemain lending kebanyakan yang fokus di pembiayaan produktif.

Hingga berita ini diturunkan, perwakilan Pintek tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan DailySocial.id. Kami juga menghubungi Shipper mengenai relasinya dengan Pintek. Sebelumnya, Shipper dikabarkan mengeksplorasi produk pembiayaan untuk logistik bersama Pintek.

Beralihnya Pintek ke sektor lain menyisakan tiga pemain lending yang fokus bermain di student/education loan di Indonesia, yaitu Cicil, Danacita, dan DanaDidik. Ada juga KoinWorks dengan produk Koinpintar yang didedikasikan untuk sektor pinjaman pendidikan.

Di awal kehadirannya tahun 2018, startup yang didirikan oleh Tommy Yuwono dan Ioann Fainsilber ini membidik pelajar untuk mengambil pinjaman membayar sekolah atau kursus. Kemudian saat pandemi, mereka menyediakan kemudahan pembayaran cicilan bernama Pintek Instan.

Setahun kemudian, pada 2021, mereka masuk ke solusi embedded financing dengan menanamkan akses pendanaan di titik-titik penyaluran ke UKM pendidikan, seperti principal, distributor, reseller besar, dan mitra SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah atau SIPLah Kemdikbud).

Menurut publikasi terakhir, perusahaan dan afiliasinya telah mendukung lebih dari 2.750 institusi pendidikan dan 100 UKM pendidikan untuk menjangkau lebih dari 650 ribu siswa dan menyediakan konten edukasi keuangan ke 1,3 juta pengunjung unik tiap bulannya. Dana yang sudah tersalurkan mencapai Rp14,8 miliar ke 849 penerima pinjaman, dengan besaran dana mulai dari Rp3 juta-Rp300 juta.

Pada awal tahun lalu, Pintek dikabarkan sedang menggalang tambahan dana. FMO (Netherlands Development Finance Company), layanan perbankan asal Belanda, disebutkan bergabung dalam putaran tersebut.

Pintek terakhir kali mengumumkan perolehan pendanaan Seri A pada November 2021 sebesar $7 juta (lebih dari 100 miliar Rupiah).

Investree Mulai Debut Produk Paylater B2B, Gaet Andalin

Startup fintech lending Investree memperkenalkan produk paylater B2B untuk membiayai UKM yang membutuhkan pembayaran di awal. Startup digital freight forwarder Andalin menjadi startup pertama yang digandeng Investree untuk peluncuran produk ini.

Dalam kerja sama ini, pada tahap awal, Investree menawarkan akses pembiayaan bea cukai dan pajak bagi para UKM di Andalin. Baik Investree dan Andalin termasuk dalam portofolio BRI Ventures.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder & CEO Investree Adrian A. Gunadi menjelaskan dalam dua tahun terakhir perusahaan fokus pada pembiayaan produktif untuk ekosistem digital yang memiliki banyak jaringan UKM dengan kebutuhan kredit yang tidak sedikit.

Posisi Investree sebagai perusahaan fintech lending, membuka kesempatan bagi ekosistem digital tersebut untuk melengkapi kebutuhan para UKM-nya terutama dari sisi kredit modal kerja. “Paylater ini untuk melengkapi produk pembiayaan mata rantai yang dimiliki Investree,” ucapnya.

Penggunaan terminologi paylater dirasa kini semakin familiar di telinga orang Indonesia sebagai pengganti kartu kredit. Dengan demikian, diharapkan akan semakin diterima bila dibawa untuk sektor B2B, ketimbang memakai istilah buyer financing untuk konsep yang sama.

Andalin, sambungnya, termasuk perusahaan yang menarik karena mereka adalah perusahaan 4PL logistik yang tidak hanya menangani urusan ekspor dan impor untuk UKM, namun juga membantu pengurusan administrasinya. Dengan demikian, para UKM dapat diringankan, tidak perlu mengeluarkan biaya besar di awal, sehingga arus kas perusahaan dapat dioptimalkan. Mereka dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kebutuhan yang lebih mendesak.

“Apa yang kita finance saat ini adalah uang yang diperlukan UKM untuk membiayai cukai dan segala perizinan terkait barang yang mereka jual ke luar negeri. Sebab, kendala di lapangan, biasanya UKM punya barang bagus tapi kesulitan urus izin ekspor karena butuh dana di depan untuk pembayarannya.”

Dari data yang dikutip, diperkirakan potensi dari pembiayaan bea cukai dan pajak ini mencapai $6 juta (Rp86 miliar), ditambah lagi kesempatan tersebut belum banyak digarap oleh pemain fintech yang bermain di pembiayaan mata rantai.

Dengan masuk ke ekosistem Andalin, Investree berkesempatan untuk menganalisis kinerja UKM berdasarkan data historis, seperti berapa kali melakukan ekspor, rata-rata perdagangannya, dan nilai transaksinya. Data alternatif ini dipakai sebelum menentukan risiko dan tingkat bunganya.

“Kita lihat pembiayaan di sektor produktif ini banyak tantangan, oleh karenanya kita perlu bekerja sama dengan ekosistemnya karena merekalah yang punya data historis terkait terkait kinerja UKM di platform tersebut.”

Secara terpisah, dalam keterangan resmi yang disampaikan pada hari ini (29/6), CEO Andalin Rifki Pratomo menuturkan, kemitraan dengan Investree dapat mendorong perusahaan untuk meracik produk finansial yang menarik dan kompetitif, sekaligus menerapkan risiko yang kuat. “Kami percaya, kolaborasi dengan Investree, yang dimulai dari pembiayaan bea cukai dan pajak, bisa menjadi tahap penting untuk membuat perubahan di bidang pendanaan perdagangan supply chain global.”

Terkait produk paylater ini punya tenor mulai dari dua sampai tiga bulan, dengan tingkat bunga mulai dari 10%-20% untuk setahun efektif. Sumber dana yang dipakai Investree untuk produk ini dari para lender institusi yang sudah bermitra dengan perusahaan, seperti Bank Mandiri, BRI Group, dan Bank Danamon.

“Kami sudah bermitra dengan puluhan lender institusi, mayoritas dari bank lokal dan institusi internasional. Bagi bank segmen ekspor-impor ini sesuai dengan appetite mereka karena ada kaitannya juga dengan membantu UKM naik level.”

Ke depannya, Investree akan terus menggencarkan persebaran produk paylater untuk ekosistem digital lainnya. Ada sejumlah potensi kerja sama yang akan dilakukan, di antaranya dengan perusahaan fesyen dan FMCG yang UKM di dalamnya butuh modal kerja.

Adrian menargetkan produk paylater B2B ini dapat berkontribusi sekitar 15%-20% dari total penyaluran perusahaan senilai Rp5 triliun. Selama ini produk pembiayaan dengan kontribusi terbesar adalah PO financing dan invoice financing dengan kontribusi sebesar 80%.

Perusahaan juga akan memboyong paylater B2B ini untuk unit usahanya yang ada di Thailand dan Filipina karena juga dibutuhkan oleh UKM di sana. “Kami juga berencana untuk meningkatkan fitur paylater B2B ini ke versi ke-2, rencananya akan dirilis pada semester II ini. Nantinya semua proses full host-to-host dengan API jadi automated, kalau versi pertama ini UKM harus registrasi dulu ke situs Investree,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Akseleran Kembangkan Produk Pinjaman Baru; Diversifikasi Dana Lewat Lender Institusi

Di awal tahun 2021, perusahaan teknologi p2p lending Akseleran mengumumkan pencapaiannya dalam menyalurkan pinjaman senilai Rp960 miliar sepanjang tahun lalu. Kinerja itu berhasil disalurkan meskipun Indonesia mengalami krisis seiring pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman di tahun 2020 mengalami peningkatan 91,3% year on year (yoy) di angka Rp155,9 triliun dibandingkan tahun 2019 sebanyak Rp81,49 triliun. Sementara itu, jumlah pinjaman yang disalurkan p2p lending tumbuh 16,43% yoy dari Rp13,14 triliun menjadi Rp15,31 triliun di 2020.

Co-Founder & CFO Akseleran Mikhail Tambunan dalam keterangan resmi menyampaikan, “Secara kumulatif, Akseleran sudah menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp1,9 trililun lebih kepada 2500 peminjam dan juga didukung oleh 150 ribu lebih pemberi pinjaman (lender) ritel atau perorangan yang tersebar merata dari Aceh hingga Papua.”

Ia turut menambahkan, terjadi peningkatan tren penyaluran pinjaman usaha Akseleran tiap bulannya dengan rata-rata mencapai sebesar Rp80-90 miliar. Di bulan Januari 2021, Akseleran berhasil menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp105 miliar atau berada di atas rata-rata penyaluran pinjaman.

Pengembangan produk

Dalam wawancara terpisah, Ivan Tambunan selaku Co-Founder & CEO Akseleran menyampaikan, pandemi yang terjadi di 2020 telah membuat perusahaan melakukan de-risking, yaitu pengurangan risiko yang menyebabkan perubahan peresentase dua produk andalan mereka, meliputi invoice financing (60%) dan pre-invoice financing (40%). Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pre-invoice financing yang cenderung lebih berisiko.

Meskipun demikian, perusahaan mengakui tetap menerapkan penilaian kredit yang prudent dengan fokus kepada cashflow calon borrower sebagai bagian dari mitigasi risiko. Langkah tersebut disinyalir berhasil menurunkan pencapaian total NPL Akseleran secara kumulatif di angka 0,13%.

Selain itu, Ivan juga menyampaikan bahwa perusahaan tengah mengembangkan solusi API-based loan origination system (LOS). Produk ini disebut seamless supply chain financing facilities. Konsepnya sama seperti pembiayaan modal kerja kepada mata rantai bisnis dalam rangka penyediaan pasokan barang/jasa dari pihak supplier, dalam hal ini adalah corporate anchor kepada pihak buyer.

Bersama solusi API ini, akan hadir juga produk baru yang disebut instant B2B digital commerce financing. Akseleran menargetkan kerja sama dengan platform digital B2B commerce , payment gateway, atau saluran pembayaran lainnya untuk mempermudah transaksi menggunakan fasilitas yang disediakan Akseleran. Sistemnya seperti paylater, namun spesifik untuk B2B.

Diversifikasi sumber dana

Pada hari ini (11/2) Akseleran baru saja mengumumkan PT Bank Jago Tbk sebagi salah satu institutional lenders dalam platformnya. Melalui kolaborasi sinergis ini, Bank Jago berkomitmen untuk menyalurkan pembiayaan produktif kepada para pelaku UMKM (borrower) melalui platform Akseleran sebesar Rp50 miliar yang akan dimulai pada Februari 2021.

Sebelumnya, sudah ada beberapa nama yang lebih dulu menjadi partner institui di Akseleran. Dari industri perbankan sudah ada Bank Mandiri, BCA, JTRUST, dan bank regional BPR SUPRA. Selain itu, ada juga Pegadaian, Mandiri Tunas Finance, KreditPlus, Ciptadana,dan beberapa multifinance yang ikut menjadi institutional lender.

Sampai saat ini, presentase jumlah penyaluran dana di Akseleran masih didominasi oleh ritel (70%); sisanya insititutional lender (30%). Bekerja sama dengan lebih dari 10 institutional lender, perusahaan berhasil menyalurkan dana sekitar $70m atau Rp979 miliar.

Pihaknya melihat kedepannya ada kemungkinan untuk komposisi ini bisa berubah menjadi 50:50 antara ritel dan institusi. Melihat pasar di luar, misalnya di Amerika Serikat atau Tiongkok, pada akhirnya yang mendominasi adalah institutional funding. Namun, menurut Ivan, pasar Indonesia sedikit berbeda. Investasi retail di luar sudah sangat banyak, sementara di Indonesia belum. Platform ini sendiri bertujuan untuk membuka akses bagi masyarakat bisa mengembangkan dananya. Hal ini yang dirasa Ivan menjadi unique market.

“Menurut saya, retail market akan tetap ada, mungkin ke depannya bisa lebih sedikit tetapi kita akan tetap maintain marketplace konsep kita. Ketika pandemi melanda, institutional lender mulai menarik diri, apa jadinya kalau tidak ada retail? Hal ini menunjukkan pentingnya diversifikasi sumber dana,” jelas Ivan.

Saat ini Akseleran disebut sedang terlibat penggalangan dana putaran seri B yang ditargetkan bisa selesai di Q1 2021. Tidak disebutkan siapa saja yang terlibat, namun pihaknya menyatakan dukungan dari investor sebelumnya tetap kuat.

“Targetnya, kita ingin bisa scale-up 10x lipat dari volume kita saat ini dalam waktu 2-3 tahun. Harapannya, di akhir tahun 2021, kita sudah bisa sustainable dengan cashflow positif,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here

Skema “Supply Chain Financing” Jadi Fokus Bisnis Crowdo, Danai Pembelian Pasokan Barang untuk UKM

Startup fintech lending Crowdo baru-baru ini memperkenalkan skema pembiayaan baru untuk membantu UKM di bidang perdagangan. Melalui produk Supply Chain Financing (SFC), platform fokus membiayai kebutuhan pasokan barang dagangan dari pemasok (supplier).

Melalui pendekatan baru tersebut, perusahaan miliki misi untuk menyederhanakan rantai transaksi antara UKM dengan pemasok, dinilai akan memberikan efisiensi dari sisi bisnis dan nilai transaksi.

Dalam rilisnya COO Crowdo Ikram Jeihan menjelaskan, pada dasarnya SCF memungkinkan UKM yang bertindak sebagai pembeli untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran kepada pemasok. Di beberapa skenario bisnis dengan keterbatasan, barang diterima lebih dulu untuk dijual, lalu hasil penjualan digunakan untuk membayar harga pokok barang.

Permasalahannya kadang pemasok menjadi sulit untuk mengelola arus kas (cashflow) jika terlalu banyak yang membeli barang secara kredit. Crowdo hadir di sini, menjembatani dengan solusi pembiayaan/pinjaman bisnis kepada UKM.

“Pemasok tidak perlu takut dengan arus kas mereka, karena akan mendapatkan pembayaran lebih awal. Pemasok juga dapat menggunakan fitur faktur atau tagihan yang ada di Crowdo, sehingga memperoleh akses ke yang mereka lebih cepat. Diharapkan menjadi win-win solution,” terang Jeihan.

Menurut pihak Crowdo, skema tersebut juga sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang diluncurkan oleh asosiasi beberapa waktu lalu.

Jeihan mengatakan, potensi SCF sangat besar di Indonesia, sehingga dapat dioptimalkan untuk meningkatkan distribusi dana investasi. Dari data yang disampaikan, setiap tahun ada kesenjangan pembiayaan untuk UKM hingga 1.000 triliun Rupiah.

“SCF memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk (permodalan) lain karena proses analisis telah disederhanakan dengan tidak mengurangi prinsip prudent (kehati-hatian), verifikasi, dan pengujian bisnis. (Bagi investor) juga menyediakan perlindungan, karena dana mendapat jaminan dari pemasok.”

Hingga tahun 2020 nanti, perusahaan akan fokus pada skema SCF ini. Diharapkan dapat menyerap hingga 60% pembiayaan yang ada di Crwodo. Kontribusi tersebut diharapkan dapat mewujudkan inklusi keuangan yang sehat di Indonesia.

Crowdo resmi hadir di Indonesia sejak tahun 2016. Bernaung di bawah PT Mediator Komunitas Indonesia, saat ini mereka telah terdaftar dan diawasi OJK. Fokus biayai bisnis, platform juga memberikan wadah bagi bisnis yang ingin melakukan penggalangan dana dengan ekuitas. Skema ini memang baru, namun secara legal OJK juga sudah menyusun aturannya, termasuk mendaftar dan mengawasi startup yang memberikan pelayanan tersebut.

Menurut data per September 2019, ada 127 pemain fintech lending yang terdaftar dan diawasi di OJK. Sebanyak 13 di antaranya sudah mendapatkan status berizin usaha. Banyaknya pemain memaksa setiap platform memiliki nilai unik, seperti Crwodo yang akhirnya memilih untuk memaksimalkan potensi melalui SFC.

Application Information Will Show Up Here