Survei Baidu: Ponsel Pintar Kini Jadi Media Utama Mencari Informasi Berita

Pesatnya perkembangan teknologi berhasil merubah cara masyarakat dalam memperoleh dan mengkonsumsi informasi. Temuan dari penelitian Baidu dan GfK Indonesia mengungkap bahwa kini ponsel pintar telah menjadi pilihan utama masyarakat perkotaan Indonesia dalam mengkonsumsi berita, diikuti dengan televisi. Mayoritas masyarakat perkotaan Indonesia juga disebutkan telah mengikuti berita dan informasi secara teratur dengan konten bervariasi yang dikonsumsi

Oktober hingga November 2015 silam, Baidu dan GfK Indonesia bekerja sama untuk melakukan sebuah riset yang mempelajari konsumsi berita daring di Indonesia. Riset ini mengambil fokus di perkotaan Indonesia yang berada di Jawa seperti Jakarta, kawasan Bodetabek, Bandung, Semarang dan Surabaya dengan pendekatan mobile dan wawancara langsung kepada responden. Rentang usia responden sendiri berada di usia 13-55 tahun.

[Baca juga: Pengguna Mobile Internet Indonesia Gemar Mencari Berita Terlebih Dahulu Sebelum Belanja Online]

Hasilnya, Baidu menarik lima kesimpulan utama yang menjawab pertanyaan-pertanyaan mulai dari konsumen berita daring, topik yang dicari, perangkat yang digunakan untuk mengakses berita daring, waktu mengakses berita daring, dan bagaimana konsumen tersebut mengakses beritanya.

Karakteristik konsumsi topik berita daring Indonesia

Rangkuman Karakteristik Konsumen dan Topik Berita Daring di Indonesia / Baidu

Menurut temuan Baidu, mayoritas (81 persen) masyarakat Indonesia sebenarnya sudah mengikuti berita dan informasi secara teratur. Hal yang menarik adalah pergeseran dalam cara mengkonsumsi berita dan informasi ini. Kini, menurut Baidu, ponsel pintar (96 persen) dan televisi (91 persen) adalah dua media utama yang digunakan masyarakat Indonesia dalam memperoleh informasi.

Konsumi topik berita daring berdasarkan umur

Baidu menyebutkan bahwa konsumen berita daring di Indonesia lebih condong kepada mereka yang berusia 33-42 tahun dan kelas ekonomi yang lebih tinggi. Jenis kelamin pria juga terlihat lebih sering mengkonsumsi berita daring dibanding perempuan. Namun, tidak ada konten yang dominan di Indonesia menurut Baidu.

Tapi bila harus dipecah lagi, konsumen di usia muda adalah kelompok yang mengkonsumsi topik hiburan paling banyak. Sedangkan di usia tua, preferensi akan bergeser ke topik yang lebih serius seperti masalah sosial politik, agama, hingga orang tua.

Karakteristik perangkat dan waktu untuk mengakses berita daring

Rangkuman Karakteristik Perangkat dan Waktu untuk mengakses berita daring / Baidu

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, telah terjadi pergeseran di masyarakat perkotaan Indonesia dalam cara mengkonsumsi berita dan informasi. Ponsel pintar kini menjadi media utama mengkonsumsi informasi dan berita, diikuti media televisi. Namun bila harus dispesifik kembali kepada berita daring, urutannya yaitu, ponsel pintar (97 persen), komputer kantor (16 persen), komputer pribadi (13 persen), dan tablet (6 persen).

Sedangkan waktu favorit bagi masyarakat perkotaan Indonesia dalam mengakses berita dan informasi daring adalah pada saat istirahat siang di hari kerja, sekitar pukul 12 siang hingga 3 sore pada hari Senin-Jumat. Ini juga tak jauh berbeda dengan hari Sabtu yang menunjukkan waktu puncak akses berita daring pada pukul 12 siang hingga 6 sore. Sedangkan di hari Minggu, waktu puncak cenderung lebih panjang, yakni pada pukul 12 siang hingga 9 malam.

Waktu puncak akses berita daring di Indonesia

Jalur untuk menemukan berita daring di Indonesia sendiri masih merupakan kombinasi dari upaya aktif dan rujukan ke saluran lain. Ini bisa berasal dari mesin pencari (31 persen) seperti Google, Bing, atau Yahoo, saluran lain di domain yang sama (28 persen), media sosial (24 persen), situs berita (10 persen), atau rujukan lainnya (7 persen).

[Baca juga: Survei Baidu: Efektivitas Iklan Online di Indonesia Masih Rendah]

Satu hal lain yang perlu diperhatikan oleh para penggiat bisnis daring, termasuk media, adalah mengenai iklan. Menurut penelitian Baidu, masyarakat Indonesia merasa sangat terganggu terhadap iklan seperti Intrusive Ads, Targeting, Ads, dan Mobile Ads. Toleransi terhadap iklan lebih ditunjukkan pada iklan daring seperiti Social media Ads, Search Engine Ads, dan Email Ads.

Survei Baidu: Efektivitas Iklan Online di Indonesia Masih Rendah

Kendati banyak yang menilai bahwa In-App Purchase akan menjadi masa depan monetisasi aplikasi mobile, saat ini kontribusi mobile advertising masih mendominasi untuk pendapatan pengembang, sekaligus menjadi cara yang efektif untuk menjalin pangsa pasar. Per tahun 2015 di Indonesia, menurut studi bertajuk “Mobile Apps Market Study Indonesia” yang dilakukan Baidu, mobile advertising menyumbang $20,8 juta dari total pendapatan aplikasi mobile sebesar $28,1 juta.

Terkait efektivitas mobile advertising dalam membangun kesadaran publik, Managing Director Baidu Indonesia Bao Jianlei menyampaikan seputar karakteristik mobile advertising di Indonesia:

“Sebanyak 27% pengguna smartphone di Indonesia dalam setiap bulannya selalu meng-klik iklan online yang menyambangi perangkatnya. Uniknya, peminat iklan online ini mayoritas berasal dari segmentasi sosial ekonomi kelas C, berusia antara 23-32 tahun dan sebagian besar adalah laki-laki. Karakteristik pengakses iklan online yang ditemukan melalui studi ini dapat dijadikan pertimbangan bagi para pemasar dalam menyiapkan bentuk komunikasi yang tepat.”

Efektivitas iklan online di Indonesia masih rendah

Kendati demikian, jika minilik hasil riset secara mendalam, iklan online secara keseluruhan masih menunjukkan efektivitas yang rendah di Indonesia. Sementara itu iklan di media sosial dan mesin pencari dinilai memiliki efektivitas yang lebih baik sehubungan dengan kemampuannya membangun tingkat kesadaran yang tinggi di kalangan pengguna perangkat mobile.

Dari survei Baidu ditemukan fakta sebanyak 68% responden mengaku sadar akan kehadiran iklan di media sosial dan 13% mengaku melakukan pengaksesan terhadap iklan tersebut. Sementara itu, sebanyak 69% responden menyadari adanya iklan di mesin pencari yang tengah mereka gunakan di perangkat mereka dan 12% memutuskan untuk mengklik iklan tersebut.

Dan berikut ini adalah persentase penggunaan iklan online dan traksi pengguna dari berbagai platform iklan online yang ada di Indonesia:

Online Advertising Indonesia

“Video Ads menjadi salah satu iklan yang kehadirannya cukup berhasil membangun kesadaran pemirsanya. Namun tingkat efektivitasnya ternyata masih rendah mengingat masih sedikit pemirsa yang lantas memutuskan untuk mengaksesnya. Implikasi atau makna dari fakta ini adalah para pengiklan harus benar-benar memperhatikan daya tarik konten yang disampaikan agar tingkat interaksi yang terbangun dengan pemirsanya bisa menjadi semakin mendalam,” pungkas Bao Jianlei.

Aplikasi Mobile Kian Jadi Candu Pengguna Smartphone

Sudah menjadi fakta yang umum seputar meningkatnya penggunaan ponsel pintar serta perangkat mobile lainnya di Indonesia. Hal ini berdampak pada makin bergantungnya masyarakat Indonesia terhadap aplikasi mobile, terutama di kalangan muda. Hal ini turut menggeser sebuah tren digital yakni seputar penggunaan web browser untuk mengakses layanan online. Studi yang dilakukan Baidu terhadap pengguna ponsel pintar di Indonesia menunjukkan sebuah fakta bahwa penetrasi aplikasi lebih tinggi (97%) dibanding web browser (76%) untuk mengakses berbagai layanan digital.

Bagi pengembang jelas saja ini penting untuk menjadi perhatian. Menurut hasil riset Baidu, aplikasi mobile akan menawarkan pendapatan yang semakin menjanjikan dari tahun ke tahun. Di tahun 2013, pendapatan yang berasal dari aplikasi mobile di Indonesia mencapai $62,1 juta. Sedangkan di tahun 2015 melonjak tinggi mencapai $118,2 juta. Diperkirakan, di tahun ini akan mencapai $142,1 juta dan di tahun 2018 nanti akan mencapai $197,6 juta.

Berbicara seputar pendapatan pengembang, Baidu dalam risetnya juga memaparkan bahwa hingga saat ini, pendapatan dari aplikasi mobile paling besar masih disumbangkan oleh Mobile Advertising, disusul Paid-Apps Purchase dan In-Apps Purchase.

Managing Director Baidu Indonesia Bao Jianlei mengatakan, kendati saat ini pembelian In-Apps masih memberikan kontribusi terendah, namun di masa depan diperkirakan kontribusi dari In-Apps Purchase akan melampaui kontribusi yang disumbangkan dari Paid-Apps Purchase.

Monetisasi Aplikasi Mobile di Indonesia

“Tahun 2015, pendapatan dari Mobile Advertising dari 5 wilayah yaitu Jakarta, Bodetabek, Bandung, Surabaya dan Semarang mencapai USD15 juta (71%), mengungguli kontribusi yang disumbangkan oleh Paid Apps Purchase yaitu sekitar $3,2 juta (15%) dan In-Apps Purchase sekitar $2,9 juta (13%). Tahun ini, pendapatan dari Mobile Advertising dari wilayah yang sama diperkirakan akan mencapai $20,8 juta,” ujar Jianlei.

Karakteristik penggunaan aplikasi mobile di Indonesia

Games (38%), instant messaging (27%) dan media sosial (19%) tercatat sebagai aplikasi mobile yang paling sering diunduh oleh pengguna perangkat mobile di Indonesia. Namun uniknya, aplikasi-aplikasi itu pulalah yang paling sering dihapus kembali oleh mereka – games (50%), instant messaging (29%) dan media sosial (16%).

Aplikasi-aplikasi lainnya yang digemari oleh orang Indonesia adalah aplikasi untuk berbelanja online (8%), transportasi (6%), buku dan aneka referensi (6%), peta dan navigasi (3%), serta berita dan informasi (3%). Sementara aplikasi-aplikasi lainnya yang sering dihapus adalah aplikasi belanja online (10%) dan transportasi (3%).

Karakteristik Pengguna Aplikasi Mobile

Alasan orang Indonesia mengunduh aplikasi sangat beragam. Games banyak mereka unduh karena bersifat menyenangkan dan menghibur. Adapun aplikasi media sosial, belanja online dan transportasi mereka unduh karena pertimbangan fungsi, manfaat dan rekomendasi dari pihak lain.

Lebih dari separuh responden (58%) mengatakan mereka pasti melakukan kegiatan mengunduh aplikasi dalam setiap bulannya. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah para pengguna perangkat mobile yang gemar menghapus aplikasi yang telah diunduhnya dalam setiap bulannya (16%).

Sebagian pengguna perangkat mobile yang memutuskan untuk menghapus aplikasi yang sebelumnya telah mereka unduh biasanya disebabkan karena aplikasi tersebut jarang mereka gunakan (42%), memori sudah tidak mencukupi lagi (36%) atau bosan dengan aplikasi tersebut (27%).

Alasan lain yang mengemuka adalah karena aplikasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (15%), pengguna lebih memilih aplikasi lainnya (13%), serupa dengan aplikasi lainnya (9%), tidak sesuai dengan kebutuhan anak (4%), dan aplikasi yang ingin diunduh terlalu mahal (3%).

Insight Pemanfaatan Marketplace Jasa di Indonesia

Di tahun 2016 ini, layanan on-demand menjadi primadona baru di kalangan masyarakat. Kesibukan kegiatan sehari-hari dan sudah tidak zamannya mencari kontak tukang di yellow pages membuat konsumen beralih ke Internet untuk membantu mereka menyelesaikan berbagai hal, terutama berkaitan dengan urusan domestik.

Kami bekerja sama dengan Seekmi, sebuah platform marketplace jasa yang hadir sejak tahun 2015, untuk memberikan gambaran seperti apa sebenarnya pemanfaatan layanan seperti ini oleh masyarakat.

seekmi1

Berdasarkan data yang diperoleh, dalam enam bulan terakhir terjadi lonjakan permintaan pekerjaan hingga 3-4 kali lipat menggunakan Seekmi. Data awal di bulan Agustus 2015 menunjukkan adanya 404 permintaan pekerjaan, kemudian melonjak hampir 4 kali lipat di bulan Desember 2015, dan terakhir saat ini mencapai 1372 permintaan pekerjaan di bulan Februari 2016. Secara rata-rata, terdapat 900 pekerjaan setiap bulan yang diminta melalui Seekmi.

[Baca juga: Menilik Persaingan Marketplace Jasa di Indonesia]

Seperti apa sebenarnya jenis pekerjaan yang dibutuhkan konsumen? Dengan variasi yang bermacam-macam, apalagi ada 520 jenis layanan yang ditawarkan, ternyata layanan pembersihan AC, layanan pembersihan domestik, dan pencarian asisten rumah tangga menjadi hal yang paling dicari konsumen. Tak salah jika layanan on-demand Ahlijasa menyasar dua hal yang pertama tersebut sebagai bagian layanannya.

seekmi2

Yang menarik, meski keluhan yang diterima tidak banyak, ternyata keluhan terbesar yang diterima Seekmi dari pengguna adalah dikontak terlalu banyak vendor. Keluhan minor berkisar soal situs yang bermasalah, harga yang mahal, atau respon yang lambat. Ini artinya antara demand dan supply masih belum berimbang. Dari sisi supply, tampaknya mereka yang menyediakan jasa makin menyadari bahwa mereka butuh layanan seperti ini untuk tetap beroperasi dan menjemput bola mencari konsumen.

seekmi3

Secara umum, konsumen merespon quotation dalam hitungan jam atau paling lambat 1-2 hari, terutama untuk kebutuhan asisten rumah tangga. Dari konsumen yang sudah menggunakan layanan marketplace jasa seperti Seekmi, sejauh ini responnya cenderung positif.

seekmi5

Memang terlalu dini untuk menyimpulkan apapun dari data tersebut. Meskipun demikian, terlihat bahwa pasar layanan jasa masih memiliki peluang yang luas untuk berkembang. Dari sisi demand, kesibukan masyarakat membuat mereka tak banyak memiliki waktu mencari bantuan untuk kebutuhan domestiknya. Pencarian di Internet kini menjadi pilihan yang lebih mudah. Sementara dari sisi supply, mereka sadar bahwa kehadiran di layanan online merupakan cara yang secara signifikan bakal membantu mereka mendapatkan basis konsumen yang lebih luas. Marketplace jasa, seperti Seekmi, tampaknya berada di jalan dan waktu yang tepat untuk mengembangkan bisnisnya.

Survei Deloitte Ungkap Tren Penggunaan Jaringan Mobile di Asia Tenggara

Deloitte baru-baru ini mengumumkan hasil survei penggunaan jaringan mobile di Asia Tenggara. Dalam laporannya yang berjudul “Global Mobile Consumer Survey”, disimpulkan di Singapura pengguna mobile paling puas dengan kecepatan internet yang disajikan. Begitu pun adopsi perangkat 4G/LTE, Singapura memimpin persentase.

Deloitte data

Dari data yang dirilis, terkait kepuasan kecepatan internet pengguna di Indonesia sudah mulai merasakan kepuasan. Hanya saja menurun kepuasannya di poin volume data yang digunakan untuk mengakses mobile internet. Penggunaan perangkat mobile pun masih didominasi oleh jaringan 3G, dengan proposisi 4G LTE hanya 15%.

Deloitte jaringan

Dari kekecewaan pengguna terhadap konektivitas internet untuk perangkat mobile, terdapat alasan yang beragam, mulai dari harga yang mahal, kualitas jaringan dan ketersediaan konektivitas 4G/LTE. Di Indonesia sendiri alasan yang paling mendominasi adalah biaya dan kualitas jaringan. Alasan biaya berada di persentase puncak.

Berbanding terbalik dengan penetrasi jaringan dan perangkat, pengguna mobile di Singapura tercatat yang paling enggan menggunakan mobile in-store payment. Sementara itu di Indonesia dan Singapura persentasenya tinggi.

Deloitte app payment

Dari survei tersebut juga disimpulkan bahwa rata-rata pengguna menghabiskan waktu bersama perangkat mobile dengan media sosial, game dan berfoto. Ditemukan juga fakta bahwa penggunaan aplikasi Instant Messaging (IM) sangat masif, menyebabkan terjadi penurunan derastis penggunaan SMS. Sementara itu masih disimpulkan bahwa aplikasi IM paling populer di Indonesia adalah BlackBerry Messenger.

Deloitte MsgTurut dirilis juga bagaimana gadget mengubah cara orang menonton video dan membaca berita. Untuk menonton video, persentase cukup rata pada penggunaan tablet ataupun smartphone. Sementara untuk membaca persentase penggunaan Tablet di Indonesia cukup mencolok.
Deloitte gadgetusage

Survei juga merangkum tentang tempat penggunaan wi-fi pengguna perangkat mobile. Di Indonesia 50% pengguna mengakses wi-fi di rumah, tempat kerja atau sekolah. Sementara 22% di tempat umum, dan sisanya mengakses di tempat lainnya.

Unduhan rata-rata aplikasi di Indonesia kebanyakan pengguna mengunduh 3-5 aplikasi per bulan (39%), banyak juga yang hanya mengunduh 1-2 aplikasi per bulan (32%), persentase sisanya mengunduh lebih dari 6 aplikasi per bulan.

Survei dilakukan dengan mengambil sampel tanggapan dari 5.000 pengguna mobile di berbagai daerah, baik perkotaan ataupun pedesaan, di negara-negara Asia Tenggara, dengan demografi usia 16 – 44 tahun.

Survei: Instagram Kini Lebih Populer ketimbang Twitter di Indonesia

Fakta yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah Facebook Country, nampaknya memang tidak salah. Dari survei terhadap 1033 responden yang dilakukan oleh JakPat bulan Januari ini, sebanyak 87,45% masyarakat Indonesia pria dan wanita aktif menggunakan Facebook dalam seminggu terakhir. Di peringkat kedua Instagram menyalip Twitter dengan persentase 69,21%, sedangkan Twitter digunakan oleh 41,31% responden. Urutan keempat ditempati Path dengan jumlah persentase 36,29%. Yang menarik, lebih dari 5% responden menjawab aktif menggunakan Snapchat.

JakPat melakukan survei kepada 1033 reponden di pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi dengan fokus rentang usia 16 – 35 tahun.

Di segi usia, lebih dari 90% responden di rentang 26-35 tahun aktif menggunakan Facebook. Angka itu terus turun untuk rentang usia responden yang lebih muda dan hanya mencapai angka 80% di rentang 16-19 tahun.

Lantas media sosial apa yang menarik kalangan millennials yang rata-rata berusia 16 – 25 tahun? Ternyata hasil survei JakPat menyebutkan media sosial favorit di kalangan muda adalah Instagram, dengan persentase pengguna di rentang usia tersebut mencapai lebih dari 70%.

Sebagian besar pengguna Instagram menggunakannya untuk mencari informasi produk online shop dan meme, kemudian sebanyak 48% pengguna Instagram gemar mengunggah foto-foto liburan dan wisata.

Khusus untuk Twitter, hampir 40% responden mengatakan tidak setiap hari membuka layanan media sosial berbasis 140 karakter itu.

Pengguna Snapchat sendiri paling tinggi berada di rentang usia 16-19 tahun dengan kebanyakan aktivitas berkisar di lingkungan pertemanan dan mengunggah video sendiri.

Riset SuperAwesome: 66% Anak di Asia Tenggara Memilih Hiburan Internet Dibandingkan Televisi

Internet saat ini bukan hanya menjadi konsumsi bagi orang dewasa saja, melainkan usia remaja hingga anak-anak juga sudah akrab dengan layanan berbasis internet. Laporan terkini yang dirilis oleh salah satu penyedia platform digital marketing SuperAwesome menyebutkan sekitar 66% anak-anak di kawasan Asia Tenggara lebih memilih internet dibandingkan televisi atau media tradisional lainnya untuk mendapatkan hiburan.

Sebanyak 70% anak-anak usia 6 hingga 14 tahun mengakses aplikasi game mobile. Bahkan lebih dari seperempat anak-anak yang menonton televisi juga menggunakan smartphone pada saat yang bersamaan. Secara keseluruhan riset SuperAwesome mencatat, bahwa anak-anak di kawasan Asia Tenggara mulai meninggalkan televisi sebagai pilihan untuk mendapatkan hiburan digital.

“Pasar usia 13 tahun ke bawah adalah salah satu market paling berpengaruh di dunia. Sayangnya belum banyak informasi akurat mengenai perilaku digital mereka. Untuk itu kami dengan senang hati melakukan studi yang komprehensif terhadap perilaku digital anak-anak di kawasan ASEAN, seperti yang telah kami lakukan sebelumnya di Amerika dan Inggris,” ungkap CEO SuperAwesome Dylan Collins.

Sebelumnya pengamatan perilaku digital media di kawasan Asia Tenggara lebih berfokus pada usia remaja atau dewasa. Sementara pasar usia 13 tahun ke bawah kurang mendapatkan perhatian. Faktanya kelompok usia ini memiliki pengaruh besar pada tren konsumen dan keputusan akhir untuk membeli barang, terlebih bagi mereka yang berkeluarga.

Ditambahkan pula oleh Collins bahwa smartphone merupakan perangkat inti yang paling sering digunakan untuk mengakses media, dengan peningkatan yang cukup signifikan penggunaan smartphone melampaui televisi. Penelitian yang di lakukan oleh SuperAwesome melibatkan 1800 anak-anak usia 6 hingga 14 tahun di 5 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Platform media digital untuk anak-anak

Sejak melakukan ekspansi ke Indonesia 2 bulan yang lalu, SuperAwesome mengklaim menjadi platform iklan anak-anak dan remaja terbesar di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Anak-anak usia 6 sampai 16 tahun saat ini merupakan populasi terbesar di Asia Tenggara. Terlebih anak-anak di era seperti sekarang sudah umum menggunakan media digital untuk memperoleh informasi seperti mainan atau barang yang mereka inginkan.

Setiap bulan SuperAwesome mengaku telah menjangkau lebih dari 250 juta anak-anak melalui iklan video di paltform mobile dan web. Dan market tersebut telah menjadi fokus untama perusahaan dalam mengerucutkan bisnis digital. SuperAwesome merupakan sister company dari Deliveree dan termasuk salah satu proyek dari Inspire Ventures.

Android Kuasai 94 Persen Pasar Smartphone di Indonesia

Bulan Juni kemarin, kita sempat membahas tentang perkembangan pasar smartphone di Indonesia. Dari artikel itu sebenarnya kita bisa menyimpulkan bahwa platform Android yang diwakili banyak merek sangatlah mendominasi, akan tetapi seberapa besar sebenarnya penguasaan pangsa pasar Android di tanah air dibandingkan platform lain seperti iOS misalnya? Continue reading Android Kuasai 94 Persen Pasar Smartphone di Indonesia

Survey: Two Third of App-Based “Ojek” Service Consumers are Considered Loyal

App-based ojek service becomes the current trend in Indonesia. Being initiated by Go-Jek, the segment sees GrabBike, Blujek, and the newly-launched LadyJek joining the competition. Promo becomes one of attractions that thses services offer. Question is, what if those promos end? Will users leave the trend? DailySocial and JakPat collaborate to find out about this. Continue reading Survey: Two Third of App-Based “Ojek” Service Consumers are Considered Loyal

Survey: Most Indonesians Won’t Pay for Paid Music Streaming Services

The music industry indeed has changed, from vinyl record to internet-based music streaming. After the era of iTunes, the latter seems to be more common to the public. DailySocial and JakPat conducted a survey towards 1003 respondents to learn about their adaptation to the latest innovation of music industry. Continue reading Survey: Most Indonesians Won’t Pay for Paid Music Streaming Services